Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang


 Rhinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan. Berdasarkan studi
epidemiologi, prevalensi rhinitis alergi diperkirakan berkisar antara 10-20% dan secara
konstan meningkat dalam dekade terakhir (Rusmono, 1993). Definisi menurut WHO ARIA
(Allergic Rhinitis and its impact on Asthma) tahun 2001, rhinitis alergi adalah kelainan pada
hidung dengan gejala bersin-bersin, keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, rasa gatal
dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.
Usia rata-rata onset rhinitis alergi adalah 8-11 tahun, dan 80% rinitis alergi berkembang
dengan usia 20 tahun. Biasanya rinitis alergi timbul pada usia muda (remaja dan dewasa
muda). Zainuddin (1999) di Palembang mendapatkan dari 259 penderita rinitis alergi 122
laki-laki dan 137 perempuan. Budiwan (2007) di Semarang pada penelitiannya dengan 80
penderita rinitis alergi mendapatkan laki-laki 37,5% dan perempuan 62,5%. Keluarga atopi
mempunyai prevalensi lebih besar daripada nonatopi (Karjadi, 2001). Rinitis alergi dan atopi
secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi
alergi dengan lingkungan.
Genetik secara jelas memiliki peran penting. Peran lingkungan rinitis alergi yaitu alergen,
yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara
genetik telah memiliki kecenderungan alergi (Rusmono, 1993).  Pemeriksaan rutin yang
dilakukan untuk mendiagnosis rinitis alergi meliputi anamnesis, pemeriksaan THT
dengan/tanpa naso-endososkopi, dan tes alergi. Rinitis alergi berdampak pada penurunan
kualitas hidup penderitanya, penurunan produktifitas kerja, prestasi di sekolah, aktifitas sosial
dan malah dapat menyebabkan gangguan psikologis seperti depresi.

B.     Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas adapun masalah yang dapat kami kaji dalam makalah
ini yaitu:

1. Apa pengertian dari rhinitis alergi?


2. Bagaimana epidemiologi dari rhinitis alergi?
3. Bagaimana etiologi dari rhinitis alergi?
4. Apa saja faktor predisposisi dari rhinitis alergi?
5. Bagaimana patofisiologi dari rhinitis alergi?
6. Apa saja klasifikasi dari rhinitis alergi?
7. Bagaimana gejala klinis dari rhinitis alergi ?
8. Bagaimana pemeriksaan fisik dari rhinitis alergia?
9. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari rhinitis alergi?
10. Bagaimana prognosis dari rhinitis alergi
11. Apa saja terapi untuk rhinitis alergi?
12. Bagaimana konsep asuhan keperawatan rhinitis alergi?

C.     Tujuan
Dalam pembuatan makalah ini, adapun tujuan yang hendak dicapai penulis yaitu:

1. Untuk mengetahui apa pengertian dari rhinitis alergi.

2. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi dari rhinitis alergi.


3. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari rhinitis alergi.
4. Untuk mengetahui apa saja faktor predisposisi dari rhinitis alergi.
5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari rhinitis alergi.
6. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari rhinitis alergi.
7. Untuk mengetahui bagaimana gejala klinis dari rhinitis alergi.
8. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan fisik dari rhinitis alergi.
9. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik dari rhinitis alergi.
10. Untuk mengetahui bagaimana prognosis dari rhinitis alergi.
11. Untuk mengetahui apa saja terapi untuk rhinitis alergi.
12. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan rhinitis alergi.

D.    Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini semoga makalah ini bisa membantu
mahasiswa untuk lebih mengetahui tentang gangguan sistem imun rhinitis alergi dan
menambah wawasan pengetahuan mahasiswa tentang bagaimana pemberian asuhan
keperawatan pada pasien rhinitis alergi.
BAB II
PEMBAHASAN

A.       KONSEP DASAR PENYAKIT


1.      Definisi
a.       Rhinitis alergi adalah suatu kondisi klinis yang ditandai dengan peningkatan imunitas
humoral yang dimediasi oleh IgE (hipersensitivitas tipe I) dan terjadi sebagai respons
terhadap antigen lingkungan yang mengakibatkan inflamasi saluran nafas atas.
b.      Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet,
1986).
c.       Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi
adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat
setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

2.      Epidemiologi
Rhinitis alergi merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan dan
diperkirakan diantarai oleh reaksi imunologi cepat (hipersensitivitas tipe 1) . Penyakit ini
mengenai sekitar 8% hingga 10% dari populasi penduduk Amerika Serikat (20%-30%
penduduk remaja). Kalau tidak diobati, dapat terjadi banyak komplikasi seperti asma alergi,
obstruksi nasal kronik, otitis kronik dengan gangguan pendengaran, anosmia (ganggua
kemampuan membau), dan pada anak-anak, deformitas dental orofasial. Diagnosis dini dan
terapi yang adekuat sangat penting.

3.      Etiologi
Rhinitis alergi disebabkan oleh alergen yaitu zat yang dapat menimbulkan alergi. Zat
tersebut tidak menimbulkan reaksi apapun pada orang yang tidak alergi, namun pada orang
yang alergi, ceritanya bisa berbeda. Misalnya saja debu. Pada orang yang tidak alergi debu,
paparan terhadap debu tidak menimbulkan reaksi. Namun paparan debu pada orang yang
alergi debu dapat memicu reaksi antibodi. Antibodi ini menyebabkan sel mengeluarkan zat
kimia yang menyebabkan gejala seperti hidung berair, gatal, hidung tersumbat, bersin-bersin,
bahkan sesak napas.
Orang yang sedang terkena rhinitis alergi menjadi lebih sensitif terhadap zat iritan
lainnya seperti asap rokok, udara dingin, dan polusi. Rhinitis juga dapat menjadi faktor
pemberat pada asma, sinusitis, infeksi telinga, dan menyebabkan gangguan tidur. Berbeda
dengan rinitis alergi, rinitis non-alergi timbul tanpa reaksi alergi. Rinitis jenis ini dapat timbul
akibat infeksi virus, infeksi bakteri, dipicu oleh makanan dan alkohol, polutan udara,
perubahan hormonal, dan dipicu oleh beberapa jenis obat.

4.      Faktor Predisposisi


Faktor penyebab timbulnya gejala ada dua macam yakni dari dalam tubuh yakni:

1.      Pertumbuhan hormonal seperti yang terjadi pada ibu hamil atau minum pil KB dan menderita
hipertiroid.

2.      Psikis yang disebabkan stres, emosi meningkat, serta ada keturunan penderita alergi.
Kemudian dari luar tubuh bisa terjadi dari lingkungan seperti allergen hirupan dalam bentuk
debu rumah, tungau, jamur, binatang peliharaan seperti anjing, kucing, burung. Juga bisa
penyebabnya dari ketombe, tepung sari bunga (pollen) serta kapuk. Allergen juga bisa terjadi
terhadap makanan dan biasanya makanan yang terbuat dari susu, telur, kacang, coklat, ikan
laut, daging terigu, zat pengawet dan banyak lagi. Selain itu, ada debu dari lingkungan kerja
yang bersifat allergen. Hal itu disebabkan oleh faktor penyebab pencetus yang biasa memicu
timbulnya gejala harus diamati dan dihindari seperti bau-bau yang merangsang. Salah satunya
parfum atau minyak goreng, asap rokok, pembakaran kayu dan sejenisnya. Namun alergi juga
bisa terjadi saat suhu terlalu dingin, panas dan udara lembab.

5.      Patofisiologi
Alergen diingesti oleh makrofag, sel dendrite dan limfosit B (sel pembawa antigen atau
APC). Alergen kemudian diproses dan di bawa ke permukaan sel tersebut untuk berinteraksi
dengan limfosit T helper (sel CD4). Pada pasien alergi, jumlah sel dendrite dan limfosit B di
mukosa saluran pernapasan meningkat, yang memungkinkan stimulasi imunitas humoral.
pada alergi, interleukin-4 (IL-4) secara istimewa dilepaskan oleh sel CD4 (fase TH2 pada
produksi sitokin) menghasilkan proliferasi limfosit B. Sel B mengalami “perubahan isotope”
sedemikian rupa sehingga mereka berubah dari memproduksi IgM menjadi memproduksi
sejumlah besar IgE. IgE berikatan dengan sel mast via reseptor Fc berafinitas tinggi dengan
hasil degranulasi sel mast dan pelepasan mediator vasoaktif (misalnya histamin), kemotaktik,
dan inflamasi (misalnya leukotrien). Interleukin lain (IL-8, IL-5) juga dilepaskan dan
mengaktivasi neutrofil (PMN) dan eosinofil (EOS). Tingginya tingkat aktivitas IL-5 mungkin
merupakan tahap penting dalam perpindahan dari sensitisasi alergi ke gejala penyakit aktual.
IL-4 dan IL-5 juga mendorong ekspresi adhesi molekul pada sel endotel dan epitel
mengakibatkan semakin banyak migrasi sel inflamasi, terutama netrofil dan eosinofil.
Respons alergi merupakan respons vascular dan selular yang menyebabkan inflamasi. proses
ini terjadi secara episodic sebagai respons terhadap pajanan allergen, tetapi dapat
mengakibatkan perubahan kronis dalam mukosa pernapasann dengan gejala menetap.

6.      Klasifikasi
Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
a.       Rinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung
dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat
mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin
dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b.      Rinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan
oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor. 

Rinitis berdasarkan penyebabkannya dibedakan menjadi :


a.       Rinitis alergi
      Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan
laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang
disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di
udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rinitis alergi harus dianggap
penyakit yang serius karena karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak
hanya aktivitas sehari-hari yang menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk
mengobatinya pun akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah
menjadi kronis. Rinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan
setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman.
Berdasarkan waktunya, Rinitis Alergi dapat di golongkan menjadi :
a.       Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
      Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari
luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk
penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
b.      Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
      Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa
(tahunan) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya
kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
7.      Gejala Klinis
Gejala rinitis dapat dimulai pada waktu yang berbeda sepanjang tahun, itu tergantung
pada substansi apa alergi pasien. Jika seseorang alergi terhadap serbuk sari yang umum, maka
ketika jumlah serbuk sari lebih tinggi gejalanya akan makin parah.
1.      Gejala umum rinitis diantaranya :
a.       Bersin
b.      Mata berair
c.       Tenggorokan gatal
d.      Hidung gatal
e.       Diblokir/ pilek
2.      Gejala rinitis yang parah mungkin termasuk :
a.       Berkeringat
b.      Sakit kepala
c.       Kehilangan bau dan rasa
d.      Muka terasa sakit yang disebabkan oleh sinus diblokir/pilek
e.       Gatal menyebar dari tenggorokan, ke hidung dan telinga
3.      Kadang-kadang gejala rinitis dapat menyebabkan :
a.       Kelelahan (fatigue)
b.      Sifat lekas marah
c.       Insomnia
  Orang dengan penyakit asma mungkin menemukan bahwa ketika gejala rinitis muncul
maka   mengi dn sesak nafas menjadi lebih parah.
8.      Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk rinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi pemeriksaan wajah,
mata, telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga penting.
a.       Wajah
1)      Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan dengan vasodilatasi atau
obstruksi hidung
2)      Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setengah bagian bawah
hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.
b.      Hidung
1)      Pada pemeriksaan hidung digunakan  nasal speculum atau bagi spesialis dapat menggunakan
rhinolaringoskopi
2)      Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat, disertai adanya sekret
encer yang banyak.
3)      Tentukan karakteristik dan kuantitas mukus hidung. Pada rinitis alergi mukus encer dan tipis.
Jika kental dan purulen biasanya berhubungan dengan sinusitis. Namun,  mukus yang kental,
purulen dan berwarna dapat timbul pada rinitis alergi.
4)      Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi atau perforasi septum yang dapat
disebabkan oleh rinitis alergi kronis, penyakit granulomatus.
5)      Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti polip dan tumor. Polip berupa
massa yang berwarna abu-abu dengan tangkai. Dengan dekongestant topikal polip tidak akan
menyusut. Sedangkan mukosa hidung akan menyusut.
c.       Telinga, mata dan orofaring
Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran timpani, air-fluid level, atau bubbles.
Kelainan mobilitas dari membran timpani dapat dilihat dengan menggunakan otoskopi
pneumatik. Kelaianan tersebut dapat terjadi pada rinitis alergi yang disertai dengan disfungsi
tuba eustachius dan otitis media sekunder.
d.      Pada pemeriksaan mata
Akan ditemukan injeksi dan pembengkakkan konjungtiva palpebral yang disertai dengan
produksi air mata.
e.       Leher
Perhatikan adanya limfadenopati
f.        Paru-paru
Perhatikan adanya tanda-tanda asma
g.       Kulit.
Kemungkinaan  adanya dermatitis atopi.
9.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan sitologi hidung : ditemukan eosinofil dalam jumlah yang banyak menunjukkan
kemungkinan alergi inhalan, basofil (cukup 5 sel/lap) mungkin alergi makanan, sedangkan
sel PMN menunjukkan infeksi bakteri.
b.      Hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan Ig E total
sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan
alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi.
Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu Ig E spesifik dengan RAST (radio-
immunosorbent test) atau ELISA (Enzym-linked immunosorbent assay test).
c.       Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab. Ada beberapa
cara yitu : uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point titration-
SET), uji cukit (prick test), uji gores (scratch test).

10.  Prognosis
Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus (khususnya
pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang
menjadi kurang sensitif pada alergen.
11.  Therapy
Tujuan terapi adalah untuk meringankan gejala. Terapi dapat mencakup salah satu atau
seluruh intervensi berikut ini : tindakan menghindari alergen, farmakoterapi atau imunoterapi.
Terapi yang paling ideal untuk rinitis alergi, seperti halnya alergi pada umumnya, adalah
dengan menghindari kontak dengan alergen penyebab. Biasanya dokter akan memberikan
obat-obat antihistamin atau dikombinasi dengan dekongestan dan kortikosteroid. Setelah
gejala menghilang hendaknya kita tetap menghindari zat-zat yang sudah diketahui dapat
memicu reaksi alergi pada tubuh kita. Bila kita kembali terpapar oleh alergen tersebut maka
gejala alergi akan muncul kembali.

Simptomatik : Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, dekongestan dan kortikosteroid


a.       Antihistamin
Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral dibagi
menjadi dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai antihistamin sedatif
serta generasi kedua (selektif) dikenal juga sebagai antihistamin nonsedatif.Efek sedative
antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan tidur karena
rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu efek samping yang biasa ditimbulkan oleh obat
golongan antihistamin adalah efek antikolinergik seperti mulut kering, susah buang air kecil
dan konstipasi. Penggunaan obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang mengalami
kenaikan tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.Antihistamin
sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar allergen.
b.      Dekongestan
Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang beraksi pada
reseptor adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi. Topikal dekongestan
biasanya digunakan melalui sediaan tetes atau spray. Penggunaan obat ini dalam jangka
waktu yang lama dapat menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis karena penggunaan
obat-obatan). Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara lain
rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan obat ini
memerlukan konseling bagi pasien.Obat ini harus hati-hati digunakan untuk pasien-pasien
tertentu seperti penderita hipertensi.

c.       Nasal Steroid


Merupakan obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan untuk rhinitis
seasonal. Nasal steroid diketahui memiliki efek samping yang sedikit.Obat yang biasa
digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan ipatropium bromida.
Operatif : Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang mengalami
hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi inferior menggunakan
kauterisasi yang memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
Imunoterapi : Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi
membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat,
berlangsung lama .
Tindakan penanganan :
1)      Instruksikan pasien yang allergik untuk menghindari allergen atau iritan spt (debu, asap
tembakau, asap, bau, tepung, sprei)
2)       Sejukkan membran mukosa dengan menggunakan sprey nasal salin.
3)      Ajarkan tekhnik penggunaan obat-obatan spt sprei dan serosol.
4)      Anjurkan menghembuskan hidung sebelum pemberian obat apapun thd hidung
B.       ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian Keperawatan
a.       Kaji identitas:

1)      Identitas pasien meliputi  nama, umur, agama, jenis kelamin, status, pendidikan, pekerjaan,
suku bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register dan dx.medis.

2)      Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, hubungan dengan pasien, pekerjaan dan
alamat.

b.      Keluhan utama

Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal

c.       Riwayat peyakit dahulu

Pernahkan pasien menderita penyakit THT sebelumnya.

d.      Riwayat keluarga

Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami pasien

e.       Pemeriksaan fisik :

1)      Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid

2)      Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi

f.        Pemeriksaan penunjang :

1)      Pemeriksaan nasoendoskopi.

2)      Pemeriksaan sitologi hidung.

3)      Hitung eosinofil pada darah tepi.

4)      Uji kulit allergen penyebab.

2.      Diagnosa
a.       Ketidakefektifan bersihan  jalan napas berhubungan dengan adanya secret yang mengental.
b.      Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung.

3.      Perencanaan Keperawatan


Hari No Rencana Perawatan TTD
/Tgl Dx Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1 Setelah diberikan
1.      Kaji fungsi pernapasan1.      Penurunan bunyi napas
asuhan keperawatan dapat menunjukkan
3x24 jam diharapkan atelektasis.
jalan nafas efektif
setelah secret
2.      Berikan pasien posisi
2.      Posisi dapat membantu
dikeluarkan dengan semi fowler. memaksimalkan
KH : ekspansi paru dan
 Pasien dapat menurunkan upaya
mengeluarkan secret pernapasan.
tanpa kesulitan.
 Menunjukkan jalan 3.      Napas dapat
nafas yang 3.      Ajarkan pasien latihan memudahkan ekspansi
paten
(pasien tidak bernafas nafas sering, melakukan maksimun paru-paru.
melalui mulut) batuk. Batuk adalah
mekanisme
pembersihan jalan
napas alami.

4.      Pengobatan dibuat


4.      Berikan terapi untuk mengirimkan
nebulizer oksigen/kelembapan
dengan kuat pada
alveoli dan untuk
memobilisasi sekret
2 Setelah diberikan
1.      Tentukan kebiasaan
1.      Untuk mengkaji
asuhan keperawatan tidur biasanya dan perlunya dan
3x24 jam diharapkan perubahan yang terjadi. mengidentifikasi
pasien pasien dapat intervensi yang tepat.
istirahat dan tidur
dengan nyaman
2.      Berikan tidur yang
2.      Meningkatkan
dengan KH : nyaman dan beberapa kenyamana tidur serta
        Jumlah jam tidur milik pribadi, seperti dukungan
dalam batas normal 6- bantal, guling. fisiologis/psikologis.
8 jam/hari.
        Perasaan 3.      Ajarkan pasien untuk
segar 3.      Kafein dapat
sesudah istirahat dan membatasi masukan memperlambat pasien
tidur. makanan/minuman untuk tidur dan
mengandung kafein mengakibatkan pasien
tidak merasa segar saat
bangun.
4.      Berikan analgesic,
sedative saat tidur
4.      Nyeri mempengaruhi
sesuai indikasi pasien untuk tetap tidur.
Obat yang tepat waktu
dapat meningkatkan
istirahat/tidur selama
periode awal.
3 Setelah diberikan 1.      Tentukan persepsi klien
1.      Memungkinkan
asuhan keperawatan tentang alergi dan dilakukan pembenaran
selama 3x24 jam pengobatannya, terhadap kesalahan
diharapkan pasien ceritakan pada klien persepsi dan konsepsi
menyatakan tentang pengalaman serta kesalahan
oemahaman tentang klien lain yang pengertian
penyakitnya dengan menderita alergi.
KH: 2.      Meningkatkan insisi
        Pasien mampu bersih, meningkatkan
melaksanakan 2.      Berikan pasien sirkulasi/penyembuhan.
prosedur yang tindakan mandi dengan
dijelaskan. air hangat. 3.      Membantu klien dalam
        Pasien mampu memahami proses
menjelaskan kembali penyakit.
apa yang dijelaskan
3.      Berikan informasi yang
perawat. akurat dan faktual.
Jawab pertanyaan
secara spesifik,
hindarkan informasi
yang tidak diperlukan. 4.      Tindakan pencegahan
terutama berhubungan
4.      Diskusikan dan berikan dengan penyakit pasien.
daftar tertulis
tanda/gejala tentang
penyakit pasien kepada
dokter

4.      Implementasi
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan. Implementasi
merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan
dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperlukan
dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan
membantu dan mengarahkan kerja aktivitas kehidupan sehari-hari. Implementasi
keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

5.      Evaluasi
Evaluasi dari masalah polisitemia yaitu:
a.       Masalah teratasi
b.      Masalah sebagaian teratasi
c.       Masalah tidak teratasi
d.      Muncul masalah baru.

BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Rhinitis alergi adalah suatu kondisi klinis yang ditandai dengan peningkatan imunitas
humoral yang dimediasi oleh IgE (hipersensitivitas tipe I) dan terjadi sebagai respons
terhadap antigen lingkungan yang mengakibatkan inflamasi saluran nafas atas. Rhinitis alergi
merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan dan diperkirakan
diantarai oleh reaksi imunologi cepat (hipersensitivitas tipe 1) . Penyakit ini mengenai sekitar
8% hingga 10% dari populasi penduduk Amerika Serikat (20%-30% penduduk remaja).
Rhinitis alergi disebabkan oleh alergen yaitu zat yang dapat menimbulkan alergi.
Faktor penyebab timbulnya gejala ada dua macam yakni dari dalam tubuh yakni
pertumbuhan hormonal seperti yang terjadi pada ibu hamil atau minum pil KB dan menderita
hipertiroid dan psikis yang disebabkan stres, emosi meningkat, serta ada keturunan penderita
alergi. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu rhinitis akut dan rhinitis kronis.
Berdasarkan waktunya rhinitis dapat digolongkan menjadi rhinitis alergi musiman, rhinitis
alergi yang terjadi terus menerus (perennial). Gejala umum rinitis diantaranya bersin, mata
berair, tenggorokan gatal, hidung gatal dan pilek. Asuhan keperawatan pada pasien rhinitis
alergi meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

B.     Saran

Kita sebagai seorang perawat perlu mengetahui tentang gangguan sistem imun rhinitis
alergi selain untuk menambah wawasan pengetahuan kita sebagai seorang perawat, juga
untuk berbagi kepada masyarakat tentang informasi tentang gangguan sistem imun rhinitis
alergi. Makalah ini masih jauh dari sempurna, diharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. 
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI

Anda mungkin juga menyukai