Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KIE

KASUS TUTORIAL

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4


ANGGOTA :
HELMI MARDHIKA K.W.

(135070501111027)

MIA NUR DIANA

(135070501111029)

DANINTYA FAIRUZ T.

(135070501111031)

ARINA RIZKA HADI

(135070507111005)

BAYU FIRLY MAHARANI

(135070501111021)

YANUAR KHOIRUN NASHIKIN

(135070507111007)

KANA AFIDATUL HUSNA

(135070501111023)

MELYLINDA KARTIKA S

(135070501111019)

SEPTIAN SECSIANDRE

(135070507111009)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TA 2015/2016

1. Pendahuluan
1.1.

Definisi
Rhinitis adalah peradanngan lapisan mukosa hidung. Rhinitis alergi terjadi akibat
terhirupnya bahan alergen atau benda asing yang kemudian melakukan kontak dengan
membran mukus sehingga memicu terjadinya respon tertentu yang dimediasi oleh sistem
kekebalan tubuh berupa IgE. Respon akut ini melibatkan pelepasan mediator inflamasi dan
dikarakterisasikan sebagai bersin, gatal pada hidung, rinorrheam dan juga penyumbatan
hidung. Selain itu gatal pada tenggorokan, mata, dan telinga juga sering terjadi pada rhinitis
alergi (Dipiro,2008).

1.2.

Prevalensi
Rhinitis alergi merupakan masalah kesehatan global dengan angka kejadiannya yang
mengalami peningkatan di banyak negara. Angka kejadian rhinitis alergi secara umum
berkisar 25% terutama pada remaja dan dewasa. Penyebaran penyakit rhinitis alergi sendiri di
Indonesia juga mengalami peningkatan tiap tahunnya dan sekitar 1,5-12,3% penduduk
Indonesia yang mengalami rhinitis alergi setiap tahunnya. Serta perlu diketahui bahwa
sebagian besar penderita akan mengalami penurunan kualitas hidup, kualitas pendidikan, dan
produktivitas kerja. Meskipun bukan penyakit berbahaya, rhinitis alergi harus dianggap
sebagai penyakit seritus agar tidak memperparah kondisi dan mempersulit penanganannya
(Gamalwan,2013).

1.3.

Etiologi
Penyebab rhinitis adalah akibat adanya alergen yang melakukan kontak dengan mukosa
hidung, dimana penyebab ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu alergi seasonal atau
musiman dan rhinitis alergi parennial. Rhinitis alergi seasonal disebabkan oleh alergen tertentu
yang biasanya terjadi pada saat yang dapat diprediksi dalam satu tahun dan biasanya selama
musim pembungaan. Alergen rhinitis alergi seasonal meliputi serbuk

sari tanaman dan

rerumputan. Sedangkan perenial alergi sendiri adalah penyakit yang selalu terjadi dalam tiap
tahunnya dan tidak disebabkan oleh alergen seasonal melainkan oleh alergen seperti debu,
bulu hewan, lumut, cuaca dingin atau akibat multiple allergic sensitivity (Dipiro,2008).
1.4.

Patofisiologi

Merupakan reaksi hipersensitive tipe I melalui aktivasi mastosit yang bergantung pada
IgE. Reaksi hipersensitive tipe I disebut juga reaksi cepat atau reaksi alergi, dimana timbul
segera sesudah badan terpapar alergen. Urutan kejadian reaksi tipe I asalah sebagai berikut,
fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh
reseptor spesifik pada permukaan mastosir dan basofil, kemudian diikuti fase aktivasi yaitu
waktu selama terjadi pemaparan ulang dengan antigen yang spesifik, mastosit melepas isinya
yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Berikutnya adalah fase efektor yaitu
terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek bahan-bahan yang dilepas mastosit
dengan aktivitas farmakologik (Hudyono,2000).
Bila terjadi degranulasi sel mastosit, maka langsung akan dihasilkan prostaglandin
(PGD2) yang menyebabkan jaringan target menghasilkan prostaglandin lain, HETE< dan
leukotrien. Pelepasan mediator diatur oleh cGMP, neurohormon, dan mekanisme umpan balik
negatif dan positif. Berbagai macam obat dan zat berinteraksi pada tahap yang berlainan dalam
sistem pengaturan ini yang mengakibatkan ekspresi klinis dan anafilaksis (Hudyono,2000).
Setelah terpapar dengan sejumlah alergen, maka sel plasma jaringan limfoid akan
membentuk IgE spesifik. IgE tersebut secara pasif menempari reseptor Fc pada membran
mastosit dan basofil. Bila paparan terus berlangsung, ikatan Ag-IgE spesifik pada membran
mastosit dan basofil menyebabkan calcium energy dependent enzyme reactions sehingga
terjadi degranulasi dengan keluarnya mediator yang berperan seperti histamin, ECFA, dan
triptasi. Histamin melalui sistem saraf otonom akan menimbulkan gejala bersin dan gatal,
terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler, menimbulkan gejala beringus encer
dan edema yang menyebabkan hidung tersumbat (Hudyono,2000).
1.5.

Gejala
Menurut Harsono (2007) gejala rhinitis alergi dapat berupa bersin (5-10 kali berturutturut), Rasa gatal (pada mata, telinga, hidung, tenggorokan, dan langit-langit mulut), Hidung
berair, Mata berait, Hidung tersumbat, Tekanan pada sinus, dan Rasa lelah

1.6.

Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya rhinitis alergi, yaitu genetik atau keturunan, paparan alergen,
paparan mikroba gram negatif, debu, susu tanpa proses pasteurisasi atau pensterilan
(Dipiro,2008).

1.7.

Diagnosis

Menurut Lang (2008) diagnosis rinitis alergi dapat dilakukan melalui pemeriksaan gejala
rhinitis alergi, pemeriksaan riwayat sosial seperti lingkungan hidup dan pekerjaan,
pemeriksaan fisik saluran nafas bagian atas, tes antibodi spesifik IgE, fiber optic nasal
endoscopi
1.8.
Terapi
1.8.1. Terapi Farmakologi
Tujuan terapi dari rhinitis alergi adalah untuk mencegah kejadian rhinitis,
menghilangkan gejala rhinitis, dan menghilangkan penyebab rhinitis alergi. Terapi
Farmakologi yang dapat diberikan pada pasien yang menderita rinitis alergi diantaranya
sebagai berikut (Sukandar, 2008):
1. Antihistamin
Antagonis reseptor histamin H1 berikatan dengan reseptor H1 tanpa mengaktivasi
reseptor, yang mencegah ikatan dan keja histamin. Antihistamin oral dapat dibagi
menjadi dua kategori utama, yaitu non selektif (generasi pertama atau antihistamin
sedasi) seperti Klorfeniramin maleat dan Difenhidramin hidroklorida, serta selektif
perifer (generasi kedua atau antihistamin nonsedasi) seperti Loratadin dan Setrizin. Efek
sedatif tergantung dari kemampuan melewati sawar darah otak. Kebanyakan
antihistamin lama bersifat larut lemak sehingga melewati sawar ini dengan mudah. Obat
yang selektif ke perifer memiliki sedikit atau tidak sama sekali efek ke sistem saraf
pusat atau otonom. Efek samping yang mungkin terjadi yaitu mulut kering, konstipasi,
dan efek kardiovaskular.
2. Dekongestan
Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin, merupakan obat
simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Efek samping obat ini
antara lain hipertensi, berdebar-debar, gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala,
kekeringan membran mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma atau
tirotoksikosis. Pada kombinasi dengan antihistamin-H1 oral efektifitasnya dapat
meningkat, namun efek samping juga bertambah.
Dekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin, oksimetazolin, dan
xilometazolin) juga merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala
kongesti hidung. Obat ini bekerja lebih cepat dan efektif daripada dekongestan oral.
Penggunaannya harus dibatasi kurang dari 10 hari untuk mencegah terjadinya rinitis
medikamentosa. Efek sampingnya sama tetapi lebih ringan. Pemberian vasokonstriktor

topikal tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak di bawah usia l tahun karena
batas antara dosis terapi dengan dosis toksis yang sempit.
3. Kortikosteroid nasal
Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid, flunisolid,
flutikason, mometason, dan triamsinolon) dapat mengurangi hiperreaktivitas dan
inflamasi nasal. Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan efek maksimal terlihat
setelah beberapa hari. Obat ini dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan
dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada kasus rinitis
alergik dengan keluhan hidung tersumbat yang menonjol.
4. Kromolyn natrium
Kromolyn natrium sebagai penstabil sel mast tersedia sebagai obat bebas dalam
bentuk semprotan hidung untuk pencegahan gejala dan penanganan terhadap rinitis
alergi. Zat ini mencegah degranulasi sel mast yang dipicu oleh antigen dan pelepasan
mediator termasuk histamin. Efek samping yang paling umum terjadi adalah iritasi lokal
(bersin dan hidung perih). Dosis pakainya yaitu satu semprotan pada tiap nostril 3-4 kali
sehari dengan interval normal (umur 2 tahun).
5. Ipratropium bromida
Obat semprot hidung ipratropium bromida merupakan zat antikolinergik yang
berguna dalam rinitis alergi perennial. Zat ini memiliki sifat antisekretori ketika
diberikan secara lokal dan meredakan gejala rinorea yang berkaitan dengan alergi dan
bentuk lain rinitis kronik. Larutan 0,03% diberikan sebanyak dua semprotan 2-3 kali
sehari. Efek sampingnya tergolong ringan dan termasuk sakit kepala, epsitaksis, dan
hidung kering.
6. Montelukast
Montelukast adalah antagonis reseptor leukotrien untuk penanganan rinitis alergi
musiman. Efektif ketika diberikan tunggal atau dalam kombinasi dengan antihistamin.
Dosis untuk dewasa dan remaja berumur lebih dari 15 tahun adalah satu tablet 10 mg
per hari. Anak-anak berusi 6-14 tahun dapat diberikan satu tablet kunyah 5 mg per hari.
Anak-anak berusia 2-5 tahun dapat diberikan satu tablet 4 mg atau atu bungkus serbuk
per hari. Obat ini harus diberikan pada sore hari jika pasien menderita kombinasi asma
dan rinitis alergi musiman.
1.8.2. Terapi Non-Farmakologi
Terdapat beberapa terapi non farmakologi yang dapat dilakukan selain terapi
farmakologi, yaitu (Ghanie, 2011) :

Hindari allergen inhalan seperti serbuk sari bunga yang dapat memicu kekambuhan dari

penyakit rhinis alergi.


Dapat menggunakan masker untuk menghindari allergen dan dapat menggunakan alas

kaki yang tertutup agar meminimalkan kontak langsung dengan allergen


Menggunakan baju hangat apabila keluar dimalam hari
Menghindari udara yang kotor, seperti asap rokok, pabrik, dan lain-lain, karena dapat
memperparah gejala rhinitis alergi.

2.

Kasus
Anda merupakan anggota karang taruna Perumahan Mekar Sari Malang. Salah satu
program kerja karang taruna adalah mengadakan penyuluhan kesehatan. Anda sebagai
mahasiswa Farmasi Program Studi Farmasi FKUB mengusulkan tema yang diangkat adalah
mengenai rhinitis allergy. Usul anda diterima oleh tim karang taruna Perumahan Mekar Sari
Malang dan Anda ditugaskan untuk melakukan penyuluhan ini. Buat materi penyuluhan
terkait penyakit rhinitis allergy dan buatlah leaflet yang untuk dibagikan kepada keluarga
pasien yang mengikuti kegiatan penyuluhan anda. Gunakan bahasa yang sederhana agar
materi ini dapat dimengerti oleh peserta penyuluhan.

3.

Analisis Kasus
Pada hari Rabu, 10 April 2016 dilaksanakan penyuluhan dengan tema Rhinitis Alergi di
Perumahan Mekar Sari Malang oleh mahasiswa Farmasi Program Studi Farmasi FKUB.
Penyuluhan dilaksanakan di balai RW Perumahan Mekar Sari. Acara ini dihadiri oleh sebagian
besar warga perumahan yang terdiri dari bapak-bapak, ibu-ibu, remaja, dan anak-anak.
Mahasiswa yang memberikan penyuluhan berjumlah 6 orang yang terbagi menjadi 1
moderator dan 5 pemateri. Acara dibuka oleh moderator dengan memulai perkenalan diri
kepada seluruh warga yang menghadiri penyuluhan. Penyuluhan berisi penjelasan penyakit
rhinitis alergi, gejala yang menyertai, pengobatan Rhinitis Alergi, dan kiat-kiat pencegahan
yang dapat dilakukan, dan berlangsung sekitar 10-15 menit serta apabila ada pertanyaan dari
masyarakat dapat langsung disampaikan ditengah materi tanpa harus mengunggu selesai
dijelaskan. Pada proses penyuluhan peserta ditanyai mengenai pengetahuannya tentang
Rhinitis Alergi dan mereka menjawab lebih kepada gejala-gejala alergi seperti gatal-gatal yang
disebabkan berbagai hal yaitu kosmetik, makanan, cuaca, debu dan lain sebagainya. Sehingga
dijelaskan dan dipahamkan kepada masyarakat perbedaan alergi dan Rhinitis Alergi oleh
pemateri. Reaksi alergi terjadi ketika seseorang yang telah memproduksi IgE terpapar suatu

alergen terpapar kembali oleh antigen yang sama. Alergen disini dapat berupa obat, makanan,
rambut, binatang, gigitan serangga, serbuk bunga, feses tungau , bulu kucing, serbuk sari, debu
dan sebagainya (Rifai,2011). Menurut (Harsono,2005) penyakit alergi terbagi menjadi
bermacam-macam seperti dermatitis atopik, rhinitis alergika, asma dan urtikaria tergantung
respon tubuh dan bagian tubuh yang mengalami hipersensitivitas. Dalam Rhinitis alergi terjadi
kelainan padahidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat
setelahmukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. Sedangkan pada alergi
yang lain dapat terjadi reaksi hipersensitivitas pada organ/bagian tubuh yang lain sehingga
menimbulkan jenis penyakit alergi yang lain juga.Dan dijelaskan secara lengkap dan dengan
bahasa yang dapat dimengerti masyarakat mengenai penyebab, gejala, pengobatan dan
pencegahan Rhinitis Alergi. Kemudian dijelaskan pula deteksi dini yang dapat dilakukan
dengan skin prick test yaitusalah satu jenis tes kulit sebagai alat diagnosis yang banyak
digunakan oleh para klinisi untuk membuktikan adanya IgE spesifik yang terikat pada sel
mastosit kulit. Terikatnya IgE pada mastosit ini menyebabkan keluarnya histamin dan
mediator lainnya yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah akibatnya timbul flare/kemerahan dan wheal/bentol pada kulit tersebut
(Pawarti,2004).Semakin besar bentol maka semakin besar sensitifitas terhadap alergen
tersebut, namun tidak selalu menggambarkan semakin beratnya gejala klinis yang
ditimbulkan. Pada reaksi positif biasanya rasa gatal masih berlanjut 30-60 menit setelah
tes.Tes Cukit untuk alergen makanan kurang dapat diandalkan kesahihannya dibandingkan
alergen inhalan seperti debu rumah dan polen (Pawarti,2004).
Setelah melakukan penjelasan mengenai obat-obatan yang dapat diberikan, mekanisme
obat secara singkat dan efek samping yang dominan muncul pada pengobatan tersebutserta
terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan pasien. Pemateri juga menyarankan untuk
memeriksakan diri kedokter jika kemungkinan mengalami gejala-gejala yang timbul dan
disarankan untuk tidak meminum obat sembarangan dengan memperkirakan penyakit dari
gejala pasien yang timbul, karena dikhawatirkan tidak sesuai penyebab yang sebenarnya dan
dapat berdampak negatif. Untuk penggunaan obat-obatannya sendiri, juga dijelaskan bahwa
obat tidak boleh digunakan sebagai pencegahan agar rhinitis alerginya tidak muncul namun
hanya boleh digunakan jika diagnosis rhinitis alerginya sudah tegak dan digunakan untuk
mengatasi gejala yang muncul karena rhinitis alergi. Kemudian diakhir penyuluhan untuk
mengetahui pemahaman warga akan materi penyuluhan yang telah diberikan, dipilih salah

satu warga secara acak untuk menjelaskan secara singkat atas apa yang telah disampaikan dan
juga memberikan reward kepada warga yang ditunjuk tersebut sebagai kenang-kenangan
berupa sovenir, kemudian acara ditutup oleh moderator dan mahasiswa meninggalkan tempat
penyuluhan.
Macam tes kulit untuk mendiagnosis alergi :
-

Puncture, prick dan scratch test biasa dilakukan untuk menentukan alergi oleh karena
alergen inhalan, makanan atau bisa serangga.

Tes intradermal biasa dilakukan pada alergi obat dan alergi bisa serangga

Patch test (epicutaneus test) biasanya untuk melakukan tes pada dermatitis kontak
Skin Prick Test adalah salah satu jenis tes kulit sebagai alat diagnosis yang banyak

digunakan oleh para klinisi untuk membuktikan adanya IgE spesifik yang terikat pada sel
mastosit kulit. Terikatnya IgE pada mastosit ini menyebabkan keluarnya histamin dan
mediator lainnya yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah akibatnya timbul flare/kemerahan dan wheal/bentol pada kulit tersebut
(pawarti,2004).
Kelebihan Skin Prick Test dibanding Test Kulit yang lain (Kourse,2003):
Zat pembawanya adalah gliserin maka lebih stabil jika dibandingkan dengan zat
pembawa berupa air, mudah dialaksanakan dan bisa diulang bila perlu. Tidak terlalu sakit
dibandingkan suntik intra dermal, Resiko terjadinya alergi sistemik sangat kecil, karena
volume yang masuk ke kulit sangat kecil. Pada pasien yang memiliki alergi terhadap banyak
alergen, tes ini mampu dilaksanakan kurang dari 1 jam. Tujuan tes kulit pada alergi ini untuk
menentukan macam alergen sehingga bisa dihindari dan juga untuk menentukan dasar
pemberian imunoterapi.
Indikasi Tes Cukit ( Skin Prick Test ) (Mato,2005):

Rinitis alergi : Apabila gejala tidak dapat dikontrol dengan medikamentosa sehingga diperlukan
kepastian untuk mengetahui jenis alergen maka di kemudian hari alergen tsb bisa dihindari.

Asthma : Asthma yang persisten pada penderita yang terpapar alergen (perenial).

Kecurigaan alergi terhadap makanan. Dapat diketahui makanan yang menimbulkan reaksi alergi
sehingga bisa dihindari.

Kecurigaan reaksi alergi terhadap sengatan serangga.

Persiapan Tes Cukit ( Skin Prick Test)


Sebagai dokter pemeriksa kita perlu menanyakan riwayat perjalanan penyakit pasien,
gejala dan tanda yang ada yang membuat pemeriksa bisa memperkirakan jenis alergen, apakah
alergi ini terkait secara genetik dan bisa membedakan apakah justru merupakan penyakit non
alergi, misalnya infeksi atau kelainan anatomis atau penyakit lain yang gambarannya
menyerupai alergi (Mayo,2005).
Mekanisme Reaksi pada Skin Test :
Dibawah permukaan kulit terdapat sel mast, pada sel mast didapatkan granula-granula
yang berisi histamin. Sel mast ini juga memiliki reseptor yang berikatan dengan IgE. Ketika
lengan IgE ini mengenali alergen (misalnya house dust mite) maka sel mast terpicu untuk
melepaskan

granul-

granulnya

ke

jaringan

setempat,

maka

timbulah

reaksi alergi karena histamin


berupa
(wheal)
kemerahan
(lie,2004).

C
A
Gambar 1.

A. Cara menandai ekstrak alergen yang diteteskan pada lengan


B. Sudut melakukan cukit pada kulit dengan lancet
C. Contoh reaksi hasil positif pada tes cukit

Kesalahan yang Sering terjadi pada Skin Prick Test

bentol
dan
(flare)

a. Tes dilakukan pada jarak yang sangat berdekatan ( < 2 cm )


b. terjadi perdarahan, yang memungkinkan terjadi false positive.
c. Teknik cukitan yang kurang benar sehingga penetrasi eksrak ke kulit kurang,
memungkinkan terjadinya false-negative.
d. Menguap dan memudarnya larutan alergen selama tes.
4.

Daftar Pustaka
Dipiro, Joseph T. dkk. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Seventh
Edition. The McGraw-Hill Companies. New York
Gamalwan, Danita Dwityana. 2013. Pola kepekaan Bakteri Gram Negatif Isolat Hidung
pada Penderita Rinitis Alergi terhadap Amoksisilin dan Siprofloksasin. UMY. Yogyakarta.
Ghanie, Abla. 2011. Penatalaksanaan Rhinitis Alergi Terkini. Fakultas kedokteran
Universitas sriwijaya.
Harsono, A. 2005. Pencegahan Primer Penyakit Alergi. Dalam: Naskah LengkapContinuing
Education Ilmu Kesehatan Anak XXXV Kapita Selekta IlmuKesehatan Anak IV, Hot Topics in
Pediatrics, Surabaya : Balai Penerbit FK Unair.
Harsono, Ganung, dkk. 2007. Faktor yang Diduga Menjadi Resiko pada Anak dengan
Rhinitis Alergi di RSUD DR. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol.
8 NO. 3 Hal. 116-120.
Hudyono, J. 2000. Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinitis Alergi Akibat Kerja. Meditek,
Vol. 8 No. 23 Hal. 35-45.
Krouse JH, Marbry RL. Skin testing for Inhalant Allergy 2003 : current strategies.
Otolaryngolo Head and Neck Surgary 2003 ; 129 No 4 : 34-9.
Lang, Savid M., et. al. 2008. The Diagnosis and Management of Rhinitis : An Updated
Practice Parameter. Journl of Allergy Clinical Immunology 2008;122:S1-84.
Lie P. An Approach to Allergic Rhinitis, Respirology & Allergy Rounds. April 2004; 39-45
Mayo Clinic staff. Allergy skin tests: Identify the sources of your sneezing, Mayo
Foundation for medical education and research, April 2005 ; 1-5
Pawarti DR. Tes Kulit dalam Diagnosis Rinitis Alergi, Media Perhati. Volume 10 2004; Vol
10 no 3 :18-23
Pawarti DR. Tes Kulit dalam Diagnosis Rinitis Alergi, Media Perhati. Volume 10 2004; Vol
10 no 3 :18-23

Rifai,

Muhaimin.

2011.

Alergi

Modul.

Tersedia

online

http://muhaiminrifai.lecture.ub.ac.id/alergi-modul/. Diakses 3 Mei 2016.


Sukandar, E. S. dkk. 2008. ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta
5.
5.1.

Lampiran
Skenario Role Play
Pada hari Rabu, 10 April 2016 dilaksanakan penyuluhan dengan tema Rhinitis Alergi di
Perumahan Mekar Sari Malang. Penyuluhan dilaksanakan di balai RW Perumahan Mekar Sari.
Acara ini dihadiri oleh sebagian besar warga perumahan yang terdiri dari bapak-bapak, ibuibu, remaja, dan anak-anak.
Moderator

: Selamat pagi Bapak/Ibu dan para hadirin sekalian. Sebelumnya saya


mengucapkan banyak terima kasih kepada para hadirin sekalian yang sudah
berkenan dan menyempatkan waktunya untuk datang di balai RW untuk
mengikuti penyuluhan.

Peserta (semua): Pagi..


Moderator

: Kami dari mahasiswa Farmasi Universitas Brawijaya Malang mendapatkan


amanah dari karang taruna Perumahan Mekar Sari untuk memberikan
penyuluhan mengenai Rhinitis Alergi.

Moderator

: Jadi tema penyuluhan kali ini adalah Rhinitis Alergi karena tanpa disadari kita
sering menjumpai penyakit ini dilingkungan sehari-hari namun terkadang kita
anggap sepele. Disini kami akan menjelaskan apa itu penyakit rhinitis alergi,
gejala yang menyertai, pengobatan Rhinitis Alergi, dan kiat-kiat pencegahan
yang dapat dilakukan. Penyuluhan ini akan berlangsung sekitar 10-15 menit dan
apabila ada pertanyaan yang ingin diajukan oleh Bapak/Ibu sekalian dapat
disampaikan langsung disela kami menjelaskan.

Moderator

: Sebelum kami memulai acara penyuluhan kali ini alangkah baiknya kami dari
Farmasi Universitas Brawijaya memperkenalkan diri. Baiklah disini saya W,
kemudian disebelah saya ada X, disebelah X ada Y, dan yang diujung sana ada Z.

Pemateri W : Baiklah mari kita mulai penyuluhan kali ini. Sebelumnya apakah Bapak/Ibu
disini tahu apa yang disebut Rhinitis Alergi?
Peserta 1

: Gatal-gatal gitu ya mbak? Saya alergi pernah gatal-gatal karena pakai kosmetik
sembarangan mbak.

Peserta 2

: Alergi yang kemerahan di kulit oleh karena makan seafood gitu ya mbak? Anak
saya kalau makan seafood selalu kemerahan dan gatal-gatal gitu kulitnya.

Peserta 3

: Kalau saya alergi dingin mbak, kadang kalau pagi saya tiba-tiba pilek gitu.

Peserta 4

: Saya sih alergi debu mbak biasanya bersin-bersin gitu kalau beres-beres
gudang.

Pemateri X : Nah Bapak-Bapak/Ibu-Ibu dari beberapa contoh kasus alergi yang disampaikan
tadi ada yang termasuk Rhinitis Alergi dan ada yang alergi.
Peserta 5

: Lho, apa bedanya mbak?

Pemateri X : Jadi begini Bu, alergi terbagi menjadi rhinitis alergi, asma, gatal pada kulit, dan
kemerahan pada kulit. Jadi, alergi lebih umum dibanding rhinitis alergi dan
gejala yang muncul pada alergi tergantung tempat dan jenis faktor pencetus
seperti salah satu contohnya yang telah disampaikan tadi, yaitu alergi makan
seafood akan menimbulkan reaksi alergi kemerahan atau gatal pada kulit.
Pemateri Y : Sementara rhinitis alergi merupakan penyakit pembengkakan lapisan dalam
hidung karena adanya faktor pencetus seperti yang telah disebutkan tadi yaitu
dingin dan debu. Adanya faktor pencetus dapat menimbulkan kondisi
pembengkakan di lapisan dalam hidung yang menghasilkan kondisi seperti yang
disampaikan (peserta 3 dan peserta 4) yaitu hidung berair/pilek dan bersinbersin. Jadi rhinitis alergi menimbulkan gejala-gejala pada hidung.
Peserta 1

: Memangnya kalau Rhinitis Alergi bisa karena apa saja mbak?

Pemateri Z

: Rhinitis alergi dapat disebabkan oleh faktor pencetus seperti yang telah
disebutkan tadi misalnya karena musim yaitu musim bunga, dimana serbuk sari
bunga merupakan salah satu pencetus peradangan pada rhinitis alergi dan cuaca
dingin. Selain karena musim, faktor pencetus lainnya yaitu debu, bulu hewan,
dan rambut.

Peserta 2

: Selain bersin sama pilek gejala yang lain apa?

Pemateri W : Gejala rhinitis alergi diantaranya mata berair, bersin hingga 5-10 kali berturutturut, hidung berair, hidung tersumbat, gatal pada hidung dan hidung terasa
tertekan.
Peserta 4

: Ooo. Berarti kalau menderita rhinitis tidak perlu sampai masuk Rumah Sakit ya
mbak/mas?

Pemateri W : Tergantung tingkat keparahan gejala yang muncul karena berbeda-beda setiap
orangnya. Sebagian orang mengeluhkan aktifitasnya terganggu dan gejalanya
parah sehingga harus dibawa ke Rumah Sakit.
Peserta 3

: Kalau saya kayaknya tidak ada Rhinitis Alergi itu deh mbak, tapi saya takut
kalau ternyata saya punya rhinitis karena penyebab lain. Apa bisa dideteksi dari
dini?

Pemateri X : Sebenarnya bisa dilakukan tes untuk mengetahui adanya sensitivitas terhadap
penyebab alergi, bisa dilakukan di RS, namanya skin prick test. Skin prick test
merupakan salah satu jenis tes alergi yang dilakukan di permukaan kulit dengan
cara kulit digores dengan jarum yang sudah steril (benar-benar bersih) kemudian
dibagian itu ditetesi dengan suatu zat yang dapat menimbulkan alergi. Jika
bapak/ibu alergi terhadap zat tersebut maka pada kulit yang digores dan ditetesi
zat tadi akan timbul bercak merah.
Peserta 5

: O jadi bisa menghindari ya mbak. Wah, saya tertarik tuh buat tahu rhinitis
alergi anak saya.

Peserta 1

: Oo di Puskesmas bisa ga mbak?

Pemateri X : Setahu kami, melakukan skin prick test dapat dilakukan hanya di rumah sakit.
Peserta 1

: Waaaaaahh.... males antri mbak kan rumah sakit pasti rame.

Peserta 2

: Pasti mahal.. Sayang uangnya.

Pemateri Y : Selain melakukan tes, dapat pula dilakukan upaya menghindari rhinitis alergi
yaitu dengan hindari menghirup sesuatu yang dapat menimbulkan kekambuhan
rhinitis alergi misalnya serbuk sari bunga dan debu, menggunakan masker dan
dapat menggunakan alas kaki yang tertutup agar meminimalkan kontak langsung
dengan sesuatu yang memicu terjadinya rhinitis alergi, menggunakan baju
hangat apabila keluar dimalam hari, menghindari udara yang kotor, seperti asap
rokok, pabrik, dan lain-lain, karena dapat memperparah kondisi rhinitis alergi.
Peserta 3

: Rhinitis alergi gak ada obatnya ya mbak?

Pemateri Z

: Tentunya ada ibu-ibu dan bapak-bapak. Obat rhinitis alergi itu ada enam
golongan. Golongan pertama adalah antihistamin yang memiliki cara kerja
menghambat kerja histamin (histamin merupakan suatu senyawa dalam tubuh
yang berperan dalam menimbulkan alergi). Obat antihistamin dibagi menjadi dua
yaitu nonselektif (generasi satu) dan selektif (generasi dua), contoh non selektif
(generasi satu) seperti Klorferamin maleat dan Difenhidramin hidroklorida,

sedangkan contoh selektif (generasi dua) yaitu Loratadin dan Setrizin. Perbedaan
non selektif (generasi satu) dan selektif (generasi dua) adalah non selektif
(generasi satu) memiliki resiko efek samping berupa mengantuk yang lebih besar
dibandingkan antihistamin selektif (generasi dua). Oleh karena itu, apabila
bapak/ibu harus bekerja di luar rauangan atau mengendarai kendaraan
disarankan untuk mengkonsumsi obat antihistamin selektif. Efek samping
lainnya yaitu mungkin kering, konstipasi (susah BAB).
Golongan kedua adalah dekongestan yang memiliki cara kerja mengurangi
gejala yang timbul di hidung (seperti pilek) akibat rhinitis alergi. Contoh obat
golongan dekongestan yang dapat diminum langsung dengan malalui mulut
adalah efedrin fenilefrin, dan pseudoefedrin. Obat dekongestan yang dapat
digunakan melalui hidung adalah epinefrin, naftazolin, oksimetazolin, dan
xilometazolin. Efek samping yang mungkin timbul berdebar-debar, gelisah,
tremor, insomnia (susah tidur), sakit kepala, BAK jadi sedikit.
Golongan ketiga adalah kortikosteroid nasal yang memiliki cara kerja
mengurangi inflamasi (penyumbatan pada saluran nafas). Contoh obat golongan
ini adalah beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason, dan
triamsinolon. Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah sakit kepala, infeksi,
dan pusing.
Pemateri W : Selanjutnya obat golongan keempat sampai keenam dijelaskan oleh saya. Obata
keempat adalah kromolyn natrium yang memiliki cara kerja membuat stabil sel
yang mengeluarkan respon alergi dalam tubuh. Contoh obat golongan ini adalah
Kromolyn natrium berupa obat semprot yang disemprotkan langsung ke hidung.
Efek samping yang mungkin terjadi adalah hidung terasa perih dan bersin.
Obat kelima adalah Ipratropium bromida yang memiliki cara kerja mengurangi
gejala rinorea (keluarnya cairan dari hidung) pada penderita rhinitis alergi. Obat
ipatropium bromida merupakan obat dalam bentuk semprot yang disemprotkan
langsung ke hidung. Efek samping yang mungkin terjadi adalah sakit kepala dan
hidung kering.
Obat keenam adalah montelukast yang memiliki cara kerja mengurangi respon
alergi pada tubuh saat musim dingin yang dapat terjadi pada penderita rhinitis
alergi. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet yang langsung diminum maupun

dikunyah dan memiliki efek samping yang mungkin terjadi sakit kepala, sakit
gigi, pusing, dan demam.
Peserta 4

: Obatnya langsung bisa dibeli di apotek gak mbak?

Pemateri X : Tentunya bisa, tetapi sebaiknya bapak/ibu ke dokter terlebih dahulu untuk
memeriksakan kondisi bapak/ibu karena dokter akan menentukan obat yang
sesuai dengan gejala yang dikeluhkan oleh bapak/ibu. Takutnya, kalau ibu/bapak
langsung beli obat di apotek, obatnya tidak sesuai dengan gejala yang perlu
diatasi.
Peserta 5

: Ooooo gitu.... saya mengerti. Nanti kalau obatnya diminum langsung bisa
sembuh gak?

Pemateri W : Tentunya tidak langsung namun perlu waktu tetapi selama pengobatan dan
bapak/ibu meminum obatnya sesuai anjuran dokter/apoteker pasti gejalanya
mereda.
Pemateri

: Kira-kira dari penjelasan yang kami sampaikan apa ada yang ingin ditanyakan
lagi?

Peserta 4

: Oh.. kan saya alergi debu berarti saya kalau mau beres-beres rumah/gudang
harus minum obat dulu ya mbak/mas biar gak bersin?

Pemateri X : Bukan seperti bu, tujuan pengobatan disini yaitu untuk mengatasi gejala yang
muncul karena rhinitis alergi bukan untuk pencegahan gejala. Jika ibu ingin
melakukan pencegahan agar rhinitis alerginya tidak muncul karena debu, ibu
dapat melakukan seperti yang kita jelaskan. Misalnya, menggunakan masker
untuk meminimalkan terkena debu saat bersih-bersih rumah/gudang.
Peserta 4

: Oooo gitu, saya kira kalau minum obat bisa mencegah timbulnya gejala rhinitis
juga.

Pemateri Y : Apakah ada yang mau bertanya lagi?


(diam, seakan tidak ada pertanyaan lagi)
Moderator

: Baiklah kalau begitu, berarti bapak/ibu sudah mengerti apa yang kami
sampaikan ya.. Apakah ada yang bersedia untuk menjelaskan ulang secara
ringkas?

Peserta 5

: Saya mbak/mas. (Angka tangan dan menjawab)

Pemateri Y : Wah benar sekali, bapak/ibu benar-benar memamhami apa yang kami
sampaikan, terimakasih.

Moderator

: Selanjutnya kami akan membagikan souvenir bagi peserta penyuluhan yang


mampu menjawab pertanyaan dari kami. Bagi yang bisa menjawab harap
mengangkat tangan ya. Pertanyaannya adalah apa saja faktor pencetus/penyebab
rhinitis alergi?

Peserta ramai mengacungkan tangan.


Moderator

: Silahkan Ibu yang berbaju (peserta1) untuk maju kedepan. Silahkan


memperkenalkan diri.

Peserta 1

: Saya (peserta1).

Moderator

: Jawabannya apa?

Peserta 1

: Bisa karena musim yaitu musim bunga, dimana serbuk sari bunga merupakan
salah satu pencetus peradangan pada rhinitis alergi dan cuaca dingin. Selain
karena musim, faktor pencetus lainnya yaitu debu, bulu hewan, dan rambut.

Pemateri Z

: Ya benar sekali! Selamat kepada Ibu (peserta1).

Peserta 1

: Terima kasih mbak/mas.

Moderator

: Ya, sekian penyuluhan Rhinitis Alergi yang dapat kami sampaikan. Semoga
bermanfaat dan mohon maaf apabila ada salah kata. Terima kasih Bapak/Ibu
sekalian atas kehadirannya. Selamat pagi semua.

5.2.

Poster

5.3.

Leaflet

Anda mungkin juga menyukai