Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL

BEDAH DENGAN PASIEN PENYAKIT SEPTUM DEVIASI DI RUANG WIRA RS


TINGKAT III DR R.SOEHARSONO BANJARMASIN

DOSEN PEMBIMBING :WAHYU ASNURIYATI, S.KEP.,NS.,M.M


DI SUSUN OLEH :

NAMA : MUHAMMAD FIKRI AKBAR


NIM : 11409719063
SEMESTER : III (TIGA)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA
BANJARMASIN
2021
Lembar Pengesahan
Nama : Muhammad Fikri Akbar
NIM : 11409719063
Ruang : Wira

Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah menyelesaikan laporan


pendahuluan dengan pasien Penyakit Septum Deviasi di Ruang Wira RS TIII DR
R.Soeharsono Banjarmasin.

Banjarmasin, Januari 2021


Mahasiswa

Muhammad Fikri Akbar


NIM 11409719063
Mengetahui,
Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Wahyu Asnuriyati
……………………. NIK.029637120
I. KONSEP TEORI
A. Pengertian
Deviasi septum nasi merupakan bentuk septum yang letaknya tidak
lurus di tengah karena pertumbuhan tulang dan tulang rawan tidak
seimbang (Nizar, 2012). Normalnya bentuk septum berada lurus di
tengah. Keluhan yang paling sering timbul dari deviasi septum nasi ialah
sumbatan hidung, rasa nyeri di kepala, penciuman terganggu, dan
apabila menyumbat ostium sinus dapat mengganggu aliran udara dan
berpotensi menyebabkan rhinosinusitis (Nizar, 2012 ; Prasad 2013).
Gejala sumbatan hidung dapat menyebabkan susah tidur pada malam
hari sehingga pada pagi hari penderita merasa mengantuk, kelelahan,
menurunkan produktifitas bekerja atau sekolah, dan menurunkan kualitas
hidup dan aktifitas penderita (EPOS, 2012).
Dikatakan septum deviasi jika terdapat penyimpangan dari media
spenoidalis oleh adanya perubahan struktur mukosa tulang rawan
Septum deviasi dikatan juga hidung bengkok karena adanya
penyimpangan garis tengah disertai obstruksi Nasi yang belum tahu
penyebabnya. Suatu kelainan dari bentuk hidung yang tidak lurus
sempurna digaris tengah.
Bentuk septum normal ialah lurus di tengah rongga hidung. Deviasi
septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu
cukup berat, menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan
demikian dapat mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan
komplikasi.
B. Anatomi dan fisiologi
Hidung berbentuk piramide, kira – kita 2/5 bagian atas terdiri dari
tulang dan 3/5 bagioan bawahnya terdiri dari tulang rawan, ujung atasnya
yang sempit bertemu dengan dahi diglabela dan disebut radiksnasi atau
pangkal hidung. Pangkal hidung dan sudut bebas diujung bawahnya
disebut puncak hidung atau apeks nasi., dipisahkan satu dengan yang
lainnya oleh sekat tulang rawan kulit yang disebut kolumela. Permukaan
lateral hidung membentuk dorsum pada pertemua digaris tengah,
permukaan lateral berakhir membulat dibawah membentuk alanasi.
Bagian tulang terdiri daru dua tulang Nasal yang dibatasi oleh
procecus nasalis os frontal diatas, procecus nasalis ofs maxila di lateral
dan lamina perdikuloris os ethmoid dan septum dibawahnya.
Bagian tulang rawan terdiri dari terdiri dari dua kartilago lateralis
superior, yang bentuknya mirip segi tiga dan bersatu dengan septum
digaris tengah tepi atasnya bertemu dengan permukaan bawah os nasal
dan procecus frontal os maxilla perlektannya di tunjang oleh adanya
jaringa ikat. Bagian bawah tulang rawan terdiri dari dua kartilago lateralis
inferior yang bentuknya bervariasi dan kurang lebih membingkai nares
dan membentuk kala nasi. Septum mempunyai unsur tulang dan tulang
rawan. Kartilago adalah sekeping tulang rawan tunggal yang berbentuk
kuadrilateral, merupakan bagian anterior septum.
C. Etiologi
1. Trauma baik langsung maupun tidak langsung
Trauma langsung bila terjadi cidera pada wajah ( hidung), sedangkan
trauma tidak langsung yang biasa terjadi pada saat bayi yaitu
mukosa tulang rawan palatum yang tidak terdeteksi dini.
2. Patologi
Terjadi pertumbuhan dan perubahan struktur mukosa tulang rawan
palatum.
D. Tanda dan Gejala
Keluhan yang paling sering pada deviasi septum nasi adalah sumbatan
hidung. Sumbatan dapat unilateral dan dapat pula bilateral, sebab pada
sisi deviasi terdapat konka hipotrofi, sedangkan pada sisi sebelahnya
terjadi konka yang hipertrofi, sebagai akibat mekanisme Keluhan lainnya
ialah rasa nyeri di kepala dan sekitar mata. Selain itu penciuman dapat
terganggu, apabila terdapat deviasi pada bagian atas septum. Deviasi
septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor
predisposisi terjadinya sinusitis.
1. Lubang hidung tersumbat
2. Nyeri wajah
3. Napas berbunyi ketika tidur
4. Mimisan
5. Sakit kepala
6. Infeksi sinus kambuhan
7. Nafsu makan terganggu
E. Patofisiologi dan Pathway
Patofisiologi deviasi septum nasal sebagian besar berkaitan dengan
trauma. Tulang rawan septum berperan sebagai penyangga struktural
dorsum hidung serta mempertahankan tingkat elastisitasnya. Septum
nasal dapat menerima gaya dalam jumlah besar tanpa deformitas
permanen. Ketika jumlah gaya yang diberikan pada kartilago nasal
melebihi titik stres biomekanisnya, maka kartilago nasal akan patah.
Pada kondisi yang tidak disebabkan oleh trauma, kartilago septum
berstruktur lurus. Setiap sisi tulang rawan memiliki ketegangan internal
yang seimbang. Trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang rawan
yang asimetris, yang mengakibatkan dominasi satu sisi. Seiring waktu,
sisi dominan kartilago septum menunjukkan pertumbuhan berlebih yang
relatif terhadap sisi kontralateral. Sisi cembung menunjukkan pola
pertumbuhan yang dominan dan sering kali merupakan sisi ipsilateral
yang mengalami cedera.
Besarnya cedera yang diperlukan untuk menghasilkan deviasi septum
yang signifikan berbanding terbalik dengan usia pasien. Di masa kanak-
kanak, terutama selama masa pertumbuhan remaja, trauma yang sangat
minor pada hidung dapat menyebabkan mikrofraktur unilateral yang
memiliki dampak berat pada pola pertumbuhan kartilago septum pasien.
PATHWAY

Deviasi septum nasi merupakan bentuk septum yang letaknya tidak lurus di tengah
karena pertumbuhan tulang dan tulang rawan tidak seimbang

Trauma baik langsung Patologi


maupun tidak langsung

Lubang hidung tersumbat Nyeri


Pola nafas tidak
Napas berbunyi ketika tidur efektif Mimisan

Infeksi sinus kambuhan tindakan Operasi Sakit kepala

Nyeri Akut
Nafsu Makan berkurang

Ketidakseimbangan Nutrisi
Ansietas
F. Data Penunjang
1. Radiologi Foto Waters adanya kel nya kelainan tulang hidung
2. Pemeriksaan laboratorium Meliputi : Darah lengkap, Faal
hemostasis.
G. Prognosis
Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan
!aktor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu, deviasi septum juga
menyebabkan ruang hidung sempit, yang dapat membentuk polip.
H. Penatalaksanaan
1. Analgesik, Digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
2. Dekonge Dekongestan, digunakan untuk mengurangi sekresi
cairan hidung
3. Pembedahan.
1) Septoplasti.
2) SMR (Sub – Muccous Resection)
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Identitas pasien
2) Keluhan utama
Tidak dapat bernafas melalui hidung, ada sesuatu yang
mengganjal
3) Riwayat penyakit sekarang
Adanya keluhan tidak dapat bernafas melalui hidung, hidung
terasa nyeri tidak dapat makan karena takut tersedak
4) Riwayat penyakit dahulu
Pilek terus menerus, biasanya lebih dari 1 tahun dan tidak ada
perubahan meskipun diberi obat
5) Pemeriksaan fisik
Dilakukan saat sebelum operasi atau setelah operasi, head to toe,
contoh pada hidung : jika post op, ada luka operasi, terdapat
tempon ±1,5 mm yang tampak dari luar, pernafasan pindah ke
mulut.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul antara lain :
1) Nyeri akut berhubungan dengan Luka operasi
2) Ansietas berhubungan dengan kurangnya Pengetahuan klien
tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi
sinus/operasi)
3) Pola nafas tidak efektif berhubungan septum deviasi
4) Ketidakseimbangan Nutrisi berhubungan dengan
Ketidakmampuan mencerna makanan
C. Intervensi Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan Luka operasi
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi R/
Untuk mengetahui lokasi nyeri, penyebab, faktor nyeri.
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan R/mengetahui
daerah nyeri
3) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan
tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin R/membantu pasien lebih rileks
4) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri R/membantu
mengurangi nyeri
b) Ansietas berhubungan dengan kurangnya Pengetahuan klien tentang
penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi sinus/operasi)
1) memberikan bantuan baik secara fisik dan psikologis pada px R/
membantu pasien lebih rileks
2) bina hubungan saling percaya agar pasien lebih tenang
R/membantu pasien lebih percaya dalam menjalan kan operasi
3) Menerangkan prosedur operasi sebaik-baiknya R/membantu
pengetahuan pasien dalam prosedur tindakan operasi

c) Pola nafas tidak efektif berhubungan septum deviasi


Tujuan dan Kriteria hasil :
Menunjukan pola pernafasan efektif, yang dibuktikan oleh status
pernafasan : status ventilasi dan pernafasan yang tidak terganggu :
kepatenan jalan nafas, dan tidak ada penyimpangan tanda vital dari
rentang normal.
Intervensi :
a) Manajemen jalan nafas
Rasional: Memfasilitasi kepatenan jalan nafas
b) Pengisapan jalan nafas
Rasional: Mengeluarkan sekret jalan nafas dengan cara memasukan
kateter penghisap kedalam jalan nafas oral atau trakea pasien
c) Manajemen anafilaksis
Rasional: Meningkatkan ventilasi dari perfusi jaringan yang adekuat
untuk individu yang mengalami reaksi alergi berat (antigen-antibodi)
d) Manajemen jalan nafas buatan
Rasional: Memilihara selang endotrakea dan selang trakeostomi serta
mencegah komplikasi yang berhubungan dengan penggunaannya
e) Manajemen asma
Rasional: Mengidentifikasi, mengobati, dan mencegah reaksi
inflamasi/kontrisik dijalan nafas

d) Ketidakseimbangan Nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan


mencerna makanan
Tujuan:
1. Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.
2. Menunjukkan perubahan pola makan.
3. Mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan
pemeliharaan kesehatan optimal.
4. Melakukan/mempertahankan program olahraga yang tepat.
Intervensi :
1) Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara
hipertensi dan kegemukan.R/kegemukan adalah resiko tambahan
pada hipertensi karena kondisi proporsi antara kapasitas aorta dan
peningkatan curah jantung berkaitan dengan peningkatan massa
tubuh.
2) bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi
masukan lemak, garam, gula sesuai indikasi. R/ kesalahan kebiasaan
maksimum menunjang terjadinya atherosklerosis dan kegemukan
yang merupakan predisposisi untuk hipertensi dan Komplikasinya
D. Evaluasi
Menurut Dion dan Betan (2013) evaluasi keperawatan adalah tahap akhir
dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan sistematis dan
terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan keluarga. Evaluasi
bertujuan untuk melihat kemampuan keluarga dalam mencapai tujuan.
Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu:
a. Evaluasi Formatif Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini
dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan
rencanan keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi
formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni Subjektif (data berupa keluhan klien), Objektif (data
hasil pemeriksaan), Analisa data (perbandingan data dengan
teori), dan Planning (perencanaan).
b. Evaluasi Sumatif Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan
setelah semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan.
Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas
asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat
digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara
pada akhir layanan, menanyakan respon pasien dan keluarga
terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir
pelayanan.
Daftar Pustaka

NANDA. (2012). Diagnosis Keperawatan 2012-2014. Jakarta : EGC.

Bestari J Budiman, A. A. (2016). Pengukuran Sumbatan Hidung pada Deviasi


Septum Nasi. Jurnal Kesehatan Andalas, vol 1 no 1.

Broek Den Van P. 2017. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorokan, hidung, dan
Telinga. Jakarta : EGC

Nurarif, A.H .,& Kusuma, H. (2016). Buku Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnose Medis & NANDA nic-noc. Jogjakarta : Medi Action.

Anda mungkin juga menyukai