Anda di halaman 1dari 142

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN KEBIASAAN MAKAN

DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA PADA REMAJA


(Di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur)

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Predikat Sarjana Terapan Gizi

Oleh :

RAHMAT HIDAYAT
NIM : P07131215113
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
GIZI
2019
@ 2019

Hak Cipta Ada Pada Penulis


SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :

Nama : Rahmat Hidayat

NIM : P07131215113

Angkatan : DIV Gizi Tahun 2018/2019

Menyatakan bahwa Saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan Tugas

Akhir Saya yang berjudul :

“Hubungan Pengetahuan Gizi dan Kebiasaan Makan dengan Kejadian

Dispepsia pada Remaja Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura

Timurʼʼ Apabila suatu saat nanti Saya terbukti melakukan tindakan plagiat, maka

Saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini Saya buat dengan sebenar- benarnya.

Banjarbaru, 22 Mei 2019

Rahmat Hidayat
P07131215113
RIWAYAT HIDUP

Nama : Rahmat Hidayat


Tempat Tangga Lahir :Kotabaru, 21 November 1996
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Alamat : Jalan Perambaian III, Gang Kestela 4 Nomer 10
C Komp. Mekatamaraya II No.17 Gg. Petai Rt.038
Rw. 004 Kelurahan Sungai Besar Kecamatan
Guntung Paikat Kota Banjarbaru
Anak Ke :2
Nama Ayah : Syahruddin S.PdI
Nama Ibu : Arpah S.PdI
Pendidikan Formal : 1. SDN 1 Semayap Kotabaru, lulus tahun
2009
2. SMPN 1 Kotabaru, lulus tahun 2012
3. Madrasah Aliyah NegeriKotabaru, lulus
tahun 2015
4. Terdaftar sebagai mahasisiwa di Poltekkes
Kemenkes Banjarmasin Sejak Tahun 2015
Demikian daftar riwayat hidup, saya buat dengan sebenar-benarnya dan rasa
tanggung jawab.

Banjarbaru, Mei 2019

Rahmat Hidayat
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat dan Karunia-Nya

jualah penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Hubungan

Pengetahuan Gizi dan Kebiasaan Makan Dengan Kejadian Dispepsia Pada

Remaja Di Wilayah Kerja Puskesmas Martapuraʼʼ. Skripsi ini disusun dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh predikat Sarjana Terapan

Gizi di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Banjarmasin Jurusan Gizi.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, tidak lepas dari bimbingan dan

masukan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada

Ibu Magdalena A., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, petunjuk, koreksi, serta saran, sehingga terwujudnya skripsi ini.

Kemudian ucapan terima kasih juga disampaikan kepada yang terhormat :

1. Direktur Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Dr. H.Mahpolah, M.Kes

2. Rijanti Abdurrachim, DCN, M.Kes Ketua Jurusan Gizi Poltekkes

Kemenkes Banjarmasin

3. Sajiman, SKM, M.Gizi selaku Ketua Prodi DIV Jurusan Gizi Poltekkes

Kemenkes Banjarmasin

4. Pembimbing akademik Magdalena A, M.Kes

5. Semua Dosen dan staf Jurusan Gizi yang telah memberikan dorongan

dan saran-saran untuk kelancaran tugas akhir ini

6. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan moral dan

materil
7. Teman-teman tingkat IV angkatan 2015 yang telah memberikan dukungan

serta masukan

8. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyelesaian Tugas Akhir

ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Semoga Allah SWT. memberikan balasan Rahmat dan Karunia-Nya

Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang

memanfaatkannya. Aamin.

Banjarbaru, Mei 2019

Penulis
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
GIZI
TAHUN 2019
ABSTRAK
Skripsi
RAHMAT HIDAYAT
HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN KEBIASAAN MAKAN
DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA PADA REMAJA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MARTAPURA TIMUR TAHUN 2019
(Magdalena A., M.kes)
xv + 86 Halaman + 11 Tabel + 2 Gambar + 14 Lampiran
Penyakit dispepsia dapat menyerang semua kalangan usia salah satunya
yaitu remaja. Penyebab dispepsia karena pengetahuan gizi yang kurang dan
kebiasaan makan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan
pengetahuan gizi dan kebiasaan makan dengan kejadian dispepsia pada remaja di
wilayah kerja Puskesmas Martapura Timur 2019.
Jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian cross
sectional. Populasi 246 orang didapat dengan rata – rata perbulan dari laporan
tahunan dan sampel berjumlah 71 orang remaja diambil dengan cara Accidental
Sampling. Analisis data mengunakan uji korelasi Rank Spearman dengan tingkat
kepercayaan 95% (α = 0,05)
Hasil penelitian menunjukkan 54,9% pengetahuan gizi dengan kategori
cukup, 63,4% kebiasaan makan dengan kategori teratur dan tidak terjadi
dispepsia 62%. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dan
kebiasaan makan dengan kejadian dispepsia pada remaja di wilayah kerja
Puskesmas Martapura Timur tahun 2019.
Remaja diharapkan harus secara sadar menerapkan kebiasaan makan yang
baik agar menurunkan angka kejadian penyakit dispepsia dan menambah
wawasan tentang pengetahuan gizi untuk dapat memilih makanan yang baik dan
benar.
Kata Kunci : Pengetahuan Gizi dan Kebiasaan Makan dengan Kejadian
Dispepsia pada remaja
Referensi : 112 ( 1997 – 2018 )
MINISTRY OF HEALTH OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
BANJARMASIN HEALTH POLITECHNIC
NUTRITION
2019
ABSTRACT
Undergraduated Thesis
RAHMAT HIDAYAT
RELATIONSHIP OF NUTRITIONAL KNOWLEDGE AND FOOD
HABITS WITH DISPEPSIA EVENT IN ADOLESCENTS IN THE
WORKING AREA OF COMMUNITY HEALTH CENTER, MARTAPURA
TIMUR IN 2019
(Magdalena A., M.kes)
xv + 86 Pages + 11 Tables + 2 Images + 14 Attachments
Dyspepsia can affect all ages, one of them is teenagers. Causes of
dyspepsia due to lack of knowledge of nutrition and eating habits. The aim of the
study was to determine the relationship between knowledge of nutrition and
eating habits with the incidence of dyspepsia in adolescents in the work area of
the East Martapura Health Center in 2019.
This type of observational analytic study with cross sectional study design.
The population of 246 people was obtained on average per month from the annual
report and a sample of 71 adolescents was taken by means of accidental sampling.
Data analysis using Spearman Rank correlation test with a confidence level of
95% (α = 0.05)
The results showed 54.9% of nutrition knowledge with sufficient
categories, 63.4% of eating habits with regular categories and no dyspepsia 62%.
There is a significant relationship between knowledge of nutrition and eating
habits with the incidence of dyspepsia in adolescents in the work area of
Martapura Timur Health Center in 2019.
Adolescents are expected to consciously apply good eating habits in order
to reduce the incidence of dyspepsia and add insight into nutritional knowledge to
be able to choose good and right foods.
Keywords : Nutritional Knowledge and Eating Habits with Dyspepsia in
adolescents
References : 112 (1997 - 2018)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

HALAMAN HAK CIPTA........................................................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................iii

PERNYTAAN ORISINALITAS ............................................................................ iv

HALAMAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................ v

KATA PENGANTAR ............................................................................................. vi

ABSTRAK............................................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 8

E. Keaslian Penelitian ................................................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Dispepsia ................................................................................................ 11

1. Pengertian ......................................................................................... 11

2. Klasifikasi ........................................................................................ 12
3. Etiologi ............................................................................................. 13

4. Fatofisiologi ..................................................................................... 14

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi dispepsia ................................... 18

6. Pencegahan ....................................................................................... 23

7. Hubungan makan dengan kejadian dispepsia .................................. 25

8. Makanan yang harus dihindari untuk penyakit dispepsia ................ 28

B. Pengetahuan Gizi ................................................................................... 31

1. Pengertian ......................................................................................... 31

2. Pengukuran Pengetahuan Gizi ......................................................... 32

3. Katagori Pengetahuan Gizi .............................................................. 33

4. Hubungan pengetahuan gizi dengan kejadian dispepsia .................. 33

C. Pola Makan ............................................................................................ 38

1. Pengertian ......................................................................................... 38

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan .................... 39

3. Kebiasaan Makan yang Baik ............................................................ 39

D. Remaja.................................................................................................... 40

1. Pengertian ......................................................................................... 40

2. Katagori remaja ................................................................................ 41

E. Kerangka Teori....................................................................................... 43

BAB III KERANGKA KONSEP DAN PENELITIAN ......................................... 44

BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................................... 45

A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 45

B. Desain Penelitian / Rancangan Bangun Peneltian ................................. 45

C. Tempat dan Waktu ................................................................................. 45


D. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 45

E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ........................................ 47

1. Variabel Penelitian ........................................................................... 47

2. Definisi Operasional......................................................................... 48

F. Jenis dan Metode Pengumpulan Data .................................................... 49

1. Jenis Data ......................................................................................... 49

2. Cara Pengumpulan Data ................................................................... 50

G. Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ 51

1. Pengolahan Data............................................................................... 51

2. Analisis Data .................................................................................... 54

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................ 55

A. Gambaran Umum Puskesmas ................................................................ 55

B. Gambaran Umum Responden ................................................................ 63

C. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Kejadian Dispepsia ..................... 68

D. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Kejadian Dispepsia..................... 69

E. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Kebiasaan Makan ....................... 70

BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................................ 71

A. Gambaran Umum Responden ................................................................ 71

B. Hubungan Antar Variabel ...................................................................... 78

1. Pengetahuan Gizi dengan Kejadian Dispepsia ................................. 78

2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Kejadian Dispepsia............... 79

3. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Kebiasaan Makan ................. 81

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 85

A. Kesimpulan ............................................................................................ 85
B. Saran ....................................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian................................................................................... 10

Tabel 2.1 Penyebab Dspepsia .................................................................................. 13

Tabel 2.2 Katagori Pengetahuan Gizi ...................................................................... 33

Tabel 2.3 Pembagian Waktu Makan ........................................................................ 40

Tabel 2.4 Kerangka Teor Penelitian......................................................................... 43

Tabel 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................................... 44

Tabel 4.1 Definisi Operasional ................................................................................ 48

Tabel 4.2 Distribusi Pengetahuan Gizi..................................................................... 53

Tabel 4.3 Distribusi Kebiasaan makan .................................................................... 54

Tabel 4.4 Distribusi Pengetahuan Gizi dengan Kejadian Dispepsia ........................ 56

Tabel 4.5 Distribusi Kebiasaan Makan dengan Kejadian Dispepsia ....................... 56

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ................................................ 57

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .................................. 58

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ....................................... 58

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Gizi ............................. 59

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Makan ............................ 60

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Dispepsia .......................... 60

Tabel 5.7 Distribusi Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Kejadian Dispepsia ...... 61

Tabel 5.8 Distribusi Hubungan Kebiasaan Makan dengan Kejadian Dispepsia ...... 62

Tabel 5.8 Distribusi Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Kebiasaan Makan......... 63


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ..................................................................................... 43

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 44


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian KESBANGPOL

Lampiran 2. Surat Izin Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Puskesmas Martapura Timur

Lampiran 4. Surat Keterangan Kode Erik

Lampiran 5. Surat Pernyataan Menjadi Responden

Lampiran 6. Kuesioner Pengetahuan Gizi

Lampiran 7. Kuesioner Kebiasaan Makan

Lampiran 8. Kartu Konsultasi Proposal Skripsi

Lampiran 9. Kartu Konsultasi Skripsi

Lampiran 10. Hasil Uji Statistik

Lampiran 11. Foto Kegiatan Penelitian

Lampiran 12. Jadwal Penelitian

Lampiran 13. Rencana Anggaran

Lampiran 14. Berita Acara


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa tahun terakhir, telah terjadi pergeseran penyebab

kematian dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular ( PTM ),

Indonesia saat ini tengah menghadapi transisi epidemiologi dalam masalah

keselahtan, dimana penyakit menular belum seluruhnya dapat teratasi,

sementara tren penyakit tidak menular belum seluruhnya dapat teratasi,

sementara tren penyakit tidak menular ( PTM ) cenderung terus

meningkat. Data WHO Global Report on Non Communicable Disease (

NCD ) menyebutkan bahwa Persentase kematian akibat PTM memiliki

proporsi sebesar 63% dibandingkan dengan penyakit menular. Sedangkan

di kawasan Asia Tenggara, berdasarkan data WHO Global Observatory

2011 juga menunjukkan bahwa proporsi kematian kasus PTM sebesar

55%, lebih besar dibandingkan penyakit menular. Di Indonesia, tren

kematian PTM meningkat dari 37% di tahun 1990 menjadi 57% di tahun

2015. Salah satu PTM yang paling sering ditemukan dalam praktik sehari

– hari adalah dispepsia. Sekitar 25% populasi di seluruh dunia memiliki

gejala dispepsia 6 kali setiap tahunnya (Longo DL, 2010).


Angka kejadian dispepsia diperkirakan antara 1-8% di negara barat.

Di inggris dan Skandinavia dilaporkan angka prevalensi berkisar 7 – 41%


tetapi hanya 10 – 20% yang mencari pertolongan medis.Di negara barat

berkunjung ke dokter, umumnya mempunyai keluhan dispepsia. Di daerah Asia

Pasifik, dispepsia jugamerupakan keluhan yang banyak dijumpai prevalensinya

sekitar 10 – 20% (WHO, 2010).

Remaja menurut WHO merupakan masa transisi dalam pertumbuhan dan

perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak menuju

masa dewasa. Pada periode ini, terjadi perubahan pada hidup individu baik secara

biologi, psikologi maupun sosial. Masa remaja dimulai sejak usia 10 hingga 19 tahun,

dan merupakan salah satu masa transisi yang kritis sepanjang kehidupan manusia

sebesar 29% dari penduduk dunia adalah usia remaja, dan 80% diantaranya tinggal di

negara berkembang.

Di Amerika Serikat, 25% dari seluruh penduduknya terkena sindrom dispepsia

(tidak termasuk keluhan refluks) dimana hanya 5% dari jumlah penderita tersebut

pergi ke dokter pelayanan primer. Di Inggris terdapat 21% penderita terkena dispepsia

dimana hanya 2% dari penderita yang berkonsultasi ke dokter pelayanan primer. Dari

seluruh penderita yang datang ke dokter pelayanan primer, hanya 40% di antaranya

dirujuk ke dokter spesialis (Wong et al., 2002). Berdasarkan data tersebut bahwa 95%

penderita di Amerika Serikat membiarkannya saja bahkan 98% penderita di Inggris

tidak pergi ke dokter. Pembiaran atau pengabaian pada kejadian sindrom dispepsia

terjadi mungkin saja karena mereka menganggap bahwa hal tersebut hanyalah hal

ringan yang tidak berbahaya; atau bisa saja pembiaran tersebut terjadi karena tingkat 2

pemahaman / kesadaran mengenai kesehatan belum tinggi (Lu et al., 2005).


Dispepsia bisa terjadi pada berbagai rentang umur, jenis kelamin, etnis atau

suku, dan kondisi sosio-ekonomi. Beberapa penelitian mengenai karakteristik

penderita dispepsia berdasarkan usia di Asia memperoleh hasil diantaranya, dispepsia

fungsional lebih sering dijumpai pada kelompok umur yang lebih muda, prevalensi

dispepsia di Jepang 13% untuk kelompok umur di bawah 50 tahun dan 8% untuk usia

di atas 50 tahun, di Cina prevalensi terbanyak pada kisaran umur 41 – 50 tahun, dan di

Mumbai, India dispepsia ditemukan terbanyak pada umur lebih dari 40 tahun (Kumar

et al., 2012).

Menurut profil data kesehatan Indonesia tahun 2010 yang diterbitkan oleh

Depkes RI pada tahun 2011, dispepsia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap

pada urutan ke – 5 dengan kejadian kasus sebesar 9.594 kasus pada pria dan 15.122

kasus pada wanita. Sedangkan untuk penyakit rawat jalan tahun 2010, dispepsia

berada pada urutan ke – 6 dengan angka kejadian kasus sebesar 34.981 kasus pada

pria dan 53.618 kasus pada wanita, jumlah kasus baru sebesar 88.599 kasus.

Pasien dispepsia yang memiliki gejala nyeri perut bagian atas, cepat kenyang,

rasa penuh, rasa terbakar dan panas di dada, kembung dan mual sangat berpengaruh

terhadap status gizinya. Gejala tersebut yang mempengaruhi nafsu makan pada pasien

dispepsia. Sehingga pasien dispepsia enggan makan atau tidak habis dengan porsi

makan normal (Filipovic, 2011). Pasien dengan penyakit dispepsia harus menjalan

diet untuk mengontrol kadar natrium dan kalium. Pengetahuan dapat diperoleh dari

pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain dan lingkungan.
Pengetahuan merupakan media pembentukan karakter seseorang dimana yang

membentuk karakter yang dimilikinya. Dimana seseorang yang memiliki pengetahuan

yang lebih tinggi memiliki kesempatan dan peluang lebih besar untuk hidup sehat.

Pengetahuan yang kurang tentang penyakit dispepsia seperti konsumsi minuman

bersoda, obat-obatan biasanya menimbulkan penyakit dyspepsia dan mengkonsumsi

makanan pedas (Hermanto,2011). Penelitian yang dilakukan Verawati (2013) pada

pasien di Rs.M. Djamil Padang tahun 2013 didapatkan pengetahuan pasien tentang

penyakit dispepsia rendah (65%), pengetahuan sedang (20%) dan pengetahuan tinggi

(15%).

Dari hasil penelitian Syagriani dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau (2015),

dapat diketahui bahwa dari 41 responden yang berpengetahuan kurang terdapat

kejadian dispepsia sebanyak 31 resoponden (40,8%). Menurut syafriani (2015),

kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit dispepsia dipengaruhi oleh

faktor pendidikan. Terbukti dari hasil peneltian didapatkan bahwa responden sebagian

besar berada pada kategori pendidikan dasar. Tinggi rendahnya pendidikan erat

hubungannya dengan tingkat pengrtahuan yang diperoleh.

Menurut (Suparyanto, 2012) pola makan yang baik dan teratur merupakan

salah sati penatalaksaaan dyspepsia dan juga merupakan tindakan preventif mencegah

kejadian dyspepsia. Penyembuhan dyspepsia membutuhkan pengaturan makanan

sebagai upaya untuk mempernaikki kondisi pencernaan lambung. Hasil ini sesuai

dengan penelitian Widyawati (2009) dengan judul hubungan pengetahuan dengan

kejadian dyspepsia di Wilayah kerja Puskesmas Kaliwung Kabupaten Kendal yang

menyatakan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan kejadian penyakit dispepsia.


Faktor risiko yang berperan dalam sindroma dispepsia adalah pola makan dan

sekresi cairan asam lambung (Djojoningrat, 2009). Pola makan berhubungan dengan

jenis makanan dan keteraturan dalam waktu makan. Selain jenis-jenis makanan yang

dikonsumsi, ketidak teraturan makan seperti kebiasaan makan yang buruk, tergesa-

gesa, dan jadwal makan yang tidak teratur dapat menyebabkan dispepsia (Eschleman,

1984 dalam Annisa, 2009).

Keluhan dispepsia fungsional banyak didapatkan pada umur yang lebih muda.

Dispepsia fungsional merupakan masalah yang sering timbul pada remaja putri.

Menurut Harahap (2009), kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan

dibandingkan laki - laki dengan perbandingan insiden 2:1. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan pada remaja umur 14-17 tahun, remaja putri lebih banyak menderita

dispepsia fungsional yaitu 27% dibandingkan dengan remaja laki - laki hanya 16%

(Reshetnikov, 2007). Dijelaskan juga pada hasil penelitian besarnya angka kejadian

sindroma dispepsia fungsional pada remaja putri dikarenakan pola makannya yang

sebagian tidak teratur. Pada penelitian yang dilakukan Annisa (2009), pada remaja

putri di SMA Plus Al-Azhar Medan didapat angka kejadian sindroma dispepsia

sebesar 64,4%.

Kebiasaan makan yang tidak teratur dapat menyebabkan gangguan pencernaan

seperti kurang memperhatikan makanan yang dikonsumsi, baik pola maupun jenis

makanannya. Didukung oleh penelitian tentang gejala gastrointestinal yang dilakukan

oleh Reshetnikov (2007), jeda antara jadwal makan yang lama dan ketidakteraturan

makan berkaitan dengan gejala dispepsia fungsional. Dan berdasarkan dengan

penelitian Ervianti (2008), 3 tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian


sindroma dispepsia fungsional, didapatkan salah satu faktor yang berhubungan

dengan kejadian sindroma dispepsia adalah ketidakteraturan makan. Selain itu, jenis

makanan seperti makanan yang mengandung asam ataupun dengan kadar lemak yang

tinggi juga menjadi salah satu pencetus sindroma dispepsia fungsional.

Berdasarkan penelitian penelitian Sinn et al. (2010) pasien dispepsia memiliki

kebiasaan makan buruk hingga 46%. Pasien cenderung memiliki kebiasaan makan

yang buruk seperti jatwal makan yang tidak teratur, makan tergesa-gesa, sering

menunda-nunda, melewatkan jam makan dan tidak habis dengan porsi normal

(Filipovic, 2011) Penelitian yang dilakukan Devi Andryani Bare, dkk (2012)

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara ketidak teraturan makan

dengan kejadian dispepsia pada pasien rawat jalan usia 20 – 40 tahun. Kemudian

berdasarkan penelitian tentang gejala gastrointestinal yang dilakukan oleh

Reshetnikov et al. (2007) kepada 1562 orang dewasa, jeda jatwal makan yang lama

dan tidak teratur makan juga berkaitan dengan gejala dispepsia (Firman, 2009),

namun ada juga penelitian yang dilakukan susanti (2011) menunjukkan bahwa tidak

terdapat hubungan antara jeda waktu makan dan kebiasaan sarapan pagi dengan gejala

dispepsia.

Berdasarkan laporan yang diperoleh dari data dinas kesehatan provinsi

kalimantan selatan tahun 2018, pada tahun 2014 dispepsia termasuk dalam 10

penyakit tertinggi pada urutan ke – 6 dengan kejadian kasus sebesar 20.085 kasus.

Pada tahun 2015 kejadian kasus dispepsia mengalami peningkatan dengan kejadian

kasus sebesar 23.679 kasus. Pada tahun 2016 kejadian dispepsia mengalami

penurunan dengan kejadian kasus sebesar 15.279 kasus dan pada tahun 2017 kasus
kejadian dispepsia sebanyak 18.655 kasus sedangkan laporan yang diperoleh dari

dinas kabupaten banjar pada tahun 2017 terdapat 7.620 kasus dispepsia dan termasuk

tertinggi nomer 1 kasus dispepsia di wilayah provinsi kalimantan selatan, jadi untuk

provinsi kalimantan selatan sekitar 40,84% penyakit dispepsia terletak di wilayah

kabupaten Banjar tepatnya di wilayah puskesmas martapura timur.

Studi pendahuluan yang dilakukan di puskesmas Martapura Timur kasus

dispepsia berada di urutan ke-3 penyakit tertinggi pada tahun 2017 dengan 2.947

kasus, jadi sekitar 38,67% kasus dispepsia di wilayah kabupaten Banjar terletak di

puskesmas Martapura Timur. Kebanyakkan dari penyakit dispepsia pada remaja di

wilayah kerja puskesmas Martapura Timur yaitu kebiasaan makan yang tidak teratur

dikarenakan sering menunda-nunda jadwal makan, melakukan diet yang kurang tepat,

serta latar belakang pengetahuan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya

penyakit dispepsia di wilayah tersebut.

Dampak berkelanjutan dari penyakit dispepsia ini bila dibiarkan terus-menerus

akan menyebabkan penyakit asam lambung, gastritis, maag akut, dan kebutuhan

gizinya tidak terpenuhi dengan baik.


B. Rumusan Masalah

“Apakah ada Hubungan Pengetahuan dan Kebiasaan makan dengan Kejadian

Penyakit Dispepsia Di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur tahun 2019

?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan pengetahuan dan kebiasaan makan dengan kejadian

penyakit dispepsia di wilayah kerja puskesmas martapura timur tahun 2019.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteritik kejadian dispepsia ( umur, jenis kelamin, dan

pendidikan ).

b. Mengidentifikasi pengetahuan gizi dengan kejadian dispepsia pada remaja.

c. Mengidentifikasi kebiasaan makan dengan kejadian dispepsia pada remaja.

d. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dengan kejadian dispepsia pada

remaja.

e. Menganalisis hubungan kebiasaan makan dengan kejadian dispepsia pada

remaja.
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Terkait

Memberikan informasi terhadap faktor resiko terjadinya dispepsia sehingga

diharapkan dapat menyusun perencanaan kesehatan untuk pencegahan dan

menanggulangan kejadian dispepsia yang lebih baik kedepannya.

2. Bagi pasien dispepsia

Dapat memberikan informasi kepada pasien tentang pengetahuan gizi dan

kebiasaan makan terhadap penderita dispepsia pada remaja

3. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti lain bisa menjadi sumber referensi dan pengetahuan untuk

melakukan penelitian selanjutnya.


E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Penelitian Judul Penelitian Perbedaan Persamaan


1 Bentarisukma Hubungan antara Perbedaan pada variabel bebas yaitu pengetahuan gizi dan kebiasaan Variabel yang terikat
Damaiswari stres dengan makan kejadian dispepsia
Rahmaika kejadian dispepsia
(2014) di puskesmas Tempat di puskesmas purwodiningratan jabres surakarta sedangkan Rancangan penelitian
purwodiningratan yang akan di teliti di wilayah kerja puskesmas martapura timur pada penelitian ini
jabres surakarta menggunakan
Sasaran remaja dispepsia di wilayah kerja puskesmas martapura timur analitik observasional

Analisis data menggunakan uji koefisien kontingensi sedangkan yang


diteliti menggunakan uji rank spearman

2 Novita Hubungan pola Perbedaan pada variabel bebas yaitu pengetahuan gizi dan kebiasaan Variabel yang terikat
Kurniati makan dengan maka kejadian dispepsia
Nasution kejadian sindrom
(2015) dispepsia Tempat fakultas kesehatan masyarakat universitas sumatera utara Rancangan penelitian
mahasiswa sedangkan yang akan diteliti di wilayah kerja puskesmas martapura pada penelitian ini
fakultas kesehatan timur menggunakan
masyarakat analitik observasional
universitas Sasaran remaja dispepsia di wilayah kerja puskesmas martapura timur
sumatera utara
Analisis data menggunakan uji chi squarei sedangkan yang diteliti
menggunakan uji rank spearman
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DISPEPSIA

1. Pengertian

Dispepsia adalah perasaan tidak nyaman atau nyeri pada

abdomen bagian atas atau dada bagian bawah. Salah carna

(indigestion) mungkin digunakan oleh pasien untuk menggambarkan

dispepsia, gejala reguritasi atau flatus (Grace & Borley, 2006).

Menurut Tarigan (2003), dispepsia merupakan kumpulan gejala

berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang

menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh saat

makan, cepat kenyang, kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah,

heartburn, regurgitasi.

Dispepsia berasal dari bahasa yunani yaitu duis bad dan

peptein to digest yang berarti gangguan pencernaan (Rani, 2011).

Dispepsia umumnya terjadi karena terdapat suatu masalah pada bagian

lambung dan duodenum. Keluhan refulks gastroesofageal berupa

panas di dada (heartburn) dan regurgitasi tetapi langsung dimasukkan

dalam alur atau algoritme dari penyakit gastroesofageal disease

(GERD). Hal ini disebabkan oleh sensitivitas dan spesivitas dari

keluhan tersebut yang tinggi untuk adanya proses refulks

gastriesofageal (Djojoningrat, 2009).


Menurut kriteria Roma III sindrom dispepsia fungsional

didefinisikan sebagai sindrom yang mencakup satu atau lebih dari

gejala – gejala berikut : perasaan perut penuh setelah makan, cepat

kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya

dalam 3 bulan terakhir., dengan awal mula gejala sedikitnya timbul 6

bulan sebelum diagnosis.

Dispepsia adalah suatu gejala abnormal di perut bagian atas

atau saluran pencernaan. Istilah ini biasa pula digunakan untuk

menerangkan bebagai keluhan yang dirasakan di abdomen bagian

atas. Biasanya gejala dari gangguan yang memperngaruhi gerakan

makanan di usu, ketidak mampuan mencerna susu dan bahan makanan

berbahan susu dan efek samping kafein alkhol atau obat (Herman,

2004).

2. Klasifikasi

Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan kelompok gejala

maka dispepsia dibagi atas dispepsia organik dan dispepsia

fungsional. Dispepsia organik adalah apabila penyebab dispepsia

sudah jelas, misalnya ada ulkus peptikum, karsinoma lambung,

kholelithiasis, yang bisa ditemukan secara mudah. Dispepsia

fungsional adalah apabila penyebab dispepsia tidak diketahui atau

tidak didapati kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi

konvensional, atau tidak ditemukannya adanya kerusakan organik dan

penyakit – penyakit sistemik (Tarigan, 2003).


3. Etiologi

Sebagai suatu gejala atau sindrom, dispepsia dapat disebabkan

oleh berbagai penyakit (Tarigan, 2003). Beberapa penyakit yang dapat

menyebabkan dispepsia dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Penyebab dispepsia

Dalam lumen saluran cerna Pangkreas

a. Tukak peptic a. Pangkreatis

b. Gastritis b. Keganasan

c. Keganasan Keadaan sistemik

Gastroparesis a. Diabetes Militus

Obat – obatan b. Penyakit Tiroid

a. Anti implamasi non c. Gagal Ginjal

steroid d. Kehamilan

b. Teofilin e. Penyakit jantung

c. Digitalis sistemik

d. Antibiotik Gangguan Fungsional

Hepato-bilier a. Dispepsia

a. Hepatitis fungsional

b. Kolesistisis b. Sindrom kolom

c. Digitalis iritatif

d. Keganasan

e. Disfungsi sphineter

Odli
Sumber : Annisa (2009, dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit

dalam, 2001)

4. Patofisiologi

Berbagai hipotesis mekanisme telah diajukan untuk

menerangkan patogenesis terjadinya dispepsia fungsional, antara lain:

seksresi asalm lambung, dismotilitas gastrointestinal, hipertensi

viscral, disfungsi autonom, diet dan faktor lingkungan, psikologis

(Djojoningrat, 2009). Beberapa patofisologi terjadinya dispepsia

diantaranya :

a. Sekresi Asam Lambung

Sel kelenjar lambung mensejresi sekitar 2500 ml getah

lambung setiap hari. Getah lambung ini mengandung berbagai

macam zat. Asam hidroklorida (HCL) dan pepsinogen merupakan

kandungan dalam getah lambung tersebut. Konsentrasi asam dalam

getah lambungsangat pekat sehingga dapat menyebabkankerusakan

jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung tidak

mengalami iritasi karena sebagian cairan lambung mengandung

mukus, yang merupakan faktor pelindung lambung (Ganong, 2008).

Kasus dengan dispepsia fungsional diduga adanya peningkatan

sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa

tidak enak di perut (Djojoningrat, 2009) Peningkatan sensitivitas

asam lambung dapat terjadi akibat pola makan yang tidak teratur.

Pola makan yang tidak teratur akan membuat lambung sulit untuk
beradaptasidalam pengeluaran sekresi asam lambung. Jika hal ini

berlangsung dalam waktu yang lama. Produksi asam lambung akan

berlebihan sehingga mengiritasi dinding mukosa pada lambung

(Rani, 2011)

b. Dismotilitas Gastrointestinal

Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional

terjadi perlambatan pengosongan lambung, adanya hipomotilitas

antrum (sampai 50% kasus), gangguan akomodasi lambung saat

makan, dan hipersensitivitas gaster. Salah satu dari keadaan ini

dapat ditemukan pada setengah atau dua pertiga kasus dispepsia

fungsional. Perlambatan pengosongan lambung terjadi pada 25-80%

kasus dispepsia fungsional dengan keluhan mual, muntan, dan rasa

penuh di ulu hati (Djojoningrat, 2009). Gangguan motilitas

gastrointestinal dapat dikaitkan dengan gejala dispepsia dan

merupakan faktor penyebabyang mendasari dalam dispepsia

fungsional. Gangguan pengosogan lambung dan fungsi motorik

pencernaan terjadi pada sub kelompok pasien dengan dispepsia

fungsional dan ganguan pengosongan lambung, ditemukan 40%

pasien dispepsia fungsional memiliki pengosongan lebih lambat 1,5

kali dari pasien normal (Chan & Burakoff, 2010)

c. Hipersensitivitas visceral

Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor

kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptor (Djojoningrat, 2009).

Beberapa pasien dengan dispepsia mempunyai ambang nyeri yang


lebih rendah. Peningkatan persepsi tersebut tidak terbatas pada

distensi mekanis, tetapi juga dapat terjadi pada respon terhadap

stres, paparan asam, kimia atau rangsangan nutrisi, atau hormon,

seperti kolesitokinin dan glucagon-like peptide. Penelitian dengan

menggunakan balon intragastrik menunjukkan bahwa 50% populasi

dispepsia fungsional sudah timbul rasa nyeri atau rasa tidak nyman

pada di perut pada inflasi balon dengan volume yang lebih rendah

dibandingkanvolume yang menimbulkan resa nyeri pada populasi

kontrol (Djojoningkrat, 2009)

d. Gangguan akomodasi lambung

Dalam keadaan normal, waktu makanan masuk lambung

terjadi relaksasi fundus dan korpus gaster tanpa meningkatkan

tekanan dalam lambung. Akomodasi lambung ini dimediasi oleh

seretonim dan nitricaxside melalui saraf vagus dari sistem saraf

enterik. Dilaporkan bahwa pada penderita dispepsia fungsional

terjadi penurunan kemampuan relaksasi fundus postprandial pada

40% kasus dengan pemeriksaan gastricscintigraphy dan ultrasound

(USG) (Chan & Burakoff, 2010)

e. Gangguan pengosongan lambung

Prevalensi gangguan pengosongan lambung pada dispepsia

fungsional sebesar 30% pada keadaan normal pengosongan

lambung yang terjadi ka, ke 1 (37-90%), jam ke 2 (30-60%) dan

jam ke 4 (0-10%). Pengosongan gaster dikatan lambat (delayed


gastric emptying) apabila retensi makanan di gaster >40% dalama 2

jam dan > 10% dalam 4 jam (Cahyono, 2014)

f. Helicobacter pylori

Peran infeksi Helicobacter pylori pada diispepsia fungsional

belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan

Helicobacter pylori terdapat sekitar 50% pada dispepsia fungsional

dan tidak berbeda pada kelompok orang sehat. Mulai terdapat

kecenderungan untuk melakukan eradikasi Helicobacter pylori pada

dispepsia fungsional dan Helicobacter pylori positif yang gagal

dengan pengobatan konservatif baku (Djojoningrat, 2009)

g. Diet

Faktor makanan dapat menjadipenyebab potensial dari gejala

dispepsia fungsional. Pasien dengan dispepsia fungsional cenderung

mengubah pola makan karena adanya intoleransi terhadap beberapa

makanan berlemak yang telah dikaitkan dengan dispepsia,

intoleransi lainnya dengan prevalensi yang dilaporkan lebih besar

dari 40% termasuk rempah - rempah, alkohol, makanan pedas,

coklat, paprika, buah jeruk, dan ikan (Chan & Burakoff, 2010)

h. Faktor psikologis

Berdasarkan studi epidemiologi menduga bahwa ada hubungan

antara dispepsia fungsional dengan gangguan psikologis. Adanya

stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan

mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya


penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului mual setelah

stimulus stres sentral. Tetapi korelasi antara faktor psikologik stes

kehidupan, fungsi otonom dan motilitas masih kontroversial

(Djojoningrat, 2009).

5. Faktor – faktor yang mempengaruhi dispepsia

Faktor yang mempengaruhi terjadinya dispepsia, diantaranya

adalah :

a. Usia

Menurut Krause M (2002) mengemukakan umur berhubungan

dengan penyebab dispepsia, dimana pada umur muda 10%

disebabkan oleh infeksi Helicobacter Pilori, dan 90% disebabkan

faktor prilaku dan pola makan. Pada umur tua 50% disebabkan

infeksi Helicobacter Pilori dan 50% yang lain disebabkan perilaku

pola makan. Dispepsia juga berhubungan dengan penurunanfungsi

gastro intestinal pada orang dengan umur lanjut (Briony T, 2001).

b. Jenis kelamin

Kebanyakkan penelitian yang telah mampu memperoleh rasio

relatif antara laki-laki berbanding perempuan dan mayoritas dari

mereka menunjukkan tidak ada perbedaan amtara pravalensi

dispepsia dengan jenis kelamin. Beberapa studi lama populasi yang

berbeda telah mencatat dominasi konsisten terletak pada perempuan

dengan dispepsia. Jenis kelamin perempuan ditemukan menjadi satu

– satunya faktor resiko independen untuk dispepsia fungsional antara


2.018 orang Taiwan yang menjadi peserta pemeriksaan kesehatan

(Mahadeva dan Goh, 2006).

Yu et al. (2013) dalam penelitiannya juga menunjukkan

hubungan antara jenis kelamin dengan sindrom dispepsia.

Diperlihatkan bahwa perempuan memiliki skor gejala dispepsia yang

lebih tinggi pada tahun pertama dibandingkan laki – laki. Konsisten

dengan hasil studi cross-sectional di Taiwan. Pada penelitian Li et al.

(2014) dikatakan bahwa secara umum, gangguan pencernaan

fungsional memiliki prevalensi lebih tinggi pada wanita. Tingginya

prevalensi dispepsia pada perempuan disebabkan karena pada

perempuan lebih rentan untuk mengalami stes, pola makan sering

tidak teratur dan pada wanita sering menjalankan program diit yang

salah, menggunakan obat – obatan pelangsing yang justru membuat

produksi asam lambung terganggu. Diit etat denganhanya

mengkonsumsi buah – buahan atau sayuran, akan menimbulkan

gangguan pencernaan, atau pada perempuan yang mengalami

kehamilan trimester pertama. Sering mengalami gejala yang mirip

dispepsia (Mahadeva dan Goh, 2006).

c. Pendidikan

Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk

meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi –

potensi peribadinya, yaitu tohani (pikir, rasa, cipta dan budi nurani).

Pendidikan juga berarti juga berarti lembaga yang bertanggungjawab

menetapkan cita – cota (tujuan) pendidikan, isi, sistem, dan


organisasi pendidikan. Lembaga – lembaga ini meliputi keluarga,

sekolah, dan masyarakat (Ihsan Guad, 2009)

Berdasarkan penelitian Andy (2013) proporsi sampel dispepsia

fungsional yang memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih banyak

daripada proporsi sampel pendidikan rendah dengan resiko 14,9 kali

lebih besar. Secara statistik, perbedaan ini bermakna tingkat

pendidikan secara statistik, perbedaan ini bermakna, tingkat

pendidikan berhubungan dengan pengetahuan orang tersebut. Dengan

tingkat pengetahuan yang baik tentang kesehatan dirinya, orang

tersebut semakin sadar untuk berprilaku mencegah peyakit, serta

tidak akan menunda kujungan ke pelayanan kesehatan saat dirinya

sakit (Harahap, 2010). Hal ini didukung oleh penelitia Mushtaq, et al.

(2011), didapatkan data bahwa proporsi terbanyak sampel yang

berkunjung ke pelayanan kesehatan milik pemerintah atau swasta

adalah sampel yang memiliki pendidikan tinggi.

d. Pekerjaan

Berdasarkan penelitian Andy (2013) proporsi sampel dengan

dispepsia fungsional yang tidak bekerja lebih besar daripada sampel

yang memiliki pekerjaan, dengan resiko 2,1 kali lebih besar. Stress

dapat ditimbulkan karena rendahnya pendapatan dalam keluarga yang

menyebabkan karena pekerjaan dengan pendapatan yang lebih rendah

atau karena tidak bekerja. Kelompok yang tidak bekerja merupakan

kelompok dengan pendapatan rendah. Pada penelitian di Amerika

Serikat, didpatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang


bermakna antara rendahnya pendapatan dalam keluarga dengan

peningkatan kejadian dispepsia fungsional (Mahadeva Goh, 2006)

Semakin tinggi beban kerja, lama jam kerja, dan posisi jabatan

yang semakin tinggi maka kejadian untuk menderita dispepsia

fungsional akan semakin tinggi (Filipovic, 2011). Sedangkan pada

dispepsia organik lebih banyak tidak bekerja, ini sesuai dengan

peneitian Uleng dkk, yang mengatakan pada dispepsia organik lebih

banyak berhubungan dengan faktor usia, penyakit yang bersifat

kronis atau berulang dan faktor ketahanan tubuh yang semakin

menurun dengan bertambahnya usia (Uleng dkk, 2011).

e. Kebiasaan Merokok

Merokok merupakan salah satu pencetus terjadinya dispepsia,

asap rokok menyebabkan kerusakan sebagian mukosa lambung.

Rokok juga dapat menyebabkan penurunan tekanan spingter esofagus

bagian bawah sehingga menyebabkan refluk gastroesofagus dan

menggangu pengosongan lambung (Moore MC, 1997).

Merokok tidak hanya memiliki efek merusak yang sangat besar

pada organ kardiovaskular, otak dan bronkus tetapi juga secara

mendalam mengubah fungsi semua bagian saluran pencernaan

melalui berbagai mekanisme. Salah satu efeknya berhubungan

dengan mekanisme. Salah satu efeknya berhubungan dengan

mekanisme pada sindom dispepsia. Pentingnya peran rokok dalam

mempotensiasi efek dari NSAID mungkin muncul, tetapi hasil studi

epidemiologi ini masih kontroversoal. Dalam satu studi berbasis


populasi epidemiologi, perokok dengan konsumsi harian lebih dari

20puluh batang memiliki resiko 1,55 kali dari bukan perokok untuk

mengembangkan dispepsia (Massarrat, 2008)

f. Pola makan

Menurut Haapalati (2004) dalam Susanti (2011) ditemukan ada

pengaruh pola makan terhadap dispepsia. Pola makan yang tidak

teratur mungkin menjadi predisposisi untuk gejala gastrointestinal

yang tidak teratur sehingga akan mengakibatkan terganggunya

mobilitas gastrointestinal. Faktor diet dan sekresi cairan asam

lambung merupakan penyebab timbulnya dispepsia (Djojoningrat,

2009)

Kebiasaan hidup yang dianjurkan pada dispepsia adalah pola

makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang

dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya ridak

mengkonsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol

dan pantang rokok (Dewi, 2011)

6. Pencegahan

Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut :

a. Pencegahan Primordial

Merupakan pencegahan pada orang – orang yang belum

memiliki faktor resiko dispepsia, dengan cara mengenali dan

menghindari keadaan/kebiasaan yang dapat mencetuskan serangan

dispepsia, dan untuk menghindari infeksi helicobacter pylori


dilakukan dengan cara menjaga sanitasi lingkumgam agar tetap

bersih, perbaikan gizi, dan penyediaan air bersih (Rani, 2011)

b. Pencegahan Primer

Berperan dalam mengolah dan mencegah timbulnya gangguan

akibat dispepsia pada orang yang sudah memiliki faktor resiko

dengan cara membatasi atau menghilangkan kebiasaan – kebiasaan

yang tidak sehat sepeti, makan tidak teratur, merokok,

mengkonsumsi alkohol, minuman bersoda, makanan ber lemak,

pedas, asam, dan menimbulkan gas dilambung. Berat badan perlu

di kontrol agar tetap ideal, karena gangguan pada saluran

pencernaan, seperti rasa nyeri di lambung, kembung, dan

konstipasi lebih umum terjadi pada orang yang menjalani obesitas.

Rajin olahraga dan manajemen stres juga dapat menurunkan resiko

terjadinya dispepsia (Mansjoer, 2000)

c. Pencegahan Sekunder

1) Diet mempunyai peran yang sangat penting, dasar diet tersebut

makanan sedikit berulang kali, makanan harus mudah dicerna,

tidak merangsang peningkatan asam lambung, dan bisa

menetralisir asam HCL.

2) Obat – obatan untuk mengatasi dispepsia adalah antasida,

antagonis reseptor H2, penghambat pompa asam (Proton pump

inhibitor= PPI), sitoprotektif, prokinetik, dan kadang

dibutuhkan psikoterapi, atau fisikofarma (obat anti depresi atau


cemas) untuk penderita yang berhubungan dengan kejiwaan

seperti cemas, dan depresi.

3) Bagi yang berpuasa mencegah kambuhnya sindrom dispepsia,

sebaiknya menggunakan obat anti asam lambung yang bisa

diberikan saat sahur dan berbuka untuk mengontrol asam

lambung selama puasa. Berbeda dengan dispepsia organik, bila

si penderita berpuasa kondisi asam lambungnya akan semakin

parah. Penderita boleh berpuasa setelah penyebab sakit

dilambungnya diobati terlebih dahulu (Declan, 2001).

d. Pencegahan tersier

1) Rehabilitasi mental melalui konseling dengan psikiater,

dilakukan bagi penderita gangguan mental akibat tekanan yang

dialami penderita dispepsia terhadap masalah yang dihadapi.

2) Rehabilitasi sosial dan fisik dilakukan bagi pasien yang sudah

lama dirawat di rumah sakit agar tidak mengalami gangguan

ketika kembali ke masyarakat.

Pola komsumsi amakan yang tinggi lemak yang berlebihan

tidak dianjurkan pada penderita dispepsia fungsional dikarenakan

lemak dapat mengiritasi atau merangsang sekresi asam lambung.

Sebuah penelitian yang dilakukan Feinle et al., ditunjukkan bahwa

selama distensi lambung, lemak adalah pemicu terbesar munculnya

gejala dispepsia fungsional seperti mual, kembung, nyeri dan

perasaan penuh dilambung apalgi pada pasien dispepsia fungsional


infuse lipid duodenal memperburuk hipersensitif distensi lambung

(Feinle et al., 2001).

7. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Kejadian dispepsia

Faktor yang berperan pada kejadian disepsia diantaranya adalah

pola makan atau kebiasaan makan dan sekresi asam lambung

(Djojoningrat, 2009). Selain jenis-jenis makanan yang dikonsumsi,

ketidak teraturan makan seperti kebiasaan makan buruk, tergesa – gesa

dan jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan dispepsia (Annisa,

2009)

a) Frekuensi Makan

Menurut (Okviani, 2011) frekuensi makan adalah jumlah

makanan dalam sehari-hari baik kualitatif maupun kuantitatif.

Frekuensi makan yang baik idealnya adalah makan tiga kali sehari

secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan, yaitu makan

pagi, makan siang, dan makan malam dan disertai dengan selingan.

Frekuensi makan yang beresiko (jarang) akan menyebabkan

kekosongan pada lambung. Kekosongan seperti ini akan

menyebabkan timbulnya perasaan lapar dan memikirkan makanan.

Menurut Sherwood (2011), pada manusia, penglihatan, bau, dan

pikiran mengenai makanan akan meningkatkan sekresi lambung.

Peningkatan ini disebabkan oleh reflex terkondisi saluran cerna

yang telah berkembang sejak masa awal kehidupan. Pengaruh otak

ini menentukan sepertiga sampai separut dari jumlah asam yang


disekresikan. Penelitian Susanti (2011) menunjukkan adanya

hubungan antara ferkuensi makan dengan kejadian dispepsia.

b) Jadwal Makan

Pada dasarnya untuk mencegah terjadinya gangguan lambung

dapat melakukan jadwal makan dalam sehari seperti : makan pagi

pukul 07.00 – 08.00, makanan selingan pukul 10.00, makan siang

pukul 13.00 – 14.00, makanan selingan sore pukul 17.00 dan

makan malam pukul 19.00 (Kurnia, 2009). Hasil penelitian

Nasution (2015) menunjukkan bahwa sebanyak 84% penderita

dispepsia mempunyai jadwal makan yang tidak teratur.

Menurut Susanti (2011) kejadian dispepsia dipengaruhi oleh

keteraturan dan frekuensi makan. Orang yang memiiki jadwal

makan yang tidak teratur mudah terangsang dispepsia. Makan

teratur dapat membuat alat pencernaan efisien ia harus bekerja

secara wajar dan alamiah, artinya pola maka harus sesuai dengan

siklus pencernaan dan kemampuan fungsi pencernaan.

c) Jeda Waktu Makan

Hasil penelitian Annisa (2009) menyatakan bahwa jeda,

jadwal makan dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan

sindrom dispepsia. Secara alami lambung akan memproduksi asam

lambung setiap saat dalam jumlah kecil. Setela 4-6 jam sesudah

makan kadar glukosa dalam darah setelah banyak diserap dan

terpakai sehingga tubuh akan merasa lapar dan saat itu jumlah asam

akan meningkat (Ganong, 2008)


d) Durasi Waktu Makan

Pasien dispepsia cenderung memiliki kebiasaan makan yang

buruk seperti jadwal makan yang tidak teratur, makan tergesa-gesa,

sering menunda-nunda, melewatkan dan makan tidak habis dengan

porsi normal (Filipovic, 2011).

Menurut Brigid McKevith, ahli nutrisi dan Btitish Nutrition

Foundation dalam Noorastuti (2012) mengigatkan bahwa kebiasaan

makan yang salah dapat memicu gangguan kesehatan dan melihat

kemampuan otak merespon kenyang. 20 menit adalah durasi ideal

untuk menghabiskan seporsi makanan.

8. Makanan ynag harus dihindari untuk penyakit dispepsia

Sudah menjadi kepercayaan umum di masyarakat bahwa dengan

mengkonsumsi makanan tertentu dapat menyebabkan mulas dan

dispepsia. Namun,dari penelitian yang muncul dalam pedoman

pengobatan Gastroenterologi American College tahun 2005

untuk tanda dan gejala dispepsia dan pedoman 2013 untuk penyakit

refluks asam tidak direkomendasikan untuk dilakukan perubahan pola

makan khusus untuk kedua kondisi tersebut karena tidak ada cukup

bukti bahwa makanan tertentu adalah pemicu atau juga tidak

ditemukan bukti bahwa menghindari/pantangan terhadap makanan

tertentu akan mengurangi gejala sakit yang ada.


Berikut ini makanan-makanan yang perlu dihindari/pantangan

bagi penderita dispepsia :

a. Makanan Berlemak

Makanan yang berlemak tinggi telah lama diyakini menyebabkan

gangguan pencernaan karena makanan tersebut mengendap di perut

lebih lama dari makanan lain sebelum masuk ke saluran usus. Hal

inilah yang dapat menyebabkan gejala dispepsia, seperti perut terasa

penuh dan kembung. Efek makanan tinggi lemak pada penderita

sakit maag kurang memberikan efek yang siginifikan.

b. Makanan Pedas

Makanan pedas, seperti bawang, cabai, dan bawang putih, juga

sering disebut sebagai penyebab terjadinya gangguan pencernaan

dan sakit maag. Seperti yang dirangkum dalam tinjauan Maret 2015

dalam jurnal “Kemajuan Terapeutik pada Penyakit Kronis,”

beberapa penelitian telah menemukan hubungan dengan makanan

pedas khususnya bawang dan kari sementara dari penelitian

lainnya tidak menemukan hal tersebut.

c. Makanan Asam

Makanan asam sering dianggap sebagai penyebab mulas dan

mempercepat terjadinya dispepsia. Beberapa orang menemukan

bahwa makanan asam seperti jus jeruk, saus tomat atau soda

membuat perut mulas. Namun, menurut American College of


Gastroenterology, belum ada bukti klinis yang kuat bahwa

menghindari konsumsi jeruk atau makanan asam lainnya dari menu

sehari-hari benar-benar dapat mengurangi refluks asam.

d. Coklat

Coklat adalah makanan pemicu untuk refluks asam atau dispepsia

pada beberapa orang. Seperti yang dibahas dalam artikel review

“Archives of Internal Medicine” Mei 2006, ada data penelitian yang

terbatas yang menunjukkan bahwa coklat dapat mengendurkan otot

sfingter esofagus bawah, tetapi belum terbukti bahwa menghindari

konsumsi coklat dari akan meningkatkan refluks asam. Namun,

cokelat mengandung cukup tinggi lemak dan mengandung kafein

juga yang merupakan dua pemicu potensial bagi sebagian orang.

Karakteristik ini mungkin membuat makanan cokelat harus

dihindari untuk beberapa orang yang rentan terhadap mulas atau

dispepsia.

e. Cuka atau Acar

Makanan seperti cuka dan acar merupakan makanan pelengkap dan

akan menyebabkan pada sebagian orang hobi makanan tersebut

untuk memakannya secara berlebihan dan hal ini harus dihindari.

f. Kacang

Konsumsi kacang-kacangan dapat juga menyebabkan efek negatif

pada sebagian orang yang toleransi tubuhnya terbilang rendah.


g. Kentang

Meskipun kentang sumber karbohidrat yang bagus, namun ketika

dikonsumsi dalam kadar yang berlebihan akan menyebabkan efek

yang buruk bagi orang tertentu dan menjadi penyebab perut

kembung.

Itulah beberapa ulasan tentang pembahasan berbagai macam-

macam makanan dispepsia yang bisa ada ketahui untuk anda hindari

segera.

B. Pengetahuan Gizi

1. Pengertian

Pengetahuan gizi metupakan pengetahuan tentang makanan dan

zat gizi, sumber –sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman

dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara merngolah

makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta

bagaimana hidup sehat (Notoatmojo, 2003 dalam Suhendri 2009).

Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan

prilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh

pada keadaan gizi yang bersangkutan.

Pengetahuan gizi yang tidak memadai, kurangnya pengertian

tentang kebiasaan makan yang baik, serta pengertian yang kurang

tentang kontribusi gizi dari berbagai jenis makanan akan menimbulkan

masalah kecerdasan dan produktifitas. Peningkatan pengetahuan gizi

bisa dilakukan dengan program pendidikan gizi oleh pemerintah.


Program pendidikan gizi dapat memberikan pengaruh terhadap

pengetahuan, sikap, dan prilaku anak terhadap kebiasaan makanannya

(Soekirman, 2000 dalam Suhendri, 2009). Menurut (Almatsir, 2002

dalam Suhendri 2009). Pengetahuan gizi adalah sesuatu yang diketahui

tentang makanan dalam hubungannya denfan kesehatan optimal.

Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan dan

konsumsi sehari – hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi

yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi

bahan makanan berpengaruh terhaap status gizi seseorang. Status gizi

baik atau status gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cuukup

zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Status gizi kurang terjadi apabila

tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi essensial.

Sedangkan status gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat gizi

dalam jumlah yang berlebihan. Sehingga menimbulkan efek yang

membahayakan.

2. Pengukuran Pengetahuan gizi

Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan

menggunakan instrumen yang berbentuk pertanyaa pilihan dan

berganda (Multiple Choice test), instrumen ini merupakan bentuk tes

objektif yang paling sering digunakan. Didalam menyusun instrumen

ini diperlukan jawaban – jawaban yang sudah tertera dan responden

hanya memilih jawaban yang menurutnya benar (Khomsan, 2000).


3. Katagori Pengetahuan Gizi

Katagori pengetahuan gizi dibagi menjadi 2 yaitu baik dan

kurang. Cara pengkatagorian dilakukan dengan menetapkan cut of

point dari skor yang sudah dijadikan persen.

Tabel 2.2 Katagori Pengethuan Gizi

Katagori pengetahuan gizi Skor

Baik > 80 %

Cukup 60 – 80 %

Kurang < 60%

(Baliwati, dkk 2004)

4. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Kejadian dispepsia

Pengetahuan yang kurang tentang penyakit dispepsia seperti

konsumsi minuman bersoda, obat-obatan biasanya menimbulkan

penyakit dyspepsia dan mengkonsumsi makanan pedas

(Hermanto,2011). Penelitian yang dilakukan Verawati (2013) pada

pasien di Rs.M. Djamil Padang tahun 2013 didapatkan pengetahuan

pasien tentang penyakit dispepsia rendah (65%), pengetahuan sedang

(20%) dan pengetahuan tinggi (15%). Berdasarkan teori yang ada

makanan yang banyak mengandung berlemak, asam, cuka atau acar

dan pedas yang sering dikonsumsi akan mengakibatkan terjadinya

dyspepsia.
Dari hasil penelitian Syagriani dosen STIKes Tuanku Tambusai

Riau (2015), dapat diketahui bahwa dari 41 responden yang

berpengetahuan kurang terdapat kejadian dispepsia sebanyak 31

resoponden (40,8%). Menurut syafriani (2015), kurangnya

pengetahuan masyarakat tentang penyakit dispepsia dipengaruhi oleh

faktor pendidikan. Terbukti dari hasil peneltian didapatkan bahwa

responden sebagian besar berada pada kategori pendidikan dasar.

Tinggi rendahnya pendidikan erat hubungannya dengan tingkat

pengrtahuan yang diperoleh.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut

notoatmojo 2007 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang, yaitu :

a. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan

berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk

menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan

cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun

dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin

banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan

sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang

dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang

berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah


pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan

formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua

aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang

akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu.

Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan

menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut .

b. Media Massa / Informasi Informasi yang diperoleh baik dari

pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh

jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan

atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia

bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi

pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana

komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat

kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap

pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian

informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-

pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.

Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan

kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

Sumber informasi adalah suatu proses pemberitahuan yang dapat

membuat seseorang mengetahui informasi dengan mendegar atau

melihat sesuatu secara langsung maupun tidak langsung. Semakin


banyak informasi yang didapat akan semakin luas pengetahuan

seseorang.

c. Sosial Budaya Dan Ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang

dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan

baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah

pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang

juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan

untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang.

d. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,

baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan

berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam

individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena

adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai

pengetahuan oleh setiap individu.

e. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang

kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah

yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang

dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan

professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat

mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan

manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang

bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.


f. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir

seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula

daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih

berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih

banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri

menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak

menggunakan waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual,

pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak

ada penurunan pada usia ini.

g. Keyakinan Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun

dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu keyakinan ini bisa

mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya

positif maupun nagatif.

C. Pola Makan

Menurut Depkes RI (2009) pola makan adalah suatu cara atau

usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud

tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau

membatu kesembuhan penyakit. Pola makan atau diet adalah gambaran

makan yang dikonsumsi setiap hari. Pola makan merupakan kebiasaan

sehari – hari yang tidak dapat dihindari oleh manusia karena setiap

manusia memerlukan proses makan. Makan menjadi rutinitas sehari – hari,

pola makan metode pengaturan asupan makanan yang diselaraskan dengan


mekanisme ilmiah tubuh (Karina, BR, Widyo PH, Yuwono A, 2013), Pola

makan yang memperngaruhi terjadinya dispepsia, meliputi :

1. Kebiasaan Makan

a. Pengertian

Kebiasaan makan ialah seseorang atau suatu kebiasaan individu

dalam keluarga maupun dimasyarakat yang mempunyai cara

makan dalam bentuk jenis makan, jumlah nakan dan frekuensi

makan meliputu: karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayur,dan

buah yang dikonsumsi setiap hari. Menurut Sudirman (2010).

Kebiasaan sarapan pagi merupakan salah satu dasar dalam

Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Bahwa kebiasaan

sarapan pagi suatu cara makan seseorang individu atau

sekelompok masyarakat yang baik karena sarapan pagi dapat

menambah energi yang cukup dan beraktifitas untuk

meningkatkan produktifitas (Depkes RI, 2008).

b. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan

Worthington (2010), banyak faktor yang mempengaruhi

kebiasaan makan diantaranya adalah meningkatnya partisipasi

dalam kehidupan sosial dan aktivitas anak sekolah merupakan

bagian dari pertumbuhan dan perkembangan anak yang

meningkat, hal ini akan berdampak pada pola konsumsi makan

anak tersebut. Faktor yang dapat mempengaruhi pola makan

menurut Worthington (2010) yaitu faktor internal yang terdiri dari


IMT, umur, jenis kelamin, pengetahuan gizi, keyakinan, nilai, dan

norma. Pemilihan dan arti makanan, kebutuhan psikologis tubug,

body image/ citra diri, konsep diri, perkembangan psikososial,

kesehatan (riwayat penyakit) dan faktor eksternal yang meliputi

tingkat ekonomi keluarga, pekerjaan, pendidikan orang tua, sosial

budaya, peran orang tua, teman sebaya, pengalaman individu,

pengaruh media.

c. Kebiasaan Makan yang Baik

Dari segi gizi, kebiasaan makan yang baik adalah yang dapat

menunjang terpenuhinya kecukupan gizi, sedangkan kebiasaan

yang buruk adalah kebiasaan yang dapat menghambat

terpenuhinya kecukupan gizi, seperti adalnya oantangan atau tabu

yang berlawanan dengan konsep gizi. Kebiasaaan makan yang

sehat adalah tiga kali dalam sehari dengan porsi besar. Kebiasaan

dalam meninggalkan sarapan pagi dan makan pagi tergesa

merupakan hal yang tidak boleh dilakukan karena proses

metabolisme tubuh akan terganggu (Wirakusumah, 2001). Pola

makan yang tidak teratur seperti meninggalkan sarapan apgi

karena kegiatan aktivitas yang padat dapat menyebabkan sindrom

dispepsia (Reshetnokov, 2007). Pembagian waktu makan yang

baik dapat dilihat pada tabel 2.3.


Tabel 2.3. Pembagian Waktu Makan

Waktu Jam Makan

Makan pagi 07.00

Snack pagi 10.00

Makan siang 13.00

Snack siang 16.00

Makan malam 19.00

Sumber : Penuntun Diet 2006

D. REMAJA

1. Pengertian

Masyarakat Indonesia mendefinisikan remaja dengan batasan usia

yaitu 10 – 24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan karena

pada usia 10 tahun merupakan usia dimana remaja putri mengalami

perubahan dalam tubuhnya tetapi perubahan yang terjadi pada setiap

remaja bisa berbeda-beda (Waryana, 2010 dalam Cahyaningrum,

2013).

Remaja mempunyai karakteristik mulai mencoba atau

mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-batasan atau

norma. Dimasa inilah variasi induvidu mudah dikenali seperti pada

pertumbuhan dan perkembangan, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi,

perkembangan kepribadian serta asupan makanannya. Laju

pertumbuhan anak laki-laki dan perempuan hampir sama secepatnya

sampai pada usia 9 tahun. Kemudian antara 10-24 tahun pertumbuhan


anak perempuan mengalami percepatan lebih dahulu karena tubuhnya

memerlukan persiapan menjelang usia reproduksi, sementara pria baru

menyusul 2 tahun kemudian. Puncak pertambahan berat badan dan

tinggi badan pada perempuan tercapai usia 12,9 dan 12,1 tahun,

sementara pada laki-laki 14,3 dan 14,1 tahun. Selain itu pada remaja

biasanya sering muncul permasalahan mengenai asupan makan

terutama tidak terbiasa sarapan dengan berbagai alasan, misalnya takut

terlambat sekolah. Hal seperti ini dapat menganggu konsentrasi dan

daya tangkap saat mengikuti pelajaran di sekolah (Waryana, 2010

dalam Cahyaningrum, 2013)

2. Kategori Remaja

Masa remaja merupakan priode yang sangat berisiko terhadap

kesehatan. Selain itu pada masa remaja adalah priode perkembangan

antara anak-anak sampai masa dewasa (Rice,2002 dalam Mardayanti,

2008). Lebih lanjut dikemukakan bahwa masa remaja dibedakan

menjadi remaja awal, dengan rentang usia 11-14 tahun dan masa

remaja dengan rentang usia 5-9 tahun (Mardayanti, 2008).

Sedangkan tahapan perkembangan pada remaja menurut Robert

William (2000), bahwa secara umum ada 3 tahapan perkembangan

remaja, yaitu

a. Remaja Awal (early adolescence) : usia 10-14 tahun,

suka membandingkan diri dengan orang lain, sangat mudah

dipengaruhi oleh teman sebayanya dan senang bergaul dengan

teman sejenis.
b. Remaja Tengah (middle adolescence) : usia 15-17 tahun,

lebih nyaman dengan keadaan sendiri, suka diskusi dan mulai

berteman dengan lawan jenis, serta mengembankan rencana masa

depan.

c. Remaja akhir (final adolescence) : usia 18-21 tahun,

remaja pada fase ini ditandai dengan pemikiran oprasional formal

penuh, termasuk pemikiran mengenai masa depan baik itu

pendidikan, kejuruan, dan seksual. Remaja akhir biasanya lebih

berkomitmen pada pasangan seksualnyadaripada remaja

pertengahan. Kecemasan karena perpisahan yang tidak tuntas dari

fase sebelumnya dapat muncul pada fase ini ketika mengalami

perpisahan fisik dengan keluarganya.


E. Kerangka Teori

Sosial Ekonomi :
Pengetahuan,
pendidikan, Uang saku,
Kebiasan makan

Kejadian Dispepsia
Faktor Psikologis (stres) Pada Remaja

Kebiasaan Merokok

Penyakit gangguan
pencernaan :
Gastritis,
ulkuspeptikum,
stomach cancer,
gastroesop
hangealreflux disease,
hyperacidity, dll

Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian

Sumber :Modifikasi Adullah dan gunawan (2012) dan Adiningsih 2013


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Pengetahuan Gizi

Kejadian Dispepsia

Kebiasaan Makan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan pengetahuan gizi dengan kejadian dispepsia pada

remaja di sekitar wilayah kerja Puskesmas Martapura Timur tahun

2019.

2. Ada hubungan kebiasaan makan dengan kejadian dispepsia pada

remaja di sekitar wilayah kerja Puskesmas Martapura Timur

Banjarbaru tahun 2019.


BAB IV

METODE PENILITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik

dibidang gizi masyarakat, yaitu penelitian ini bertujuan untuk melihat

hubungan antara variabel independen yaitu, pengetahuan gizi dan

kebiasaan makan dengan variabel dependen yaitu kejadian dispepsia pada

remaja.

B. Desain Penelitian / Rancangan Bangun Penelitian

Desain penelitian ini adalah cross sectional yaitu Jenis penelitian ini

berusaha memperlajari dinamika hubungan korelasi antara pengetahuan

gizi dan kebiasaan makan dengan kejadian dispepsia pada remaja.

C. Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Martapura

Timur, pada tanggal 19 April – 3 Mei 2019.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi untuk penelitian ini adalah remaja yang mengalami

penyakit dispepsia yang ada di wilayah kerja martapura timur sebanyak

246 orang didapat dengan rata – rata perbulan dari jumlah total kejadian

dispepsia tahun 2018.


2. Sampel

Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

Accidental Sampling. Teknik Accidental Sampling yaitu pengambilan

sampel secara aksidental (accidental) dengan mengambil responden

yang kebetulan ada atau tersedia disuatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian (Notoatmodjo,2010).Sehingga dalam teknik sampling disini

peneliti mengambil responden pada saat itu juga di Wilayah Kerja

Puskesmas Martapura Timur.

Berdasarkan jumlah populasi yang diketahui yaitu 246 orang, maka

penentuan sampel di dapat dengan menggunakan rumus (Notoatmodjo,

2010)

N
n = 1+𝑁(𝑑)2

Keterangan :

n : besar sampel

N : besar populasi

d : tingkat kepercayaan (10%=0,1)

Sehingga diperoleh sampel :


246 246
n = 1+𝑁(0,1)2 = = 71,09 = 71 orang
1+37(0,1)2
E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau

ukuran yang dimiliki atau didapat oleh satuan penelitian tentan suatu

konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2010). Variabel dibedakan

sebagai berikut :

a. Variabel indenpenden (Bebas)

Variabel indenpenden merupakan variabel yang berupa sebab,

resiko, antara variabel yang mempengaruhi variabel lain

(Notoatmodjo, 2010). Variabel indenpenden pada penelitian ini

adalah pengetahuan gizi dan kebiasaan makan.

b. Variabel dependen (Terikat)

Variabel dependen adalah variabel tergantung, akibat, atau

sebagai variabel yang dipengaruhi pleh variabel independen

(Notoatmodjo, 2010). Variabel dependen pada penelitian ini

penyakit dispepsia.
2. Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Kategori Skala
Operasional
1 Kejadian Pasien yang memiliki Buku rekam Dengan melihat Terdapat rekam Nominal
Dispepsia sekumpulan gejala dispepsia medik pasien diagnosis dokter diagnosis dispepsia
(Dependen) meliputi rasa cepat kenyang, dalam buku rekam dalam data rekam
rasa penuh, rasa terbakar, medik pasien medik pasien
kembung di perut bagian atas
dan mual (Djojodiningrat,
2009)
2 Pengetahua Pengetahuan gizi merupakan Kuesioner Wawancara 1. Baik : > 80% Ordinal
n Gizi pengetahuan tentang 2. Cukup : 60-80%
(Independen makanan dan zat gizi 3. Kurang : < 60%
) (Baliwati, dkk
2004)
3 Kebiasaan Struktur (waktu) dan Kuesioner Wawancara 1. Teratur skor : Ordinal
Makan frekuensi yang tetap dalam 32,6-52
(Independen hal makan (Kamus besar 2. Tidak teratur
) bahasa indonesia, 2004) yang skor : 13-32,5
meliputi frekuensi jadwal,
jeda dan durasi makan.
F. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data primer

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung

dari sumber asli (tidak memalui media perantara). Data primer

berupa opini subjek (orang) secara induvidual atau kelompok, hasil

observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan

hasil pengujian.

1. Data identitas meliputi nama, jenis kelamin, usia

2. Pengetahuan gizi

3. Kebiasaan makan

b. Data sekunder

c. Data tentang gambaran Puskesmas Martapura Timur.

2. Cara Pengumpulan data

Cara pengumpulan data yang relevan, maka peneliti memperoleh

dengan cara, peneliti meminta surat pengantar dari kampus Poltekkes

Kemenkes Bnajarmasin, kemudian peneliti mengajukan surat tersebut

ke Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar untuk mendapat surat izin

memperoleh data dari seluruh Puskesmas di Kabupaten Banjar. Setelah

peneliti mendapatkan surat izin tersebut untuk melakukan pengumpula

data.
a. Data Primer

1. Persiapan Penelitian

1.1 Melakukan perizinan kepada pihak Puskesmas

Martapura Timur untuk melakukan penelitian mengenai

pengetahuan gizi dan kebiasaan makan pasien dispepsia.

1.2 Melakukan pengambilan data mengenai jumlah

penderita dispepsia di Puskesmas Martapura Timur.

2. Melaksanakan penelitian

2.1 Melakukan pendekatan pada responden

2.2 Menanyakan kesediaan responden untuk terlibat dalam

penelitian dan menanyakan konsekuensi dari penelitian

(impormed conset dan ethical clerance)

3. Menggumpulkan data

3.1 Karakteristik pasien dispepsia ( usia, jenis kelamin,

umur ) dikumpulkan dengan cara wawancara

menggunakan kuesioner.

3.2 Data mengenai pengetahuan gizi dikumpulkan dengan

cara wawancara menggunakan kuesioner

3.3 Data mengenai kebiasaan makan dikumpulkan dengan

cara wawancara menggunakan kuesioner


E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

a. Editing

Memeriksa dara dengan cara melihat kembali hasil

pengumpulan data, baik isi maupun wujud alat pengumpulan data

yakni :

1. Mengecek jumlah lembar pertanyaan

2. Mengecek nama dan kelengkapan identitas responden

3. Mengecek macam isian data

b. Coding, Pemebrian skor nilai, Entry, dan Tabulasi

Merupakan upaya mengklasifikasi data dengan pemberian kode

pada data menurut jenisnya, yaitu memberikan kode pada variabel

kejadian dispepsia, pengetahuan gizi dan kebiasaan makan.

Kemudian tiap variabel dikatagorikan sesuai jumlah skor/nilai

untuk masing-masing variabel dan pembuatan tabel-tabel yang

berisi data yang telah diberi kode sesuai analisis yang dibutuhkan,

yaitu sebagai berikut :

1) Karakteristik pasien diperoleh dari hasil wawancara

menggunakan kuesioner, dikatagorikan kemudian diolah dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi.

2) Dispepsia

Dispepsia diperoleh melalui data dari Puskesmas Martapura

Timur.
c. Data pengetahuan gizi

Pengetahuan gizi di olah dengan memberikan skor 1 untuk

jawaban yang benar, dan skor 0 untuk jawaban yang salah.

Kemudian setiap jawaban yang benar pada masing-masing soal

dijumlahkan. Hasil skor untuk pengetahuan gizi responden

dihitung dengan rumus :

jumlah soal yang benar


n= x 100%
jumlah soal keseluruhan

Kemudian dikategorikan sebagai berikut :

1. Baik : >80%

2. Cukup : 60-80%

3. Kurang : <60%

(Baliwati, dkk 2004)

d. Kebiasaan makan diperoleh dengan cara wawancara menggunakan

kuesioner. Penilaian terhadap variabel kebiasaan makan yaitu

dengan melakukan skoring terhadap pilihan jawaban (a), (b), (c),

atau (d). Skor tertinggi tiap pertanyaan adalah 4 dan nilai terendah

adalah 1. Jumlah skor terendah adalah 13 dan jumlah skor tertinggi

adalah 52. Apabila responden menjawab :

(a) Skornya adalah 4

(b) Skornya adalah 3

(c) Skornya adalah 2

(d) Skornya adalah 1

Dari sekor tersebut terbagi 2 kategori :


- Skor 32,6-52 : Teratur

- Skor 13-32,5 : Tidak teratur

2. Analisis data

Dari hasil pengolahan data yang dijelaskan di atas, maka dapat di

analisis dengan cara Univariat dan cara Bivariat

a. Analisis Univariat

Analisis Univariat adalah analisis yang digunakan untuk

mendriskripsikan variabel yang disajikan dalam bentuk tabel

dsitribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel data yang

diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif meliputi :

1) Distribusi karakteristik pasien dispepsia (usia, jenis kelamin,

umur)

2) Distribusi pasien dispepsia menurut pengetahuan gizi

3) stribusi pasien dispepsia menurut pengetahuan gizi

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi

(Notoatmodjo, 2010). Analisa data dilakukan menggunakan uji

korelasi Rank Spearman menggunakan program komputer dengan

tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaan 0.05.

Rumus :

6 ∑ 𝑑𝑖 2
𝑟𝑠 = 1 −
𝑛 (𝑛2 − 1)

Keterangan

𝑟𝑠 = Koefisien korelasi Spearman


𝑑𝑖 2 = Total kuadrat selisih antar rangking

𝑛 = Jumlah sampel penelitian

Kemudian ditarik kesimpulan :

H0 = Tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel

terikat.

H1 = Ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel

terikat.

Apabila nilai ρ < nilai α (0,05) maka H0 ditolak, sehingga terdapat

hubungan yang bermakna antara variabel bebas dan variabel terikat

dan apabila nilai ρ > nilai α (0,05) maka H1 diterima, sehingga

tidak terdapat hubungan yang bermakna antara variabel bebas dan

variabel terikat.

Nilai korelasi Rank Spearman yang diperoleh memiliki makna

sebagai berikut :

r = 0,00 – 0,25  tidak ada hubungan atau hubungan lemah

r = 0,26 – 0,50  hubungan sedang

r = 0,51 – 0,75  hubungan kuat

r = 0,76 – 1,00  hubungan sangat kuat / sempurna.

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan

antar variabel independen (tingkat konsumsi, pengetahuan gizi ibu,

pola asuh makan, ketersedian pangan keluarga, pendapatan

keluarga) dengan variabel dependen (kejadian underweight).


BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Puskesmas

Wilayah kerja Puskesmas Martapura Timur tahun 2018 sampai sekarang

adalah 47 km2.

1. Jumlah penduduk Puskesmas Martapura Timur sebanyak 32.516 orang

Jumlah Penduduk Kecamatan Menurut Jenis Kelamin

No Desa Jenis Kelamin Jumlah


Laki - Laki Perempuan
1 Akar Bagantung 547 377 755
2 Akar Baru 545 570 1115
3 Antasan Senor 1147 1077 2224
4 Antasan Senor Ilir 1247 1082 2329
5 Dalam Pagar 569 552 1121
6 Dalam Pagar Ulu 631 630 1260
7 Keramat 549 524 1.073
8 Keramat Baru 493 453 946
9 Mekar 860 800 1660
10 Melayu Ulu 1330 1249 2579
11 Melayu Ilir 522 554 1076
12 Melayu Tengah 923 747 1670
13 Pekauman 1235 1162 2397
14 Pekauman Dalam 443 381 824
15 Pekauman Ulu 1097 1120 2217
16 Pematang Baru 505 522 1027
17 Sungai Kitano 578 532 1119
18 Tambak Anyar 667 665 1332
19 Tambak Anyar Ilir 974 920 1894
20 Tambak Anyar Ulu 981 1005 1986
Jumlah 15674 14922 30596

Sumber : Data Kecamatan Martapura Timur Kabupaten Banjar


Desember 2018
2. Jumlah Kepala Keluarga dan Rukun Tetangga di wilayah kerja UPT.

Puskesmas Martapura Timur Dengan perincian sebagai berikut :

Jumlah Kepala Keluarga (KK) dan Rukun Tetangga (RT)

No Desa Jumlah KK Jumlah RT

1 Akar Bagantung 244 3

2 Akar Baru 392 3

3 Antasan Senor 738 6

4 Antasan Senor Ilir 707 8

5 Dalam Pagar 325 3

6 Dalam Pagar Ulu 387 3

7 Keramat 300 5

8 Keramat Baru 255 4

9 Mekar 467 4

10 Melayu 726 6

11 Melayu Ilir 320 3

12 Melayu Tengah 474 3

13 Pekauman 713 3

14 Pekauman Dalam 266 3

15 Pekauman Ulu 638 6

16 Pematang Baru 381 4

17 Sungai Kitano 350 3

18 Tambak Anyar 532 5

19 Tambak Anyar Ilir 541 6

20 Tambak Anyar Ulu 723 5

Total 9479 86
Sumber : Data Kecamatan Martapura Timur Kabupaten Banjar
Desember 2018

3. Batas wilayah Puskesmas Martapura Timur adalah

a. Sebelah Utara : berbatasan dengan wilayah Puskesmas

Astambul

b. Sebelah Selatan : berbatasan dengan wilayah Puskesmas

Martaputa 1

c. Sebelah Timur : berbatasan dengan wilayah Puskesmas

Martapura 2

d. Sebelah Barat : berbatasan dengan wilayah Puskesmas

Sungai Rangas

4. Sarana pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Martapura Timur

adalah

a. PAUD sebanyak : 16 buah

b. TK sebanyak : 11 buah

c. SD / MI sebanyak : 17 buah / 3 buah

d. SMP / sederajat sebanyak : 6 buah

e. SMA / sederajat sebanyak : 4 buah

f. Pondok Pesantren : 2 buah

5. Sarana dan fasilitas kesehatan pendukung Puskesmas Martapura

Timur
a. Pustu

Jumlah Pustu Sebanyak 5 Buah :

No Nama Pustu Alamat

1. Pustu Dalam Pagar Desa Dalam Pagar


2. Pustu Melayu Desa Melayu
3. Pustu Pekauman Dalam Desa Pekauamam Dalam
4. Pustu Tambak Anyar Desa Tambak Anyar
5. Pustu Melayu Tengah Desa Melayu Tengah

b. Poskesdes

Jumlah Poskesdes Sebanyak 6 Buah :

No Nama Poskesdes Alamat Nama Bidan

1. Poskesdes Tambak Desa Tambak Hj. Sri Yanti


Anyar Ulu Anyar Ulu
2 Poskesdes Tambak Desa Tambak Astuti
. Anyar Ilir Anyar Ilir
3 Poskesdes Atasan Senor Desa Atasan Rina Agustina
. Ilir Senor Ilir
4. Poskesdes Keramat Desa Keramat Endang
5. Poskesdes Sungai Desa Sungai Muryani
6. Kitano Kitano Mira Julianti
Poskesdes Pematang Desa Pematang Lestari
Baru Baru Gizaliah
Yuliana
c. Posyandu Balita

Jumlah Posyandu Balita Sebanyak 20 Buah :

No Nama Posyandu Nama Posyandu Katagori


Balita Tingkat
Perkembangan

1. Melayu Tengah Bunga Tanjung 1 Madya


2. Bunga Tanjung 2 Madya
3. Melayu Ulu Kusuma 1 Purnama
4. Kusuma 2 Purnama
5. Melayu Ilir Sabar Madya
6. Al Mutakim Madya
7. Dalam Pagar Ulu Sukma Madya
8. Al Hidayah Pratama
9. Dalam Pagar Al Fatah Purnama
10. Sungai Kitano Al Kausar Madya
11. Al Fitrah Madya
12. Akar Begantung Berkat Mupakat Madya
13. Akar Baru Suka Maju Madya
14. Keramat Melati Madya
15. Keramat Baru Sinar Baru Madya
16. Pekauman Dalam Berkat Bersama Madya
17. Gemilang Madya
18. Pekauman Kemuning 1 Pratama
19. Kemuning 2 Madya
20. Pekauman Ilir Harapan 1 Pratama
21 Harapan 2 Madya
22 Mekar Bunga Mekar Purnama
23 Antasan Senor Ilir Bina Sejahtera 1 Madya
24 Bina Sejahtera 2 Pratama
25 Antasan Senor Sehat Madya
26 Tambak Anyar Ilir Mawar Madya
27 Melati Madya
28 Tambak Anyar Pertiwi Purnama
29 Tambak Anyar Ulu Delima 1 Purnama
30 Delima 2 Purnama
31 Pematang Baru Harapan Baru Pratama

d. Posyandu Usila

Jumlah Posyandu Usila Sebanyak 20 Buah

Tingkat
No Nama Posyandu Perkembangan Alamat
Usila Postandu
1. Mekar Dasar Mekar
2. Keramat Baru Dasar Keramat Baru
3. Tambak Anyar Ilir Dasar Tambak Anyar Ilir
4. Tambak Anyar Dasar Tambak Anyar
5. Tambak Anyar Dasar Tambak Anyar
6. Tambak Anyar Ulu Dasar Tambak Anyar
7. Antaran Senor Dasar Ulu
8. Melayu Ulu Dasar Antaran Senor
9. Melayu Tengah Dasar Melayu Ulu
10. Melayu Ilir Dasar Melayu Tengah
11. Akar Baru Dasar Melayu Ilir
12. Akar Begantung Dasar Akar Baru
13. Dalam Pagar Dasar Akar Begantung
14. Sungai Kitano Dasar Dalam Pagar
15. Keramat Dasar Sungai Kitano
16. Pematang Baru Dasar Keramat
17. Pematang Baru Dasar Pematang Baru
18. Pematang Dalam Dasar Pematang Baru
19. Pekauman Dasar Pematang Dalam
20. Pekamuan ulu Dasar Pekauman
Pekamuan ulu

e. Posbindu

Jumlah Posbindu Sebanyak 20 buah :

No Nama Posbindu Jenis Alamat

1. Mekar Dasar Mekar


2. Keramat Baru Dasar Keramat Baru
3. Tambak Anyar Ilir Dasar Tambak Anyar Ilir
4. Tambak Anyar Dasar Tambak Anyar
5. Tambak Anyar Dasar Tambak Anyar
6. Tambak Anyar Ulu Dasar Tambak Anyar Ulu
7. Antaran Senor Dasar Antaran Senor
8. Melayu Ulu Dasar Melayu Ulu
9. Melayu Tengah Dasar Melayu Tengah
10. Melayu Ilir Dasar Melayu Ilir
11. Akar Baru Dasar Akar Baru
12. Akar Begantung Dasar Akar Begantung
13. Dalam Pagar Dasar Dalam Pagar
14. Sungai Kitano Dasar Sungai Kitano
15. Keramat Dasar Keramat
16. Pematang Baru Dasar Pematang Baru
17. Pematang Baru Dasar Pematang Baru
18. Pematang Dalam Dasar Pematang Dalam
19. Pekauman Dasar Pekauman
20. Pekamuan ulu Dasar Pekamuan ulu
B. Gambaran Umum Responden

1. Identitas Responden

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 71 responden

remaja maka diperoleh data seebagai berikut :

a. Umur

Sesuai hasil pengumpulan data karakteristik responden ,

yaitu umur dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.1 Distribusi Responden berdasarkan umur remaja di


Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur Tahun 2019

Umur N %
13 – 14 tahun 9 12,6
15- 17 tahun 27 38,1
18 - 21 tahun 35 49,3
Total 71 100
Sesuai tabel 5.1 diketahui di Wilayah Kerja Puskesmas

Martapura Timur remaja yang berumur 18 – 21 tahun sebesar

49,3%.

b. Jenis Kelamin

Sesuai hasil pengumpulan data karakteristik responden ,

yaitu jenis kelamin pada remaja dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.2 Distribusi Responden berdasarkan jenis kelamin remaja


di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur Tahun 2019
Jenis Kelamin n %
Laki-laki 23 32,4
Perempuan 48 67,6
Total 71 100
Sesuai tabel 5.3 diketahui di Wilayah Kerja Puskesmas

Martapura Timur jenis kelamin perempuan sebesar 67,6%.

c. Pendidikan

Sesuai hasil pengumpulan data karakteristik responden , yaitu

pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.3 Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan remaja di


Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur Tahun 2019

Pendidikan n %
SMP / Pesantren 22 31
SMA / Pesantren 36 50,7
Kuliah 13 18,3
Total 71 100
Sesuai tabel 5.2 diketahui di Wilayah Kerja Puskesmas

Martapura Timur pendidikan remaja SMA / Pesantren sebesar

50,7%.

2. Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi remaja di Wilayah Kerja Puskesmas

Martapura Timur dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.4 Distribusi Responden berdasarkan pengetahuan gizi di


Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur Tahun 2019
Pengetahuan Gizi n %
Baik 12 16,9
Cukup 39 54,9
Kurang 20 28,2
Total 71 100

Sesuai tabel 5.4 diketahui di Wilayah Kerja Puskesmas

Martapura timur remaja dengan pengetahuan gizi cukup sebesar

54,9%.

3. Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan remaja di Wilayah Kerja Puskesmas

Martapura Timur dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.5 Distribusi Responden berdasarkan skor kebiasaan


makan remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur
Tahun 2019
Kebiasaan Makan n %
Teratur 45 63,4
Tidak teratur 26 36,6
Total 71 100
Sesuai tabel 5.5 diketahui di Wilayah Kerja Puskesmas

Martapura Timur remaja dengan kebiasaan makan tetatur sebesar

63,4%.

4. Kejadian Dispepsia

Kejadian Penyakit dispepsia pada remaja di Wilayah Kerja

Puskesmas Martapura Timur dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.6 Distribusi Responden berdasarkan Kejadian dispepsia


di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur Tahun 2019
Kejadian Dispepsia n %
Tidak terjadi dispepsia 45 62
Terjadi dispepsia 27 38
Total 71 100
Sesuai tabel 5.6 diketahui di Wilayah Kerja Puskesmas

Martapura Timur remaja yang tidak terjadi dispepsia sebesar 62%.\

C. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Kejadian Dispepsia

Distribusi hubungan pengetahuan gizi denga kejadian dispepsia

pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur Tahun 2019.

Tabel 5.7 Distribusi Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Kejadian


Dispepsia di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura TimurTahun 2019

Kejadian Dispepsia
Pengetahuan
Tidak Terjadi Dispepsia Terjadi Dispepsia Jumlah
Gizi
n % n % n %
Baik 8 11,3 4 5,6 12 16,9
Cukup 33 46,5 6 8,5 39 54,9
Kurang 3 4,2 17 23,9 20 28,2
Jumlah 44 62 27 38 71 100

P = 0.000 r = 0.459 α =
0.05

Sesuai tabel 5.7 dapat diketahui bahwa ada hubungan antara

Pengetahuan Gizi dengan Kejadian Dispepsia pada remaja di wilayah

Kerja Puskesmas Martapura Timur. Nilai korelasi r = 0.459 yang

menyatakan ada hubungan linier sempurna terhadap kedua variabel yang

dianalisis dengan tingkat hubungan cukup kuat.


D. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Kejadian Dispepsia

Distribusi hubungan kebiasaan makan dengan kejadian dispepsia

pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur Tahun 2019.

Tabel 5.8 Distribusi Hubungan Kebiasaan Makan dengan Kejadian


Dispepsia di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur Tahun 2019

Kejadian Dispepsia
Kebiasaan Tidak Terjadi
Terjadi Dispepsia Jumlah
Makan Dispepsia
n % n % n %
Teratur 38 53,5 7 9,9 45 63,4
Tidak teratur 6 8,5 20 28,2 26 36,6
Jumlah 44 62 27 38 71 100

P = 0.000 r = 0.609 α =
0.05

Sesuai tabel 5.8 dapat diketahui bahwa ada hubungan antara

Kebiasaan Makan dengan Kejadian Dispepsia pada remaja di wilayah

Kerja Puskesmas Martapura Timur. Nilai korelasi r = 0.609 yang

menyatakan ada hubungan linier sempurna terhadap kedua variabel yang

dianalisis dengan tingkat hubungan kuat.


E. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Kebiasaan Makan

Distribusi hubungan pengetahuan gizi dengan kebiasaan amakan

pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur Tahun 2019.

Tabel 5.9 Distribusi Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Kebiasaan

Makan pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur Tahun

2019

Kebiasaan Makan
Teratur skor Tidak teratur
Pengetahuan Gizi Jumlah
32,6 - 52 skor 13 - 32,5
n % n % n %
Baik 9 12,7 3 4,2 12 16,9
Cukup 31 43,7 8 11 39 54,9
Kurang 5 11,1 15 21 20 28,2
Jumlah 45 63,4 26 36,6 71 100

P = 0.000 r = 0.416 α =
0.05

Sesuai tabel 5.9 dapat diketahui bahwa ada hubungan antara

Pengetahuan Gizi dengan Kebiasan Makan pada remaja di wilayah Kerja

Puskesmas Martapura Timur. Nilai korelasi r = 0.416 yang menyatakan

ada hubungan linier sempurna terhadap kedua variabel yang dianalisis

dengan tingkat hubungan cukup kuat.


BAB VI

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Responden

1. Umur

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas

Martapura Timur diketahui kebanyakkan remaja umur 18 – 21 tahun

sebesar 49,3% . Katagori remaja menurut Robert William (2000),

bahwa secara umum ada 3 tahapan perkembangan remaja, yaitu remaja

awal (early adolescence) usia 10 – 14 tahun, Remaja Tengah (middle

adolescence) usia 15-17 tahun, dan Remaja akhir (final adolescence)

usia 18-21 tahun.

Dari hasil penelittian yang dilakukan Damaiswari Rahmaika

(2014) dapat disimpulkan bahwa terdapat pasien dispepsia terjadi pada

usia > 20 tahun yaitu berjumlah 8 orang dengan persentase 41,53%,

sedangkan pada pasien kelompok usia 15-20 yang mengalami

dispepsia sebanyak 63,44% dengan jumlah sebanyak 15 orang.

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas

Martapura Timur diketahui remaja yang berjenis kelamin perempuan

sebesar 67,6%. Dapat diketahui juga bahwa remaja perempuan yang


mengalami dispepsia sebesar 26,8% di banding laki – laki yang

mengalami dispepsia sebesar 11,3%.

Yu et al. (2013) dalam penelitiannya juga menunjukkan

hubungan antara jenis kelamin dengan sindrom dispepsia.

Diperlihatkan bahwa perempuan memiliki skor gejala dispepsia yang

lebih tinggi pada tahun pertama dibandingkan laki – laki. Konsisten

dengan hasil studi cross-sectional di Taiwan.

Pada penelitian Li et al. (2014) dikatakan bahwa secara umum,

gangguan pencernaan fungsional memiliki prevalensi lebih tinggi

pada wanita. Tingginya prevalensi dispepsia pada perempuan

disebabkan karena pada perempuan lebih rentan untuk mengalami

stes, pola makan sering tidak teratur dan pada wanita sering

menjalankan program diit yang salah, menggunakan obat – obatan

pelangsing yang justru membuat produksi asam lambung terganggu.

3. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas

Martapura Timur diketahui remaja yang berpendidikan SMA /

Pesantren sebesar 50,7%. Berdasarkan undang – undang SISDIKNAS

No.20 tahun 2003 manyatakan keriteria tingakat pendidikan menjadi

tiga yaitu, dasar (SD/MI atau bentuk lain sederajat serta SMP / MTS),

Menengah (SMA / MA / SMK / MAK atau bentuk yang lain sederajat)

dan tinggi (Diploma, Sarjana, Magister, Spesialis, dan Dokter).

Sedangkan Pesantrenatau lebih dikenal dengan istilah pondok


pesantren dapat di artikan sebagai tempat atau komplek para santri

untuk belajar atau mengkali ilmu pengetahuan agama kepada kiai atau

guru ngaji, biasanya komplek itu berbentuk asrama atau kamar –

kamar kecil dengan bangunan apa adanya yang menunjukkan

kesederhanaan, pesantren terbagi menjadi 2 yaitu pesantren salaf dan

pesantren modern.

Dari hasiil penelitian Syafriani dosen STIKes Tuanku Tambusai

Riau (2015), dapat diketahui bahwa 41 responden yang berpendidikan

SMA / Sederajat terdapat kejadian dispepsia sebanyak 31 reponden

(40,8%). Menurut syafriani (2015), kurangnya pengetahuan

masyarakat tentang masyarakat di pengaruhi oleh faktor pendidikan.

Terbukti dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden sebagian

besar berada pada kategori pendidikan dasar. Tinggi rendahnya

pendidikan erat hubungannya dengan tingkat pengetahuan yang

diperoleh.

4. Pengetahuan Gizi

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas

Martapura Timur diketahui remaja yang berpengetahuan cukup

sebesar 54,9%. Dari hasil wawancara mengenai pengetahuan gizi

diketahui bahwa sebagian besar sudah baik, dapat di yakini dengan

pertanyaan tentang frekuensi makanan sehari yang baik 84,5% remaja

menjawab dengan benar dan sisanya salah.


Pengetahuan gizi pada remaja cenderung positif yaitu baik dan

cukup di karenakan remaja sering membaca artikel – artikel

pengetahuan gizi di media sosial untuk menambah wawasan

pengetahuan sedangkan negatifnya remaja yang berpengetahuan gizi

kurang kebanyakkan cenderung bermain game online mobile ataupun

warnet.

Semakin banyak informasi yang baik direpoleh maka semakin

banyak pula pengetahuan yang didapat. Selanjutnya pengetahuan

tersebut akan menimbulkan kesadaran untuk berperilaku dan

bertindak sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya tersebut

(Notoatmodjo 2010).

Pengetahuan dapat diperoleh baik secara internal maupun

eksternal. Pengetahuan secara internal yaitu pengetahuan yang berasal

dari dirinya sendiri berdasarkan pengalaman hidup. Pengetahuan

secara eksternal yaitu pengetahuan yang diperoleh dari orang lain

termasuk keluarga dan guru. Pengetahuan baik yang diperoleh secara

internal maupun eksternal akan menambah pengetahuan tentang gizi.

Faktor lain yang dapat menambah pengetahuan memilih makanan

pada tayangan media massa. Makanan yang sering ditayangkan di

media massa lebih populer di kalangan remaja dan membuat tertarik

meskipun makanan tersebut tidak sehat (Purtiantini, 2010).

Tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah

tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi

pendidikan maka seseorang akan lebih mudah menerima informasi


gizi. Dengan pendidikan gizi tersebut diharapkan tercipta pola

kebiasaan yang baik dan sehat, sehingga dapat mengetahui kandungan

gizi, sanitasi dan pengetahuan yang terkait dengan pola makan lainnya

(Handayani, 2004).

5. Kebiasaan Makan

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kertja Puskesmas

Martapura Timur diketahui bahwa kebiasaan makan remaja sudah

teratur 63,4%. Dari hasil wawancara mengenai kebiasaan makan

diketahui bahwa sebagian besar sudah baik penyebabnya, dapat di

yakini dengan pertanyaan tentang berapa lama waktu yang diperlukan

untuk menghabiskan sporsi makanan utama 74,6% remaja menjawab

sempurna dengan skor 4.

Kebiasaan makan remaja yang teratur cenderung makan utama 3x

sehari dan selingan 2x sehari dengan pola makan pagi, siang, malam

dan selingan di jam istrahat sekolah dan sore. Sedangkan untuk remaja

yang tidak teratur makan cenderung makan 2x sehari pada jam

pertama istrhat sekolah dan sore atau malam hari dikarenakan remaja

tidak sempat sarapan pagi penyebabnya pada malam hari sering

begadang sampai tengah malam dan akhirnya susah bangun pagi –

pagi.

Berdasarkan hasil penelitian Mahda Rosalina (2018) tentang

faktor – faktor yang berhubungan dengan dispepsia pada remaja di

SMA Bogor. Pada remaja dispepsia (52.6%) sebagian besar makan


dua kali dalam sehari, sedangkan contoh yang non dispepsia (64.4%)

makan tiga kali dalam sehari. Berdasarkan hasil uji statistik Mann-

Whitney menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang nyata pada

frekuensi makan dalam sehari (p = 0.000). Berdasarkan uji hubungan

Chi-Square, frekuensi makan dengan dispepsia terdapat hubungan

yang signifikan (p = 0.000). Pola makan yang teratur lebih sedikit

pada contoh yang dispepsia sebesar 21.1% daripada contoh yang non

dispepsia sebesar 51.6%. Berdasarkan hasil uji statistik Mann-

Whitney menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang nyata pada

keteraturan makan dalam sehari (p = 0.000). Berdasarkan uji

hubungan ChiSquare, keteraturan makan dengan dispepsia terdapat

hubungan yang signifikan (p = 0.000).

Kebiasaan sarapan pagi yang kurang (≤ 3 kali dalam seminggu

dan tidak pernah) paling tinggi pada contoh yang dispepsia yaitu

sebesar 33.7% daripada contoh non dispepsia yang hanya sebesar

12.5%. Berdasarkan hasil uji statistik Mann-Whitney menunjukkan

bahwa adanya perbedaan yang nyata pada sarapan pagi (p = 0.000).

Berdasarkan uji hubungan Chi-Square, sarapan pagi dengan dispepsia

terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.000). Hasil ini sejalan

dengan penelitian Riani (2015) yaitu terdapat hubungan antara sarapan

pagi dengan kejadian dispepsia bahwa tidak sarapan pagi lebih

beresiko mengalami dispepsia. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Awianti (2016) bahwa terdapat hubungan antara

sarapan pagi dengan kejadian dispepsia pada remaja SMP 16


Surakarta. Kebiasaan sarapan pagi dapat menurunkan risiko gejala

dyspepsia

6. Kejadian Dispepsia

Dispepsia merupakan isitilah yang digunakan untuk suatu

sindrom (kumpulan gejala atau keluhan) yang terdiri dari nyeri atau

rasa tidak nyaman di ulu hati (daerah lambung), kembung, mual,

muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut terasa penuh.

Keluhan ini tidak selalu ada pada setiap penderita. Bahkan pada

seorang penderita, keluhan tersebut dapat berganti atau bervariasi,

baik dari segi jenis keluhan maupun kualitas keluhan. Jadi, dispepsia

bukanlah suatu penyakit, melainkan merupakan kumpulan gejala

ataupun keluhan yang harus dicari penyebabnya (Sofro dan Anurogo,

2013).

Sebagai suatu gejala ataupun sindrom, dispepsia dapat disebabkan

oleh berbagai penyakit, baik bersifat organik, maupun yang bersifat

fungsional. Berdasarkan konsensus terakhir gajala hearthburn atau

pirosis, yang diduga penyakit rafluks gastroesofageal, tidak

dimasukan dalam sindrom dispepsia. (Djojoningrat 2014).

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kertja Puskesmas

Martapura Timur diketahui bahwa 38% remaja mengalami dispepsia

dan 45% remaja tidak mengalami dispepsia. Dari hasil wawancara

kebanyakkan remaja yang mengalami dispepsia sudah pernah berobat

di puskesmas terdekat maupun dokter praktek.


B. Hubungan Antar Variabel

1. Hubungan Antara Pengetahuan Gizi dengan Kejadian Dispepsia pada

remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Guntung Manggis

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas

Martapura Timur diketahui bahwa ada hubungan antara Pengetahuan

Gizi dengan Kejadian Dispepsia pada remaja di wilayah Kerja

Martapura Timur. Nilai korelasi r = 0.459 yang menyatakan ada

hubungan linier sempurna terhadap kedua variabel yang dianalisis

dengan tingkat hubungan cukup kuat.

Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya

hubungan pengetahuan gizi dengan kejadian dispepsia, yang berarti

bahwa apabila pengetahuan gizi yang cukup dan baik maka akan

berpengaruh pada tidak terjadinya dispepsia.

Apabila pengetahuan gizi pada remaja semakin baik maka

berpeluang besar tidak terjadi dispepsia begitu pula semakin kurang

pengetahuan gizi pada remaja maka berpeluang besar juga terjadi

dispepsia.

Hasil penelitian di atas sejalan dengan hasil penelitian Syafrani

(2015) dapat diketahui bahwa bahwa dari 41 respondenyang

berpengetahuan kurang terdapat kejadian dispepsia sebanyak 31

responden (40,8%). Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai p = 0,002

(p < 0,05), dengan demikian secara statistik ada hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan kejadian disepsia pada


masyarakat di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo tahun

2015.

Didukung juga hasil penelitian Anita (2016) dari 56 responden

berpengetahuan baik cenderung tidak menderita dispepsia (64,1%)

dibanding dengan menderita dispepsia (35,9%) sedangkan responden

yang berpetahuan kurang cenderung menderita dispepsia (59,2%)

diabanding dengan yang tidak menderita dispepsia (40,8%). Hasil

pengujian korelasi Chi – Square didapatkan hasil ada hubungan

signifikan antara pengetahuan dengan kejadian dispepsia pada remaja

madrasah aliyah swasta.

2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Kejadian Dispepsia pada remaja

di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas

Martapura Timur diketahui bahwa ada hubungan antara Kebiasaan

Makan dengan Kejadian Dispepsia pada remaja di wilayah Kerja

PuskesmasMartapura Timur. Nilai korelasi r = 0.609 yang

menyatakan ada hubungan linier sempurna terhadap kedua variabel

yang dianalisis dengan tingkat hubungan kuat.

Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya

hubungan kebiasaan makan dengan kejadian dispepsia, yang berarti

bahwa apabila kebiasaan makan dengan teratur maka akan

berpengaruh pada tidak terjadinya dispepsia.


Apabila kebiasaan makan pada remaja teratur maka berpeluang

besar tidak terjadi dispepsia begitu pula dengan kebaisaan makan pada

remaja yang tidak teratur maka berpeluang besar juga terjadi

dispepsia.

Hal yang sama dikatakan pula oleh Menurut (Suparyanto, 2012)

pola makan yang baik dan teratur merupakan salah satu dari

penatalaksanaan dyspepsia dan juga menrupakan tindakan preventif

dalam mencegah kejadian dyspepsia. Penyembuhan dyspepsia

membutuhkan pengaturan makanan sebagai upaya untuk memperbaiki

kondisi pencernaan di lambung.

Penelitian di atas sejalan dengan hasil penelitian Rinda Fithriyana

terdapat 51 orang pasien di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkinang

Kota Tahun 2017 dapat di ketahui sebagian responden yang pola

makan teratur terdapat 40 orang (78.4%) tidak mengalami dispepsia

tetapi terdapat 11 orang (21.6%) yang mengalami dispepsia,

dikarenakan kebanyakan umur responden yang sudah tua dan

kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat

merangsang HCL seperti makan pedas, asam, meningkatkan resiko

munculnya gejala dispepsia. Sedangkan dari 82 pasien yang pola

makanan yang tidak teratur pada umumnya mengalami dispepsia

terdapat 70 orang (85.4%) mengalami dispepsia tetapi masih ada 12

orang (14.6%) tidak mengalami dispepsia dikarenakan perilaku yang

dapat merangsang dispepsia tidak dilakukan. Seperti makanmakanan

yang mengandung asam dan pedas.


Menurut Nurul Khotimah dan yesi Ariani (2012), kerja lambung

meningkat pada waktu pagi, yaitu jam 07.00-09.00. Ketika siang hari

berada dalam kondisi normal dan melemah pada waktu malam hari

jam 07.00-09.00 malam dan jeda waktu makan yang baik berkisar

antara 4-5 jam. Jeda waktu makan yang lama dapat mengakibatkan

sindroma dispepsia.

3. Hubungan Antara Pengetahuan Gizi dengan Kebiasaan Makan pada

remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur.

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas

Martapura Timur diketahui bahwa ada hubungan antara Pengetahuan

Gizi dengan Kebiasaan Makan di wilayah Kerja Puskesmas Martapura

Timur. Nilai korelasi r = 0.416 yang menyatakan ada hubungan linier

sempurna terhadap kedua variabel yang dianalisis dengan tingkat

hubungan cukup kuat.

Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya

hubungan pengetahuan gizi dengan kebiasaan makan, yang berarti

bahwa apabila Pengetahuan gizi yang cukup dan baik maka akan

berpengaruh pada kebiasaan makan yang teratur.

Apabila pengetahaun gizi pada remaja baik maka berpeluang

besar kebiasaan makan yang baik juga begitu pula dengan

pengetahuan gizi yang kurang pada remaja maka berpeluang besar

juga kebiasaan makan yang tidak teratur.


Didukung penelitian oleh Agnes Grace Florence (2017)

Berdasarkan Tabel 11 diperoleh nilai R = 0.742 untuk korelasi ganda

pengetahuan gizi dan pola konsumsi terhadap sydrom dyspepsia,

artinya menunjukkan bahwa pengetahuan gizi dan pola konsumsi

memiliki hubungan yang kuat terhadap sydrom dyspepsia.

Sejalan juga dengan penelitian Mariana Yuniar (2014) tentang

hubungan pengetahuan gizi dengan kebiasaan makan peserta didik

kelas XI Jasa Boga SMKN 6 Yogyakarta. Hasil perhitungan dengan

bantuan SPSS Versi 13.0 diperoleh nilai r hitung lebih besar dari r

tabel (0,582>0,213) dan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang berarti

kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05). Sedangkan koefisien korelasi yang

diperoleh adalah 0,582 memiliki arah positif. Berdasarkan hasil

tersebut, maka ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan

kebiasaan makan peserta didik kelas XI Jasa Boga SMK N 6

Yogyakarta diterima.

Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat

kembali kandungan gizi makanan serta keguanaan zat gizi tersebut

dalam tubuh. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh

terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada

akhirnya akan berpengaruh pada keadaan seseorang. Semakain tinggi

tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula

keadaan gizinya (Khomsan et al. 2004).

Pengetahuan gizi mempunyai peranan penting dalam

pembentukan kebiasaan makan seseorang, sebab hal ini akan


mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah makanan

yang dikonsumsi (Harper 2015). Suatu hal yang meyakinkan tentang

pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan, yaitu 1)

Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan

kesejahteraan. 2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan

yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk

pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi. 3) Ilmu

gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat

belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.

Penelitian ini mendukung peneltian terdahulu yaitu penelitian

yang dilakukan oleh Nanik Kristianti, Dwi Sarbini dan Mutalazimah

(2009) yang mengambil judul “Hubungan Pengetahuan Gizi Dan

Frekuensi Konsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Peserta didik

SMA Negeri 4 Surakarta”. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak

adanya hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi ini

dikarenakan status gizi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor tidak

langsung tetapi dipengaruhi oleh faktor langsung seperti infeksi dan

konsumsi pangan.
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan pengetahuan gizi

dan kebiasaan makan dengan kejadian dispepsia pada remaja di wilayah

kerja Puskesmas Martapura Timur, dapat disimpulkan bahwa :

1. Umur remaja 18 – 21 tahun sebesar 49,3%.

2. Jenis kelamin remaja perempuan sebesar 67,6%.

3. Pendidikan remaja SMA / Pesantren sebesar 50,7.

4. Pengetahuan gizi yang cukup pada remaja sebesar 54,9%.

5. Kebiasaan makan teratur pada remaja sebesar 63,4%.

6. Remaja yang tidak mengalami dispepsia sebesar 62%.

7. Ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan kejadian dispepsia

pada remaja di wilayah kerja Puskesmas Martapura Timur p=0.000

dan r = 0.456.

8. Ada hubungan antara kebiasaan makan dengan kejadian dispepsia

pada remaja di wilayah kerja Puskesmas Martapura Timur p=0.000

dan r = 0.609.

9. Ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan kebiasaan makan pada

remaja di wilayah kerja Puskesmas Martapura Timur p=0.000 dan r =

0.416.
B. Saran

Adapun beberapa asaran yang akan disampaikan penulis untuk

upaya tindak lanjut adalahsebagai berikut :

1. Bagi Puskesmas

Petugas kesehatan agar lebih aktif lagi memberikan penyuluhan

kepada remaja di sekolah maupun di pesantren tentang pentingnya

pengetahuan gizi dan kebiasaan makan yang baik agar dapat

meningkatkan derajat kesehatan pada remaja.

2. Bagi Remaja

Remaja diharapkan harus secara sadar menerapkan kebiasaan makan

yang baik agar menurunkan angka kejadian penyakit dispepsia dan

menambah wawasan tentang pengetahuan gizi untuk dapat memilih

makanan yang baik dan benar.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat menjadikan bahan informasi bagi

peneliti selanjutnya agar dapat diteliti kembali tentang hubungan

pengetahuan gizi dan kebiasaan makan dengan kejadian dispepsia

pada remaja.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. & Gunawan, J, 2012. Dispepsia dalam Cermin Dunia Kedokteran


Vol. 39 no. 9. www.kalbemed.com/Portal/6/ 197_CME-Dispepsia.
Diakses pada tanggal 15 September 2018.

Adiningsih, 2013. Kerangka konsep dan metode penelitian.


http://gatotciptadi.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/kul.3-Kerangka-konsep-dan-
metode-penelitian-2013.pdf. Diakses pada tanggal 15 September 2018.

Agnes Grace Florance (2017). Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Pola Konsumsi
Dengan Status Gizi Pada Mahasiswa Tpb Sekolah Bisnis Dan Manajemen
Institut Teknologi. Bandung

Almatsier S, 2006. Penuntun Diet Edisi Terbaru. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Almatsier S, 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Andy, 2013. Hubungan Tingkat Stres Dan Pendapatan Keluarga Dengan


Dispepsia Fungsional. Jawa Barat

Anita (2016). Hubungan Pengetahuan Dengan Sindroma Dispepsia Pada Remaja


Madrasah Aliyah Swasta Ulumul Quran Pagar Air. Aceh

Annisa, 2009. Hubungan Ketidakteraturan Makan Dengan Sindroma Dispepsia


Remaja Perempuan di SMS Plus Al-Azhar Medan. Skripsi. Medan:
Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.

Anggita N, 2012. Hubungan Faktor konsumsi dan karakteristik Induvidu Dengan


Persepsi Gangguan Lambung Pada Mahasiswa Penderita Gangguan
Lambung di Pusat Kesehatan Mahasiswa (PKM) Universitas Indonesia
Tahun 2011. Skripsi. Depok : Universitas Indonesia.

Arisman, 2004. Gizi Dalam Dasar Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Aritonang, Irianto, 2012. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Jakarta: CV. Yrama Widya.

Armi, 2014. Hubungan stress Dengan Kejadian Dispepsia Pada Karyawan


Perum Peruri di Karawang Barat 2014. Tesis
http://stikes,wdh.ac.id/media/pdf/manuskrip_ns.armi,_s.kep.,m.kep_2014.pdf.
Diakses pada tanggal 12 September 2018.

Baliwati, Y.F, dkk, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Bangun, 2002. Pengetahuan menjadi tolak titik dalam perubahan sikap dan gaya
hidup. Jakarta: Argo Media Pustaka

Bardanier, 2008. Handbook od NutritionAnd Food. USA : CRC Press.

Briony T, 2001. Manual of Dietetic Practice. Blackwell Science.Ltd. Osney


Mead. Oxford.

Bytzer P, 2009. Dyspepsoa as an Adverse Effect of Drugs. In: Best Practice &
Research Clinical Gastroenterology. Elsevier: 109-120.

Cahyano SB, 2014. Tatalaksana Klinis di Bidang Gastro dan Hepatologi. Jakarta:
Sagung Seto.

Carvalho, R.V.B., Lorena, S.L.S., Almeida, J.R.S., Mesquita, M.A., 2009. Food
Intolerance, Diet Composition, and Eating Patterns in Functional
Dispepsia Patients. Springer.

Chan WW, Burakoff R.2010. Functional(Nonulcer) dyspepsia. In: Greemberger,


Norton J. Current Diagnosis & Treatmen Gastroenterology. Hepatology,
& Endoscopy. Philadelphia: Mc Graw Hill. Pp.203-306.

Chang L, 2006. The Rome Criteria for the Functional Gastroinstestinal Disorder.
World Journal of Gastroenterology 885:898. http://www.medscape.com.
Diakses pada tanggal 12 September 2018.

Champman, (1997). Peran Faktor psikisosial Pada Dispepsia Fungsional.


http://etd.eprints.ums.ac.id/15978/3/BAB_1_ika.pdf. Diakses pada tanggal 12
September 2018.
Corwin E.J., 2009. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Declan Wash. T, 2001. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

Devi Andryani Baer, dkk (2012). Hubungan Pengetahuann Dan Kebiasaan


Makan Pada Pasien Rawat Jalan Usia 20 – 40 Tahun. Manado Sulawesi
Utara

Dewi L, 2011. Pola Makan Sehat Gaya Hidup yang Benar.


http://www/rumahsakitmitrakemayoran.com/pola-makan-sehat-dan-gaya-
hidup-yang-benar/. Diakses pada tanggal 15 September 2018.

Djojoningrat, D., 2009. Dispepsia Fungsional Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Djojoningrat (2009). Dispepsia Fungsional dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam, Jilid I, Edisi 5. Jakarta : InternaPublishing.

Ervianti, 2008. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dispepsia


Pada Pasien Di Wilayah Kerja Puskesmas Bankinang Kota. Universitas
Pahlawan Tuanku Tambusai

Ester, Monica, 2001. Pedoman Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Ettinger S, 2000. Macronutrients: Carbohydrates, Proteins, and Lipids. Di dalam:


Mahan LK dan Escott-stumpt SE, editor. Krause’s Food. Nutrition, and
Diet Therapy 11th Edition. Philadelphia: Saunders hlm. 37-73.

Feinle C, 2001. Role of duodenal Lipid and Cholecystokinin A receptors in the


pathophysiology of functional dyspepsia, Gut ; 48:347-55.

Filipovic BF, Randjalovic T, Kovacevic N, Milinic N, Markovic O, Gajie M, et al.


2011. Laboratory Parameters and Nutritional Status in Patiens with
Fungsional Dyspepsia. Belgrade: European journal of internal medicine.
Firman, 2009. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Dispepsia Pada
Remaja Di Bogor. Institut Pertanian Bogor

Friedman M, 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori, dan Praktek.
Jakarta: EGC.

Fuad I, 2005. Dasar-dasar Kependidikan. Jakrta Rineka Cipta.

Ganong WF, 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-22. Jakarta: EGC.

Ginting A, 2008. Pengaturan proses gatrointestinal. Repository.ac.id. Diakes pada


tanggal 18 September 2018.

Grace, A, P & Borley, R. N. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jkarta:
Erlangga.

Hadi H, 2005. Beban Ganda Masalah dan Implikasinya Terhadap Kebijakan


Pembangunan Nasional. www.gizinet. Diakses pada tanggal 12 September
2018.

Haekal M, 2012, Jenis Sindrom Dispepsia Dengan Status Gizi Bagian Ilmu
Penyakit RSUD dr. Zaenal Abidin Banda Aceh. Skripsi. Nanggroe Aceh
Darussalam : UNSYIAH.

Handayani R. (2004). Interaksi Sosial dalam Dinamika.: Jakarta : Ghalia


Indonesia

Harahap Y, 2009. Karakteristik Penderita Dispepsia RAWAT Inap di RS Martha


Friska Medan Tahun 2007. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Hardani R, 2002. Pola Makan Sehat.


http://fazafaizah.files.wordpress.com/2009/12/makalah_rika.pdf. Diakses
pada tanggal 15 September 2018.

Hardiansyah, D Biawan, 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan


(Diktat Ilmu Gizi Dasar). Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Herman Br, 2004. Fisiologi Pencernaan Untuk Kedokteran. Padang: Andalas
Unibersity Press.

Hermanto, (2011). Pengetahuan Penyakit Dispepsia.


http://www.academia.edu/34747457/HUBUNGAN_PENGETAHUAN_DENGAN_K
EJADIAN_DISPEPSIA_PADA_MASYARAKAT_USIA_30-
49_TAHUN_DI_DESA_SEPUNGGUK_WILAYAH_KERJA_PUSKESMAS_SALO_TAHU
N_2015 diakses pada tanggal 7 Oktober 2018.

Harper (2015). Pangan, Gizi dan Pertanian. Soehardjo Penerjemah. UI Press.


Jakarta.

Ihsan Guad, 2009. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Iping S, 2004. Metode Makan Kuantitatif Cata Mutakhir Untuk Langsung dan
Sehat. Jakarta: Puspa Swarta, 17-18.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Definisi Kata. Kbbi.web.id Diakses pada
tanggal 18 September 2018.

Karina, BR, Widyo PH, Yuwono A. 2013. Perancangan Buku Visual Grafis
tentang Pola Makan Food Combining. http://www.books.google.com.
Diakses pada tanggal 12 Septembet 2018.

Khomsan A, 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.

Khomsan (2004). Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada

Khotimah K, Yesi A, 2012. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Sindrom


Dispepsia Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
2012. Skripsi. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.

Khomsan, 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi jurusan Gizi Masyarakat


dan Sumberdaya keluarg. Bogor : Fakultas Pertanian Bogor.
Khumaidi M, 1994. Gizi Masyarkat. Bogor: Pusat Antar Universitas.

Krause M, 2002. Food, Nutrition, & Diet Therapy. W.B. Saunders Company.
Philadelpia.

Kumar et al., 2012. Dispepsia fungsional di Asia.


http://scholar.unand.ac.id/17680/2/Bab%20I%20Pendahuluan.pdf. Diakses
pada tanggal 12 september 2018.

Lee KJ, Kindt S, Tack J. 2004. Pathophysiology of Functional Dispepsia. Lauven:


Best Practice & Research Clinical Gastroenterology.

Li, M., Lu, B., Chu, L., Zhou, H., Chen, M., 2014. Prevalence and
Characteristics of Dyspepsia Among College Students in Zhejiang
Province. In: World Journal of Gastroenterology. Baishideng Publishing
Group Co: 3649-3645.

Lu et al., 2005. Kejadian Sindrom Dispepsia di Amerika Serikat.


http://digilib.unila.ac.id/6592/15/BAB%20I.pdf. Diakses pada tanggal 12
September 2018.

Massarrat S, 2008. Smoking and Gut. In: Archives of Iranian Medicine, Volume
11. Arch Irian Med: 293-305

Mahadeva S dan Lee GK, 2006. Epidimiology of Fungtional Dyspepsia: A Global


Perspective. World Jurnal of Gastroenterology 12 (17): 2661-2666.

Mansjoer, A, et al, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Medika


Aeusculapeus

Moore MC, 1997. Terapi Diet dan Nutrisi. Hipoerates. Jakarta

Harahap Mu, Shahid U, Abdullah HM, Seed A, Omer F, Shad MA, Siddiqui AM,
Akram J, 2011. Urban-rural inequities in knowledge, attitudes and
practices regarding tuberculosis in two districts of Pakistan’s Punjab
province. Int J Equity Health.
Http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21294873. Diakses pada tanggal 15
September 2018.

Mahda Rosalina (2018). Faktor – faktor yang berhubungan dengan dispepsia


pada remaja SMA. Bogor

Mariana Yuniar Tanti (2014). Hubungan Pengetahuan Gizi Dengan Kebiasaan


Makan Peserta Didik Kelas XI Jasa Boga SMK N 6. Yogyakarta

Muya, Y, dkk, 2011. Karakreristik Penderita Dispepsia Fungsional Yang


Mengalami Kekambuhan di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr.
Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(2) Padang: Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.

Nanik Kristianti, Dwi Sarbini dan Mutalazimah (2009). Hubungan Pengetahuan


Gizi Dan Frekuensi Konsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Peserta didik
SMA Negeri 4. Surakarta

Nasution KN, dkk, 2015. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Sindrom
Dispepsia Pada Mahasiswa Fkultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara Tahun 2015. Skipsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Notoatmodjo, S, 2003. Promosi Kesehatan ( Teori dan Aplikasi). Jakarta: Rineka


Cipta.

Notoatmojo , S, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo (2010) . Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.

Noorastuti PT, 2012. Durasi Ideal Menyantap Seporsi Makanan.


http://life.viva.co.if/news/read/302129-durasi-ideal-menyantap-seporsi-
makanan. Diakses pada tanggal 15 September 2018.

Nurul Khotimah dan Yesi Ariani (2012). Sindroma Dispepsia Mahasiswa


Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara

Prince dan Wilson, 2006. Patofiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi
6. Jakata : EGC.
Purtiantini (2010). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Mengenai Pemilihan
Makanan Jajanan Dengan Perilaku Anak Memilih Makanan di SDIT
Muhammadiyah Al Kautsar Gumpang Kartasura. Surakarta: Prodi S-1
Ilmu Gizi Universitas Muhammadiah Surakarta.

Rahmaika, Bentarisukma Damaiswari (2014). Hubungan Antara Stres Dengan


Kejadian Dispepsia Di Puskesmas Purwodiningratan Jebres
Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rani AA, 2011. Jam Piket Tubuh Manusia. Yogyakarta: DIVA Press

Rani (2015). Hubungan Pola Makan Dengan Sindroma Dispepsia Remaja Putri
Di Smp Negeri I Karya Penggawa Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2013.
Yogyakarta

Ratri Penny Awianti (2016). Hubungan antara Sarapan Pagi dengan. Sindrom
Dispepsia pada Remaja SMP N 16. Surakarta

Redaksi, 2009. Mengutasi Gngguan Penyakit Maag. Yogyakarta: Banyu Media.

Reshetnikov OV, Kurilovich SA, 2007. Populasiton Based Study: Mode of


Dieting and Dyspepsia. PubMed.

Rinda Fithriyana (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Dispepsia Pada Pasien Di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkinang Kot.
Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.

Riyadi, H 2004. Penilaian Status Gizi Dalam Pengantar Pangan dan Gizi.
Penebar Swadaya. Jakarta

Salma, 2011. Pencegahan dan Perawatan Perut Kembung.


http://majalahkesehatan .com/pencegahan-dan-perawatan-perut-kembung/.
Diakses pada tanggal 15 September 1018.

Sherwood, Laura Iee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.

Sinn et al, 2010. Relationship Between Diet and Dyspepsia Syndrome. Jurnal Asia
Tenggara
Soedomo, Hadi, 2008. Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: Lembaga
Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Peretakan
UNS (UNS Press).

Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Sofro M dan Anurogo (2013). 5 Menit Memahami 55 Problematika Kesehatan.


Jogjakarta : D-MEDIKA.

Suhardjo, 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: IPB.

Suparyanto, 2012. Pola Makan pada Penatalaksanaan Dyspepsia. Universitas


riau

Supatiasa IDN, 2014. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Susanti A, dkk, 2011. Faktor Resiko Dispepsia pada Mahasiswa Institut


Pertanian Bogor (IPB). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Syafriani, (2015). Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Dispepsia pada


Masyarakat usia 20-49 tahun di Desa Sepungguk Wilayah Kerja
Puskesmas Salo tahun 2015.
http://www.academia.edu/34747457/HUBUNGAN_PENGETAHUAN_DENGAN_K
EJADIAN_DISPEPSIA_PADA_MASYARAKAT_USIA_30-
49_TAHUN_DI_DESA_SEPUNGGUK_WILAYAH_KERJA_PUSKESMAS_SALO_TAHU
N_2015 diakses pada tanggal 7 Oktober 2018.

Syafriani, (2015). Hubungan Tidak Sarapan Pagi, Jenis Makanan dan Minuman
yang Memicu Asam Lambung dengan Kejadian Dispepsia pada Remaja
usia 15 – 19 tahun di Desan Tambang. Riau : Tambusai

Taley dan Wong, 2002. Faktor-faktor yang di duga menyebabkan sindrom


dispepsia. http://etd.eprints.ums.ac.id/15978/3/BAB_1_ika.pdf. Diakses pada
tanggal 12 September 2018.
Tapes B, 2011. Subgrups of dispepsia. In: Duvnjak, M, ed. Dysispepsia in Clicical
Practice. The Journal Of Internal Mdicine, Jakarta.

Taringan CJ, 2003. Perbedaan Depresi pada Pasien Dispepsia Fungsional dan
Dispepsia Organik. Medan: Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran,
Univeristas Sumatera Utara.

Uleng, AST., Jayalangka, A., Hawaidah, Patellongi, I., 2011. Hbungan Derajat
Ans dengan Dispepsia Organik.
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/2eb17594ee3e7559a1d9e2a420fb329pdf.
Diakses pada tanggal 15 september 2018.

Undang-undang sisdiknas tahun 2013

Verawati, 2013. Hubungan Pengeetahuan dan Tingkat Stres pada Pasien Rs. M
Djamil Padang. Sumatera Barat

WHO, 1010. Penderita Dispepsia, http://www.dispepsia.org/en/artikel/kesehatan.


Diakses pada tanggal 18 September 2018.

WHO, 2014. Global Status Report on noncommunicable disease. Switzerland:


World Health Organization.

WHO, 1011. WHO Global Observatory on Health Research and Development.


World Health Organization.

Widyawati, 2009. Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Dispepsia Di


Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwung Kabupaten Kendal. Jawa Tengah

Wong et al., 2002. Sindrom Dispepsia Amerika Serikat.


http://digilib.unila.ac.id/6592/15/BAB%20I.pdf. Di akses pada tanggal 21 12
september 2018.

Worhington, 2010. Nutrition Throughout the life cycle. Mc Graw Hill Company.
USA
Yu, J., et al., 2013. Gastrointestinal Sympotoms and Associated Factors in
Chinese Patient with Functional Dyspepsia. In: World Jurnal
Gastroenterology. Baishideng: 5357-5364
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Dispepsia / Tidak Dispepsia :

Dengan ini menyatakan bersedia menjadi responden penelitian dan akan

memberikan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan penelitian yang

berjudul “Hubungan Pengetahuan Gizi dan Kebiasaan Makan dengan Kejadian

Dispepsia pada Remaja di Wilayah Puskesmas Martapura Timur”.

Dengan pernyataan ini dibuat tanpa adanya paksaan dari pihak manapun

dan Saya berhak menuntut atas kerahasiaan informasi yang Saya berikan.

Banjarbaru,
2019

Peneliti, Yang membuat pernyataan,

(Rahmat Hidayat) (………………………………)


KUESIONER KEBIASAAN MAKAN

Frekuensi Makan

1. Berapa kali biasanya Anda makan utama dalam sehari ?


a. 3 kali
b. > 3 kali
c. < 3 kali
d. Tidak tentu

2. Apakah Anda sarapan pagi setiap harinya ... ?


a. Ya, rutin setiap hari
b. Sering ( 3 – 6 kali seminggu )
c. Jarang ( < 3 kali seminggu )
d. Tidak pernah

3. Apakah Anda sarapan siang setiap harinya ... ?


a. Ya, rutin setiap hari
b. Sering ( 3 – 6 kali seminggu )
c. Jarang ( < 3 kali seminggu )
d. Tidak pernah

4. Apakah Anda sarapan malam setiap harinya ... ?


a. Ya, rutin setiap hari
b. Sering ( 3 – 6 kali seminggu )
c. Jarang ( < 3 kali seminggu )
d. Tidak pernah

5. Apakah Anda memiliki kebiasaan memakan cemilan setiap hari ... ?


a. Ya, rutin setiap hari
b. Sering ( 3 – 6 kali seminggu )
c. Jarang ( < 3 kali seminggu )
d. Tidak pernah
6. Bila ya, berapa kali Anda memakan cemilan dalam sehari ... ?
a. 2 – 3 kali
b. > 3 kali
c. < 2 kali
d. Tidak pernah
Sumber : Fitria Fasha, 2016

Jadwal Makan

7. Apakah Anda sarapan pagi pada pukul 07.00 – 09.00 setiap harinya ... ?
a. Ya, rutin setiap hari
b. Sering ( 3 – 6 kali seminggu )
c. Jarang ( < 3 kali seminggu )
d. Tidak pernah

8. Apakah Anda mengkonsumsi cemilan pagi sekitar pukul 10.00 setiap harinya
... ?
a. Ya, rutin setiap hari
b. Sering ( 3 – 6 kali seminggu )
c. Jarang ( < 3 kali seminggu )
d. Tidak pernah

9. Apakah Anda makan siang pada pukul pukul 12.00 – 14.00 setiap harinya ... ?
a. Ya, rutin setiap hari
b. Sering ( 3 – 6 kali seminggu )
c. Jarang ( < 3 kali seminggu )
d. Tidak pernah

10. Apakah Anda mengkonsumsi cemilan sore sekitar pukul 16.00 setiap harinya
... ?
a. Ya, rutin setiap hari
b. Sering ( 3 – 6 kali seminggu )
c. Jarang ( < 3 kali seminggu )
d. Tidak pernah

11. Apakah Anda makan malam pada pukul pukul 19.00 – 21.00 setiap harinya ...
?
a. Ya, rutin setiap hari
b. Sering ( 3 – 6 kali seminggu )
c. Jarang ( < 3 kali seminggu )
d. Tidak pernah
Sumber : Penuntun Diet Tahun 2005

Jeda Makan

12. Apakah jeda waktu makan yang anda gunakan 4 – 5 jam setiap harinya ... ?
a. Ya, rutin setiap hari
b. Sering ( 3 – 6 kali seminggu )
c. Jarang ( < 3 kali seminggu )
d. Tidak pernah
Sumber : Iping, 2004

Durasi Waktu Makan

13. Berapa lama waktu yang Anda perlukan untuk menghabiskan seporsi
makanan utama adalah ± 20 menit ... ?
a. Ya, setiap kali makan
b. Ya, satu kali makan dalam sehari
c. Jarang, kurang dari satu kali dalam sehari
d. Tidak pernah
Sumber : McKevith, 2015
PENGETAHUAN GIZI

1. Penyebab penyakit dispepsia adalah … ?


a. Suka dengan makanan yang manis
b. Suka dengan makanan yang hambar
c. Suka dengan makanan pedas dan asam

2. Gejala dispepsia adalah…?


a. Sering merasakan panas dalam
b. Sering merasanya nyeri ulu hati dan cepat merasa kenyang
c. Sering merasanya gatal –gatal di bagian mata

3. Menurut anda makanan apa yang harus dihindari penyakit dispepsia adalah...?
a. Makanan berlemak, pedas, dan asam
b. Makanan pedas, asam, dan manis
c. Makanan berlemak, asam dan manis

4. Menurut anda makanan yang baik dikonsumsi untuk penyakit dispepsia adalah...?
a. Bubur ayam
b. Sate ayam
c. Nasi kuning

5. Menurut anda buah yang baik dikonsumsi untuk penyakit dispepsia adalah...?
a. Nangka
b. Anggur
c. Semangka

6. Menurut anda sayuran baik dikonsumsi penyakit dispepsia adalah...?


a. Kacang panjang
b. Wortel
c. Kol

7. Menurut anda minuman yang harus dihindari penyakit dispepsia adalah ... ?
a. Minuman kafien
b. Minuman soda
c. Minuman alkohol

8. Sala satu cara menanggani jika keambuhan dispepsia terjadi...?


a. Istirahat yang cukup yaitu minimal 7 jam pada malam hari
b. Rajin berolahraga
c. Semua salah

9. Susunan menu seimbang terdiri dari ?


a. Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah – buahan
b. Nasi, lauk hewani, lauk nabati, susu
c. Nasi, lauk nabati, sayuran, buah-buahan, susu

10. Menurut anda frekuensi makanan sehari yang baik adalah ... ?
a. Tiga kali sehari, teratur, dan sesuai kondisi kesehatan seseorang
b. Tiga kali sehari dan tidak teratur
c. Dua kali sehari tetapi teratur
FOTO PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai