Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KERAWATAN

TINNITUS

RUANGAN POLI THT

RSUD. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Disusun Oleh

Guvika Julnisa

PO.62.20.1.16.142

POLITEKNIK KESEHATAN PALANGKA RAYA

D IV KEPERAWATAN REGULER III

2018
DEFINISI

Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar


bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya bisa berupa bunyi mendenging,
menderu, mendesis atau berbagai macam bunyi yang lain. Gejalanya bisa terus menerus
atau hilang timbul.
Tinnitus disebabkan oleh kelainan yang letaknya proksimal terhadap foramen ovale.
Tinnitus merupakan gejala medis yang agak berat untuk dievaluasi. Tinnitus
dapat timbul apada usia berapapun, tapi gejala ini lebih sering timbul pada pasien 40
dan 80 tahun. Biasanya pada pria lebih sering terjadi dibanding dengan wanita. Untuk
kasus-kasus tertentu, tinnitus kadang-kadang menyerang ibu hamil atau wanita
menstruasi. Tapi gangguan ini akan segera hilang saat kembali pada kondisi normal

KLASIFIKASI

Tinnitus ada 2 macam:


1. Tinnitus objektif bersifat vibratorik, berasal dari badan penderita, misalnya suara
aliran darah dari suatu aneurisma, suara jantung, suara nafas, atau suara dari kontraksi
otot-otot disekitar telinga. Biasanya tidak hanya si penderita saja yang bisa
mendengarnya tapi juga si pemeriksa dengan auskultasi disekitar telinga.
2. Tinnitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif atau
perubahan degeneratif traktus audiotorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea sampai
pusat saraf pendengaran.
Selain itu Tinnitus juga dapat dibagi menjadi:
1. Tinnitus Nonpulsatil
Tinnitus nonpulsatil didefinisikan sebagai bising menetap atau tidak
terputuskan, dan telah digambarkan sebagai bunyi berdenging, mendenging,
berdesis. Kadang-kadang pasien menggambarkannya sebagai bunyi bergemuruh di
dalam telinganya, yang lazim pada hidrops endolimfatik telinga dalam akibat
bermacam-macam kelainan. Gejala-gejala ini dapat berlangsung selama
beberapa periode waktu yang bervariasi. Tinnitus lebih didengar pada ruangan yang
sunyi dan biasanya paling menganggu di malam hari, efek penutup kebisingan
lingkungan dan aktivitas kerj sehari-hari dapat menyebabkan pasien tidak menyadari
suara tersebut.
a. Tinnitus Nonpulsatil dengan Ketulian
Tinnitus jenis ini lebih sering timbul bersama tuli sensorineural dibandingkan tuli
konduktif dan sangat jarang suatu tuli sensorineural tidak disertai tinnitus.
Terkadang tinnitus merupakan petunjuk awal timbulnya tuli sensoneural nada tinggi.
Tetapi tes audimetri akan menunjukkan tuli pada frekuensi di atas batas
frekuensi pendengaran.
b. Tinnitus Nonpulsatil tanpa Ketulian
Tinnitus jenis ini bisa bersifat fisiologis, fungsional atau karena gangguan pendengaran
pada frekuensi di atas batas yang di tes selama tes audiometri klinis rutin.
Tinnitus fisiologis tidak berbahaya secara medis. Terapi tinnitus nonpulsatil
seperti melakukan suatu tindakan yang sangat sederhana tetapi sering efektif
adalah menyetel radio dengan gelombang diantara 2 gelombang pemancar
radio, suara konstan ini dapat menutupi tinnitus. Pendekatan yang kurang
memuaskan tetapi efektif dengan pemberian sedativa, tetapi terapi seperti ini harus
dihindari bila mungkin atau hanya diberikan untuk jangka waktu pendek secara
intermiten karena dapat menyebabkan ketergantungan pada pasien tinnitus.

2. Tinnitus Pulsatil
Tinnitus jenis ini jarang terjadi dibandingkan tinnitus nonpulsatil dalam vaskular
maupun non vaskular. Biasanya tinnitus vaskular digambarkan sebagai bising mendesis
yang sinkron dengan denyut nadi atau denyut jantung sedangkan tinnitus nonvaskular
digambarkan sebagai bising klik, goresan. Pada kedua tipe ini mungkin
mendengar suara dengan menempatkan stetoskop di aurikula atau pada kepala sekitar
telinga.
ETIOLOGI

Penyebab terjadinya tinnitus sangat beragam yaitu:


1. Paparan bising
Paparan suara keras dapat merusak dan bahkan menghancurkan sel-sel rambut, yang
disebut silia, di telinga dalam. Sekali rusak, sel-sel rambut tidak dapat
diperbaharui atau diganti.
2. Trauma kepala dan leher
Trauma fisik pada kepala dan leher dapat menyebabkan tinnitus. Gejala lain
termasuk sakit kepala, vertigo, dan kehilangan memori.
3. Gangguan tertentu
Seperti hipo-atau hipertiroidisme, penyakit Lyme, fibromyalgia, dan thoracic outlet
syndrome, tinnitus dapat sebagai sebuah gejala. Ketika tinnitus adalah gejala dari
gangguan lain, mengobati gangguan dapat membantu meringankan tinnitus.
4. Beberapa jenis tumor
5. Penyakit kardiovaskuler
6. Cedera yang menyebabkan kelainan rahang
7. Ototoksisitas
Beberapa obat yang ototoksik yaitu golongan aminoglikosida, eritromisin,
diuretik yang bekerja pada lengkung Henle ginjal, obat anti inflamasi, obat anti malaria,
obat anti tumor dan obat tetes telinga topikal. Obat lain akan menghasilkan tinnitus
sebagai efek samping tanpa merusak telinga bagian dalam. Efek, yang dapat tergantung
pada dosis obat, bisa sementara atau permanen.
8. Tinnitus pulsatil
Jenis yang jarang ditemukan yang terdengar seperti denyut berirama di telinga, biasanya
bersamaan dengan detak jantung seseorang. Jenis tinnitus ini dapat disebabkan oleh
aliran darah abnormal pada arteri atau vena dekat dengan telinga, tumor dalam
otak atau kelainan struktur otak.
MANIFESTASI KLINIS

Keluhan tinnitus dapat dirasakan unilateral dan bilateral. Serangan tinnitus dapat
bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut periodik jika serangan yang datang hilang
timbul. Episode periodik lebih berbahaya dan mengganggu dibandingkan dengan yang
berifat menetap. Hal ini disebabkan karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat
mensupresi bising ini. Tinnitus pada beberapa orang dapat sangat mengganggu kegiatan
sehari- harinya. Terkadang dapat menyebabkan timbulnya keinginan untuk bunuh diri.

Tinnitus dapat dibagi atas tinnitus objektif dan tinnitus subjektif. Dikatakan tinnitus
objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dan dikatakan tinnitus
subjektif jika tinnitus hanya dapat didengar oleh penderita.

Pendengaran yang terganggu biasanya di tandai dengan mudah marah, pusing, mual dan
mudah lelah. Kemudian pada kasus tinnitus sendiri terdapat gejala berupa telinga
berdenging yang dapat terus menerus terjadi atau bahkan hilang timbul. Denging
tersebut dapat terjadi sebagai tinnitus bernada rendah atau tinggi. Sumber bunyi di
ataranya berasal dari denyut nadi, otot-otot dala rongga tellinga yang berkontraksi, dan
juga akibat gangguan saraf pendengaran.

PATOFISIOLOGI

Susunan organ telinga kita terdiri atas liang telinga, gendang telinga, tulang- tulang
pendengaran dan rumah siput. Suara berdenging itu akibat rambut getar yang ada di
dalam rumah siput tidak bisa berhenti bergetar. Kemudian getaran ini diterima saraf
pendengaran dan diteruskan ke otak. Kemudian, terdengar suara denging tadi. Maka ada
baiknya mengistirahatkan telinga dari suara bising dan mencari keheningan.
Pendengaran yang terganggu biasanya ditandai dengan mudah marah, pusing, mual dan
mudah lelah.
Kepekaan terhadap suara bising pada setiap orang berbeda-beda, tetapi hamper setiap
orang akan mengalami ketulian jika telinganya mengalami bising dalam waktu cukup
lama. Setiap bunyi dengan kekuatan diatas 85 dB bisa menyebabkan
kerusakan.
KOMPLIKASI

Tinnitus secara signifikan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang, dimana


dampak dari tinnitus untuk setiap orang berbeda-beda tetapi berkaitan erat dengan hal-
hal dibawah ini :
1. Fatique (Kelelahan Kronis).
2. Stress (stres).
3. Sleep problems (insomnia/susah tidur).
4. Trouble concentrating (susah berkonsentrasi).
5. Memory problems (menurunnya daya ingat).
6. Depression (depresi).
7. Anxiety and irritability (Kekuatiran yang berlebihan).
PEMERIKSAAN MEDIS

Pemeriksaan fisik dan penunjang yang baik, diharapkan sesuai dengan diagram berikut :

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinnitus dimulai dari pemeriksaan auskultasi
dengan menggunakan stetoskop pada kedua telinga pasien. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk menentukan apakah tinnitus yang didengar pasien bersifat subjektif atau
objektif. Jika suara tinnitus juga dapat didengar oleh pemeriksa, artinya bersifat
subjektif, maka harus ditentukan sifat dari suara tersebut. jika suara yang didengar serasi
dengan pernapasan, maka kemungkinan besar tinnitus terjadi karena tuba eustachius
yang paten. Jika suara yang di dengar sesuai dengan denyut nadi dan detak jantung,
maka kemungkinan besar tinnitus timbul karena aneurisma, tumor vaskular, vascular
malformation, dan venous hum. Jika suara yang di dengar bersifat kontinua, maka
kemungkinan tinnitus terjadi karena venous hum atau emisi akustik yang terganggu.

Pada tinnitus subjektif, yang mana suara tinnitus tidak dapat didengar oleh pemeriksa
saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan audiometri. Hasilnya
dapat beragam, di antaranya :

· Normal, tinnitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.

· Tuli konduktif, tinnitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis ataupun


otitis kronik.

· Tuli sens’orineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA (Brainstem


Evoked ResponseAudiometri). Hasil tes BERA, bisa normal ataupun abnormal. Jika
normal, maka tinnitus mungkin disebabkan karena terpajan bising, intoksikasi obat
ototoksik, labirinitis, meniere, fistula perilimfe atau presbikusis. Jika hasil tes BERA
abnormal, maka tinnitus disebabkan karena neuroma akustik, tumor atau kompresi
vaskular.

Jika tidak ada kesimpulan dari rentetan pemeriksaan fisik dan penunjang di atas, maka
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan ataupun MRI. Dengan
pemeriksaan tersebut, pemeriksa dapat menilai ada tidaknya kelainan pada saraf pusat.
Kelainannya dapat berupa multipel sklerosis, infark dan tumor.

PENATALAKSANAAN

Pengobatan tinnitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan fenomena


psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahui penyebab tinnitus agar
dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Misalnya serumen impaksi cukup hanya
dengan ekstraksi serumen. Tetapi masalah yang sering di hadapi pemeriksa adalah
penyebab tinnitus yang terkadang sukar diketahui. Ada banyak pengobatan tinnitus
objektif tetapi tidak ada pengobatan yang efektif untuk tinnitus Subjektif. Pada
umumnya pengobatan gejala tinnitus dibagi dalam 4 cara, yaitu :

1. Elektrofisiologik, yaitu memberi stimulus elektroakustik (rangsangan bunyi) dengan


intensitas suara yang lebih keras dari tinnitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau
tinnitus masker.

2. Psikologik, yaitu dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan


pasien bahwa penyakitnya tidakmembahayakan dan bisa disembuhkan, serta
mengajarkan relaksasi dengan bunyi yang harus didengarnya setiap saat.

3. Terapi medikametosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas diantaranya
untuk meningkatkan aliran darah koklea, transquilizer, antidepresan sedatif, neurotonik,
vitamin dan mineral.

4. Tindakan bedah, dilakukan pada tumor akustik neuroma. Namun, sedapat mungkin
tindakan ini menjadi pilihan terakhir, apabila gangguan denging yang diderita benar-
benar parah. Pasien juga di berikan obat penenang atau obat tidur, untuk membantu
memenuhi kebutuhan istirahat, karena penderita tinnitus biasanya tidurnya sangat
terganggu oleh tinnitus itu sendiri, sehingga perlu di tangani, juga perlu di jelaskan
bahwa gangguat tersebut sulit di tanangi, sehingga pasien di anjurkan untuk beradaptasi
dengan keadaan tersebut, karena penggunaan obat penenang juga tidak terlalu baik dan
hanya dapat di gunakan dalam waktu singkat.

Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar pada model


neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik dan
medikamentosa bila diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus Retraining
Therapy. Tujuan dari terapi ini adalah memicu dan menjaga reaksi habituasi dan
persepsi tinnitus dan atau suara lingkungan yang mengganggu. Habituasi diperoleh
sebagai hasil modifikasi hubungan system auditorik ke sistem limbik dan system saraf
otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan tinnitus dengan sempurna, tetapi dapat
memberikan perbaikan yang bermakna berupa penurunan toleransi terhadap suara.

TRT biasanya digunakan jika dengan medikasi tinnitus tidak dapat dikurangi
atau dihilangkan. TRT adalah suatu cara dimana pasien diberikan suara lain sehingga
keluhan telinga berdenging tidak dirasakan lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan
mendengar suara radio FM yang sedang tidak siaran, terutama pada saat tidur. Bila
tinnitus disertai dengan gangguan pendengaran dapat diberikan alat bantu dengar yang
disertai dengan masking.

TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk mengidentifikasi masalah dan


keluhan pasien. Menentukan pengaruh tinnitus dan penurunan toleransi terhadap suara
sekitarnya, mengevakuasi kondisi emosional pasien, mendapatkan informasi untuk
memberikan konseling yang tepat dan membuat data dasar yang akan digunakan untuk
evaluasi terapi.

Terapi edukasi juga dapat kita berikan ke pasien. Diantaranya :

· Hindari suara keras yang dapat memperberat tinnitus.

· Kurangi makanan bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan tekanan


darah yang merupakan salah satu penyebab tinnitus.

· Hindari faktor-faktor yang dapat merangsang tinnitus seperti kafein dan nikotin.

· Hindari obat-obatan yang bersifat ototoksik.

· Tetap biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari kelelahan.
ASUHAN KEPERAWATAN TINNITUS

I. Pengkajian
1. Aktivitas : Gangguan keseimbangan tubuh dan mudah lelah.
2. Sirkulasi : Hipotensi , hipertensi, pucat (menandakan adanya stres)
3. Nutrisi : Mual
4. Sistem pendengaran : Adanya suara abnormal(dengung)
5. Pola istirahat : Gangguan tidur/ Kesulitan tidur

II. Diagnosa Keperawatan


a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan pendengaran
terganggu
b. Resiko cedera berhubungan dengan perubahan mobilitas karena gangguan
cara jalan dan vertigo
c. Gangguan persepsi sensori : Pendengaran berhubungan dengan
penumpukan serumen
d. Gangguan istirahat dan tidur. Berhubungan dengan paparan bising yang
terlalu kuat
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
pendengaran terganggu dan mudah lelah

III. Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan pendengaran
terganggu
Tujuan : nyeri berkurang atau terkontrol, ekspresi wajah atau postur tubuh
rileks
Kriteria : nyeri terkontrol, pasien merasa nyaman, pasien tampak rileks
No. Intervensi Rasional

1 1. observasi keluhan nyeri, a. Dapat mengidentifikasi


perhatikan lokasi atau karakter terjadinya komplikasi dan
dan intesitas skala nyeri (1-10) untuk intervensi selanjutnya
b. Membantu klien untuk
2. ajarkan teknik relaksasi
mengurangi persepsi nyeri atau
progresif dan nafas dalam
mengalihkan perhatian klien
3. berikan posisi yang dari nyeri
nyaman c. Membantu klien untuk
mengurangi persepsi nyeri
4. kolaborasi : berikan obat
d. Membantu mengurangi nyeri
analgetik sesuai indikasi

2. Resiko cedera berhubungan dengan perubahan mobilitas karena gangguan cara


jalan dan vertigo
Tujuan : Tetap bebas dari cedera yang berkaitan dengan ketidakseimbangan dan
jatuh
Kriteria : Tidak mengalami jatuh akibat gagguan keseimbangan, Ketakutan dan
ansietas berkurang, Melakukan latihan sesuai ketentuan

No. Intervensi Rasional


1 1. Kaji vertigo yang 1. Riwayat memberikan
meliputi riwayat, dasar untuk intervensi
amitan, gambaran selanjutnya.
serangan, durasi, 2. Luasnya ketidakmampuan
frekuensi, dan adanya menurunkan resiko jatuh.
gejala telinga yang 3. Latihan mempercepat
terkait kehilangan kompensasi labirin yang
pendengaran, tinitus, dapat mengurangi vertigo
rasa penuh di telinga. dan gangguan cara jalan.
2. Kaji luasnya 4. Menghilangkan gejala akut
ketidakmampuan dalam vertigo.
hubungannya dengan
aktivitas hidup sehari-
hari.
3. Ajarkan atau tekankan
terapi
vestibular/keseimbanga
n sesuai ketentuan
4. Berikan atau ajari cara
pemberian obat anti
vertigo dan atau obat
penenang vestibular
serta beri petunjuk pada
pasien mengenai efek
sampingnya.

3. Gangguan persepsi sensori : Pendengaran berhubungan dengan penumpukan


serumen
Tujuan : gangguan persepsi sensori : pendengaran berkurang atau hilang
Kriteria : gangguan pendengaran berkurang atau hilang, pasien merasa nyaman

No. Intervensi Rasional


1 1. Kaji ketajaman 1. Untuk mengetahui tingkat
pendengaran pasien ketajaman pendengaran pasien
2. Ingatkan klien bahwa 2. Karena akibat dari adanya
vertigo dan nausea dapat gangguan telinga dalam.
terjadi setelah radikal 3. Mengkaji adanya perlukan (injuri)
mastoidectomi. Berikan saraf wajah.
tindakan pengamanan. 4. Untuk menghindari perasaan
3. Perhatikan droping terisolasi pasien
wajah unilateral atau
mati rasa
4. Anjurkan kepada
keluarga/ orang terdekat
klien untuk tinggal
bersama klien dan
memenuhi program
terapi

4. Gangguan Istirahat dan Tidur


Tujuan : gangguan istirahat dan tidur dapat teratasi atau kembali normal
Kriteria : Gangguan tidur dapat teratasi atau teradaptasi.

No. Intervensi Rasional


1 1. Kaji tingkat kesulitan tidur. 1. Untuk mengetahui tingkat

2. Kolaborasi dalam kesulitan tidur klien

pemberian obat penenang/ obat 2. Pemberian obat dapat

tidur. membantu mengurangi


kesulitan tidur yang
3. Anjurkan klien untuk
dialami klien
beradaptasi dengan gangguan
3. Berinteraksi dengan
tersebut.
sesama pasien dapat

4. Ajarkan teknik relaksasi pada membantu klien

klien beradpatasi dengan


lingkungan baru
4. Dengan teknik relaksasi
dapat membantu klien
untuk lebih rileks
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
pendengaran terganggu dan mudah lelah
Tujuan : Menunjukkan peningkatan nafsu makan.
Kriteria: Peningkatan masukan makanan, tidak ada penurunan berat
badan lebih lanjut

No Intervensi Rasional

1 1. Pastikan pola diet biasa pasien, 1. Membantu dalam


yang disukai atau tidak disukai mengidentifikasi
2. Awasi masukan dan kebutuhan/kekuatan khusus.
pengeluaran dan berat badan 2. Berguna dalam mengukur
secara periodic keefektifan nutrisi dan dukungan
3. Dorong makan sedikit dan cairan
sering dengan makanan tinggi 3. Memaksimalkan masukan
kalori dan tinggi karbohidrat nutrisi tanpa kelemahan yang tak
4. Auskultasi bising usus, perlu/kebutuhan energi dari
palpasi/observasi abdomen makanan banyak dan
menurunkan iritasi gaster
4. Mengidentifikasi adanya bising
usus

IV. Evaluasi
No. Evaluasi
1. S : Klien mengatakan nyeri berkurang
O : Klien tampak tenang
A : Masalah teratasi sebagian
P : Hentikan intervensi
2. S : Klien mengatakan rasa pusing berkurang
O : klien kooperatif
A : Masalah teratasi sebagian
P : P : Hentikan intervensi
3. S : Klien mengatakan gangguan pendengaran berkurang
O : klien tampak rileks
A : Masalah teratasi sebagian
P : P : Hentikan intervensi

4. S : Klien mengatakan bisa tidur dengan nyenyak


O : klien tampak nyaman setelah melakukan relaksasi
A : Masalah teratasi sebagian
P : Hentikan intervensi
5. S : Klien mengatakan nafsu makan meningkat
O : Porsi makan klien bertambah
A : Masalah teratasi sebagian
P : Hentikan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

nonim. 2014. Hidung, Tenggorok, Kepala dan leher . Jakarta. Binarupa.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher . Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta,2013: 51 - 54.

Boek Den Van P.2014.Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, Dan
Telinga.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai