Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

GIZI KESEHATAN MUTAKHIR


KEKURANGAN VITAMIN A (KVA)
Dosen Pembimbing: Hj. Aprianti, S.Pd.,M.Pd

Disusun
Oleh:
KELOMPOK 2 :
Ahmad Bikhairin Noor P07131117086
Aprilia Dwi Yanti P07131117089
Helda Sari P07131117096
Miftahul Jannah P07131117103
Muliana Khajizah P07131117108
Novia Arianti P07131117113
Nurul Ida P07131117116

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Keseahatan kementrian Kesehatan Banjarmasin
Program Diploma III Jurusan Gizi
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa
selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Page | 2
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................... Error! Bookmark not defined.


KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 5
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................................... 5
BAB II..................................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 7
A. Pengertian Vitamin A................................................................................................................... 7
B. Pengertian Kekurangan Vitamin A .............................................................................................. 7
C. Fungsi Vitamin A .......................................................................................................................... 8
D. Faktor Risiko Kekurangan Vitamin A ........................................................................................ 10
E. Penyebab Terjadinya Kekurangan Vitamin A ............................................................................. 14
F. Tanda-tanda dan Gejala Klinis Kekurangan Vitamin A .............................................................. 16
G. Akibat Kekurangan Vitamin A ................................................................................................... 17
H. Pencegahan dan Penanggulangan Kekurangan Vitamin A ........................................................ 18
I. Sumber Vitamin A ....................................................................................................................... 20
J. Angka Kecukupan Gizi Vitamin A ............................................................................................. 22
BAB III ................................................................................................................................................. 23
PENUTUP ............................................................................................................................................ 23
A. Kesimpulan ................................................................................................................................. 23
B. Saran ....................................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 25

Page | 3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan masalah kesehatan utama di negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia. KVA terutama sekali mempengaruhi anak kecil, diantara
mereka yang mengalami defisiensi dapat mengalami xerophthalmia dan dapat berakhir menjadi
kebutaan, pertumbuhan yang terbatas, pertahanan tubuh yang lemah, eksaserbasi infeksi serta
meningkatkan resiko kematian. Hal ini menjadi nyata bahwa KVA dapat terus berlangsung
mulai usia sekolah dan remaja hingga masuk ke usia dewasa (Keith dan West, 2008).
Meskipun konsekuensi kesehatan dari KVA tidak digambarkan dengan baik di atas anak
usia dini, namun data terakhir menunjukkan bahwa KVA pada wanita usia reproduksi dapat
meningkatkan resiko kesakitan dan kematian selama kehamilan dan periode awal postpartum.
KVA yang berat pada maternal juga memberikan kerugian bagi anak baru lahir karena dapat
akibatkan peningkatan kematian dibulan pertama kehidupan. Sebagai konsekuensi dari
meningkatnya pemahaman tentang KVA maka sangat penting bahwa beban kesehatan yang
dihasilkan dikuantifikasi setepat mungkin, sebagai dasar tindakan dan pemantauan serta
evaluasi program pencegahan selanjutnya. Kemajuan telah dilakukan selama 4 dekade terakhir
dalam memperkirakan beban KVA, terutama dengan menggabungkan dan
mengekstrapolasikan data prevalensi dari negara dimana telah dikumpulkan dalam populasi
dengan profil demografis yang sama dan risiko yang telah diantisipasi. Dalam beberapa tahun
terakhir, KVA telah diperkirakan mempengaruhi antara 75 dan 254 juta anak prasekolah setiap
tahun, jauh dari jarak yang akurat. Tidak ada perkiraan permasalahan kesehatan global KVA
ibu atau adanya insidensi tahunan kebutaan malam ibu (XN) ( Arlappa, 2012; Keith dan West,
2008).
KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi Protein (KEP)
atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi mikro dalam
hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi
saluran pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak
tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan
cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua / ibu tentang gizi yang baik.
Gangguan penyerapan pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini sangat jarang
terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang berkepanjangan akan

Page | 4
menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi karena kemiskinan, dimana
keluarga tidak mampu memberikan makan yang cukup. Sampai saat ini masalah KVA di
Indonesia masih membutuhkan perhatian yang serius. Oleh karena itu dirasakan perlunya
Program penanggulangan masalah KVA bertujuan untuk menurunkan prevalensi KVA
terutama ditujukan kepada kelompok sasaran rentan yaitu balita dan wanita yang berada pada
usia reproduksi ( Heijthuijsen, et al ,2013).
Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA) pada anak Balita sudah dilaksanakan
secara intensif sejak tahun 1970-an, melalui distribusi kapsul vitamin A setiap 6 bulan, dan
peningkatan promosi konsumsi makanan sumber vitamin A. Dua survei terakhir tahun 2007
dan 2011 menunjukkan, secara nasional proporsi anak dengan serum retinol kurang dari 20 ug
sudah di bawah batas masalah kesehatan masyarakat, artinya masalah kurang vitamin A secara
nasional tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat (Depkes, 2012).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan vitamin A?
2. Apa yang dimaksud dengan Kekurangan Vitamin A (KVA)?
3. Apa saja fungsi vitamin A?
4. Faktor risiko apa saja yang menyebabkan Kekurangan Vitamin A?
5. Apa penyebab terjadinya Kekurangan Vitamin A?
6. Bagaimana tanda-tanda/gelaja Kekurangan Vitamin A?
7. Apa akibat Kekurangan Vitamin A?
8. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan Kekurangan Vitamin A?
9. Apa saja sumber vitamin A?
10. Berapa Angka Kecukupan Gizi vitamin A?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian vitamin A
2. Untuk mengetahui pengertian Kekurangan Vitamin A (KVA)
3. Untuk mengetahui fungsi-fungsi vitamin A
4. Untuk mengetahui faktor risiko Kekurangan Vitamin A
5. Untuk mengetahui penyebab terjadinya Kekurangan Vitamin A
6. Untuk mengetahui tanda-tanda/gelaja Kekurangan Vitamin A
7. Untuk mengetahui akibat Kekurangan Vitamin A

Page | 5
8. Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan Kekurangan Vitamin A
9. Untuk mengetahui sumber vitamin A
10. Untuk mengetahui Angka Kecukupan Gizi vitamin A

Page | 6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak. Berdasarkan struktur kimianya disebut
retinol atau retina atau disebut juga dengan asam retinoat, terdapat pada jaringan hewan dimana
retinol 90-95% disimpan pada hati (Haryadi, 2009).
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh
tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk
kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit, khususnya diare
dan penyakit infeksi). Vitamin A atau berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi dua
bentuk, yaitu :
1. Retinol
Retinol dapat dimanfaatkan langsung oleh tubuh karena umumnya sumber retinol
diperoleh dari makanan hewani seperti telur, hati, minyak ikan yang mudah dicerna dalam
tubuh.
2. Betacaritine
Sering disebut pro-vitamin A, baru dapat dirasakan setelah mengalami proses
pengolahan menjadi retinol. Sumber betacarotene berasal dari makanan yang berwarna
orange atau hijau tua, seperti wortel, bayam, ubi kuning, mangga dan pepaya.
Retinol atau Retinal atau juga Asam Retinoat, dikenal sebagai faktor pencegahan
xeropthalmia, berfungsi untuk pertumbuhan sel epitel dan pengatur kepekaan rangsang
sinar pada saraf mata, Jumlah yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang
dianjurkan (KGA-2004) per hari 400 ug retinol untuk anak-anak dan dewasa 500 ug
retinol.Tubuh menyimpan retinol dan betacarotene dalam hati dan mengambilnya jika
tubuh memerlukannya (Iskandar, 2012).

B. Pengertian Kekurangan Vitamin A


Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya asupan
vitamin A yang memadai. Hal ini dapat menyebabkan rabun senja, xeroftalmia

Page | 7
dan jika kekurangan berlangsng parah dan berkepanjangan akan mengakibatkan keratomalasia
(Tadesse, Lisanu, 2005).
Sedangkan menurut Arisman tahun 2002, Kurang Vitamin A (KVA) merupakan penyakit
sistemik yang merusak sel dan organ tubuh dan menghasilkan metaplasi keratinasi pada epitel,
saluran nafas, saluran kencing dan saluran cerna. Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar
luas dan merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting. Prevalensi KVA terdapat
pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sampai akhir tahun 1960-an KVA merupakan
penyebab utama kebutaan pada anak.

C. Fungsi Vitamin A
1. Penglihatan
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Bila kita dari
cahaya terang diluar kemudian memasuki ruangan yang remang-remang cahayanya, maka
kecepatan mata beradaptasi setelah terkena cahaya terang berhubungan langsung dengan
vitamin A yang tersedia didalam darah. Tanda pertama kekurangan vitamin A adalah rabun
senja. Suplementasi vitamin A dapat memperbaiki penglihatan yang kurang bila itu
disebabkan karena kekurangan vitamin A (Melenotte et al., 2012).
2. Pertumbuhan dan Perkembangan
Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk
email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang
terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anak–anak yang kekurangan vitamin A,
terjadi kegagalan dalam pertumbuhannya. Dimana vitamin A dalam hal ini berperan
sebagai asam retinoat (Tansuğ N, et al., 2010).
3. Reproduksi
Pembentukan sperma pada hewan jantan serta pembentukan sel telur dan
perkembangan janin dalam kandungan membutuhkan vitamin A dalam bentuk retinol.
Hewan betina dengan status vitamin A rendah mampu hamil akan tetapi mengalami
keguguran atau kesukaran dalam melahirkan. Kemampuan retinoid mempengaruhi
perkembangan sel epitel dan kemampuan meningkatkan aktivitas sistem kekebalan diduga
berpengaruh dalam pencegahan kanker kulit, tenggorokan, paru-paru, payudara dan
kandung kemih (Knutson dan Dame, 2011).
4. Fungsi Kekebalan

Page | 8
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia. Dimana
kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibody yang bergantung pada limfosit
yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh seseorang (Almatsier, 2008).
5. Perkembangan Jantung
Defek kardiak dan cabang aorta diamati sebagai bagian dari sindroma kekurangan
vitamin A. singkat kata, peranan vitamin A dalam perkembangan jantung mamalia
meliputi pembentukan pipa pola jantung dan lingkaran, ruang dan katup saluran keluar,
trabekulasi ventrikel, diferensiasi kardiomiosit dan pengembangan pembuluh koroner
(Knutson dan Dame, 2011).
6. Perkembangan Ginjal dan Saluran Kencing
Kekurangan vitamin A pada kehamilan dapat berkorelasi dengan kekurangan
jumlah nefron sub-klinis dan sedikit defisit nefron yang tidak disadari pada saat lahir, tapi
mungkin bisa berkontribusi dalam jangka panjang terjadinya gagal ginjal dan hipertensi
(Knutson dan Dame, 2011).
7. Diafragma
Fungsi diafragma sebagai otot utama respirasi dan sebagai pembatas antara rongga
dada dan perut. Hernia diafragma kongenital (CDH) terjadi pada sekitar satu dari 3000
kelahiran, dan berhubungan dengan kematian neonatal yang tinggi. Vitamin A sangat
penting bagi perkembangan diafragma normal, dan telah disimpulkan bahwa gangguan
sinyal retinoid dapat berkontribusi pada etiologi dari gangguan manusia (Knutson dan
Dame, 2011).
8. Paru dan Saluran Nafas Atas serta Aliran Udara
Defek Respirasi termasuk agenesis paru kiri, hypoplasia paru bilateral, dan
agenesis esophagotracheal septum digambarkan dalam sindroma KVA awal namun
dikarakteristikkan sebagai kelainan yang jarang terjadi. Paru berkembang dari foregut
endoderm selama perekembangan awal embrio. RA dari mesoderm splanchnic di sekitar
endoderm foregut telah penting ditemukan untuk pembentukan tunas paru primordial.
Sebuah laporan terbaru di New England Journal of Medicine menunjukkan bahwa, di
daerah endemik dengan defisiensi vitamin A (retinol), anak-anak yang ibunya menerima
suplementasi vitamin A sebelum, selama, dan selama 6 bulan setelah kehamilan memiliki
fungsi paru-paru yang lebih baik ketika mereka diuji pada 9 sampai 11 tahun daripada
anak-anak yang ibunya menerima suplemen beta karoten atau plasebo. Selain itu, mereka
menemukan bahwa periode di mana suplementasi dengan vitamin A yang paling penting
adalah dari kehamilan usia postnatal dari 6 bulan (Knutson dan Dame, 2011).

Page | 9
D. Faktor Risiko Kekurangan Vitamin A
Sebagai permasalahan kesehatan masyarakat, defisiensi vitamin A terjadi didalam
lingkungan sosial, ekonomi, dan ekologi yang miskin dan penduduknya tinggal di negara yang
ekonomiya sedang berkembang serta mengalami transisi. Pengaruh relatif faktor kasusal pada
tingkat makro maupun mikro dapat sangat bervariasi antar negara bahkan antar wilayah dalam
negara yang sama. Oleh karena itu, kita harus memahami kondisi setempat ketika membuat
rancangan program intervensi yang tepat dan efektif secepatnya untuk memperbaiki situasi
tersebut. Walaupun begitu, ada beberapa faktor resiko dibaliknya yang cenderung menandai
sebagian besar situasi ketika defisiensi vitamin A lazim ditemukan.

a. Usia
Berbagai tingkat defisiensi vitamin A mulai dari bentuk subklinis hingga bentuk
malnutrisi dengan kebutaan yang berat (keratomalasia), dapat terjadi pada setiap usia jika
keadaannya cukup ekstrim. Namun demikian, sebagai persoalan kesehatan masyarakat,
defisiensi vitamin A, khususnya defisiensi yang berat, akan menyerang anak-anak dalam
usia prasekolah. Keadaan ini terjadi karena kebutuhan vitamin A bagi pertumbuhan pada
anak-anak ini cukup tinggi. Sementara asupan vitamin dari makanan seringkali rendah
dengan tambahan beban pajanan infeksi yang lebih besar. Insidens xeroftalmia kornea
paling prevalen pada anak-anak yang berusia 2-4 tahun. Pada anak-anak dibawah usia 12
bulan, penyakit kornea merupakan kejadian yang relatif jarang dijumpai (terutama karena
efek protektif pemberian ASI), tetapi keratomalasia lebih sering terjadi diantara bayi-bayi
yang hidup dalam kondisi sosial ekonomi yang rendah.
Prevalensi xeroftalmia ringan, terutama buta senja (SN) dan bercak bitot (XB)
meningkat seiring usia hingga usia prasekolah dan keterkaitan ini ternyata berbeda-beda
diantara berbagai budaya terlepas dari angka xeroftalmia yang spesifik menurut usia.
Defisiensi vitamin A subklinis juga sering ditemukan diantara anak-anak usia sekolah,
remaja, dan dewasa muda pada komunitas yang sama dan prevalensinya pada anak-anak
kecil cukup tinggi.

b. Gender
Pada orang dewasa yang sehat, kadar retinol plasma maupun RBP (retinol-binding
protein) ternyata berada pada level 20% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada

Page | 10
wanita, kendati signifikan fisiologi perbedaan ini masih belum jelas. Walaupun begitu, laki-
laki umumnya memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami buta senja dan bercak
Bitot dibandingkan perempuan selama usia prasekolah dan awal usia sekolah. Perbedaan
gender ini tidak begitu jelas dalam hal xeroftalmia yang berat. Perbedaan pada budaya
pemberian makan dan perawatan antara anak laki-laki dan perempuan dalam sebagian
populasi dapat menkelaskan variasi menurut gender ketika hal ini diamati.
c. Status Fisiologi
Dengan meningkatnya kebutuhan vitamin A selama periode pertumbuhan yang
cepat, anak-anak kecil merupakan kelompok yang paling rentan. Kebutuhan akan vitamin
A juga meningkat selama masa kehamilan dan menyusui; dengan demikian, ibu hamil dan
menyusui dalam populasi yang kehilangan haknya tidak mampu memenuhi kebutuhan
yang meningkat selama periode tertentu. Buta senja selama kehamilan dan laktasi terutama
sering ditemukan di Asia Selatan dengna kejadian buta senja sebesar 15%-20% dari semua
kehamilan dan kemudian berulang kembali pada kehamilan berikutnya; keadaan ini pada
beberapa budaya dianggap sebagai bagian dari kehamilan. Sejumlah penelitian juga
memperlihatkan bahwa ASI dari ibu dnegan status vitamin A yang buruk sering kali turut
menyebabkan peningkatan kerentanan pada bayi.

d. Diet
Penyebab dasar yang melandasi defisiensi vitamin A sebagai permasalahan
kesehatan masyarakat adlaha diet atau pola makan yang kurang mengandung vitamin, baik
senyawa karotenoidperformed aatau provitamin A untuk memenuhi kebutuhan. Pada
umumnya, ditempat yang kondisi hidupnya buruk, diet seseorang akan bergantung pada
makanan nabati yang lebih murah tetapi secara hayati kurang mengandung vitamin A
(sebagai karotenoid). Populasi yang mengonsumsi beras sebagai makanan pokok dan serat
pangan dalam kehidupan sehari-hari ternyata sangat berisiko untuk mengalami defisiensi
vitamin A. Dengan demikian, xeroftalmia lebih sering ditemukan di Asia Selatan dan Asia
Timur. Defisiensi vitamin A subklinis umumnya terjadi ditempat yang kualitas
makanannya relatif rendah akibat kendala pada kemampuan mengakses makanan dan
ketersediaan makanan, khususnya makanan hewani.
Pemberian ASI, kualitas makanan tambahan, dan kualitas diet anak semuanya
merupakan faktor penting untuk mempertahankan status vitamin A. Ada bukti jelas yang
menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan ASI menghadapi kemungkinan yang
lebih kecil untuk mengalami defisiensi vitamin A jika dibandingkan dengan anak-anak

Page | 11
pada usia sama yang tidak memperoleh ASI. Lebih lanjut, peningkatan frekuensi pemberian
ASI juga memberikan efek protektif terhadap xeroftalmia.
Banyak penelitian epidemiologi mendukung pemberian makanan tambahan yang
tepat dan tindakan ini ternyata dapat melindungi anak-anak selama usia prasekolah
terhadap xeroftalmia. Konsumsi buah yang berwarna kuning (mangga dan pepaya) akan
memberikan perlindungan yang kuat pada anak berusia dua dan tiga tahun. Ketika pengaruh
pemberian ASI berkurang, sayuran yang berwarna hijau gelap memainkan peranan yang
lebih penting bagi anak-anak pada usia tiga tahun keatas. Sesudah masa bayi, konsumsi
rutin makanan hewani yang mengandung vitamin A preformed ( telur, produk susu, ikan
dan hati) bersifat sangat protektif terhadap kesehatan anak. Sebaliknya, dalam usia satu
tahun pertama ketika anak disapih, anak-anak yang menderita xeroftalmia ternyata lebih
sedikit mendapat makanan yang kaya akan vitamin A secara teratur dibandingkan dengan
anak anak yang tidak menderita xeroftalmia. Konsumsi sayuran berwarna hijau gelap
ataubuah dan sayuran yang berwarna kuning disertai dengan penurunan risiko xeroftalmia
sebesar 4-6 kali lipat, sementara efek konsumsi telur, daging, ikan, dan susu yang hanya
dilakukan sekali-kali disertai dengan peningkatan risiko sebesar 2-3 kali lipat . Pola makan
pada saudara kandung yang usianya lebih muda pada dua tahun pertama kehidupannya
ternyata serupa dengan pola makan kasus xeroftalmia dalam keluarga yang sama;
Kenyataan ini mencerminkan buruknya diet secara kronis pada rumah tangga yang berisiko
tinggi. Defisiensi vitamin A paling sering ditemukan pada polpulasi penduduk; yang
mengonsumsi sebagian kebutuhan vitamin A mereka dari sumber karotenoid provitamin
dengan sedikit lemak yang terkandung dalam makanan mereka.
Kebiasaan makan yang spesifik menurut budaya dan sejumlah tabuh atau larangan
dalam pemberian makanan anak, remaja dan ibu hamil serta menyusui sering kali
membatasi konsumsi makanan yang berpotensi sebagai sumber vitamin A yang baik.
Namun demikian, kurangnya komsumsi yang kaya akan vitamin A bukan berarti
ketersediaan makanan tersebut dalam sebuah rumah tangga juga mengalami kekurangan.
Bagaimana anak-anak mengkomsumsi makanan dan dengan siapa anak-anak itu makan,
dapat memperngaruhi resikonya untuk terkena defisiensi vitamin A. Sejumlah penelitian
egnoghrafi secara rinci dilaksanakan oleh kelompok Johns Hopkins University dan lainnya
memperlihatkan bahwa anak-anak desa di Nepal memiliki peluang dua kali lebih besar
untuk mengkomsumsi sayuran, buah, kacang-kacangan, daging atau ikan serta produk susu
ketika mereka makan bersama keluarga dibandingkan ketika mereka makan sendiri.
Ironisnya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola kaum ibu memastikan kecukupan

Page | 12
makanan bagi anak-anak mereka pada sebagian budaya dapat menjadi factor predisposisi
untuk terjadinya difisiensi vitamin A pada ibu sendiri. Sebagai contoh, para ibu hamil di
Nepal yang menderita buta senja ternyata mengalami penurunan peluang sepenuhnya untuk
mengkomsumsi makanan yang kaya akan vitamin A, khususnya selama musim kemarau
yang kering akan langka panga. Di Indonesia, ketika terjadi krisis ekonomi, para ibu telah
mengorbankan asupan telur mereka demi memenuhi kebutuhan giza anaka-anaknya.

e. Pola Penyakit
Keterkaitan antara penyakit infeksi dan status vitamin A merupakan persoalan
kompleks yang telah ditinjau secara luas. Difisiensi vitamin A akan meningkatkan risiko
morbiditas penyakit infeksi dan sebaliknya, penyakit infeksi merupakan predisposisi
terjadinya difisiensi vitamin A. Beberapa jenis infekssi seperti diare, infeksi pernafasan,
dan campak akan disertai bentuk tertentu difisiensi vitamin A yang dapat berupa penurunan
kadar retinol serum atau peningkatan resiko xeroktalmia. Selanjutnya, frekuensi, durasi,
dan intensitas penyakit infeksi secara langsung atau tidak langsung turut meningkatkan
keretangan terhadap keadaan difisiensi vtamin A.
Keberaradaan KEP akan lebih meningkatkan resiko xeroktalmia yang urutan
intensitasnya hamper sama seperti penyakit diare dan pernafasan. Protein pengikat
retinol (RBP; RETINOL BINDING PROTEIN) dapat menurun ketika KEP sehingga
mengurangi ketersediaan vitamin A dalam darah. Selama episode penyakit infeksi,
penurunan kadar vitamin A dalam serum menggambarkan secara parsial respon yang tidak
spesifik terhadap keadaan demam ketika sintesis RBP yang juga merupakan protein fase
akut yang negative itu berkurang. Kadar retinol dalam serum kembali normal setelah terjadi
kesembuhan.
Cacing usus seperti Giardia serta Ascaris juga dilaporkan sebagai penyebab
penurunan absorpsi vitamin A, dengan demikian dapat turut menimbulkan defisiensi
vitamin A. Salah satu laporan tidak berhasil memperlihatkan kehilangan vitamin A sesudah
pemberian oral vitamin A kepada anak-anak yang menderita askariasis. Walaupun begitu,
infeksi parasit harus diatasi ketika kita menghadapi populasi dengan persoalan defisiensi,
dapat disertai dengan xeroftalmia.

f. Kondisi sosioekonomi
Dalam pengertian kesehatan masyarakat. Kemiskinan terutama terjadi
penyebab defisiensi vitamin, sekalipun tidak selalu demikian,. Pada umumnya, defisiensi

Page | 13
vitamin A ditemukan terutama di negara-negara yang perekonomiannya relatif miskin.
Sejumlah penelitaian memperlihatkan bahwa keluarga di negara-negara yang
perekonomiannya relatif memiliki lahan yang lebih sempit, kondisi perumahan yang lebih
buruk, hewan peliharaan yang lebih sedikit, dan kemampuan ekonomi yang lebih rendah
(diukur berdasarkan lebih sedikitnya barang yang dimiliki seperti radio, arloji, atau sepeda).
Meskipun indikator status sosioekonomi yang rendah ditemukan (di Bangladesh)
berkaitan dengan risiko xeroftalmia yang 1,5-2,3 kali lebih tnggi, namun karakteristik ini
tidak selalu dengan sendirinya meramalkan kejadian xeroftalmia. Tingkat pendidikan yang
rendah pada ayah atau ibu dalam keadaan ini dapat dibedakan, merupakan faktor risiko
yang lain.

g. Pengelompokan
Kejadian defisiensi vitamin A cenderung mengelompok (clustering) ketinbang
tersebar secara rata. data dari berbagai negara menunjukkan bahwa tanda-tanda klinis
defisiensi mengelompok i dalam provinsi atau Kabupaten, Kecamatan, Desa dan bahkan
rumah tangga. Memperlihatkan pengelompokan defisiensi vitami A berdasrkan distrik di
Bangladesh. Pengelompokkan di dalam negara pada dasarnya berhubungan denga faktor
ekologi serta budaya yang semakin diperparah oleh infrastruktur yang tidak dibangun
dengan baik, dan pengelompokkan di dalam rumah tangga serta masyarakat terjadikarena
praktik-praktik serta lingkungan yang tidak kondusif bagi pola makan dankesehatan yang
memadai. Bukti menunjukkan bahwa besaran pengelompokkan didalam rumah tangga
jauh melebihi didalam desa, dan bahwa faktor rumah tangga inilah yang menjelaskan
banyak tentang pengelompokkan ini ketimbang penyakit infeksi. Identifikasi kelompom-
kelompok defisiensi vitamin A dapat memfasilitasi implementasi program intervensi dan
jika seorang anak ditemukan dengan xeroftalmia, saudara kandungnya harus ditangani
sebagai kasus suspect defisiensi vitamin A pula.

E. Penyebab Terjadinya Kekurangan Vitamin A


Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan
vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A
dibawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata. Vitamin A
diperlukan retina mata untuk pembentukan rodopsin dan pemeliharaan diferensiasi jaringan
epitel. Gangguan gizi kurang vitamin A dijumpai pada anak-anak yang terkait dengan :

Page | 14
kemiskinan, pendidikan rendah, kurangnya asupan makanan sumber vitamin A dan pro vitamin
A (karoten), bayi tidak diberi kolostrum dan disapih lebih awal, pemberian makanan artifisial
yang kurang vitamin A. Pada anak yang mengalami kekurangan energi dan protein,
kekurangan vitamin A terjadi selain karena kurangnya asupan vitamin A itu sendiri juga karena
penyimpanan dan transpor vitamin A pada tubuh yang terganggu.
Kelompok umur yang terutama mudah mengalami kekurangan vitamin A adalah
kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59 bulan (1-5 tahun).
Sedangkan yang lebih berisiko menderita kekurangan vitamin A adalah bayi berat lahir rendah
kurang dari 2,5 kg, anak yang tidak mendapat ASI eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia
2 tahun, anak yang tidak mendapat makanan pendamping ASI yang cukup, baik mutu maupun
jumlahnya, anak kurang gizi atau di bawah garis merah pada KMS, anak yang menderita
penyakit infeksi (campak, diare, TBC, pneumonia) dan kecacingan, anak dari keluarga miskin,
anak yang tinggal di dareah dengan sumber vitamin A yang kurang, anak yang tidak pernah
mendapat kapsul vitamin A dan imunisasi di posyandu maupun puskesmas, serta anak yang
kurang/jarang makan makanan sumber vitamin A.
Terjadinya kekurangan vitamin A berkaitan dengan berbagai faktor dalam hubungan yang
kompleks seperti halnya dengan masalah kekurangan kalori protein (KKP). Makanan yang
rendah dalam vitamin A biasanya juga rendah dalam protein, lemak dan hubungannya antara
hal-hal ini merupakan faktor penting dalam terjadinya kekurangan vitamin A.
Kekurangan vitamin A bisa disebabkan seorang anak kesulitan mengonsumsi vitamin A dalam
jumlah yang banyak, kurangnya pengetahuan orang tua tentang peran vitamin A dan
kemiskinan. Sedangkan untuk mendapatkan pangan yang difortifikasi bukan hal yang mudah
bagi penduduk yang miskin. Karena, harga pangan yang difortifikasi lebih mahal daripada
pangan yang tidak difortifikasi.
Pembedahan pada usus atau pankreas juga akan memberikan efek kekurangan vitamin A.
Bayi-bayi yang tidak mendapat ASI mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita
kekurangan vitamin A , karena ASI merupakan sumber vitamin A yang baik. Kekurangan
vitamin A sekunder dapat terjadi pada penderita Kurang Energi Protein (KEP), penyakit hati,
gangguan absorpsi karena kekurangan asam empedu (Suhardjo, 2002).
Penyebab lain KVA pada balita dikarenakan kurang makan sayuran dan buah-buahan
berwarna serta kurang makanan lain sumber vitamin A seperti : daun singkong, bayam, tomat,
kangkung, daun ubi jalar, wortel, daun pepaya, kecipir, daun sawi hijau, buncis, daun katu,
pepaya, mangga, jeruk, jambu biji, telur ikan dan hati. Akibatnya menurun daya tahan tubuh
terhadap serangan penyakit (Depkes RI, 2005).

Page | 15
F. Tanda-tanda dan Gejala Klinis Kekurangan Vitamin A
KVA adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organ-organ
seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain. Akan tetapi gambaran gangguan
secara fisik dapat langsung terlihat oleh mata. Kelainan kulit pada umumnya terlihat pada
tungkai baeah bagian depan dan lengan atas bagian belakang, kulit nampak kering dan bersisik.
Kelainan ini selain diebabkan oleh KVA dapat juga disebabkan kekurangan asam lemak
essensial, kurang vitamin golongan B atau KEP.
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah
berlangsung lama. gejala tersebut akan lebih cepat muncul jika menderita penyaki campak,
diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya. Gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi
WHO sebagai berikut :
1. Buta senja = XN. Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina. Pada
keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah
lama berada di cahaya yang terang. Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita
tidak dapat melihat lingkungan yang kurang cahaya.
2. Xerosis konjunctiva = XI A. Selaput lendir mata tampak kurang mengkilat atau terlihat
sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
3. Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B. Gejala XI B adalah tanda-tanda XI A
ditambah dengan bercak bitot, yaitu bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama
celah mata sisi luar. Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang
merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai penentuan
prevalensi kurang vitamin A pada masyarakat. Dalam keadaan berat tanda-tanda pada XI
B adalah, tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjunctiva, konjunctiva
tampak menebal, berlipat dan berkerut.
4. Xerosis kornea = X2. Kekeringan pada konjunctiva berlanjut sampai kornea, kornea
tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
5. Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B. Kornea melunak seperti bubur dan
dapat terjadi ulkus. Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea.Keratomalasia dan tukak
kornea dapat berakhir dengan perforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk
cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk
dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-tahap
awal xeroftalmia.

Page | 16
6. Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea. Kornea tampak menjadi putih atau bola
mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas
berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat
disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.
7. Xeroftalmia Fundus (XF). Tampak seperti cendolXN, XI A, XI B, X2 biasanya dapat
sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan
keadaan gawat darurat yang harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa menjadi
keratomalasia. X3A dan X3 B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat
yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi pada kornea cukup luas sehingga
menutupi seluruh kornea.Prinsip dasar untuk mencegah xeroftalmia adalah memenuhi
kebutuhan vitamin A yang cukup untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi. Selain itu
perlu memperhatikan kesehatan secara umum (Wardani, 2012).

G. Akibat Kekurangan Vitamin A


Tubuh memerlukan asupan vitamin yang cukup sebagai zat pengatur dan memperlancar
proses metabolisme dalam tubuh. Sebagai vitamin yang larut dalam lemak, vitamin A
membangun sel-sel kulit dan memperbaiki sel-sel tubuh, menjaga dan melindungi mata,
menjaga tubuh dari infeksi, serta menjaga pertumbuhan tulang dan gigi. Karena fungsi tersebut,
vitamin A sangat bagus dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Vitamin A juga
berperan dalam epitil, misalnya pada epitil saluran pencernaan dan pernapasan serta kulit.
Vitamin A berkaitan erat dengan kesehatan mata. Vitamin A membantu dalam hal integritas
atau ketahanan retina serta menyehatkan bola mata. Vitamin A fungsinya tak secara langsung
mengobati penderita minus, tapi bisa menghambat minus. Kekurangan vitamin A
menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan cahaya yang masuk dalam
retina. Sebagai konsekuensi awal terjadilah rabun senja, yaitu mata sulit melihat kala senja atau
dapat juga terjadi saat memasuki ruangan gelap. Bila kekurangan vitamin A berkelanjutan
maka anak akan mengalami xerophtalmia yang mengakibatkan kebutaan. Selain itu
kekurangan vitamin A menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi bakteri dan virus. Tanpa
vitamin A, sistem pertahanan tubuh akan hilang.Ini memicu tubuh rentan terserang penyakit.
Vitamin A bisa terserap dalam tubuh yang kondisinya baik. Anak usia balita sangat rentan
kekurangan vitamin A karena kondisi tubuhnya rentan terhadap penyakit, seperti diare atau
infeksi pencernaan. Untuk itu peran ibu sangat penting dalam menjaga ketahanan tubuh bayi
yakni dengan memberikan ASI eksklusif, agar mempunyai ketahanan tubuh yang

Page | 17
cukup.Kebutuhan vitamin A yang cukup dalam tubuh, dapat diketahui dengan cara
menganalisis makanan yang dikonsumsi sehari-hari dan melihat kondisi tubuh. Jika tubuh anak
sering terkena penyakit, seperti diare, busung lapar atau gangguan saluran pernapasan, maka
secara otomatis, asupan vitamin A-nya kurang (Zulkarnaen, 2012).
Selain itu, dampak kekurangan Vitamin A bagi balita antara lain:
1. Hemarolopia atau kotok ayam (rabun senja).
2. Frinoderma, pembentukan epitelium kulit tangan dan kaki terganggu, sehingga kulit tangan
dan kaki bersisik.
3. Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru.
4. Kerusakan pada bagian putih mata mengering dan kusam (Xerosis konjungtiva), bercak
seperti busa pada bagian putih mata (bercak bitot), bagian kornea kering dan kusam (Xerosis
kornea), sebagian hitam mata melunak ( Keratomalasia ), Seluruh kornea mata melunak
seperti bubur (Ulserasi Kornea) dan Bola mata mengecil / mengempis (Xeroftahalmia
Scars).
5. Terhentinya proses pertumbuhan.
6. Terganggunya pertumbuhan pada bayi.
7. Mengakibatkan campak yang berat yang berkaitan dengan adanya komplikasi pada anak-
anak serta menghambat penyembuhan. (Melenotte et al,2012)
Namun demikian perlu juga diperhatikan bahwa pemberian dosis Vitamin A yang terlalu
tinggi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan akibat yang kurang baik antara lain:
1. Hipervitaminosis A pada anak-anak dapat menimbulkan anak tersebut cengeng, pada sekitar
tulang yang panjang membengkak, kulit kering dan gatal-gatal.
2. Hipervitaminosis pada orang dewasa menimbulkan sakit kepala, mual-mual dan diare.
(Sugiarno, 2010).

H. Pencegahan dan Penanggulangan Kekurangan Vitamin A


Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh
tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk
kesehatan tubuh (meni ngkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit misalnya campak,
diare, dan penyakit infeksi lain) (Depkes RI, 2009)
Pada ibu hamil dan menyusui, vitamin A berperan penting untuk memelihara kesehatan
ibu selama masa kehamilan dan menyusui. Buta senja pada ibu menyusui, suatu kondisi yang
kerap terjadi karena kurang vitamin A (KVA). Berhubungan erat pada kejadian anemia pada

Page | 18
ibu, kekurangan berat badan, kurang gizi, meningkatnya resiko infeksi dan penyakit
reproduksi, serta menurunkan kelangsungan hidup ibu hingga dua tahun setelah melahirkan
(Dinkes Jateng, 2007)
Semua anak, walaupun mereka dilahirkan dari ibu yang berstatus gizi baik dan tinggal di
Negara maju, terlahir dengan cadangan vitamin A yang terbatas dalam tubuhnya (hanya cukup
memenuhi kebutuhan untuk sekitar dua minggu). Di Negara berkembang, pada bulan-bulan
pertama kehidupannya, bayi sangat bergantung pada vitamin A yang terdapat dalam ASI. Oleh
sebab itu, sangatlah penting bahwa ASI mengandung cukup vitamin A. Anak-anak yang sama
sekali tidak mendapatkan ASI akan beresiko lebih tinggi terkena Xeropthalmia dibandingkan
dengan anak-anak yang mendapatkan ASI walau hanya dalam jangka waktu tertentu. Berbagai
studi yang dilakukan mengenai vitamin A ibu nifas memperlihatkan hasil yang berbeda-beda.
Anak-anak usia enam bulan yang ibunya mendapatkan kapsul vitamin A setelah
melahirkan, menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah kasus demam pada anak-anak
tersebut dan waktu kesembuhan yang lebih cepat saat mereka terkena ISPA. Ibu hamil dan
menyusui seperti halnya juga anak-anak, berisiko mengalami KVA karena pada masa tersebut
ibu membutuhkan vitamin A yang tinggi untuk pertumbuhan janin dan produksi ASI.
Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses
Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman. Namun disadari
bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan konsumsi
kapsul vitamin A masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini masih
bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
a. Bayi umur 6-11 bulan, baik sehat maupuan tidak sehat, dengan dosis 100.000 SI (warna
biru). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan Februari dan Agustus.
b. Anak balita umur 1-5 tahun, baik sehat maupun tidak sehat, dengan dosis 200.000 SI
(warna merah). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan Februari dan
Agustus.
c. Ibu nifas, paling lambat 30 hari setelah melahirkan, diberikan satu kapsul vitamin A dosis
200.000 SI (warna merah), dengan tujuan agar bayi memperoleh vitamin A yang cukup
melalui ASI (Depkes RI, 2009).
d. Wanita hamil : suplemen vitamin A tidak direkomendasikan selama kehamilan sebagai
bagian dari antenatal care rutin untuk mencegah maternal and infant morbidity dan
mortality. Namun, pada daerah dimana terdapat masalah kesehatan publik yang berat yang
berkaitan dengan kekurangan vitamin A, maka suplementasi vitamin A direkomendasikan
untuk mencegah rabun senja. Secara khusus, wanita hamil dapat mengkonsumsi hingga

Page | 19
10,000 IU vitamin A setiap harinya atau vitamin A hingga 25,000 IU setiap minggu.
Suplementasi dapat dilanjutkan hingga 12 minggu selama kehamilan hingga melahirkan.
Hal ini perlu ditekankan bahwa WHO mengidentifikasi populasi berisiko sebagai mereka
yang prevalensi menderita rabun senja ≥5% pada wanita hamil atau ≥5% pada anak – anak
yang berusia 24–59 bulan.( McGuire, 2012)
e. Ibu nifas: suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidaklah direkomendasikan untuk
mencegah morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi. ( McGuire S. 2012)
Kekurangan makan makanan bergizi yang berlarut-larut, selain membuat orang menjadi
kurus juga kekurangan vitamin-vitamin, termasuk kekurangan vitamin A. penyakit usus yang
menahun akan mengakibatkan penyerapan vitamin A dari usus terganggu. Untuk melakukan
pengobatan harus berobat pada dokter dan biasanya dokter akan memberikan suntikan vitamin
A setiap hari sampai gejalanya hilang. Untuk mencegah kekurangan vitamin A makanlah
pepaya, wortel dan sayur-sayuran yang berwarna ( Hassan, 2008).
Program nasional pemberian suplemen vitamin A adalah upaya penting untuk mencegah
kekurangan vitamin A di antara anak-anak Indonesia. Tujuan Program ini adalah untuk
mendistribusikan kapsul vitamin A pada semua anak di seluruh wilayah Indonesia dua kali
dalam satu tahun. Setiap Februari dan Agustus, kapsul vitamin A didistribusikan secara gratis
kepada semua anak yang mengunjungi Posyandu dan Puskesmas. Vitamin A yang terdapat
dalam kapsul tersebut cukup untuk membantu melindungi anak-anak dari timbulnya beberapa
penyakit yang pada gilirannya akan membantu menyelamatkan penglihatan dan kehidupan
mereka ( Maryam, 2010 ).
Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam satu sampai dua minggu.
Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A ditegakkan maka berikan vitamin A 200.000 IU
peroral dan pada hari kesatu dan kedua. Belum ada perbaikan maka diberikan obat yang sama
pada hari ketiga. Biasanya diobati gangguan proteinkalori mal nutrisi dengan menambah
vitamin A, sehingga perlu diberikan perbaikan gizi.

I. Sumber Vitamin A
Pada umumnya kecukupan Vitamin A pada orang dewasa didapat dari makanan yang di
konsumsi setiap hari. Demikian juga bagi anak anak selain didapat dari makanan juga dari
suplemen Vitamin A. sedangkan bagi bayi yang berumur kurang dari 6 bulan kebutuhan
Vitamin A diperoleh dari Air Susu Ibu (Sugiarno. 2010). ASI tetap menjadi sumber yang
penting dari vitamin A dan karoten (zat gizi yang banyak terdapat secara alami dalam buah-

Page | 20
buahan dan sayur-sayuran). Karoten dapat membantu sistem kekebalan tubuh. Hati, telur, dan
keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik. Vitamin A juga terdapat dalam beta-
karoten serta karotenoid lainnya. Tubuh manusia dapat mensintesa vitamin A dari karoten atau
pro vitamin A yang terdapat di sayuran dan buah-buahan yang berwarna, seperti wortel, tomat,
apel, semangka, dan sebagainya. (Dinkes Jateng, 2007)
Kadar Vitamin A dalam air susu sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis makanan yang
dikonsumsi selama menyusui. Untuk itu bagi ibu nifas dianjurkan banyak mengkonsumsi
sayuran terumata yang banyak mengandung Vitamin A. (Sugiarno. 2010)
Vitamin A sangat penting bagi kesehatan kulit, kelenjar, serta fungsi mata. Sekalipun pada
waktu lahir bayi memiliki simpanan vitamin A, Vitamin A adalah salah satu zat gizi esensial
yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh manusia. Untuk memperolehnya harus diambil
dari sumber diluar tubuh terutama dari sumber alam, seperti bahan sereal, umbi, biji-bijian,
sayuran, buah-buahan, hewani dan bahan-bahan olahan lainnya.(Desi & Dwi, 2009)

Page | 21
J. Angka Kecukupan Gizi Vitamin A

Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG) anak balita sekitar 350
Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A dalam makanan nabati
atau hewani yang dikonsumsi. Sebagai gambaran, angka 350 RE terdapat pada tiga butir telur
atau 250 gram bayam. Jadi seorang anak balita memenuhi kecukupan gizi vitamin A jika ia
mengonsumsi tiga telur atau 250 gram bayam dalam sehari. Tapi, tentu saja, seorang anak akan
bosan jika terus menerus diberi telur dan bayam, apalagi dalam jumlah besar.
Terdapat banyak sayuran dan buah yang mengandung vitamin A. Sayuran dan buah yang
mengandung AKG dalam jumlah besar, lebih dari 150 RE/100 gr, adalah pepaya, bayam,
kangkung, wortel, ubi jalar, mangga, dan sebagainya. Sementara sumber makanan nabati
dengan kandungan vitamin A lebih rendah, sekitar 1-60 RE/100 gr, terdapat pada jagung,
semangka, tomat, pisang, belimbing, dan sejenisnya. Untuk sumber makanan hewani,
kandungan vitamin A dalam jumlah besar terdapat pada telur, daging ayam dan hati. Sedangkan
ikan, susu segar, dan udang memiliki kandungan vitamin A tergolong kecil.

Page | 22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh
tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk
kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit, khususnya
diare dan penyakit infeksi).
2. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah penyakit
yangdisebabkan oleh kurangnya asupan vitamin A yang memadai. Hal
ini dapatmenyebabkan rabun senja, xeroftalmia dan jikakekurangan berlangsung par
ah dan berkepanjangan akanmengakibatkan keratomalasia.
3. Selain berfungsi pada sistem penglihatan, diferensiasi sel, pertumbuhan dan
perkembangan, reproduksi, dan pencegahan kanker, vitamin A juga berfungsi dalam
sistem kekebalan (anti infeksi).
4. Faktor risiko kekurangan vitamin A adalah usia, gender, status fisiologis, diet, pola
penyakit, kondisi sosialekonomi, dan pengelompokan.
5. Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan
vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin
A dibawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata.
6. KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ
tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan
untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata. Gejala klinis KVA pada mata
menurut klasifikasi WHO sebagai berikut :
a. Buta senja = XN.
b. Xerosis konjunctiva = XI A.
c. Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B.
d. Xerosis kornea = X2.
e. Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B.
f. Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea.

Page | 23
g. Xeroftalmia Fundus (XF).
7. Kekurangan vitamin A menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan diri terhadap
perubahan cahaya yang masuk dalam retina. Sebagai konsekuensi awal terjadilah
rabun senja, yaitu mata sulit melihat kala senja atau dapat juga terjadi saat memasuki
ruangan gelap. Bila kekurangan vitamin A berkelanjutan maka anak akan mengalami
xerophtalmia yang mengakibatkan kebutaan.
8. Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses
Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman. Namun
disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. Selain itu
kegiatan konsumsi kapsul vitamin A masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu
penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis
tinggi.
9. Hati, telur, dan keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik. Vitamin A juga
terdapat dalam beta-karoten serta karotenoid lainnya. Tubuh manusia dapat mensintesa
vitamin A dari karoten atau pro vitamin A yang terdapat di sayuran dan buah-buahan
yang berwarna, seperti wortel, tomat, apel, semangka, dan sebagainya.
10. Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG) anak balita sekitar 350
Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A dalam makanan
nabati atau hewani yang dikonsumsi.

B. Saran
Timbulnya berbagai penyakit akibat kekurangan vitamin A karena kurangnya perhatian
terhadap kesehatan masing-masing individu dan keluarga. Maka untuk mencegah ataupun
menanggulangi terjadinya peningakatan kekurangan vitamin A, penulis menyarankan untuk
lebih banyak mengomsumsi buah-buahan, biji-bijian, sayur-sayuran dan juga hewani yang
banyak mengandung vitamin A.Dengan demikian, akan mengurangi resiko terjadinya penyakit
akibatkekurangan Vitamin A.

Page | 24
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2002. Gizi dalam daur kehiduan.Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Palembang. Proyek peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi. (Kamis, 8 Agustus 2019)
Desi dan Dwi 2009. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Nuha Medika.
Departemen Kesehatan RI, Konsumsi Kapsul Vitamin A pada Ibu Nifas. (Kamis, 8
Agustus 2019)
Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta. (Kamis, 8 Agustus 2019)
Haryadi, Hendri. 2011 . Makalah Kekurangan Vitamin A “Ilmu Gizi”. Diakses dari (Kamis,
8 Agustus 2019)
Iskandar, Zulkarnaen. 2012. Kekurangan Vitamin A. Diakses
darihttp://kuliahiskandar.blogspot.com. (Kamis, 8 Agustus 2019)
Maryam,Siti dkk (2010). Asuhan Keperawatan pada Lansia. Trans Info Medika, Jakarta.
(Kamis, 8 Agustus 2019)
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah 2007. (Jum'at, 9 Agustus 2019)
Sugiamo. 2010. “Defesiensi Vitamin A” (Jum'at, 9 Agustus 2019)
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-sugiamg0-5116-2-bab2.pdf
(Jum'at, 9 Agustus 2019)
http://srimurny.blogspot.com/2011/04/kekurangan-vitamin-kva.html (Jum'at, 9 Agustus 2019)
http://muhsinrijal.blogspot.com/2013/09/makalah-kurang-vitamin-kva.html (Jum'at, 9
Agustus 2019)
http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2012/06/11/all-about-kva-kurang-vitamin-a-
468998.html (Sabtu, 10 Agustus 2019)
http://titamenawati.blogspot.com/2013/08/kekurangan-vitamin-kva_26.html (Sabtu, 10
Agustus 2019)
http://misnakesling.blogspot.com/2013/02/kekurangan-vitamin-kva.html (Sabtu, 10 Agustus
2019)
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2136 (Sabtu, 10 Agustus 2019)

Page | 25

Anda mungkin juga menyukai