PENDAHULUAN
1
2
Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis
akut yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai
dalang patogenesis sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih dipertanyakan.
Sebaiknya tidak menyepelekan pilek yang terus menerus karena bisa jadi pilek
yang tak kunjung sembuh itu bukan sekadar flu biasa.
Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab timbulnya
sinusitis, salah satu cara untuk mengujinya adalah dengan tes kulit epidermal
berupa tes kulit cukit (Prick test, tes tusuk) di mana tes ini cepat, simpel, tidak
menyakitkan, relatif aman dan jarang menimbulkan reaksi anafilaktik. Uji
cukit (tes kulit tusuk) merupakan pemeriksaan yang paling peka untuk reaksi-
reaksi yang diperantarai oleh IgE dan dengan pemeriksaan ini alergen
penyebab dapat ditentukan.
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik
dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan
tersering di dunia. Berdasarkan data National Health Interview Survey (2007),
rinosinusitis menjadi salah satu dari sepuluh diagnosis penyakit terbanyak di
Ameriksa Serikat. Dan untuk pertama kalinya diadakan studi epidemiologi
populasi di Eropa (2011) menggunakan kuisioner, sekitar 10.9% orang
memiliki gejala rinosinusitis kronik. Survei dari beberapa daerah di Kanada
melaporkan prevalensi rinosinusitis kronik mengenai rata-rata 5% dari
populasi umum.4,6 Depkes RI (2003) menyebutkan bahwa penyakit hidung
dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau
sekitar 102.817 penderita rawat jalan dirumah sakit. Di Indonesia, pada bulan
Januari hingga Agustus 2005 tercatat data dari Divisi Rinologi Departemen
THT RSCM menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut
sebanyak 435 pasien dan 69% (300 pasien) menderita rinosinusitis.
Di RS A. Dadi Tjokrodipo Provinsi Lampung tercatat sejak tiga bulan
terakhir untuk kasus THT sejak bulan Juni sampa Agustus 2019 berada pada
urutan ke 5 dan terdapat 20 pasien dengan Sinusitis.
Pengobatan sinusitis masih dalam perdebatan. Operasi atau obat atau
keduanya direkomendasikan sebagai pengobatan pilihan. Pengobatan polip
3
nasi meliputi obat, terutama topikal dan sistemik steroid. Banyak kepustakaan
telah menyatakan efektivitas penggunaan steroid. Tujuan pengobatan adalah
untuk mengecilkan ukuran polip, atau kalau mungkin membuangnya, sehingga
gejala hilang terutama sumbatan hidung, hiposmia, anosmia dan mengurangi
frekuensi infeksi serta memerbaiki gejala yang menyertai di saluran nafas
bawah, di samping itu juga mencegah komplikasi seperti mukokel dan gejala
pada mata. Steroid juga diindikasikan untuk persiapan operasi. Operasi
dilakukan bila pengobatan klinis dengan obat gagal (Marbun, 2018).
Pengobatan sinusitis meliputi kombinasi dari observasi, medikal, dan
operasi. Umumnya, pengobatan medikal telah diberikan di primer care
sebelum dikonsulkan ke spesialis THT. Tujuan pengobatan adalah untuk
menyingkirkan atau mengecilkan dengan signifikan ukuran polip nasi yang
mengakibakan obstruksi hidung, memerbaiki drainase sinus serta memerbaiki
penciuman dan pengecapan. Operasi pengangkatan sinusitis dicadangkan
untuk kasus yang berulang dengan pengobatan medikal. Terjadinya rekurensi
sekitar 5-10%. Teknik operasi telah terbukti berhasil membersihkan polip
nasi, dalam 20 tahun terahir dengan berkembangnya endoscopic sinus
surgery . Dengan pengertian lebih baik mengenai anatomi kompleks
osteomeatal (KOM) dan cara mukosiliari bekerja untuk membersihkan
(Marbun, 2018).
Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) saat ini merupakan hal
utama dalam pengobatan sinusitis. FESS telah digunakan dalam lebih dari dua
puluh tahun untuk penalataksaaan polip nasi, merupakan teknik yang minimal
invasif, dengan menggunakan endoskop untuk memulihkan nasociliary
clearance dari sekret, drainase, dan aerasi sinus. Endoskopi memberikan
visualisasi yang baik sehingga anatomi dapat terlihat jelas. Untuk
mendapatkan drainase sinus, perlu memelihara mukosa hidung, bila
mengalami kerusakan hebat maka harus diusahakan mengangkat yang
megalami keadaan patologik saja. Sel silia biasanya mengalami regenerasi
dalam enam bulan (Marbun, 2018).
4
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran tentang bagaimana asuhan keperawatan
perioperatif pasien dengan diagnosa sinusitis dengan tindakan operasi
FESS (Functional Endoscopy Sinus Surgery) terhadap Tn,A di ruang
Operasi RSUD Dr.A Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung tahun 2019”
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Melakukan asuhan keperawatan pre operasi dengan tindakan FESS
(Functional Endoscopy Sinus Surgery) atas indikasi Sinusitis di ruang
operasi RSUD A. Dadi Tjokrodrodipo
b. Melakukan asuhan keperawatan intra operasi dengan tindakan FESS
(Functional Endoscopy Sinus Surgery) atas indikasi Sinusitis di ruang
operasi RSUD A. Dadi Tjokrodrodipo
c. Melakukan asuhan keperawatan post operasi dengan tindakan FESS
(Functional Endoscopy Sinus Surgery) atas indikasi Sinusitis di ruang
operasi RSUD A. Dadi Tjokrodrodipo
6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
7
8
b. Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak
bulan ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-
sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai
berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran
maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya
tidak simetris, satu lebih besar dari lainya dan dipisahkan oleh sekat
yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya
mempunyai satu sinus frontal dan kuran lebih 5% sinus frontalnya
tidak berkembang.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm
dan dalamnya 2 cm. sinus fronta biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus
berlekuk-lekuk. Taidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-
lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukan adanya infeksi
sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relative tipis dari
orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus fronta
mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrenase melalui
ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan
infundibulum etmoid.
c. Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling
bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat
merupakan focus bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk
sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya di bagian posterior.
Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya
0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian posterior.
11
d. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus
etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut
septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3
cm dan lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml.
saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os
12
2. Fisiologi
Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi
sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak
mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat
pertumbuhan tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara
lain :
a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan
mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini
ialah karean ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive
antara sinus dan rongga hidung. Volume pertukaran udara dalam
ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali
bernafas, sehingga di butuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara
total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai
vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.
b. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi
orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
Akan tetapi kenyataanya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara
hidung dan organ-organ yang di lindungi.
c. Membantu keseimbangan kepala
13
2.3 Etiologi
Menurut Amin dan Hardhi, 2015
Sinusitis paranasal salah satu fungsinya adalah menghasilkan lender yang
dialirkan ke dalam hidung, untuk selanjutnya dialirkan ke belakang, kea rah
tenggorokan untuk ditelan di saluran pencernaan. Semua keadaan yang
mengakibatkan tersumbatnya aliran lendir dari sinus ke rongga hidung akan
menyebabkan terjadinya sinusitis. Secara garis besar penyebab sinusitis ada 2
macam, yaitu :
a. Faktor local adalah smua kelainan pada hidung yang dapat
mnegakibatkan terjadinya sumbatan; antara lain infeksi, alergi,
kelainan anatomi, tumor, benda asing, iritasi polutan, dan gangguan
pada mukosilia (rambut halus pada selaput lendir)
14
a. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan
Parainfluenza virus).
b. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam
keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh
menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi
virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan
berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi
infeksi sinus akut.
15
c. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita
gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
b. Alergi
c. Sakit Kepala
d. Hiposmia / anosmia
e. Hoalitosis
17
f. Post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak
2.5 Klasifikasi
Menurut D. Thane R. Cody dkk, 1986
Klasifikasi sinusitis berdasarkan patologi berguna dalam penatalaksanaan
pasien. Di samping menamakan sinus yang terkena, beberapa konsep seperti
lamaya infeksi sinus, harus menjadi bagian klasifikasi
a. Sinusitis Akut
Sinusitis akut merupakan suatu proses infeksi di dalam sinus yang
berlangsug dari satu hari sampai 3 minggu.
b. Sinusitis Sub Akut
18
2.6 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus
juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila
terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia
tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative
di dalam ronga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula
serous. Kondisi ini biasa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus
merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret
menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan
memerlukan terapi antibiotic. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada
factor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bacteri anaerob
berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus
yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu
hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini
mungkin diperlukan tindakan operasi.
Klasifikasi dan mikrobiologi: Consensus international tahun 1995
membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik
19
jika lebih dari 8 minggu. Sedangkan Consensus tahun 2004 membagi menjadi
akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan
dan kronik jika lebih dari 3 bulan. Sinusitis kronik dengan penyebab
rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati
secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya factor predisposisi harus dicari
dan di obati secara tuntas.
Menurut berbagai penelitian, bacteri utama yang ditemukan pada
sinusitis akut adalah streptococcus pneumonia (30-50%). Hemopylus
influenzae (20-40%) dan moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, M.Catarrhalis
lebih banyak di temukan (20%). Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih
berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong ka rarah bakteri
negative gram dan anaerob.
Penyebaran bakteri
secara sistemik Iritasi sinus Kesalahan interpretasi
20
Komplikasi Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Gangguan menelan
2.8 Epidemiologi
Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak ada
batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang sinusitis
dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi saluran nafas atas
pada dewasa yang berhubungan dengan terjadinya sinusitis.
2.10 Komplikasi
Menurut Efiaty Arsyad Soepardi, 2001
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotika. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronis dengan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjdi ialah :
1. Osteomielitis dan abses sub periostal
Paling sering timbul akibat sinusitis frotal dan biasanya ditemukan pada
anak – anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula
oroantral.
2. Kelainan orbita
22
2.11 Pencegahan
1. Makan-makanan bergizi serta konsumsi vitamin C untuk menjaga dan
memperkuat daya tahan tubuh
2. Rajin berolahraga, karena tubuh yang sehat tidak mudah terinfeksi virus
maupun bakteri
3. Hindari stres
4. Hindari merokok
5. Usahakan hidung selalu lembab meskipun udara sedang panas
6. Hindari efek buruk dari polusi udara dengan menggunakan masker
7. Bersihkan ruang tempat tinggal
8. Istirahat yang cukup
9. Hindari alergen (debu,asap,tembakau) jika diduga menderita alergi
2.12 Penatalaksanaan
Menurut Amin & Hardhi, 2015
Prinsip pengobatan ialah menghilangkan gejala membrantas infeksi,dan
menghilangkan penyebab. Pengobatan dpat dilakukan dengan cara konservatif
dan pembedahan. Pengobatan konservatif terdiri dari :
1. Istirahat yang cukup dan udara disekitarnya harus bersihdengan kelembaban
yang ideal 45-55%
23
Teraupetik :
Edukasi :
Kolaborasi :
Teraupetik :
Edukasi :
Kolaborasi
Intervensi :
Observasi :
Teraupetik :
Edukasi :
Teraupetik :
Edukasi :
Kolaborasi :
Teraupetik :
Edukasi :
b. Status Respirasi
a) Kontrol pernafasan
Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernapasan
Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman ventilasi
pernapasan, kesemitrisan gerakan dinding dada, bunyi nafas, dan
arna membran mukosa
b) Kepatenan jalan nafas
Jalan nafas oral atau oral airway masih dipasang untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas sampai tercapai pernafasan
yang nyaman dengan kecepatan normal
32
2.14.3 Intervensi
Menurut SDKI (2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan berdasarkan
diagnosa diatas adalah :
1. Nyeri akut b.d agen pencidera fisik
Intervensi :
33
Observasi :
Monitor efek samping penggunaan analgetik
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi nyeri non verbal
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Teraupetik :
Edukasi :
Kolaborasi
34
Teraupetik :
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Riwayat Praoperatif
1. Pasien mulai dirawat tgl : 01 Oktober 2019 Diruang E-3
2. Ringkasan hasil anamnesa preoperatif :
Setelah dilakukan pengkajian tanggal 02 oktober 2019 pasien mengeluh
nyeri kepala dan tenggorokan, nyeri ini dirasakan sejak 7 hari yang lalu
disertai pilek yang sering kambuh & ingu yang kental di hidung, nyeri
dirasakan semakin bertambah jika pasien menelan makanan dan
menundukan kepala, nyeri seperti tertusuk – tusuk, skala nyeri 4. Pasien
juga merasakan cemas karna baru pertama kali melakukan operasi, pasien
tampk menanyakan tentang prosedur operasi yang dilakukan, pasien
tampak menanyakan hasil operasi yg akan dijalaninya seperti apa.
35
36
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala Dan Leher :
INSPEKSI
Tidak ada lesi , tidak ada pembengkakan , tidak ada jejas ,
warna sama dengan warna kulit lain.
PALPASI
Tidak ada nyeri tekan pada mata dan, mulut, terdapat nyeri
tekan di area hidung , Tidak ada nyeri tekan pada telinga, tidak
ada distensi vena jugularis dan tidak ada pembesaran tiroid
3. Abdomen :
INSPEKSI
Simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, tidak ada distensi
abdomen
AUSKULTASI
Suaru bising usus 17x/m
PALPASI
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdomen
PERKUSI
Suara perkusi timpani
Tidak ada lesi pada ekstremitas atas dan bawah , tidak ada
pembengkakan , tidak ada nyeri tekan, kekuatan otot
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium
No RM : 33987-19 Diagnosa :
Sinusitis
Ket :
Klien megatakan nyeri kepala dan tenggorokan nyeri dirasakan sejak 7
hari yg lalu nyeri seperti tertusuk tusuk, skala nyeri 4
3. Puasa
7. Transfusi darah
d. Pemberian obat-obatan
a. Obat pramedikasi (diberikan sebelum hari pembedahan)
Tgl/Jam Nama Obat Jenis Obat Dosis Rute
25-09-19 Ceftriaxone Antibiotik 1 gr/12 Intravena
jam
25-09-19 Ketorolac Analgetik 30 mg/8 Intravena
jam
B. Intraoperatif
a. Tanda-tanda vital
Tanggal : 02 Oktober 2019 Pukul : 10.15 WIB
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 92 x/m
Suhu : 36,3 0C
Pernafasan : 22 x/m
Sianosis 0
2. Aktifitas Motorik
Gerak 4 anggota tubuh 2
Gerak 2 anggota tubuh 1 2
PEMBAHASAN
50
51
Saat tiba diruang operasi pasien tampak cemas, pasien tampak terus
menanyakan prosedur yang akan dilakukan , pasien mengatakan ia
takut untuk melakukan prosedur operasi . Pasien juga megatakan
ini adalah operasinya yang pertama .
TTV Pasien saat masuk :
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 90 x/m
Suhu : 36,7 0C
Pernafasan : 22 x/m
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik head to toe ditemukan data
abnormal pada bagian hidung yaitu terdapat nyeri tekan pada area
pipi , terdapat sekret kental pada hidung .
Pasien mengatakan nyeri pada area pipi, tenggorokan dan kepala,
nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk, nyeri bertambah berat jika
pasien duduk dan bergerak dan berkurang jika pasien berbaring dan
diberi obat. Nyeri biasanya dirasakan secara terus-menerus .
Pembahasan :
Pandangan setiap orang dalam menghadapi pembedahan berbeda,
sehingga respon pun berbeda. Setiap menghadapi pembedahan
52
Salah satu gejala pada penderita sinusitis adalah nyeri yang dapat
bersifat ringan, sedang sampai menjadi berat. Hal ini juga yang
menjadi gejala yang paling ditakuti pasien karena menjadi faktor
utama dalam mengalami penurunan kualitas hidupnya. Sebagian besar
pasien sinusitis akan mengalami gangguan perasaan nyeri dalam
perjalanan hidupnya (Hakam, 2009). Nyeri sinusitis sering dalam
praktek sehari-hari dan bersifat subyektif. Pada pasien yang pertama
kali datang berobat, sekitar 30% pasien sinusitis disertai dengan
keluhan nyeri dan hampir 70% pasien sinusitis yang menjalani
pengobatan disertai dengan keluhan nyeri dalam berbagai tingkatan
(Aru, 2007). Terapi yang diberikanpun harus bersifat individual
menurut penyebab penyakit (Woodly, 2005).
Diagnosa yang diangkat pada pre operasi adalah kecemasan b.d krisis
situasional yang didukung dengan data subjektif : Pasien mengatakan
cemas, Pasien mengatakan khawatir dengan akibat yang akan dialaminya,
Pasien mengatakan ini adalah operasinya yang pertama . Selain data
subjektif , adapun data objektif yang mendukung yaitu : Pasien tampak
cemas , Pasien tampak menanyakan terus-menerus tentang prosedur yang
akan dilakukan dan TTV ( TD : 130/80 mmHg, Nadi: 86 x/m, Suhu: 36,7
0
C, Pernafasan : 23 x/m)
Pembahasan :
Berdasrkan SDKI (2018) Gejala dan tanda mayor untuk diagnosa
kecemasan secara subjektif adalah merasa bingung, merasa khawatir
dengan kondisi yang akan dihadapi dan sulit berkonsentrasi , sedangkan
untuk data objektifnya adalah tampak gelisah, tampak tegang, dan sulit
tidur . Selain gejala dan tanda mayor ada juga gejala dan tanda minor yang
ditandai dengan data subjektif seperti mengeluh pusing, anoreksia, palitasi,
dan merasa tidak berdaya, sedangkan data objektinya adalah frekuensi
nafas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat,
diaforesis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar, kontak mata buruk,
sering berkemih, an berorientasi pada masa lalu .
Berdasarkan penjelasan diatas maka terdapat banyak kesamaan antara data
yang diperoleh dengan teori yang ada pada SDKI , sehingga dapat
ditegakkan diagnosa kecemasan berdasarkan data-data tersebut .
55
4. Temani pasien
4. Pasien akan merasa lebih tenang jika
untuk mengurangi
didampingi oleh rang lain. Karena bisa
kecemasan
mengallihkan rasa cemasnya .
5. Anjurkan pasien
5. Karena jika pasien mengungkapkan
mengungkapkan
rasa cemasnya maka akan mengurangi
apa yang
beban yang diirasakannya
dirasakan
Pembahasan :
58
Intervensi :
Observasi :
Identifikasi saat tingkat ansietas berubah ( misal : kondisi,
waktu, stresor)
Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
Monitor tanda-tanda ansietas ( verbal dan non verbal)
Teraupetik :
Edukasi :
Kolaborasi :
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rizki (2019) yang
berjudul Pengaruh Psikoedukasi terhadap Kecemasan Ibu Pre Operasi
Kanker Payudara didapatkan hasil penelitian data distribusi rata rata
kecemasan sebelum dilakukan terapi psikoedukasi dengan hasil 47,93,
standar deviasi 83,29, nilai minimum 30, dan skor maksimum 61. Dimana
47,93 masuk dalam kategori kecemasan sedang (45-59). Setelah dilakukan
terapi psikoedukasi tampak adanya penurunan distribusi rata- rata, hasil
penelitian ini diperoleh data distribusi rata-rata kecemasan responden
setelah dilakukan terapi psikoedukasi dengan hasil 40,53, standar deviasi
6,334, nilai minimum 27, dan nilai maksimum 49. Secara kuantitatif
penelitian ini bermakna karena menunjukakan adanya perbedaan skor
kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan terapi psikoedukasi. Rata rata
kecemasan berkurang menjadi 40,53 termasuk kecemasan ringan (2044).
Hasil analisis bivariat penelitian yang telah dilakukan dengan
menggunakan uji Wilcoxon Signed Ranks Testdiperoleh hasil (0,000)<α
(0,05) yang berarti H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa
melakukan psikoedukasi berpengaruh terhadap penurunan tingkat
kecemasan pasien pre operasi kanker payudara di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung 2018.
4.1.4 Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun, penulis melakukan
implementasi sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang dibuat
berdasarkan kebutuhan Tn.A
4.1.5 Evaluasi
Berdasarkan asuhan keperawatan perioperatif terhadap Tn.A dengan
tindakan FESS atas indikasi sinusitis telah dilakukan implementasi dan
evaluasi. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui perkembangan pasien
dan untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan layanan asuhan
keperaatan yang telah diberikan dan pada evaluasi menggunakan
komponen SOAP. Kondisi pasien setelah dilakukan implementasi dan
evaluasi yaitu Pasien mengatakan cemas berkurang dan sudah lebih rileks,
TTV ( TD : 130/80 mmHg, Nadi : 92 x/m, Suhu : 36,3 0C, Pernafasan : 23
x/m) pasien tampak lebih rileks, pasien mengungkapkan apa yang
diraskan, pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam, pasien sudah
mengerti tentang prosedur dan sensasi yang mungkin dialami . Rencana
tindakan yang selanjutnya yaitu Monitor TTV, anjurkan pasien
melakukanteknik distraksi dan relaksasi, anjurkan pasien untuk berdoa.
Diagnosa yang diangkat pada intra operasi adalah resiko hipotermi b.d
terpapar suhu lingkungan yang didukung dengan data subjektif : pasien
tampak pucat, Pasien tampak mengalami perdarahan 450 ml, pasien
tampak terpasang infus RL 30 tt/menit , CRT : 3 detik, akral dingin TTV
( TD: 140/92 mmHg, Nadi: 102 x/m, Suhu: 35,2 0C, Pernafasan: 22 x/m)
Pembahasan :
Berdasarkan SIKI (2018) intervensi yang dapat dilakukan untuk diagnosa resiko
hipotermi adalah sbb :
Intervensi :
Observasi :
Monitor suhu tubuh.
Identifikasi penyebab hipotermia (mis, terpapar suhu
lingkungan rendah, pakaian tipis , kerusakan hipotalamus dan
kekurangan lemak subkutan).
Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia (hipotermia
ringan : takipnea, disartria, menggigil, hipertensi, diuresis,
Hipotermia sedang : aritmia, hipotensi, apatis, reflex menurun,
Hipotermia berat : oliguria, reflex menghilang, edema paru,
asam basa abnormal)
65
Teraupetik :
Edukasi :
4.2.4 Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun, penulis melakukan
implementasi sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang dibuat
berdasarkan kebutuhan Tn.A
Implementasi yang telah dilakukan pada pasien intra operasi FESS atas
indikasi sinusitis dengan diagnosa resiko hipotermi b.d terpapar suhu
lingkungan yaitu memonitor tanda dan gejala hipotermi, memonitor
TTV dan CRT, memonitor suhu lingkungan, menggunakan warm
blanket, dan berkolaborasi dalam pemberian terapi cairan hangat.
Tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan yang direncanakan .
66
4.2.5 Evaluasi
Data-data yang penulis temukan pada saat pengkajian post operasi yaitu
pasien belum sadar sepenuhnya, pasien tampak gelisah, pasien masih
dalam pengaruh anastesi, TTV (TD: 120/90 mmHg, Nadi: 90 x/m, Suhu:
36,0 0C, Pernafasan : 24 x/m)
67
Diagnosis yang diangkat pada post operasi adalah nyeri resiko jatuh b.d
pengaruh anastesi narkotik yang didukung dengan data : pasien belum
sadar sepenuhnya, pasien tampak gelisah, pasien masih dalam pengaruh
anastesi, TTV (TD: 120/90 mmHg, Nadi: 90 x/m, Suhu: 36,0 0C,
Pernafasan : 24 x/m).
Berdasrkan SDKI (2018) Gejala dan tanda mayor untuk diagnosis resiko
jatuh secara objektifnya adalah pasien tampak gelisah, pasien belum sadar
penuh dan faktor resiko untuk resiko jatuh yaitu :
Usia >65 tahun (pada dewasa) atau < 2tahun (pada anak)
Riwayat jatuh
Penurunan tingkat kesadaran
Kondisi pasca operasi
Efek agen farmakologis (mis, sedasi, alcohol, anestesi umum)
Resiko jatuh merupakan suatu keadaan dimana pasien beresiko untuk jatuh
yang pada umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan dan fisiologis
68
tempat tidur.
Teraupetik :
Edukasi :
4.3.4 Implementasi
Implementasi yang telah dilakukan pada pasien post operasi FESS atas
indikasi sinusitis dengan diagnosis resiko jatuh b.d pengaruh anastesi
narkotik yaitu Mengidentifikasi karakteristik lingkungan yang dapat
meningkatkan potensi untuk jatuh, mengunci roda tempat tidur atau
brankar selama transfer pasien, mengajarkan pasien bagaimana untuk
meminimalkan cidera, memasang siderail tempat tidur.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Dalam kasus ini pengkajian yang didapatkan saat pre operasi adalah pasien
merasa cemas karena akan menjalani prosedur operasi yang pertama , yang
ditandai dengan meningkatnya nilai TTV , saat intra operasi pasien
megalami perdarahan kurang lebih 450 ml , akral pasien dingin , dan
pasien tampak pucat , dan saat post operasi pasien tampak gelisah, pasien
belum sadar penuh, pasien masih dalam pengaruh anastesi.
2. Diagnosa yang muncul saat pre operasi adalah kecemasan b.d krisis
situasional, intraoperasi resiko hipotermi b.d terpapar suhu lingkungan ,
dan post operasi resiko jatuh b.d pengaruh anastesi narkotik
Sedangkan diagnosa yang tidak muncul sesuai teori untuk pre operasi yaitu
nyeri akut, dan kecemasan , untuk intra operasi resiko jatuh dan resiko
hipotermi, sedangkan untuk post perasi yaitu bersihan jalan nafas , dan
resiko jatuh .
3. Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa kecemasan pre operasi adalah
memonitor tanda-tanda ansietas, monitor TTV, ciptakan suasana teraupetik
untuk menumbuhkan kepercayaan, temani pasien untuk mengurangi
kecemasan, anjurkan pasien mengungkapkan apa ang dirasakan, gunakan
pendekatan yang tenang dan meyakinkan, ajarkan teknik relaksasi nafas
dalam menjelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami .
Untuk diagnosa intraoperasi resiko hipotermi intervensi yang dilakukan
monitor tanda dan gejala perdarahan, monitor TTV dan CRT, gunakan
ESU untuk koagulasi, kolaborasi dalam pemberian terapi cairan,kolaborasi
dalam pemberian obat pengontrol prdarahan dan untuk diagnosa post
operasi nyeri akut intervensi yang dilakukan kaji skala nyeri, monitor
TTV, beri pasien posisi nyaman,kolaborasi dalam pemberian analgetik ,
72
73
5.2 Saran
1. Bagi rumah sakit
Diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan dan memfasilitasi kinerja
perawat dalam pemberian asuhan keperawatan secara komprehensif baik
saat pre operasi, intra operasi , maupun post operasi .
2. Bagi perawat
Diharapkan dapat melakukan prosedur asuhan keperawatan sesuai dengan
standar yang berlaku sesuai dengan tahapan pengkajian, perumusan
diagnosa keperawatan, pembuatan intervensi keperawatan , pelaksanaan
implementasi dan evaluasi baik saat pre operasi, intra operasi , maupun
post operasi .
3. Bagi Institusi Poltekkes Tanjungkarang
Diharapkan agar mempertahankan mutu pembelajaran yang bermutu
tinggi terutama dalam bidang keperawatan perioperatif, dan diharapkan
hasil laporan tugas akhir ini dapat memperkaya literatur perpustakaan.
74