Anda di halaman 1dari 37

Florensius Rinaldi Febrian

M. Etsya Putra
M. Rizky Zakaria
Noor Dwi Yunitasari
Ivana Dea Maya
Rita Anani
Husnul Khatimah
Laili Rahmawati
Definisi

Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, keluarnya cairan dari


hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
dengan alergen dengan diperantarai oleh IgE (ARIA, 2001).
Anatomi Fisiologi
Etiologi
1. Outdoor aeroallergen
(serbuk sari & spora
tumbuhan)
2. Pollutans (ozone, asap
kendaraan)
3. Indoor aeroallergen
(tungau, kecoa, spora
jamur, asap rokok & bulu
hewan peliharaan)
4. Bahan kimia (isocyanate,
glutaraldehyde)
Klasifikasi Alergi Rinitis

ARIA = Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (J Allergy Clin Immunol 2001; 108:
S147-S334)
Patofisiologi
Alergen → ditangkap oleh APC (antigen precenting
cell) → membentuk kompleks MHC kelas II →
dihantarkan ke Limfosit T → APC melepaskan Sitokin
IL-1 → Aktivasi Th0 → Th1 dan Th2 → aktivasi Th2
→ menghasilkan IL-4 dan IL-13 → berikatan dengan
reseptor di Limfosit B → produksi Ig E → akan
berikatan dengan reseptor di sel mastosit

Apabila tubuh terpapan dengan alergen yang sama,


maka Ig E akan mengikatnya dan terjadi degranulasi
sel mastosit → terlepasnya mediator (histamin/
PGD2/ LTD4/ LTC4/ Bradikinin) :
→ berikatan dengan H1 di saraf vidianus → gatal
dihidung dan bersin
→ merangsang kelenjar mukosa dan sel goblet →
hipersekresi mukus (rinorhea)
→ ekskresi ICAM1 → inflamasi
Diagnosis
• Tes alergi (Skin prick test, Tes intradermal, Tes
provokasi hidung, Pemeriksaan IgE dengan
radioallergosorbent test / RAST
• Pemeriksaan eosinofil hidung (baik berupa sekret,
mukosa, nasal lavage atau biopsi)
• Pemeriksaan rinomanometri dan rinometri akustik
• Pemeriksaan radiologi
Cara skin test?
• Menyuntikkan ekstrak alergen (senyawa test) secara
subkutan  tunggu reaksinya
• Skin prick test: kulit digores dengan jarum steril,
ditetesi senyawa alergen  tunggu reaksinya
Manifestasi Klinis

1. Sekresi mukus hidung


berlebih (rinorea)
2. Hidung tersumbat
3. Bersin
4. Rasa gatal di hidung
5. Mata merah dan berair
Algoritma Terapi
Terapi Umum
Pengobatan AR dilakukan dalam 3 langkah:
1. Non-farmakologi (mengindari alergen)
2. Farmakoterapi
3. Immunoterapi

Note:
• Klinisi (dokter/apoteker) harus memaksimalkan setiap langkah pengobatan
sebelum melangkah ke tahap pengobatan selanjutnya
• Edukasi pasien menjadi bagian penting dalam keberhasilan terapi (khususnya
berhubungan dengan obat AR bebas)
Terapi Non Farmakologi
Menghindari pencetus alergi (allergen):
• Amati benda-benda apa yang menjadi pencetus (debu, serbuk sari, bulu
binatang, dll)
• Jika perlu, pastikan dengan skin test
• Jaga kebersihan rumah, jendela ditutup, hindari kegiatan berkebun. Jika
harus berkebun, gunakan masker wajah
Terapi Farmakologi
Menggunakan obat untuk mengurangi gejala
1. Antihistamin
2. Dekongestan
3. Kortikosteroid Nasal
4. Natrium Kromolin
5. Ipratropium Bromida
6. LTRA
7. Immunoterapi dilakukan jika langkah farmakoterapi tidak
menunjukkan hasil yang optimal
Treatment Alergi Rinitis (ARIA, 2001)
ARIA Guidelines: Manajemen Terapi Alergi Rinitis
1. Antihistamin
• Bekerja dengan mencegah terjadinya pengikatan histamin ke reseptornya
• Membantu mengurangi bersin-bersin, gatal, rinoria; tidak efektif dalam meredakan
hidung tersumbat
• 1st gen (waktu paruh pendek, sedasi) chlorpheniramine, diphenhydramine
• 2nd gen (waktu paruh panjang, sedasi rendah/tidak ada, generasi baru, harga
sedang-tinggi, lebih disukai) cetrizine, loratadine
• 3rd gen (waktu paruh paling panjang, tidak ada efek sedasi, bekerja sangat cepat,
harga tinggi) levocetrizine, desloratadine
Agen Antihistamin
2. Dekongestan
• Gol. simpatomimetik → beraksi pada reseptor adrenergik pada mukosa
hidung untuk menyebabkan vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang
membengkak, dan memperbaiki pernafasan
• Penggunaan dekongestan topikal tidak menyebabkan atau sedikit sekali
menyebabkan absorpsi sistemik
• Penggunaan agen topikal yang lama (lebih dari 3-5 hari) dapat
menyebabkan rinitis medikamentosa, di mana hidung kembali tersumbat
akibat vasodilatasi perifer → batasi penggunaan
Dekongestan Intranasal Dekongestan Oral
• Aksi Pendek (Fenilefrin HCl), Durasi • Onset lambat, tapi efek lebih lama
4 jam dan kurang
• Aksi Sedang (Nafazolin HCl dan • menyebabkan iritasi lokal  tidak
Tetrahidrazolin HCl), Durasi 4 – 6 menimbulkan resiko rhinitis
jam medikamentosa
• Aksi Panjang (Oksimetazolin HCl
• Contoh:
dan Xylometazolin HCl), Durasi
sampai 12 jam • Fenilefrin
• Fenilpropanilamin
• Pseudo efedrin 
meningkatkan kontaktilitas
jantung
3. Kortikosteroid Nasal
• First-line terapi untuk alergi rinitis dari sedang hingga berat
• Drug of choice untuk alergi rinitis pada anak
• Mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator
• Menekan kemotaksis neutrofil
• Mengurangi edema intrasel
• Menyebabkan vasokonstriksi ringan
• Menghambat reaksi fase lambat yang diperantarai oleh sel mast
4. Stabilisator Sel Mastosit
• Penstabil sel mast dengan mencegah degranulasi sel mast dan
pelepasan mediator, termasuk histamin
• Contoh: Natrium Kromolin
5. Antikolinergik
• Merupakan agen antikolinergik berbentuk semprotan hidung
• Memiliki sifat antisekretori jika digunakan secara lokal dan bermanfaat
untuk mengurangi hidung berair yang terjadi pada rinitis alergi
• Contoh: Ipratropium Bromida
6. LTRA
• Menghambat reseptor leukotrien sehingga menghambat rilisnya
mediator inflamasi dari sel mast
• Contoh: Montelukast
7. Immunoterapi
• Terapi anti-IgE merupakan terapi yang baru dikembangkan berupa antibodi
monoklonal rekombinan yang bekerja langsung pada IgE sehingga terjadi
penurunan IgE di sirkulasi
• Imunoterapi diberikan ketika pengobatan sebelumnya tidak memberikan
efektifitas yang baik
• Anti Ig-E bekerja menurunkan kadar IgE bebas pada sistem sirkulasi dengan
membentuk kompleks dengan IgE bebas yang bersirkulasi dalam pembuluh darah,
mencegah interaksi IgE dengan reseptor IgE afinitas tinggi yang terdapat pada sel
mast dan basofil sehingga degranulasi sel mastosit dan basofil tidak terjadi
• Contoh: Omalizumab
A. Alergen berikatan dengan IgE yang sudah
berada di reseptornya IgE (FcRI)
B. Anti-IgE mengikat IgE bebas → membentuk
kompleks → dihancurkan oleh sistem
retikuloendotelial di hati
C. Reseptor terikat IgE dipisahkan → karena
kehadiran anti-IgE, reseptor sel yang
dibebaskan tidak diduduki kembali oleh IgE
D. Reseptor FcRI yang tidak terisi oleh IgE akan
diinternalisasi kembali karena kurangnya
ikatan → IgE gagal untuk menstabilkan
reseptor → berkurangnya sel yang terikat IgE
menyebabkan sel mastosit dan basofil tidak
berespon terhadap alergen dan tidak
melepaskan produk inflamasi
Parameter Efektifitas
Ditunjukkan dengan:
• Berkurangnya produksi IgE
• Meningkatnya produksi IgG
• Perubahan pada limfosit T
• Berkurangnya pelepasan mediator dari sel yang tersensitisasi
• Berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap alergen
Konseling Pasien
• Tekankan pada pasien untuk menjauhi alergen
• Rekomendasikan obat alergi yang sesuai
• Waspadai potensial ESO dan interaksi obat
• Jelaskan pada tentang gejala alergi
Pertanyaan
1. DD adalah seorang pria 57 tahun dengan riwayat hipertensi terkontrol selama
10 tahun dan rhinitis alergi intermiten sejak kecil (Pada prick test menunjukkan
pasien alergi terhadap debu). Keluhan yang sering muncul pada DD adalah
hidung gatal, bersin, pengeluaran lendir bening dan encer dan hidung
tersumbat. Dia biasanya mengalami gejala serupa setiap musim kemarau dan
biasanya disertai dengan mata gatal. Keluhannya bertambah parah semenjak ia
pindah ke rumah yang terletak dipinggir jalan raya. DD biasanya berhasil
mengobati sendiri keluhannya dengan antihistamin dan dekongestan (OTC)
(difenhidramine dan pseudoefedrin sesuai kebutuhan untuk gejala), meskipun
sepertinya tidak membantu banyak dengan mata gatal dan berair. Obat lain
yang DD konsumsi adalah hidroklorotiazid setiap pagi dan amlodipin setiap
hari. Dia menyatakan tidak memiliki masalah medis lainnya, tidak demam, dan
tekanan darahnya 128/82 mm Hg. Dia tidak memiliki riwayat reaksi obat yang
merugikan atau alergi obat dan dia tidak merokok.
2. Tanda dan gejala apa yang mengindikasikan bahwa DD kemungkinan
didiagnosis menderita rhinitis alergi?

Pasien mengeluh hidung terasa gatal, bersin - bersin, sering mengeluarkan lendir
bening, hiudng tersumbat, dan mata berair.
3. Apa tujuan terapi dari pasien DD?

• Menetralisir penyebab penyakit


• Menghilangkan gejala penyakit
• Menghilangkan penyebab penyakit
• Minimalisir kekambuhan penyakit
• Menurunkan efek samping obat
• Mencegah alergi rinitis
4. Terapi apa yang anda rekomendasikan dan informasi terkait efek samping apa
saja yang harus anda berikan kepada pasien terkait obat tersebut?

Pasien dapat diberi terapi tunggal berupa kortikosteroid intranasal, karena


pengobatan dengan antihistamin dan dekongestan sudah tidak mampu mengatasi
gejala-gejala pasien sepenuhnya serta pasien sudah mengalami alergi rinitis selama
10 tahun. Efek samping yang mungkin terjadi yaitu pada penggunaan kortikosteroid
intranasal dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan infeksi pada mukosa
hidung (Medscape, 2018), sehingga apabila gejala sudah tidak ada maka
penggunaan kortikosteroid intranasal harus dihentikan.
5. Apa fungsi dekongestan pada regimen terapi pasien DD?

Dekongestan dapat digunakan untuk membantu melegakan pernafasan dengan


cara meredakan hidung tersumbat dengan mengurangi sekresi mukosa pada
hidung.
6. Selain keluhan pada hidung, pasien DD juga mengeluhkan matanya berair dan
gatal. Apa hubungan antara keluhan okular yang disampaikan oleh DD dengan
rhinitis alergi-nya?

Adanya keluhan mata berair pada pasien karena adanya kontak antara alergen
(debu) dengan sistem imun yang berada pada mata. Sistem imun yang terlibat akan
melakukan mekanisme pengeluaran alergen dengan cara menstimulasi ekskresi air
mata secara terus menerus. Hal inilah yang menjadi patokan gejala rhinitis alergi,
dimana mata terasa gatal dan berair karena adanya alergen yang masuk ke mata.
7. Terapi apa yang dapat diberikan kepada DD terkait keluhan matanya?

Pemberian terapi berupa kortikosteroid intranasal yang merupakan terapi lini


pertama pada rinitis alergi intermiten sedang-berat dan persisten sudah dapat
mengatasi gejala mata merah dan berair (lakrimasi).
8. Pasien DD direkomendasikan mendapatkan terapi kortikosteroid dengan nasal spray.
Bagaimana anda menginformasikan kepada pasien terkait penggunaannya dengan
benar?
9. Bagaimana mekanisme kortikosteroid dalam meringankan gejala rhinitis pada
pasien DD?

Kortikosteroid bekerja dengan cara menekan kerja sistem imun dalam tubuh,
sehingga meredakan mata berair karena kontak alergen dengan sistem imun pada
mata, dan pengeluaran lendir dari hidung karena kontak alergen dengan sistem
imun di pernafasan, serta dapat menurunkan produksi mukus.
10. Apakah ada keuntungan yang diperoleh dalam mengkombinasikan obat pada
pasien DD?

Pada keadaan tertentu, terapi kombinasi memang diperlukan bila terapi tunggal
terbukti tidak efektif dalam meredakan gejala. Namun apabila terapi tunggal sudah
cukup adekuat, maka terapi kombinasi tidak disarankan.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai