Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI Nn. K S PADA OPERASI TURBINO PLASTY


HIPERTROPI KONKA DENGAN TEKNIK GENERAL ANESTESI

Disusun untuk memenuhi Tugas individu Praktik Klinik Keperawatan Anestesi IV Prodi S.Tr
Keperawatan Anestesiologi semester VII

Disusun Oleh:

Akhmad Bagus Setiyanto P07120318033

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI Nn. K S PADA OPERASI TURBINOPLASTY


HIPERTROPI KONKA DENGAN TEKNIK GENERAL ANESTESI

Diajukan untuk disetujui pada,

Hari :

Tanggal :

Tempat :

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns. Maryana, S.SiT.,S.Psi.,S.Kep.,M.Kes) (Tobi’in, Amk. An)


1. Latar Belakang
Hipertrofi konka diperkenalkan pertama kali pada tahun 1800 yang artinya yaitu
pembesaran mukosa hidung pada konka yang diakibatkan oleh bertambahnya ukuran dari sel
mukosa konka. Hipertrofi konka disebabkan oleh rinitis alergi dan non alergi (vasomotor
rinitis) dan kompensasi dari septum deviasi kontralateral (Antonio F et al, 2009).
Hipertrofi konka menimbulkan gejala berupa hidung tersumbat yang bersifat kronik,
sakit kepala, secret pada hidung yang banyak dan kental, disertai gangguan penghidu, gejala-
gejala tersebut membuat penurunan produktifitas seseorang dalam pekerjaan maupun aktifitas
sehari-hari (Deya, 2014; Mangunkusumo, 2012; Whittaker, 2015)
Setiap tindakan pembedahan memerlukan tatalaksana anestesi yang tepat, termasuk
dalam tindakan Turbinoplasty baik dari dokter maupun penata anestesi. Berdasarkan latar
belakang yang telah dijabarkan diatas, maka tatalaksana anestesi pada Turbinoplasty penting
untuk dibahas dalam suatu kajian ilmiah dalam bentuk asuhan keperawatan anestesi.

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Turbinoplasti adalah prosedur bedah untuk mengeluarkan tulang turbinat dari rongga
hidung. Prosedur ini juga dikenal dengan nama turbinektomi. Biasanya dilakukan untuk
meredakan gejala dan efek samping hidung tersumbat. Tulang turbinat atau konka hidung
adalah susunan tulang yang menonjol ke dalam saluran pernapasan hidung. Tulang
panjang, sempit dan bergelombang ini mirip dengan kulit kerang yang panjang.

Beberapa kondisi yang menyerang hidung, termasuk alergi, menyebabkan tulang


turbinat bengkak. Ketika tulang meradang, pasien akan mengalami hidung tersumbat dan
kesulitan bernapas. Penting untuk diketahui bahwa turbinoplasti bukan pengobatan utama
untuk pasien yang mengalami hidung tersumbat. Prosedur hanya direkomendasi bila jenis
pengobatan lain, termasuk konsumsi obat dan terapi, tidak mampu mengurangi gejala dan
melancarkan pernapasan pasien.

2. Etiologi
Konka (inferior turbinate) adalah struktur lekukan pada bagian lateral atau sisi hidung
bagian dalam dan dilapisi oleh mukosa. Konka memiliki fungsi untuk melindungi hidung
dengan mengatur temperatur dan kelembapan udara yang masuk saat bernapas serta
menyaring benda-benda asing yang terhirup bersama udara masuk tersebut. Pembesaran
konka (hipertrofi konka) bisa terjadi dan menyebabkan aliran udara melalui hidung
terhambat sehingga menyebabkan berbagai gejala, seperti hidung tersumbat, napas tidak
plong, dan nyeri dahi.

Hipertrofi Konka bisa disebabkan oleh deviasi septum kontralateral sebagai kompensasi


untuk melindungi mukosa hidung dari pengeringan akibat aliran udara berlebih
(hipertrofi konka unilateral) serta bisa juga disebabkan rinitis alergi dan rinitis non alergi.
Faktor lingkungan (debu dan tembakau) dan kehamilan juga bisa menyebabkan
pembengkakan pada konka.

3. Manifestasi Klinis
Gejala utama dari hipertropi konka inferior adalah sumbatan hidung kronik, sekret
hidung yang berlebihan, kental dan mukopurulen. Biasanya sekret hidung mukopurulen
ditemukan didasar rongga hidung dan diantara konka inferior dan septum. Beberapa
penderita hipertropi konka inferior juga mengeluhkan gangguan penghidu, adanya sakit
kepala, kepala terasa berat, rasa kering pada faring, adanya post nasal drip, gangguan
fungsi tuba dan penurunan produktivitas kerja.
Konka akan tampak membengkak dan berwarna merah pada tahap awal pemeriksaan,
kemudian apabila sudah terdiagnosis terjadi hipertropi konka maka mukosa konka
menebal dan apabila ditekan tidak melekuk. Hipertropi konka dapat terjadi sebagian
ataupun seluruh bagian dari konka inferior. Hipertropi dapat pula terjadi pada konka
media namun jarang.
Beberapa gejala hipertrofi konka antara lain :
 Hidung tersumbat
 Kesulitan untuk bernafas
 Kesulitan untuk menghidu bau atau aroma
 Nyeri kepala dan rasa seperti ada tekanan di dahi dan sekitar hidung
 Gangguan tidur
4. Patofisiologi
Hipertrofi konka merupakan salah satu mekanisme mendasar yang sering terjadi.
Hipertrofi konka dapat bilateral atau unilateral. Hipertrofi konka bilateral disebabkan
peradangan hidung sebagai akibat dari alergi dan non alergi, pemicu lainnya adalah
lingkungan seperti debu dan tembakau. Hipertrofi konka unilateral berhubungan dengan
deviasi congenital atau deviasi septum kontralateral. Hipertrofi adalah pembesaran dari
organ atau jaringan karena ukuran selnya yang meningkat.

Konka hipertrofi adalah pembesaran konka nasal terutama konka nasal inferior yang
menyebabkan sumbatan hidung. Konka hipertrofi berbeda dengan konka hyperplasia.
Pada hipertrofi terjadi pembesaran jaringan karena ukurannya meningkat sedangkan pada
hyperplasia dijumpai pertambahan jumlah sel.
.
PATHWAY HIPERTROPY KONKA

Infeksi oleh virus / bakteri Membran mukosa konka Inflamasi

Peningkatan sekresi Hilangnya fungsi silia Edema, kemerahan,


mukus normal demam, nyeri kepala

Obstruksi hidung Bakteri dapat masuk dan Hipertermi


(Hidung tersumbat) berkembang Nyeri

Bakteri dapat tumbuh Obstruksi konka pada


dengan baik nasal

Penyebaran bakteri
secara sistemik Iritasi konka Kesalahan interpretasi

Gangguan organ Sekresi nasal yang Defisiensi pengetahuan


purulen Ansientas
sistemik

Komplikasi Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Gangguan menelan

Intracranial Orbita, osteomielitis &


abses sub periosteal pada
Meningitis akut tulang frontal
Abses subdural di otak
5. Pemeriksaan Diagnostic
Penderita hipertropi konka inferior dapat didiagnosis dengan cara melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologi
dan rhinomanometry. Anamnesis yang dilakukan haruslah cermat terutama untuk
mengetahui adakah riwayat sumbatan hidung sebagai akibat dari hipertropi konka serta
untuk mengetahui keluhan lainnya.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan rinoskopi anterior dan posterior.
Pemeriksaan rinoskopi anterior dapat menilai ukuran pembesaran konka dengan melihat
septum nasi dan dinding lateral hidung. Obat vasokonstriktor lokal dapat diberikan bila
diperlukan supaya memperluas jangkauan pandangnya. Pemeriksaan rinoskopi posterior
dapat menilai batas pemisah antara konka kanan dan kiri serta ujung posterior konka
media dan konka inferior.
Berdasarkan letaknya, ukuran pembesaran konka anterior terbagi atas tiga yaitu:
a) pembesaran konka inferior mencapai garis yang terbentuk antara middle nasal
fosa dengan lateral hidung.
b) pembesaran konka inferior melewati sebagian dari kavum nasi.
c) pembesaran konka inferior mencapai nasal septum.
Berdasarkan derajatnya, ukuran pembesaran konka terbagi atas empat yaitu:
a) Normal, apabila konka inferior tidak ada kontak dengan septum atau dasar
hidung.
b) Hipertropi ringan, apabila terjadi kontak dengan septum.
c) Hipertropi sedang, apabila terjadi kontak dengan septum dan dasar hidung.
d) Hipertropi berat apabila terjadi kontak dengan septum, dasar hidung dan
kompartemen superior sehingga akan terjadi sumbatan hidung total.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita hipertropi konka inferior
yaitu pemeriksaan radiologi, rhinomanometry dan pemeriksaan peak nasal inspiratory
flow (PNIF). Pemeriksaan radiologi tidak harus dilakukan untuk menilai sumbatan hidung.
Pemeriksaan rhinomanometry dan PNIF dapat gunakan untuk menentukan besarnya aliran
udara dan tahanan dalam rongga hidung.
.
6. Komplikasi

 Reaksi alergi terhadap obat-obatan dan zat bius


 Pendarahan
 Infeksi
 Terbentuk jaringan parut ataukerak di dalam hidung
 Muncul lubang yang membagi septum di dalam jaringan
 Penumpukan cairan dalam rongga hidung
 Perubahan indera penciuman
 Hidung tersumbat atau mampet terulang kembali
 Sensasi kulit hidung yang hilang

7. Pemeriksaan penunjang
a) Pemindaian CT. Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
b) Magneti resonance imaging (MRI).
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetic dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak jelas terlihat bila
mengunakan pemindaian CT.
c) Pemeriksaan x-ray atau Rontgen adalah salah satu teknik pencitraan medis yang
menggunakan radiasi elektromagnetik untuk mengambil gambar atau foto bagian dalam
tubuh
d) Uji laboratorium

8. Penatalaksanaan Umum
 Medikamentosa

Penatalaksanaan dengan medikamentosa bertujuan untuk mengatasi faktor


etiologi dan sumbatan hidung dengan cara memperkecil ukuran konka. Sinus venosus
akan mengalami pengisian pada kasus pembesaran konka akut. Pemberian
dekongestan topikal dapat mengurangi pembesaran konka. Terapi medikamentosa lain
yang dapat diberikan antara lain kortikosteroid, sel mast stabilizer, antihistamin, dan
imunoterapi.
Pemberian dekongestan baik secara lokal maupun sistemik efektif dalam
mengobati sumbatan hidung karena hipertropi konka, namun penggunaan dekongestan
sistemik oral dapat menimbulkan efek samping berupa palpitasi dan kesulitan tidur.
Penggunaan dekongestan topikal dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan
terjadinya rinitis medikamentosa (rebound nasal congestion) dan takifilaksis.
Pemberian kortikosteroid juga efektif dalam mengobati sumbatan hidung, namun
dapat menyebabkan terjadinya hidung berdarah, krusta dan mukosa hidung mengering.
Kortikosteroid juga dapat mengurangi hiperresponsif saluran respirasi dan menekan
terjadinya perdarahan tetapi proses mekanisme dan target seluler belum dapat
diketahui

 Operatif

Jaringan ikat telah terbentuk pada kasus kronik. Hal ini disebabkan oleh proses
inflamasi kronik yang tidak dapat tertangani oleh terapi medikamentosa setelah 2
bulan pengobatan. Tindakan operatif atau pembedahan sangat dianjurkan apabila hal
tersebut terjadi.

Teknik pembedahan reduksi konka secara garis besar terbagi atas dua kelompok
yaitu turbinoplasty dan turbinectomy. Turbinopasty adalah teknik reduksi konka yang
mempertahankan agar mukosa hidung tetap utuh, sedangkan turbinektomi adalah
teknik reduksi konka yang memotong bagian konka yang mengalami pembesaran.
Teknik reduksi konka yang menjadi pilihan saat ini adalah teknik turbinoplasty dengan
menggunakan teknik mikrodebrider dan teknik termal seperti dengan radiofrekuensi
atau koblasi. Keunggulan dari teknik pembedahan reduksi konka radiofrekunsi adalah
mukosa tetap utuh, dapat dilakukan dalam anastesi lokal dan suhu panas yang
dihasilkan pada lapisan submukosa berkisar antara 60-90°C.

Tujuan utama dilakukannya tindakan operatif ini yaitu untuk menghilangkan


sumbatan hidung dan mempertahankan fungsi fisiologis hidung. Teknik pembedahan
yang ideal memang tidak ada, setiap teknik memiliki keunggulan dan kelemahan
seperti adanya kompilkasi jangka pendek dan panjang. Komplikasi jangka panjang
yaitu perdarahan dan rinitis atropi.
B. PATHWAY PERIOPERATIF & MASALAH KEPENATAAN ANESTESI

Hipertropi konka

Turbinoplasty

General Anestesi

Pre Op Intra Op Post Op

Status fisik Patofisiologi Tindakan Suhu Trauma Efek Efek sisa Luka op
Pasien Penyakit Bedah Ok Anestesi obat anest
Operasi
Anestesi

Haemodinamik
-Nyeri
-Nyeri -Takut -hypotermi -Perdarahan -Ggn perfusi
S
Perfusi -Aman -Nyeri -Obstruksi jln nafas
-Resiko infeksi
-Perdarahan
Aspirasi -Nyaman -Ggn pola nafas
-Resiko aspirasi
-Komplikasi anest
-Ggn perfusi
-Ggn pola nafas
-Resiko aspirasi
-Resiko cedera jatuh
C. FOKUS PENGKAJIAN
1. Anamnesa : pengambilan data melalui wawancara dan observasi untuk menegakkan
diagnosa serta membuat penilaian klinis tentang perubahan status pasien
a. Riwayat operasi, riwayat anestesi sebelumnya
b. Riwayat penyakit sistemik (DM, hipertensi, kardiovaskuler, TB, asma)
c. Pemakaian obat tertentu
d. Kebiasaan pasien
e. Riwayat penyakit keluarga

2. Pemeriksaan Fisik
a. Blood : tensi , nadi , nilai syok / pendarahan , Lakukan pemeriksaan jantung
b. Breathing : periksa jalan nafas apakah ada hambatan atau tidak
c. Brain : periksa GCS dan TIK
d. Bladder : produksi urin , pemeriksaan faal ginjal
e. Bowel : pembesaran hepar , bising usus
f. Bone : periksa bentuk leher , apakah ada patah tulang atau tidak , apakah ada
kelainan tulang belakang atau tidak

3. Pemeriksaan penunjang
a. Lab : Hb.AE,AL,AT,CT/BT,APTT/PPT,SGOT/SGPT, Albumin,Ureum/Creatinin,
Bilirubin, Urine Rutin
b. Ro Thorax : Jantung, paru
c. EKG : Irama, HR, bradi, tachi, ST depresi, ST elevasi, T inverted, VES, block
d. USG : Echocardiografi

4. Menentukan status fisik pasien ( ASA )


a. Asa 1 : Pasien normal
b. Asa 2 : Pasien memiliki kelainan sistemik ringan – sedang selain yang akan
dioperasi. Co : hipertensi ringan , DM ringan
c. Asa 3 : Pasien memiliki penyakit sistemik berat selain yang dioperasi tapi belum
mengancam nyawa. Co : hipertensi tak terkontrol , asma bronkial , DM tak
terkontrol
d. Asa 4 : Pasien memiliki penyakit sistemik berat selain yang dioperasi dan
mengancam nyawa. Co : asma bronkial berat , koma diabetikum.
e. Asa 5 : Pasien dalam kondisi sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin
dapat menyelamatkan tetapi resiko kematian jauh lebih besar. Co : Koma berat.
f. Asa 6 : Pasien dinyatakan mati batang otak

5. Menentukan resiko penyulit


a. Penyulit respirasi : Periksa jalan nafas pasien , periksa apakah ada penyakit
pernafasan pasien yang dapat menyulitkan pada saat operasi.
b. Penyulit kardiovaskuler : Periksa apakah ada kelainan kardiovaskuler pada pasien.
c. Aspirasi isi lambung : Aspirasi isi lambung untuk melihat apakah ada kelainan
pada lambung atau tidak.

D. MASALAH KEPENATAAN ANESTESI


1. Pra operasi
a. Nyeri : lakukan anamnesa pada pasien jika merasa nyeri lakukan manajemen nyeri
farmakologi / non farmakologi untuk mengatasi nyeri tersebut.
b. Takut / cemas : lakukan anamnesa pada pada pasien jika merasa cemas lakukan
manajemen cemas farmakologi / non farmakologi untuk mengatasi cemas
tersebut.

2. Intra anestesi
a. Gangguan perfusi jaringan : pastikan tidak ada gangguan perfusi jaringan sebelum
operasi dimulai
b. Gangguan patensi jalan nafas : patenkan jalan nafas sebelum pembedahan dimulai
c. Gangguan pola nafas : selalu cek apakah ada kelainan pola nafas pasien atau tidak
d. Gangguan keseimbangan ciran dan elektrolit : perhatikan output dan loading
cairan pasien
e. Resiko aspirasi : pasang NGT jika beresiko terjadinya aspirasi
f. Komplikasi anestesi
g. Gangguan volume darah : perhatikan pendarahan pasien
h. Nyeri : selalu pertahankan analgetik agar pasien tidak terbangun karena nyeri pada
saat operasi
i. Hypotermi : karena suhu yang dingin pasien beresiko terjadinya shivering

3. Pasca anestesi
a. Resiko penurunan perfusi jaringan
b. Resiko obstruksi jalan nafas : usahakan pasien sudah bernafas secara spontan
c. Pola nafas tidak efektif : usahakan pasien sudah bernafas spontan
d. Resiko aspirasi : pasang NGT jika beresiko terjadinya aspirasi
e. Nyeri : lakukan anamnesa pada pada pasien jika merasa nyeri lakukan manajemen
nyeri farmakologi / non farmakologi untuk mengatasi nyeri tersebut
f. Resiko infeksi
g. Resiko perdarahan
h. Gangguan rasa nyaman
E. PERENCANAAN,PELAKSANAAN DAN EVALUASI
Pre Operasi
DIAGNOS
N A EVALUASI
TUJUAN RENCANA TINDAKAN IMPLEMENTASI
O KEPERA
WATAN
1 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan asuhan a) Evaluasi tingkat ansietas, a) Evaluasi tingkat ansietas, S: Klien mengatakan
dengan defisit keperawatan, diharapkan catat verbal dan non verbal catat verbal dan non sudah lebih tenang
pengetahuan kecemasan klien berkurang pasien. verbal pasien.
dengan kriteria hasil: O:
a. Melaporkan ansietas b) Jelaskan dan persiapkan b) Jelaskan dan persiapkan - Pasien \bisa
menurun sampai tingkat untuk tindakan prosedur untuk tindakan prosedur menerapkan teknik
teratasi sebelum dilakukan sebelum dilakukan distraksi nafas dalam
b. Tampak rileks
c) Ajarkan teknik distraksi c) Ajarkan teknik distraksi - Pasien dapat
cemas dengan nafas dalam cemas dengan nafas menenangkan dirinya
dalam sendiri
d) Jadwalkan istirahat
adekuat dan periode d) Jadwalkan istirahat A: ansietas teratasi
menghentikan tidur. adekuat dan periode P : Hentikan
e) Anjurkan keluarga untuk menghentikan tidur. Intervensi
menemani disamping klien e) Anjurkan keluarga untuk
menemani disamping
klien

Intra Operasi
DIAGNOS
A EVALUASI
NO TUJUAN RENCANA TINDAKAN IMPLEMENTASI
KEPERA
WATAN
1. Nyeri akibat pembedahan Setelah dilakukan asuhan - Pemberian obat - Pemberian obat ketorolac / S: -
keperawatan, diharapkan ketorolac / iv iv O: -klian lebih rileks
rasa nyeri klien berkurang - Atau pemberian - Atau pemberian - Tekanan darah dan nadi
dengan kriteria hasil: paracetamol infus paracetamol infus kembali normal
- Tampak rileks A: nyeri klien berkurang
- Tekanan darah normal P : Hentikan
- Nadi normal Intervensi
2 Syok hipovolemik akibat Setelah dilakukan - observasi Tekanan - observasi Tekanan darah S: Klien tidak merasa lemas
pembedahan intervensi diharapkan darah pasien pasien O: Tekanan darah normal
kebutuhan cairan pasien - tanyakan apakah pasien - tanyakan apakah pasien A : syok hipovolemik teratasi
terpenuhi dengan kriteria merasa lemas atau tidak merasa lemas atau tidak P : henntikan Intervensi
berhasil : - berikan loading cairan - berikan loading cairan
- tekanan darah - berikan ephedrine 10 - berikan ephedrine 10 mg
pasien normal mg /iv jika perlu /iv jika perlu
- pasien tidak
terlihat lemas

3 Shivering akibat Setelah dilakukan - observasi keadaan - observasi keadaan pasien S : Klien tidak merasa
hipotermi intervensi diharapkan pasien menggigil atau tidak kedinginan
klien tidak merasa - tanyakan apakah pasien - tanyakan apakah pasien O : Pasien tidak menggigil
kedinginan / menggigil merasa kedinginan atau merasa kedinginan atau
tidak tidak A : Shivering Teratasi
- pakaikan selimut ke - pakaikan selimut ke pasien
pasien P : Selimut tetap dipakai sampai
dipindah ke bangsal
Post Operasi

DIAGNOSA
NO TUJUAN RENCANA TINDAKAN IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN
1. Nyeri akibat Setelah dilakukan asuhan Pain Manajemen Pain Manajemen S:-
berhubungan dengan keperawatan, diharapkan a. Lakukan pengkajian nyeri a. Lakukan pengkajian O : Pasien terlihat kurang
agen injuri (luka insisi nyeri klien berkurang dengan secara komprehensif nyeri secara nyaman , dan tidak rileks
operasi) kriteria hasil: termasuk lokasi, komprehensif A : Nyeri teratasi
a. Pain level karakteristik, durasi, termasuk lokasi, P : Lanjutkan Intervensi
b. Pain control frekuensi, kualitas dan karakteristik, durasi, Secara Rutin
c. Comfort level factor presipitasi frekuensi, kualitas dan
 Mampu mengontrol b. Kaji tingkat nyeri, secara factor presipitasi
nyeri (tahu penyebab verbal dan non verbal b. Kaji tingkat nyeri,
nyeri, mampu c. Gunakan teknik komunikasi secara verbal dan non
menggunakan teknik terapeutik untuk mengetahui verbal
non farmakologi untuk pengalaman nyeri pasien c. Gunakan teknik
mengurangi nyeri, d. Kaji kultur yang komunikasi terapeutik
mencari bantuan) mempengaruhi respon nyeri untuk mengetahui
 Melaporkan bahwa e. Kontrol lingkungan yang pengalaman nyeri
nyeri berkurang dengan dapat mempengaruhi nyeri pasien
menggunakan seperti suhu ruangan, d. Kaji kultur yang
manajemen nyeri pencahayaan dan kebisingan mempengaruhi respon
 Mampu mengenali f. Pilih dan lakukan nyeri
nyeri (skala, intensitas, penanganan nyeri e. Kontrol lingkungan
frekuensi dan tanda (farmakologi, non yang dapat
nyeri) farmakologi dan inter mempengaruhi nyeri
 Menyatakan rasa personal) seperti suhu ruangan,
nyaman setelah nyeri g. Kaji tipe dan sumber nyeri pencahayaan dan
berkurang untuk menentukan kebisingan
 Tanda vital dalam intervensi f. Pilih dan lakukan
rentang normal h. Kolaborasikan dengan penanganan nyeri
dokter jika ada keluhan dan (farmakologi, non
tindakan nyeri tidak berhasil farmakologi dan inter
personal)
g. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan
intervensi
h. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
2. Resiko Jatuh b/d efek Setelah di lakukan tindakan a. Pastikan pengaman 1. Memastikan S: -
general anestesi pasien tidak mengalami tempat tidur terpasang pengaman tempat
O:
kejadian jatuh dengan b. Monitor keadaan pasien tidur terpasang
kriteria: c. Tunggu pasien di RR 2. Memonitor - pasien tidak jatuh

keadaan pasien - pasien tidak


a. Pasien tidak jatuh
3. menunggui pasien mengalami
dari tempat tidur
selama di RR cidera
b. Pasien tidak
A: resiko jatuh tidak
mengalami cidera terjadi
P: monitor kondisi
pasien
3. Risiko Shivering Setelah di lakukan tindakan a. Monitor keadaan pasien a. Monitor keadaan S: -
pasien tidak mengalami b. Memasang selimut pasien
O:
kejadian jatuh dengan c. Loading cairan b. Memasang selimut
kriteria: c. Memasang selimut - pasien tidak

Loading cairan menggigil


a. Pasien tidak
- kulit pasien tidak
menggigil
dingin
b. Kulit pasien tidak
A: resiko shivering tidak
dingin terjadi
P: monitor kondisi
pasien
DAFTAR PUSTAKA

Efiaty, Nurbaiti, Jenny, Ratna. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga dan Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher edisi ke 6.Jakarta : FK UI

Soepardi, EA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kersehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Jakarta : Gaya Baru

Anda mungkin juga menyukai