DI KLINIK THT
Departemen
OLEH :
ISTAFIA (2130021)
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah tentang Otitis Media
Akut (OMA) di Klinik THT RSUD Kanjuruhan Kepanjen, Kab. Malang, yang
dilakukan oleh :
Nama : ISTAFIA
NIM : 2130021
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Program Pendidikan
Program Profesi Ners Departemen Kebutuhan Dasar Profesi, yang dilaksanakan pada
tanggal 22-24 September 2021 yang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari : Rabu
Mengetahui,
( ) ( )
A. KONSEP DASAR
1. Anatomi Fisiologi Telinga
Secara anatomi, telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah
dan dalam. Dalam perkembangannya telinga dalam merupakan organ yang
pertama kali terbentuk mencapai konfingurasi dan ukuran dewasa pada trimester
pertengahan kehamilan. Sedangkan telinga tengah dan luar belum terbentuk
sempurna saat kelahiran, akan tumbuh terus dan berubah bentuk sampai pubertas.
a. Telinga dalam
Labirin mulai berdiferensiasi pada akhir minggu ketiga dengan
munculnya plakoda otik (auditori). Dalam waktu kurang dari satu minggu
plakoda tersebut mengalami invaginasi membentuk lekuk pendengaran,
kemudian berdilatasi membentuk suaru kantong, selanjutnya tumbuh menjadi
vesikula auditorius.
Suatu proses migrasi, pertumbuhan dan elongasi vesikula kemudian
berlangsung dan segera membuat lipatan pada dinding kantong yang secara
jelas memberi batas tiga divisi utama vesikula auditorius yaitu sakus dan
duktus endolimfarikus, utrikulus dengan duktus semi sirkuler dan sakulus
dengan duktus koklea. Dari utrikulus kemudian timbul tiga tonjolan mirip
gelang. Lapisan membran yang jauh dari perifer gelang diserap meninggalkan
tiga kanalis semisirkularis pada perifer gelang. Sakulus kemudian membentuk
duktus koklearis berbenruk spiral. Secara filogenetik organ-organ akhir khusus
berasal dari neuromast yang tidak terlapisi yang berkembang dalam kanalis
semisirkularis untuk membentuk krista. Di dalam utrikulus dan sakulus
membentuk makula dan dalam koklea membentuk organon koiti. Diferensiasi
ini berlangsung dari minggu keenam sampai ke 10 fetus, pada saat itu
hubungan definitive seperfi telinga orang dewasa telah siap.
b. Telinga Luar dan Tengah
Ruang telinga tengah, mastoid, permukaan dalam membijana timpani
dan tuba. Eustachius berasal dari kantong faring pertama. Perkembangan
organ ini dimulai pada minggu keempat dan berlanjut sampai minggu ke 30
fetus, kecuali pneumatisasi mastoid yang terus berkembang sampai pubertas.
Osikel berasal dari mesoderm celah brankial pertama dan kedua,
kecuali basis stapes yang berasal dari kapsul otik. Osikel berkembang mulai
minggu kedelapan sampai mencapai bentuk- komplet pada minggu ke 26
fetus.
Liang telinga luar berasal dari ektoderm celah brankial pertama.
Membran timpani mewakili membran penutup celah tersebut. Pada awalnya
liang telinga luar tertutup sama sekali oleh suatu sumbatan jaringan padat,
akan tetapi akan mengalami rekanalisasi.
5. Manifestasi Klinis
Gejala otitis media akut dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa
sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral
pada orang dewasa dan mungkin terdapat otalgia. Gejala lain dapat berupa
keluarnya cairan dari telinga, demam, kehilangan pendengaran, dan tinitus
(Smeltzer dan Bare, 2001).
Menurut Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden (2009), manifestasi klinis
otitis media akut adalah sebagai berikut:
a. Membran timpani merah, sering menonjol tanpa terlihat tonjolan tulang, tidak
bergerak bergerak pada otoskopi otoskopi pneumatik pneumatik (pemberian
(pemberian tekanan tekanan positif atau positif atau negatif negatif pada
telinga tengah dengan insuflator balon yang disambungkan ke otoskop).
b. Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga pada
anak yang belum dapat bicara
c. Demam, antara 37, 7 – 40 oC
d. Anoreksia (sering)
e. Limfadenopati servikal anterior
f. Tuli konduktif sementara yang berakhir minimal 2-4 minggu setelah infeksi
akut.
6. Patofisiologi
Terjadinya otitis media akut akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh
yang bertugas menjaga menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab
utama adalah sumbatan tuba eustachius sehingga pencegahan invasi kuman
terganggu. Pencetusnya adalah infeksi saluran pernapasan atas. Penyakit ini
mudah terjadi pada bayi karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya
agak horizontal (Mansjoer, 2000).
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di
saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya
saluran, dan datangnya sel- sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel- sel darah
putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai
hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan
jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel - sel
di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah
bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan
tulang-tula telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan
organ organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan
pendengaran yang dialami, umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun,
cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga
pendengaran 45db (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan
terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya
dapat merobek gendang telinga karena tekanannya (Mansjoer A, 2001).
7. Pathway
8. Penatalaksanaan
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
a. Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba
eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan
fisiologik untuk anak 12 tahun atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga
harus diobati dengan memberikan antibiotik.
b. Pada stadium presupurasi, di berikan antibiotik, obat tetes telinga, dan
analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika
terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya
adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada
anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40
mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari. C
c. Pengobatan stadium supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar
nyeri dapat berkurang.
d. Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang
dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
e. Pada stadium resolusi, biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada
keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih
keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis.
9. Komplikasi
Menurut Jeffrey P. Harris dan David H. Darrow membagi komplikasi ini menjadi
dua yaitu :
a. Komplikasi intrakranial meliputi:
1) Meningitis
Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan komplikasi infeksi
telinga. Jalan penyebaran yang biasa terjadi yaitu melalui penyebaran
langsung, jarang melalui tromboflebitis. Pada waktu kuman menyerang
biasanya streptokokkus, pneumokokkus, atau stafilokokkus atau kuman
yang lebih jarang. Influenza, koliform, atau piokokus, menginvasi ruang
sub arachnoid, pia-arachnoid bereaksi dengan mengadakan eksudasi cairan
serosa yang menyebabkan peningkatan ringan tekanan cairan spinal.
2) Abses subdural
Abses subdural merupakan stadium supurasi dari pekimeningitis interna.
Sekarang sudah jarang ditemukan. Bila terjadi harus dianggap keadaan
gawat darurat bedah saraf, karena harus mendapatkan pembedahan segera
untuk mencegah kematian.
3) Abses ekstradural
Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah diantara durameter dan tulang
yang menutupi rongga mastoid atau telinga tengah. Abses ekstradural jika
tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan meningitis, trombosis
sinus sigmoid dan abses otak (lobus temporal atau serebelar, tergantung
pada sisi yang terkena.
4) Trombosis sinus lateralis
Sejalan dengan progresifitas infeksi, trombus mengalami perlusan
retrograd kedaerah vena jugular, melintasi sinus petrosus hingga ke daerah
sinus cavernosus. Komplikasi ini sering ditemukan pada zaman pra-
antibiotik, tetapi kini sudah jarang terjadi.
5) Abses otak
Sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis, abses otak dapat timbul di
serebellum di fossa krania posterior, atau pada lobus temporal di fossa
kranii media. Abses otak biasanya terbentuk sebagai perluasan langsung
infeksi telinga atau tromboflebitis.
6) Hidrosefalus otitis
Kelainan ini berupa peningkatan tekanan intrakranial dengan temuan
cairan serebrospinal yang normal. Pada pemeriksaan terdapat edema papil.
Keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau kronis.
b. Komplikasi intratemporal meliputi :
1) Facial paralisis
2) Labirintitis
3) Abses Subperiosteal
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1. Identitas Pasien : Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat pekerjaan, alamat.
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat adanya kelainan nyeri pada
telinga, penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan
telinga penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan
telinga.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang,
riwayat alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan
obat( sterptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin ), riwayat operasi.
4. Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami
penyakit telinga, sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya
sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetic dikaitkan sebagai faktor
genetik.
b. Pengkajian Persistem
1. Suhu meningkat, keluarnya otore
2. Nadi meningkat
3. Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun, vertigo,
pusing, reflex kejut.
4. Nausea vomiting
2. Diagnose Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien Otitis Media yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan
mengeluh nyeri, meringis, gelisah, sulit tidur, diaforesis.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan suhu
tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kulit terasa hangat.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
dibuktikan dengan menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran.
4. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif.
3. Intervensi Keperawatan
Ventilasi membaik 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis.
6. Lakukan pendinginan eksternal.
Tekanan darah
7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin.
membaik
8. Berikan oksigen, jika perlu.
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
3. Defisit Setelah dilakukan Edukasi kesehatan
pengetahuan tindakan keperawatan Observasi :
berhubungan selama 3 x 24 jam 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.
dengan kurang diharapkan tingkat 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
terpapar informasi pengetahuan meningkat motivasi perilaku hidup bersih dan sehat.
dibuktikan dengan dengan kriteria hasil: Terapeutik :
menunjukkan Perilaku sesuai 1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan.
perilaku tidak anjuran meningkat 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.
sesuai anjuran. Verbalisasi minat 3. Berikan kesempatan untuk bertanya.
dalam belajar Edukasi :
meningkat 1. Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
Perilaku sesuai 2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
dengan pengetahuan 3. Anjarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup
meningkat bersih dan sehat.
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan Perawatan Area Insisi
dibuktikan dengan tindakan keperawatan Observasi :
efek prosedur selama 3 x 24 jam 1. Periksa lokasi insisi adanya kemerahan, bengkak atau tanda-tanda dehisen
invasif. diharapkan tingkat atau eviserasi.
infeksi menurun dengan 2. Identifikasi karakteristik drainase.
kriteria hasil: 3. Monitor proses penyembuhan area insisi.
Demam menurun 4. Monitor tanda dan gejala infeksi.
Kemerahan Terapeutik :
menurun 1. Bersihkan area insisi dengan pembersih yang tepat.
Nyeri menurun 2. Usap area insisi dari area yang bersih menuju area yang kurang bersih.
Bengkak menurun 3. Bersihkan area disekitar tempat pembuangan atau tabung drainase.
4. Pertahankan posisi tabung drainase.
5. Berikan salep antiseptik, bila perlu.
6. Ganti balutan luka sesuai jadwal.
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur kepada pasien, dengan menggunakan alat bantu.
2. Ajarkan meminimalkan tekanan pada tempat insisi.
3. Ajarkan cara merawat area insisi.
4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana intervensi disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan
adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi
koping. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan
memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien (Nursalam,
2008).
5. Evaluasi
Evalusi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan
tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan.
Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali kedalam siklus tersebut mulai dari pengkajian
ulang (reassessment) (Asmadi, 2008).
DAFTAR PUSTAKA