Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN RHINITIS

POLI THT RSUD SULTAN SURIANSYAH

PEMBIMBING:
Solikin, Ns., M.Kep.,Sp.,Kep.,MB
Yuanita Pandang Sari, S.Kep.,Ners

OLEH :
Muhammad Fajriasnyah Kurniawan, S.Kep

NPM. 2014901110047

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS
BANJARMASIN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN RINITIS

DI POLI THT

RSUD SULTAN SURIANSYAH

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh alergi
pada pasien yang atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan
alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.
Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi
hidung yang terjadi setelah paparan alergen melalui inflamasi pada
mukosa hidung.
Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and It’s Impact on
Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-
bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
alergen yang diperantarai oleh IgE.
Rinitis alergi merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering
ditemukan dan diperkirakan diantarai oleh reaksi imunologi cepat
(hipersensitivitas) . ( Brunner and Suddart, Edisi 8 vol 3)
2. Klasifikasi
Rinitis alergi sebelumnya dibagi berdasarkan waktu pajanan menjadi
rinitis alergi musiman (seasonal), sepanjang tahun (perenial) dan
akibat kerja (occasional). Rinitis alergi musiman hanya ada di negara
yang memiliki empat musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu
tepungsari dan spora jamur. Gejala ketiganya hampir sama, hanya sifat
berlangsungnya yang berbeda. Gejala rinitis alergi sepanjang tahun
timbul terus menerus atau intermiten.
Namun sekarang klasifikasi rinitis alergi menggunakan parameter
gejala dan kualitas hidup, berdasarkan lamanya dibagi menjadi
intermiten dengan gejala ≤4 hari perminggu atau ≤4 minggu dan
persisten dengan gejala >4 hari perminggu dan >4 minggu.
Berdasarkan beratnya penyakit dibagi dalam ringan dan sedang-berat
tergantung dari gejala dan kualitas hidup. Dikatakan ringan yaitu tidak
ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, olah
raga, belajar, bekerja dan lain-lain yang mengganggu. Dikatakan
sedang-berat jika terdapat satu atau lebih gangguan tersebut di atas.

Intermiten Persisten

Gejala Gejala

 ≤ 4 hari per minggu  > 4 hari per minggu


 atau ≤ 4 minggu  dan > 4 minggu

Ringan Sedang-Berat

 tidur normal Satu atau lebih gejala


 aktivitas sehari-hari, saat olah
 tidur terganggu
raga dan santai normal
 aktivitas sehari-hari, saat olah
 bekerja dan sekolah normal
raga dan santai terganggu
 tidak ada keluhan yang
 masalah dalam sekolah dan
mengganggu
bekerja
 ada keluhan yang mengganggu

3. Etiologi
Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:
a. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara
pernapasan, misalnya tungau debu rumah, kecoa, serpihan
epitel kulit binatang, rerumputan, serta jamur.
b. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa
makanan, misalnya susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang
kepiting, dan kacang-kacangan.
c. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan,
misalnya penisilin dan sengatan lebah.
d. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau
jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasanBerbagai
pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa
faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau
aroma yang kuat atau merangsang, perubahan cuaca, dan
kelembaban yang tinggi.
4. Manifestasi Klinik
Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari,
keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung
dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air
mata (lakrimasi).
Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa
bersin, mata atau palatum yang gatal berair, rinore, hidung gatal,
hidung tersumbat.
Pada mata dapat menunjukkan gejala berupa mata merah, gatal,
conjungtivitis, mata terasa terbakar, dan lakrimasi.
Pada telinga bisa dijumpai gangguan fungsi tuba, efusi telinga bagian
tengah.
Yang paling umum terjadi adalah:
a. Kongesti nasal
b. Secret hidung yang jernih serta encer
c. Bersin- bersin
d. Rasa gatal pada hidung
e. Sering terdapat rasa gatal pada tenggorok dan palatum mole
f. Timbul batuk kering atau suara parau
g. Sakit kepala, nyeri didaerah paranasal
h. Epistaksis dapat juga menyertai rhinitis alergi
5. Patofisiologi
Awal terjadinya reaksi alergi dimulai dengan respon pengenalan
alergen/antigen oleh sel darah putih yang dinamai sel makrofag,
monosit dan atau sel dendrit. Sel-sel tersebut berperan sebagai sel
penyaji ( antigen presenting cell/sel APC), dan berada di mukosa
saluran pernafasan. Antigen yang menempel pada permukaan mukosa
tersebut ditangkap oleh sel-sel APC, kemudian dari antigen terbentuk
fragmen peptida imunogenik. Fragmen pendek peptida ini bergabung
dengan MHC-II yang berada pada permukaan sel APC. Komplek
peptida-MHC-II ini akan dipresentasikan ke limfosit T yang diberi
nama Helper-T cells (TH0). Apabila sel TH0 memiliki reseptor spesifik
terhadap molekul komplek peptida-MHC-II tersebut, maka akan terjadi
penggabungan kedua molekul tesebut.
Sel APC akan melepas sitokin yang salah satunya adalah IL-1. IL-1
akan mengaktivasi TH0 menjadi TH1 dan TH2. Sel TH2 melepas sitokin
antara lain IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13. IL-4 dan IL-13 akan ditangkap
resptornya pada permukaan limfosit-B, akibatnya akan terjadi aktivasi
limfosit-B. Limfosit-B aktif ini memproduksi IgE.
Molekul IgE beredar dalam sirkulasi darah akan memasuki jaringan
dan ditangkap eleh reseptor IgE pada permukaan sel mastosit atau sel
basofil. Maka akan terjadi degranulasi sel mastosit dengan akibat
terlepasnya mediator alergis.Mediator yang terlepas terutama histamin.
Histamin menyebabkan kelenjar mukosa dan goblet mengalami
hipersekresi, sehingga hidung beringus. Efek lainnya berupa gatal
hidung, bersin-bersin, vasodilatasi dan penurunan permeabilitas
pembuluh darah dengan akibat pembengkakan mukosa sehingga
terjadi gejala sumbatan hidung.
Reaksi alergi yang segera terjadi akibat histamin tersebut dinamakan
reaksi alergi fase cepat (RAFC), yang mencapai puncaknya pada 15-20
menit pasca paparan alergen dan berakhir pada sekitar 60 menit
kemudian. Sepanjang RAFC mastosit juga melepas molekul-molekul
kemotaktik yang terdiri dari ECFA (eosinophil chemotactic factor of
anaphylatic) dan NCEA (neutrophil chemotactic factor of
anaphylatic). Kedua molekul tersebut menyebabkan penumpukkan sel
eosinofil dan neutrofil di organ sasaran.
Reaksi alergi fase cepat ini dapat berlanjut terus sebagai reaksi alergi
fase lambat (RAFL) sampai 24 bahkan 48 jam kemudian. Tanda khas
RAFL adalah terlihatnya pertambahan jenis dan jumlah sel-sel
inflamasi yangberakumulasi di jaringan sasaran dengan puncak
akumulasi antara 4-8 jam. Sel yang paling konstan bertambah banyak
jumlahnya dalam mukosa hidung dan menunjukkan korelasi dengan
tingkat beratnya gejala pasca paparan adalah eosinofil.
PATHWAY

Allergen

Inhalasi & konsumsi antigen

Jaringan mukosa

pe↑ permeabilitas kapiler perlambatan silia sinus


paranasal

vasodilatasi kuman mudah msuk sal. nafas bawah nyeri

odema jaringan Risiko Infeksi Nyeri


Akut

secret hidung jernih odema mukosa hidung epistaksis

bersin, rasa gatal Risiko Aspirasi

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Gangguan Rasa Nyaman


6. Komplikasi
a. Asma alergik
b. Obstruksi nasal kronik
c. Otitis kronik dengan gangguan pendengaran
d. Anosmia ( gangguan kemampuan membau)
e. Pada anak-anak deformitas dental orofasial
7. Pemeriksaan Khusus
a. Pemeriksaan sitologi hidung sebagai pemeriksaan penyaring atau
pelengkap. Ditemukan eosofil dalam jumlah banyak menunjukkan
kemungkinan alergi inhalan, basofil kemungkinan alergi ingestan
dan sel polimorfonuklear menunjukkan infeksi bakteri.
b. Pada pemeriksaan darah tepi, hitung eosinofil dan IgE total serum
dapat normal atau meningkat.
c. Yang lebih bermakna tes IgE spesifik dengan RAST (radio
immunosorbent test) atau ELISA (enzyme linked immuno assay).
d. Dapat juga dicari secara in vivo dengan uji intrakutan yang tunggal
atau berseri, uji tusuk ( prick test ), uji provokasi hidung / uji
inhalasi dan uji gores. Pemeriksaan eliminasi dan provokasi untuk
alergi makanan.
8. Penatalaksanaan/Terapi
Tujuan terapi adalah untuk meringankan gejala. Terapi dapat
mencakup salah satu atau seluruh intervensi berikut ini : tindakan
menghindari alergen, farmakoterapi atau imunoterapi.
a. Terapi penghindaran ( menghindari alergen)
Setiap upaya harus dilakukan untuk menghilangkan alergen
yang bekerja sebagai factor pemicu. Tindakan sederhana dan
kontrol lingkungan sering efektif untuk mengurangi gejala.
Contoh tindakan ini adalah penggunaan alat pengendali suhu
ruangan atau air conditioner, pembersih udara, pelembab /
penghilang kelembaban dan lingkungan yang bebas asap.
b. Farmakoterapi
1) Antihistamin
Merupakan kelompok utama obat yang diprogramkan
untuk mengatasi gejala rinitis alergik. Efek samping yang
utama dari kelompok obat ini adalah sedasi. Efek samping
tambahan mencakup keadaan gelisah, tremor, vertigo,
mulut yang kering, palpitasi, anoreksia, mual dan vomitus.
Contoh kelompok kimia preparat antihistamin H1 berefek
sedasi: difenildramin, hidroksizin, CTM, tripelenamina,
prometazin. Contoh kelompok kimia preparat antihistamin
H1 tidak berefek sedasi: Hismanal, Claritin, seldane.
2) Preparat adrenergic
Merupakan vasokontriksi pembuluh darah mukosa dan
dapat diberikan secara topical (nasal serta oftalmika)
disamping peroral. Pemberian topical (tetesan dan
semprotan ) menyebabkan efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan peroral.
3) Natrium kromolin intranasal
Merupakan semprotan yang bekerja dengan cara
menstabilkan membrane sel mast dan menghambat
pelepasan histamine serta mediator lainnya dalam respons
alergi.
4) Kortikosteroid
Merupakan indikasi untuk kasus alergi yang berat dan
persisiten. Dapat diberikan sistemik atau intranasal untuk
kortikosteroid yang diabsopsi buruk seperti beklometason
atau flunisolid.
c. Imunoterapi
Merupakan indikasi hanya jika hipersensivitas Ig E terlihat
pada alergen inhalan yang spesifik yang tidak dapat dihindari
oleh pasien ( debu rumah, serbuk sari).
Tujuan imunoterapi mencakup : penurunan kadar IgE dalam
darah, peningkatan tingkat penghambatan antibody Ig G dan
pengurangan sensitivitas sel mediator.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian Fokus
a. Anamnesis
Data subjektif :
a. pasien mengatakan gatal pada hidungnya
b. pasien mengeluh sakit kepala
c. batuk kering
d. pasien mengatakan bersin-bersin
Data objektif :
a. secret hidung jernih
b. odema mukosa hidung
c. nyeri di daerah paranasal
d. epistaksis
e. gatal pada tenggorokan
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:

Pada anamnesis didapati keluhan serangan bersin yang berulang.


Bersin ini merupakan gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL
sebagai akibat dilkepaskannya histamin. Gejala lain adalah keluar
ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan
mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air
mata (lakrimasi).
Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan. Pasien juga
perlu ditanya gangguan alergi selain yang menyerang hidung, seperti
asma, eczema, urtikaria, atau sensitivitas obat. Keadaan lingkungan
kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk mengaitkan awitan
gejala.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk rinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi
pemeriksaan wajah, mata, telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga
penting.
1) Wajah
a) Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan
berhubungan dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung
b) Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang
melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan
menggosok hidung keatas dengan tangan.
2) Hidung
a) Pada pemeriksaan hidung digunakan nasal speculum atau bagi
spesialis dapat menggunakan rhinolaringoskopi
b) Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah, berwarna
pucat, disertai adanya sekret encer yang banyak.
c) Tentukan karakteristik dan kuantitas mukus hidung. Pada rinitis
alergi mukus encer dan tipis. Jika kental dan purulen biasanya
berhubungan dengan sinusitis. Namun, mukus yang kental,
purulen dan berwarna dapat timbul pada rinitis alergi.
d) Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi atau
perforasi septum yang dapat disebabkan oleh rinitis alergi
kronis, penyakit granulomatus.
e) Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti
polip dan tumor. Polip berupa massa yang berwarna abu-abu
dengan tangkai. Dengan dekongestant topikal polip tidak akan
menyusut. Sedangkan mukosa hidung akan menyusut.
3) Telinga, mata dan orofaring
a) Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran timpani,
air-fluid level, atau bubbles. Kelainan mobilitas dari membran
timpani dapat dilihat dengan menggunakan otoskopi
pneumatik. Kelaianan tersebut dapat terjadi pada rinitis alergi
yang disertai dengan disfungsi tuba eustachius dan otitis media
sekunder.
b) Pada pemeriksaan mata
Akan ditemukan injeksi dan pembengkakkan konjungtiva
palpebral yang disertai dengan produksi air mata.
4) Leher. Perhatikan adanya limfadenopati
5) Paru-paru. Perhatikan adanya tanda-tanda asma
6) Kulit. Kemungkinaan adanya dermatitis atopi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Rasa Nyaman
b. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
c. Risiko Aspirasi
d. Nyeri Akut
e. Risiko Infeksi

Berdasarkan masalah diatas maka prioritas diagnose keperawatan yang


muncul yaitu sebagai berikut:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/ d dengan peningkatan
produksi secret d/d pasien mengatakan gatal pada hidungnya, batuk
kering, pasien mengatakan bersin-bersin, secret hidung jernih,
nyeri di daerah paranasal, epistaksis, odema mukosa hidung
b. Nyeri akut b/d respons alergi d/d pasien mengatakan sakit kepala,
pasien mengatakan gatal pada hidungnya, pasien mengatakan
bersin-bersin, odema mukosa hidung,epistaksis, nyeri di daerah
paranasal.
c. Gangguan rasa nyaman b/d odema pada mukosa hidung d/d pasien
mengatakan bersin-bersin, rasa gatal,secret hidung jernih,
d. Risiko aspirasi b/d edema jaringan
e. Risiko terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama
sekunder terhadap perlengketan secret di saluran pernapasan
3. Rencana Asuhan Keperawatan (Tujuan, Intervensi, Rasional)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/ d dengan peningkatan
produksi secret d/d pasien mengatakan gatal pada hidungnya, batuk
kering, pasien mengatakan bersin-bersin, secret hidung jernih,
nyeri di daerah paranasal, epistaksis, odema mukosa hidung
Tujuan : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas
bersih/ jelas.
Kriteria hasil :
- ronchi tidak ada
- wheezing tidak ada
- tidak ada penumpukan sekrret
- respirasi 20 X / menit

Tindakan perawatan Rasional

1. Kaji frekuensi/kedalaman 1. Takipnea, pernapasan


pernapasan dan gerakan dada dangkal dan gerakan dada
tak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan
gerakan dinding dada dan
atau cairan paru.

2. Auskultasi area paru, catat 2.Penurunan aliran udara


area penurunan/tak ada aliran terjadi pada area
udara dan bunyi napas konsolidasi dengan cairan,
krakels krakels terdengar sebagai
respon terhadap
pengumpulan cairan,
secret.
3. Berikan minum air hangat
daripada air dingin 3. Cairan hangat memobilisasi
dan mengeluarkan secret.

4. Kolaborasi pemberian 4. Membantu menurunkan


mukolitik, ekspektoran spasme bronkus dengan
mobilisasi secret.
b. Nyeri akut b/d respons alergi d/d pasien mengatakan sakit kepala,
pasien mengatakan gatal pada hidungnya, pasien mengatakan
bersin-bersin, odema mukosa hidung,epistaksis, nyeri di daerah
paranasal.
Tujuan : nyeri pasien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :- pasien mengatakan nyerinya berkurang
- Pasien tidak meringis lagi
- Tanda –tanda vital normal

Tindakan perawatan Rasional

1. Tentukan karakteristik nyeri, 1. nyeri merupakan


misal : tajam, ditusuk, pengalaman subjektif dan
konstan harus dijelaskan oleh
pasien. Identifikasi
karakteristik nyeri dan
faktor yang berhubungan
merupakan suatu hal yang
amat penting untuk
memilih intervensi yang
cocok dan untuk
mengevaluasi keefektifan
2. Observasi adanya tanda terapi yang diberikan
tanda nyeri non verbal, 2. merupakan indicator
seperti: ekspresi wajah, derajat nyeri yang tidak
posisi tubuh, gelisah, langsung yang dialami.
menangis/meringis, menarik Sakit kepala bersifat akut
diri, diaphoresis, perubahan atau kronis, jadi
frekuensi manifestasi fisiologis bisa
jantung/pernapasan dan muncul atau tidak
tekanan darah
3. Pantau tanda vital
3. perubahan frekuensi
jantung atau TD
menunjukkan bahwa
4. Berikan tindakan nyaman, pasien mengalami nyeri
misal : relaksasi, pijatan
punggung 4. tindakan non analgesic
diberikan dengan sentuhan
lembut dapat
menghilangkan
ketidaknyamanan dan
5. Kolaborasi dalam pemberian memperbesar efek terapi
analgesic. analgesic.
5. Diharapkan dapat
membantu mengurangi
nyeri

c. Gangguan rasa nyaman b/d odema pada mukosa hidung d/d pasien
mengatakan bersin-bersin, rasa gatal,secret hidung jernih,
Tujuan : pasien menunjukkan tanda-tanda kearah perbaikan
kenyamanan

Tindakan perawatan Rasional

1.Minta pasien menunjukkan 1.Memudahkan pemberian


lokasi dan lama waktu intervensi
munculnya rasa tidak
nyaman
2.Mengetahui sejauh mana rasa
2.Pantau berat ringan rasa tidak nyaman sehingga
tidak nyaman yang dirasakan memudahkan intervensi
dengan menunjuk pada skala
nyeri 3.Menghindari pencetus
merupakan salah satu metode
3.Pantau saat muncul awitan distraksi yang effektif
rasa tidak nyaman

d. Risiko aspirasi berhubungan dengan edema jaringan


Tujuan : Tidak terjadi gangguan aspirasi
Kriteria hasil : Jalan napas pasien lancar
Tindakan perawatan Rasional

1. Kurangi resiko aspirasi, jika 1.Membantu membuka


pada pasien tirah baring, saluran napas
tinggikan posisi kepala

2. Bantu bersihkan sekresi dari


hidung menggunakan tissue 2.Mengurangi resiko aspirasi

3. Kaji kembali adanya 3.Untuk menentukan


obstruksi karena sekresi intervensi selanjutnya
e. Risiko terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama
sekunder terhadap perlengketan secret di saluran pernapasan.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : tanda-tanda vital normal

Tindakan perawatan Rasional

1. Pantau tanda vital, 1. Selama periode waktu ini


khususnya selama awal potensial komplikasi dapat
terapi terjadi maka perlu dilakukan
pemantauan terhadap tanda-
tanda infeksi

2. Perkembangan infeksi dapat


2. Observasi adanya inflamasi memperlambat pemulihan

3. Mungkin diberikan secara


3. Berikan obat-obatan sesuai profilaktik atau menurunkan
indikasi : anti biotic jumlah organisme sehingga
tidak terjadi penyebaran
kuman
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E. Maryline. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:


EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth edisi 8 Volume 3. Jakarta: EGC.
Javed Sheikh. 2014. Allergic Rhinitis.
http://emedicine.medscape.com/article/134825
Stuart I. Henochowicz. 2014. Allergic Rhinitis.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000813.htm

Banjarmasin, 22 Februari 2021

Preseptor akademik Preseptor Klinik

(Solikin, Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.,MB) (Yuanita Pandang Sari, S.Kep.,Ners)

Anda mungkin juga menyukai