Anda di halaman 1dari 8

F4 PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

1. PENYULUHAN PEMBERIAN VITAMIN A DI POSYANDU DESA


REJOSARI TIMUR

Latar belakang

Vitamin A merupakan zat gizi essensial yang sangat diperlukan tubuh untuk
perumbuhan dan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Kekurangan vitamin A dapat
menyebabkan kebutaan pada anak yang dapat dicegah serta meningkatkan risiko kesakitan
dan kematian. Asupan vitamin A dari makanan sehari-hari masih rendah sehingga diperlukan
suplementasi gizi berupa kapsul vitamin A.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2015 tentang Standar Kapsul
Vitamin A bagi Bayi, anak Balita, dan Ibu Nifas, kapsul vitamin A merupakan kapsul lunak
dengan ujung (nipple) yang dapat digunting, tidak transparan (opaque), dan mudah untuk
dikonsumsi, termasuk masuk ke dalam mulut balita. Kapsul vitamin A diberikan kepada
bayi, anak balita, dan ibu nifas. Kapsul vitamin A bagi bayi usia 6 – 11 bulan berwarna biru
dan mengandung retinol (palmitat/asetat) 100.000 IU, sedangkan kapsul vitamin A untuk
anak balita usia 12-59 bulan dan ibu nifas berwarna merah dan mengandung retinol
(palmitat/asetat) 200.000 IU.

Sesuai dengan Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A waktu pemberian kapsul


vitamin A pada bayi dan anak balita dilaksanakan serentak pada bulan Februari atau Agustus.
Frekuensi pemberian vitamin A pada bayi 6-11 bulan adalah 1 kali sedangkan pada anak
balita 12-59 bulan sebanyak 2 kali. Pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas dilakukan
sebanyak 2 kali yaitu satu kapsul segera setelah saat persalinan dan satu kapsul lagi pada 24
jam setelah pemberian kapsul pertama.

Permasalahan

Cakupan pemberian vitamin A pada balita di Indonesia berdasarkan PSG


(Pemantauan Status Gizi) 2017 adalah 94,73%. Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada
balita usia 6-59 bulan di Jawa Tengah tahun 2017 adalah 97,2 persen, sedikit menurun bila
dibandingkan dengan cakupan tahun 2016 yang mencapai 97,7 persen.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Bentuk kegiatan : Penyuluhan Pemberian Vitamin A di Posyandu Desa Rejosari Timur

Tujuan :

1. Memberikan pengetahuan mengenai defisiensi vitamin A

2. Memberikan pengetahuan mengenai vitamin A dan cara pemberiannya

Waktu pelaksanaan : 12 Februari 2020 pukul 08.00-10.00 WIB

Lokasi : Posyandu Desa Rejosari Timur

Peserta : Ibu dan Balita, Kader, Bidan Desa Rejosari Timur

Pelaksanaan

Telah dilaksanakan penyuluhan mengenai pemberian vitamin A. Materi yang


diberikan berupa defisiensi vitamin A dan cara pemberiannya untuk anak. Seluruh balita
berusia lebih dari 6 bulan diberikan vitamin A sesuai dosis masing-masing.

Monitoring dan evaluasi

Masyarakat tampak antusias mengikuti kegiatan ini, terlihat dari keaktifan peserta saat
sesi tanya jawab. Seluruh balita usia lebih dari 6 tahun yang hadir di Posyandu diberikan
vitamin A sesuai dosis masing-masing.

2. PENYULUHAN GAKY DAN GARAM YODIUM DI POSYANDU DESA


AMPEL WULUNG

Latar belakang

Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan salah satu


masalah kesehatan yang serius bagi masyarakat mengingat dampaknya sangat besar terhadap
kesehatan dan kecerdasan yang mempengaruhi kelangsungan hidup serta kualitas sumber
daya manusia. Semua gangguan ini dapat berakibat pada rendahnya prestasi belajar anak usia
sekolah, rendahnya produktivitas kerja pada orang dewasa serta timbulnya berbagai
permasalahan sosial ekonomi masyarakat yang dapat menghambat laju Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di Indonesia. Dampak dari kekurangan yodium dapat mengakibatkan
pembesaran kelenjar gondok dan hipotiroid, gangguan perkembangan mental, kelemahan
fisik, pertumbuhan terhambat, kegagalan reproduksi, kerusakan perkembangan sistem syaraf,
keguguran, prestasi belajar anak usia sekolah menurun, rendahnya produktivitas kerja pada
orang dewasa dan munculnya berbagai masalah ekonomi masyarakat yang dapat
menghambat pembangunan. Masalah GAKY di Indonesia disebabkan karena kurangnya
cakupan konsumsi garam beryodium yang memenuhi syarat oleh rumah tangga atau
masyarakat. Hal ini didasarkan pada rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya
garam beryodium bagi kesehatan dan kecerdasan manusia. Sosialisasi sangat penting karena
merupakan salah satu upaya untuk penanggulangan GAKY yang efektif.

Permasalahan

Daerah Kecamatan Tersono berupa pegunungan dimana daerah pegunungan memiliki


resiko yang lebih besar untuk terjadi GAKY karena yodium yang terkandung di tanah
maupun air sudah banyak terkikis dan larut menuju hilir

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Bentuk kegiatan : Penyuluhan GAKY dan Garam Yodium di Posyandu Desa Ampel Wulung

Tujuan :

1. Memberikan pengetahuan mengenai GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium)

2. Memberikan pengetahuan mengenai garam beryodium dan cara penggunaannya

3. Melakukan pemeriksaan sederhana kandungan Yodium pada garam yang dikonsumsi


masyarakat

Waktu pelaksanaan : 10 Maret 2019 pukul 09.00-11.00 WIB

Lokasi : Posyandu Desa Ampel Wulung

Peserta : Ibu dan Balita, Kader, Bidan Desa Ampel Wulung

Pelaksanaan

Telah dilaksanakan penyuluhan mengenai GAKY dan Garam Yodium. Materi yang
diberikan berupa pengertian GAKY dan cara pencegahannya. Peserta juga diberikan materi
berupa garam beryodium dan cara penggunaannya. Garam peserta yang digunakan untuk
memasak dilakukan pemeriksaan kandungan yodium sederhana.

Monitoring dan evaluasi

Masyarakat tampak antusias mengikuti kegiatan ini, terlihat dari keaktifan peserta saat
sesi tanya jawab dan saat pemeriksaan kandungan Yodium. Dari seluruh garam yang
diperiksa, didapatkan seluruhnya telah mengandung Yodium. Perlu ada pemeriksaan lebih
lanjut untuk deteksi dini penyakit GAKY pada anak.

3. PENYULUHAN STUNTING DAN ISI PIRINGKU DI POSYANDU


DESA KRANGGAN
Latar Belakang
Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seorang anak lebih pendek
dibandingkan dengan tinggi badan anak seusianya. Hal ini disebabkan karena kurangnya
asupan gizi sejak dalam kandungan hingga usia 6 tahun. Stunting baru akan nampak setelah
anak berusia 2 tahun. Selain asupan gizi yang kurang baik pada ibu hamil maupun anak
balita, terbatasnya layanan kesehatan berupa Antenatal Care dan Postnatal Care juga menjadi
penyebab terjadinya stunting. Sanitasi dan perilaku hidup bersih juga berperan penting
terhadap terhadap kejadian stunting.
Dari hasil riset kesehatan dasar tahun 2013, prevalensi stunting di Indonesia mencapai
37,2%. Pemantauan status gizi tahun 2016 mencapai 27,5%, sedangkan batasan dari WHO <
20%. Hal ini berarti pertumbuhan yang tidak maksimal dialami oleh sikitar 8,9 juta anak
Indonesia, atau 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting. Lebih dari 1/3 anak berusia di
bawah 5 tahun di Indonesia tingginya berada di bawah rata-rata.
Penanganan stunting dilakukan melalui intervensi spesifik dan sensitif pada sasaran
1000 hari pertama kehidupan seorang anak sampai berusia 6 tahun. Oleh karena itu, agar
intervensi yang dilakukan dapat berjalan dengan baik, maka perlu diadakannya penyuluhan
mengenai stunting dan pemberian makanan tambahan yang dilakukan di posyandu-posyandu.
Permasalahan
Stunting di Indonesia menempati urutan 4 dunia. 1 dari 3 anak Indonesia mengalami
stunting. Banyak ibu hamil yang belum mengetahui bahwa pemenuhan gizi anak untuk
mencegah stunting dimulai dari konsepsi sampai 1000 hari pertama kehidupan yaitu sekitar
anak usia 2 tahun. Puskesmas Tersono belum memiliki program khusus untuk pencegahan
dan penatalaksanaan gizi buruk.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Bentuk kegiatan : Penyuluhan Stunting dan Isi Piringku di Posyandu Desa Kranggan

Tujuan :

1. Memberikan pengetahuan mengenai pengertian stunting, penyebab dan cara


pencegahannya
2. Memberikan pengetahuan mengenai menu makanan gizi seimbang

3. Melakukan pemberian makanan tambahan untuk balita di Posyandu Desa Kranggan

Waktu pelaksanaan : 22 Januari 2019 pukul 08.00-10.00 WIB

Lokasi : Posyandu Desa Kranggan

Peserta : Ibu dan Balita, Kader, Bidan Desa Kranggan

Pelaksanaan
Telah dilakukan kegiatan penyuluhan stunting dan isi piringku di posyandu Desa
Kranggan. Kegiatan diawali dengan mengisi absen dan dilakukan pengukuran dan
penimbangan balita. Selanjutnya peserta posyandu diberikan makanan tambahan berupa
bubur kacang hijau dan susu. Peserta diberikan materi mengenai pengertian stunting,
penyebab dan cara pencegahannya. Dilanjutkan dengan materi mengenai menu makanan isi
seimbang. Terakhir penyuluhan ditutup dengan sesi tanya jawab mengenai materi yang
disampaikan.
Monitoring dan Evaluasi
Peserta antusias dalam penyuluhan ini dilihat dari keaktifan peserta saat sesi tanya
jawab mengenai materi. Pemberian makanan tambahan diharapkan tidak hanya menu kacang
hijau namun dapat dimulai dengan menu gizi seimbang. Diharapkan saat posyandu dapat
selalu diberikan materi penyuluhan mengenai kesehatan, karena antusiasme peserta cukup
tinggi. Pemberian makanan tambahan diharapkan dapat bervariasi sehingga balita tidak bosan
dan kebutuhan gizinya terpenuhi. Puskesmas dapat mengadakan program khusus untuk
pencegahan stunting yang melibatkan masyarakat secara aktif.

4. PENYULUHAN ANEMIA DAN PEMBERIAN TABLET TAMBAH DARAH


BAGI REMAJA PUTRI MTS MUHAMMADIYAH TANJUNGSARI
LATAR BELAKANG
Wanita usia subur cenderung menderita anemia karena wanita mengalami siklus
menstruasi setiap bulan. Kekurangan zat besi dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga
dapat menyebabkan produktivitas menurun. Asupan zat besi dapat diperoleh melalui
makanan bersumber protein hewani seperti hati, ikan, dan daging. Namun karena belum
semua masyarakat dapat menjangkau makanan tersebut, diperlukan asupan zat besi tambahan
yang diperoleh dari tablet tambah darah (TTD).
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia. Dampak
anemia terhadap remaja putri yaitu akan mengakibatkan perkembangan motorik, mental dan
kecerdasan terhambat, menurunnya prestasi belajar, tingkat kebugaran menurun, dan tidak
tercapainya tinggi badan maksimal. Anemia pada remaja juga akan memberikan kontribusi
yang negatif pada masa kehamilan kelak yang menyebabkan kelahiran bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR), kesakitan bahkan kematian pada ibu dan anak bahkan kematian
pada ibu dan anak.
Permasalahan
Prevalensi anemia di negara-negara maju diperkirakan sekitar 9%, sedangkan di
negara berkembang prevalensinya 43%. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan persentase
anemia pada WUS umur 15-44 tahun sebesar 35,3%. Anak-anak dan wanita usia subur
(WUS) adalah kelompok yang paling berisiko, dengan perkiraan prevalensi anemia pada
balita sebesar 47%, pada wanita hamil sebesar 42%, dan pada wanita yang tidak hamil usia
15-49 tahun sebesar 30%. World Health Organization (WHO) menargetkan penurunan
prevalensi anemia pada WUS sebesar 50% pada tahun 2025.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Bentuk kegiatan : Penyuluhan Anemia dan Pemberian Tablet Tambah Darah bagi Remaja
Putri

Tujuan :

1. Memberikan pengetahuan mengenai anemia, penyebab dan cara pencegahannya

2. Memberikan pengetahuan mengenai tablet tambah darah dan cara mengkonsumsinya

3. Melakukan pemberian tablet tambah darah bagi Remaja Putri

Waktu pelaksanaan : 17 Desember 2019 pukul 08.00-11.00 WIB

Lokasi : MTS Muhammadiyah Tanjungsari

Peserta : Siswa kelas 7 MTS Muhammadiyah Tanjungsari

Pelaksanaan

Telah dilaksanakan program penyuluhan anemia dan pemberian tablet tambah darah
bagi remaja putri 7 MTS Muhammadiyah Tanjungsari. Materi yang disampaikan berupa
pengertian anemia, penyebab, tanda dan gejala serta cara pencegahannya. Disampaikan juga
bahwa tablet tambah darah diberikan untuk mencegah anemia. Selanjutnya remaja putri
diberikan tablet tambah darah dan diajarkan cara mengkonsumsinya.

Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan berlangsung kondusif dan peserta tampak antusias dengan materi yang
disampaikan. Peserta banyak yang belum mengerti mengenai anemia. Saat dilakukan tanya
jawab, tampak peserta aktif bertanya seputar materi yang diberikan. Tablet tambah darah
dibagikan pada seluruh remaja putri.

5. KUNJUNGAN ANAK DENGAN GIZI BURUK DI DESA GONDO,


KECAMATAN TERSONO
Latar belakang
Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua.
Perlunya perhatian lebih terhadap tumbuh kembang anak di usia balita didasarkan fakta
bahwa kurang gizi pada masa emas ini bersifat irreversible (tidak dapat pulih), sedangkan
kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Riskesdas tahun 2014
menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat 32.521 (14%) balita dengan kasus gizi buruk dan
17 % balita kekurangan Gizi (malnutrisi), angka tersebut menurun jika dibandingkan dengan
tahun 2013 (19,6%) balita kekurangan gizi, akan tetapi target SDGS masih belum tercapai
(KemenkesRI, 2014). Provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat ke 2 dari 34 Provinsi
Indonesia dengan kasus balita gizi buruk pada tahun 2014 sebanyak 4.107 (0,15%) balita dari
jumlah balita yang ada di Jawa Tengah. Angka ini mengalami peningkatan apabila
dibandingkan tahun 2012 berjumlah 1.131 (0,06%), padahal persentase balita gizi buruk
mendapatkan perawatan tahun 2012 sebesar 100%. (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,
2014). Masalah gizi merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling terkait. UNICEF
mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab kurang gizi dapat dilihat dari penyebab
langsung dan tidak langsung serta pokok permasalahan dan akar masalah. Faktor penyebab
langsung meliputi makanan tidak seimbang dan infeksi, sedangkan faktor penyebab tidak
langsung meliputi ketahanan pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan
kesehatan anak dan lingkungan
Permasalahan
- Berdasarkan laporan kader Tersono, terdapat 1 anak dengan gizi buruk di Desa Gondo
- Intervensi terhadap anak dengan gizi buruk harus segera dilakukan
Perencanaan dan intervensi
Bentuk kegiatan : Kunjungan Anak dengan Gizi Buruk di Desa Gondo, Kecamatan Tersono
Tujuan :
1. Memberikan pengetahuan mengenai gizi buruk dan akibat yang ditimbulkannya
2. Memberikan pengetahuan mengenai penanganan lebih lanjut gizi buruk
Intervensi
1. Edukasi mengenai gizi buruk dan akibat yang ditimbulkan
2. Edukasi mengenai penanganan lebih lanjut gizi buruk
3. Memberikan bantuan berupa susu formula untuk kenaikan berat badan anak
Pelaksanaan
Telah dilaksanakan kunjungan anak dengan gizi buruk di Desa Gondo pada Jumat, 10 Januari
2020 pukul 11.00- 12.00 WIB. Dilakukan wawancara dengan orang tua pasien terkait faktor
resiko, nutrisi dan perkembangan anak. Setelah itu dilakukan pengecekan buku KIA milik
anak. Kemudian dilakukan pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala anak.
Setelah itu dilakukan edukasi mengenai gizi buruk dan penanganan lebih lanjut. Orang tua
diminta untuk lebih sering memberikan makan meskipun dengan porsi sedikit. Makanan yang
diberikan harus cukup karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin. Disarankan untuk
memberikan nasi tim mentega sehingga berat badan anak dapat mengalami peningkatan.
Berat badan anak akan dipantau setiap bulan oleh pihak Puskesmas.
Monitoring dan Evaluasi
Selain pelaksanaan kunjungan rumah diperlukan tindakan lebih lanjut mengenai penyuluhan
kepada masyarakat desa untuk meningkatkan pengetahuan mengenai gizi buruk. Masyarakat
masih menganggap anak dengan gizi buruk bukan masalah yang berarti jika tidak ada gejala
yang muncul

Anda mungkin juga menyukai