Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

HORDEOLUM
A. Konsep Hordeolum
1. Pengertian
Hordeolum yakni benjolan dikelopak mata yang disebabkan oleh
peradangan di folikel atau kantong kelenjar yang sempit dan kecil yang
terdapat di akar bulu mata. Bila terjadi di daerah ini, penyebab utamanya
adalah infeksi akibat bakteri (Sidarta Ilyas,2010:92).
Hordeolum adalah infeksi akut kelenjar di palpebra yang berisi
material purulen yang menyebabkan nyeri tajam yang tumpul (Indriana
Istiqomah, 2004: 91).
Hordeolum adalah infeksi kelenjar di palpebra (Paul Riordan &
John Whitcher, 2009: 98).
2. Etiologi
Infeksi akut pada kelenjar minyak di dalam kelopak mata
yang disebabkan oleh bakteri dari kulit (biasanya disebabkan oleh bakteri
stafilokokkus). Hordeolum sama dengan jerawat pada kulit. Hordeolum
kadang timbul besamaan dengan atau sesudah blefaritis, hordeolum bisa
timbul secara berulang.
Faktor resiko hordeolum :
1. Penyakit kronik.
2. Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk.
3. Peradangan kelopak mata kronik, seperti Blefaritis.
4. Diabetes
5. Hiperlipidemia, termasuk hiperkolesterolemia.
6. Riwayat hordeolum sebelumnya
7. Higiene dan lingkungan yang tidak bersih
8. Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik.
3. Klasifikasi
Macam-macam hordeolum antara lain:
a. Hordeolum eksternum
Merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll, tempat keluarnya
bulu mata (pada batas palpebra dan bulu mata). Area infeksi berbatas
tegas, merah, bengkak dan nyeri tekan pada permukaan kulit daerah
batas. Ukuran lebih kecil dan lebih superficial daripada hordeolum

internum. Lesi ikut bergerak saat kulit bergerak. Jika mengalami


supurasi dapat pecah sendiri kearah kulit.
b. Hordeolum internum
Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom sebasea yang terletak
didalam tarsus. Area kecil seperti manic dan edematous terdapat pada
konjugtiva palpebra pada perbatasan palpebra dan bulu mata. Lesi
tidak ikut bergerak dengan pergerakan kulit. Dapat pecah kearah kulit
atau permukaan konjungtiva. Namun, karena letaknya dalam tarsus,
jarang mengalami pecah sendiri.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala hordeolum antara lain:
a. Kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan
nyeri bila ditekan.
b. Adanya pseudoptosis atau ptosis yang mengakibatkan kelopak sukar
diangkat.
c. Terjadi pembesaran pada kelenjar preaurikel
d. Kadang mata berair dan peka terhadap sinar
e. Adanya abses yang dapat pecah dengan sendirinya.
5. Patofisiologi
Hordeolum

disebabkan

oleh

adanya

infeksi

dari

bakteri

stafilokokus aureus yang akan menyebabkan proses inflamasi pada


kelenjar kelopak mata. Infeksi bakteri stafilokokkus pada kelenjar yang
sempit dan kecil, biasanya menyerang kelenjar minyak (meibomian) dan
akan mengakibatkan pembentukan abses (kantong nanah) kearah kulit
kelopak mata dan konjungtiva biasanya disebut hordeolum internum.
Apabila infeksi pada kelenjar Meibom mengalami infeksi sekunder dan
inflamasi supuratif dapat menyebabkan komplikasi konjungtiva.
Apabila bakteri stafilokokkus menyerang kelenjar Zeis atau moll
maka akan membentuk abses kearah kulit palbebra yang biasanya disebut
hordeolum eksternum. Setelah itu terjadi pembentukan chalazion yakni
benjolan di kelopak mata yang disebabkan peradangan di kelenjar minyak
(meibom), baik karena infeksi maupun reaksi peradangan akibat alergi.

6. Pemeriksaan Penunjang
Eversi ( pembalikan ) palpebra untuk memeriksa permukaan bawah
palpebra superior dapat dilakukan bersama slitlamp atau tanpa bantuan alat
ini. Pemeriksaan ini harus selalu dilakukan bila diduga ada benda asing.
Setelah diberi anestesi local, pasien duduk didepan slitlamp dan diminta
melihat kebawah. Pemeriksaan dengan hati-hati memegang bulu mata atas
dengan jari telunjuk dan jempol sementara tangan yang lain meletakkan
tangkai aplikator tepat diatas tepi superior tarsus. Palpebra dibalik dengan
sedikit menekan aplikator kebawah, serentak dengan pengangkatan tepian
bulu mata. Pasien tetap melihat kebawah, dan bulu mata ditahan dengan
menekannya pada kulit diatas tepian orbita superior saat aplikator ditarik
kembali. Konjungtiva tarsal kemudian diamati dengan pembesaran. Untuk
mengembalikannya, tepian palpebra dengan lembut diusap kebawah
sementara pasien melihat keatas.
7. Komplikasi
Komplikasi dari hordeolum antara lain:
a. Selulitis preseptal
b. Konjungtivitis adenovirus
c. Granuloma pyogenik
8. Penatalaksanaan

a. Medis
1. Diberikan eritromisin 250 mg atau 125-250 mg dikloksasilin 4 kali
sehari, dapat juga diberi tetrasiklin. Bila terdapat infeksi stafilokokus
dibagian tubuh lain maka sebaiknya diobati juga bersama-sama.
2. Pengangkatan bulu mata dapat memberikan jalan untuk drainase
nanah
3. Pemberian salep antibiotic pada saccus conjunctivalis setiap 3 jam.
Antibiotic sistemik diindikasikan jika terjadi selulitis.
4. Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin,
Neomycin, Polimyxin B, Chloramphenicol, Dibekacin, Fucidic acid,
dan lain-lain. Obat topikal digunakan selama 7-10 hari, sesuai
anjuran dokter, terutama pada fase peradangan.
5. Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin,
Eritromisin, Doxycyclin. Antibiotik oral digunakan jika hordeolum
tidak menunjukkan perbaikan dengan antibiotika topikal. Obat ini
diberikan selama 7-10 hari. Penggunaan dan pemilihan jenis
antibiotika oral hanya atas rekomendasi dokter berdasarkan hasil
pemeriksaan.
6. Adapun dosis antibiotika pada anak ditentukan berdasarkan berat
badan sesuai dengan masing-masing jenis antibiotika dan berat
ringannya hordeolum.
7. Obat-obat simptomatis (mengurangi keluhan) dapat diberikan untuk
meredakan keluhan nyeri, misalnya: asetaminofen, asam mefenamat,
ibuprofen, dan sejenisnya.
8. Dilakukan insisi hordeolum untuk mengeluarkan nanah pada daerah
abses dengan fluktuasi terbesar, jika keadan tidak membaik selama
48 jam. Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anesthesia
topical dengan patokain tetes mata. Dilakukan anesthesia filtrasi
dengan prokain atau lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan
insisi bila:
a) Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus,
tegak lurus pada margo palpebral.
b) Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo
palpebra.

c) Setelah dilakukan insisi dilakukan ekskohleasi atau kuretase


seluruh isi jaringan meradang didalam kantongnya dan kemudian
diberi salep antibiotik.
a. Keperawatan
1) Kompres hangat 3 kali sehari selama 10-15 menit sampai nanah
keluar.
2) Berikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit, tanda gejala
penyakit, pengobatan dan penatalaksanaannya pada pasien.
3) Setelah dilakukan insisi, dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh
isi jaringan meradang di dalam kantongnya dan kemudian diberikan
salep antibiotik.
Tindakan prainsisi:
a. Buat klien nyaman
b. Jika klien gelisah berikan penyuluhan kesehatan dan perawat
tetap berada di samping klien
Tindakan pascainsisi:
a. Tutup mata dengan bebat berat
b. Beritahu keluarga cara membuka bebat
c. Observasi kurang lebih 1/2 jam sebelum pulang
d. Tutup mata dan bebat dibiarkan di tempatnya kira-kira 4
jam,kemudian di buka secara hati-hati dan mata di kompres
dengan salin hangat secara hati-hati.
e. Mata mungkin tampak memar sehingga anjurkan klien untuk
memakai kacamata
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan:
1. Keluhan utama
2. Riwayat kesehatan sekarang
3. Riwayat kesehatan dahulu
4. Kebiasaan sosial: jarang melakukan
b.

perawatan mata

dan

kebersihan mata.
Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi:
a) Mata tampak kemerahan
b) Mata tampak bengkak atau edema, tampak warna kekuningan
atau putih ditengah kulit atau kelopak mata yang bengkak

2. Palpasi:
a) Rasa nyeri timbul saat kelopak mata disentuh atau ditekan
b) Ditemukan nodul kecil yang tak nyeri pada hordeolum internal
c) Pemeriksaan diagnostik
Ditegakkan sesuai dengan gejala.
2. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan
hordeolum adalah:
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
penurunan penglihatan akibat edema pada kelopak mata
2. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan
edema pada kelopak mata dan kemerahan.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses inflamasi
ditandai dengan edema pada kelopak mata.
4. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pembesaran kelopak
mata

3. Rencana asuhan keperawatan (NOC dan NIC)


DIAGNOSA
Gangguan
persepsi sensori
penglihatan

NOC
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
1x24 jam, diharapkan
edema klien dapat
teratasi, dengan kriteria
hasil:
- Klien dapat
mengidentifikasi
penyebab dari
ketidaknormalan
penglihatan (5)
- Klien

NIC
NIC:
1. Kaji adanya kemerahan pada mata,
cairan eksudat, atau ulserasi
2. Instruksikan klien untuk tidak
menyentuh matanya
3. Pindahkan kontak lensa apabila klien
memakainya
4. Berikan HE untuk menambah
pengetahuan
klien
tentang
penyakitnya
5. Kolaborasikan dengan tim medis lain
untuk pemberian obat tetes mata

Nyeri

Gangguan Citra

mengungkapkan
penglihatannya
kembali normal (5)
Klien dapat
melakukan aktifitas
dengan normal (5)
klien dapat melihat
dengan normal (5)

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
1x24 jam, nyeri klien
dapat teratasi dengan
indikator:
- Klien dapat
mengidentifikasi
penyebab rasa tidak
nyaman nyeri (5)
- Klien
mengungkapkan
nyeri berkurang (5)
- Klien dapat
melakukan teknik
relaksasi untuk
mengurangi nyeri
dengan mandiri (5)
- nyeri
berkurang/hilang (5)
Setelah dilakukan

NIC:
1. Kaji nyeri klien seperti lokasi,
karakteristic,
durasi,
frekuensi,
kualitas, intensitas serta factor
presipitasinya.
2. Observasi pada nyeri non verbal
3. Anjurkan klien untuk mengkompres
matanya dengan air hangat
4. Berikan HE pada klien untuk dapat
menangani nyeri secara sederhana
dan gunakan komunikasi terapeutik
dengan klien
5. Kolaborasikan dengan tim medis lain
untuk menghilangkan nyeri pada
matanya.

NIC:

Tubuh

tindakan keperawatan
1.
1x24 jam, gangguan citra
tubuh teratasi denga
2.
indicator :
- Klien dapat
mengidentifikasi
3.
penyebab darai
gangguan citra tubuh
(5)
- Klien
mengungkapkan
sudah dapat
bersosialisasi dengan
baik (5)
- Klien dapat
beraktifitas dengan
normal (5)
- Percaya diri klien
meningkat (5)

Kaji pengetahuan klien tentang


hordeolum, gejala, dan penyebabnya.
Bantu klien untuk mengungkapkan
perasaannya tentang sakit yang
dialaminya.
Bantu
klien
untuk
mengerti,
memahami
dan
menerima
keadaannya.

DAFTAR PUSTAKA
Eva, Paul Riordan dan John P. Whitcher. (2009). Oftalmologi Umum Vaughan &
Asbury, Edisi 17. Jakarta: EGC.
Ilyas, Sidarta. (2010). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Istiqomah, Indriana N. (2004). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai