PEMBIMBING:
Solikin, Ns., M.Kep.,Sp.,Kep.,MB
Yuanita Pandang Sari, S.Kep.,Ners
OLEH :
Muhammad Fajriasnyah Kurniawan, S.Kep
NPM. 2014901110047
DI POLI THT
Intermiten Persisten
Gejala Gejala
Ringan Sedang-Berat
3. Etiologi
Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:
a. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara
pernapasan, misalnya tungau debu rumah, kecoa, serpihan
epitel kulit binatang, rerumputan, serta jamur.
b. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa
makanan, misalnya susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang
kepiting, dan kacang-kacangan.
c. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan,
misalnya penisilin dan sengatan lebah.
d. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau
jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasanBerbagai
pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa
faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau
aroma yang kuat atau merangsang, perubahan cuaca, dan
kelembaban yang tinggi.
4. Manifestasi Klinik
Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari,
keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung
dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air
mata (lakrimasi).
Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa
bersin, mata atau palatum yang gatal berair, rinore, hidung gatal,
hidung tersumbat.
Pada mata dapat menunjukkan gejala berupa mata merah, gatal,
conjungtivitis, mata terasa terbakar, dan lakrimasi.
Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba, efusi telinga bagian
tengah.
Yang paling umum terjadi adalah:
a. Kongesti nasal
b. Secret hidung yang jernih serta encer
c. Bersin- bersin
d. Rasa gatal pada hidung
e. Sering terdapat rasa gatal pada tenggorok dan palatum mole
f. Timbul batuk kering atau suara parau
g. Sakit kepala, nyeri didaerah paranasal
h. Epistaksis dapat juga menyertai rhinitis alergi
5. Patofisiologi
Awal terjadinya reaksi alergi dimulai dengan respon pengenalan
alergen/antigen oleh sel darah putih yang dinamai sel makrofag,
monosit dan atau sel dendrit. Sel-sel tersebut berperan sebagai sel
penyaji ( antigen presenting cell/sel APC), dan berada di mukosa
saluran pernafasan. Antigen yang menempel pada permukaan mukosa
tersebut ditangkap oleh sel-sel APC, kemudian dari antigen terbentuk
fragmen peptida imunogenik. Fragmen pendek peptida ini bergabung
dengan MHC-II yang berada pada permukaan sel APC. Komplek
peptida-MHC-II ini akan dipresentasikan ke limfosit T yang diberi
nama Helper-T cells (TH0). Apabila sel TH0 memiliki reseptor spesifik
terhadap molekul komplek peptida-MHC-II tersebut, maka akan terjadi
penggabungan kedua molekul tesebut.
Sel APC akan melepas sitokin yang salah satunya adalah IL-1. IL-1
akan mengaktivasi TH0 menjadi TH1 dan TH2. Sel TH2 melepas sitokin
antara lain IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13. IL-4 dan IL-13 akan ditangkap
resptornya pada permukaan limfosit-B, akibatnya akan terjadi aktivasi
limfosit-B. Limfosit-B aktif ini memproduksi IgE.
Molekul IgE beredar dalam sirkulasi darah akan memasuki jaringan
dan ditangkap eleh reseptor IgE pada permukaan sel mastosit atau sel
basofil. Maka akan terjadi degranulasi sel mastosit dengan akibat
terlepasnya mediator alergis.Mediator yang terlepas terutama histamin.
Histamin menyebabkan kelenjar mukosa dan goblet mengalami
hipersekresi, sehingga hidung beringus. Efek lainnya berupa gatal
hidung, bersin-bersin, vasodilatasi dan penurunan permeabilitas
pembuluh darah dengan akibat pembengkakan mukosa sehingga
terjadi gejala sumbatan hidung.
Reaksi alergi yang segera terjadi akibat histamin tersebut dinamakan
reaksi alergi fase cepat (RAFC), yang mencapai puncaknya pada 15-20
menit pasca paparan alergen dan berakhir pada sekitar 60 menit
kemudian. Sepanjang RAFC mastosit juga melepas molekul-molekul
kemotaktik yang terdiri dari ECFA (eosinophil chemotactic factor of
anaphylatic) dan NCEA (neutrophil chemotactic factor of
anaphylatic). Kedua molekul tersebut menyebabkan penumpukkan sel
eosinofil dan neutrofil di organ sasaran.
Reaksi alergi fase cepat ini dapat berlanjut terus sebagai reaksi alergi
fase lambat (RAFL) sampai 24 bahkan 48 jam kemudian. Tanda khas
RAFL adalah terlihatnya pertambahan jenis dan jumlah sel-sel
inflamasi yangberakumulasi di jaringan sasaran dengan puncak
akumulasi antara 4-8 jam. Sel yang paling konstan bertambah banyak
jumlahnya dalam mukosa hidung dan menunjukkan korelasi dengan
tingkat beratnya gejala pasca paparan adalah eosinofil.
PATHWAY
Allergen
Jaringan mukosa
c. Gangguan rasa nyaman b/d odema pada mukosa hidung d/d pasien
mengatakan bersin-bersin, rasa gatal,secret hidung jernih,
Tujuan : pasien menunjukkan tanda-tanda kearah perbaikan
kenyamanan