Anda di halaman 1dari 6

Laporan Kasus Rhinitis Alergi pada Ibu Rumah Tangga dan Pendekatan Kedokteran

Keluarga
Michael Leaniel
102016115
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia
michael.2016fk115@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Rhinitis merupakan penyakit radang hidung yang dapat dibagi dalam dua kategori umum
yaitu purulen dan non purulen. Rhinitis purulen dapat berupa rhinitis akut yang disebabkan
oleh infeksi virus, rinosinusitis purulen kronis, polip hidung yang terinfeksi, rhinitis purulen
dan rhinitis alergi musiman, rhinitis alergi prenial, dan rhinitis non alergi atau rhinitis
vasomotor. Alergi adalah suatu manifestasi klinis sebagai reaksi imun tubuh saat terpapar
dengan suatu benda asing seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, makanan, atau gigitan
serangga. Rhinitis alergi adalah suatu inflamasi pada membran hidung yang disebabkan oleh
reaksi yang diperantarai oleh IgE sebagai reaksi terhadap allergen. Untuk menegakkan
diagnosis, anamnesis sangat penting. Rhinitis alergi biasanya mulai timbul pada masa kanak-
kanak dan ditandai dengan gejala obstruksi hidung, sering bersin, gatal hidung dan rinore. Di
samping itu, membuktikan adanya zat anti-IgE spesifik, sedapat mungkin bisa kuantitatif,
juga penting. Hal tersebut dapat dilakukan dengan tes kulit dan RAST (radio allergosorbent
test).
Kata kunci: Rhinitis, alergi, bersin
Abstract
Rhinitis is an inflammation of the nose that can be divided into two general categories
namely purulent and non purulent. Purulent rhinitis can be acute rhinitis caused by viral
infection, chronic purulent rhinosinusitis, infected nasal polyps, purulent rhinitis and
seasonal allergic rhinitis, prenial allergic rhinitis, and non allergic rhinitis or vasomotor
rhinitis. Allergies are a clinical manifestation as a body's immune reaction when exposed to
a foreign body such as pollen, dust, animal dander, food, or insect bites. Allergic rhinitis is
an inflammation of the nasal membrane caused by a reaction mediated by IgE as a reaction
to allergens. To make a diagnosis, history is very important. Allergic rhinitis usually starts in
childhood and is characterized by symptoms of nasal obstruction, frequent sneezing, nasal
itching and rhinorrhea. In addition, proving the presence of specific anti-IgE substances, as
far as possible can be quantitative, is also important. This can be done with skin tests and

1
RAST (radio allergosorbent test).
Keywords: Rhinitis, allergies, sneezing
Pendahuluan

Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut (Von Pirquet,
1986). Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun
2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE.1

Rhinitis alergi telah menjadi masalah kesehatan global yang ditemukan di seluruh dunia,
sedikitnya terdapat 10-25 % populasi dengan prevalensi yang semakin meningkat sehingga
berdampak pada kehidupan. Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 40 juta orang menderita
rhinitis alergi atau sekitar 20% dari populasi. Secara akumulatif prevalensi rhinitis alergi
sekitar 15% pada laki-laki dan 14% pada wanita, bervariasi pada tiap negara. Ini mungkin
diakibatkan karena perbedaan geografik, tipe dan potensi allergen. Rhinitis alergi dapat
terjadi pada semua ras, prevalensinya berbeda-beda tergantung perbedaan genetik, faktor
geografi, lingkungan serta jumlah populasi. Dalam hubungannya dengan jenis kelamin, jika
rhinitis alergi terjadi pada masa kanak-kanak maka laki-laki lebih tinggi daripada wanita
namun pada masa dewasa prevalensinya sama antara laki-laki dan wanita. Dilihat dari segi
onset rhinitis alergi umumnya terjadi pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa muda.
Dilaporkan bahwa rhinitis alergi 40% terjadi pada masa kanak-kanak. Pada laki-laki terjadi
antara onset 8-11 tahun, namun demikian rhinitis alergi dapat terjadi pada semua umur.2

Saat ini digunakan klasifikasi rhinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative
ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi, Intermitten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4
hari/minggu atau kurang dari 4 minggu dan Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4
hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu. Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit,
rhinitis alergi dibagi menjadi, Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan
aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang menganggu
dan Sedang atau berat, bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas. 3

Penyebab rhinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif
terhadap beberapa allergen. Allergen yang menyebabkan rhinitis alergi musiman biasanya

2
berupa serbuk sari atau jamur. Rhinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu
tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan
Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa, binatang
pengerat, dan serbuk sari. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah
beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau
merangsang, perubahan cuaca, dan kelembaban yang tinggi. Berdasarkan cara masuknya,
allergen terbagi menjadi Allergen inhalan yang masuk bersama udara pernapasan, misalkan
debu rumah, misalnya tungau debu rumah (D. Pteronyssinus, D. Farinae, B. Tropicalis),
kecoa, serpihan epitel kulit binatang (kucing, anjing), rerumputan (Bermuda grass) serta
jamur (Aspergilus Alternia). Allergen ingestan yang masuk lewat makanan, misalnya susu,
telur, ikan laut, udang, kepiting, telur, kacang-kacangan dan lain-lain. Allergen injektan yang
masuk lewat suntikan atau tusukan, misalnya penisilin, gigitan serangga (sengatan lebah).
Allergen kontaktan yang masuk lewat kulit, misalkan obat kosmetik atau salep. Rhinitis alergi
secara khas digambarkan dengan gejala-gejala kongesti atau sumbatan hidung, bersin, mata
berair, dan gatal, dan postnatal drip. Gejala alergi hidung berbeda dengan rhinitis infeksiosa.
Respons alergi biasanya ditandai oleh bersin, kongesti hidung, dan rinore yang encer dan
banyak. Tidak ada demam dan secret biasanya tidak mengental ataupun menjadi purulen
seperti yang terjadi pada rhinitis infeksiosa.2,3

Namun bila penyebab gejala dan pemeriksaan fisik maupun penunjang yang berbeda dari
rhinitis alergi, penyakit yang diderita oleh pasien tersebut yaitu Rhinitis vasomotor atau
Rhinitis akut. Kedua penyakit tersebut memiliki gejala yang hampir sama namun disebabkan
oleh hal yang berbeda dan hasil pemeriksaan juga yang berbeda.4

Kasus

Seorang pasien wanita berinisial YL yang berusia 32 tahun datang berobat dengan keluhan
sering bersin-bersin selama 1 tahun terakhir. Identitas pasien tersebut yaitu pekerjaannya
adalah seorang ibu rumah tangga (IRT) bersuku Lampung, yang tinggal di daerah
Tanggamus. Dengan metode autoanamnesis didapatkan keluhan bersin-bersin sejak 1 tahun
disertai keluhan lain berupa gatal pada hidung yang juga dirasakan selama 1 tahun, keluar
cairan dari hidung berwarna bening dan encer, dan hidung pasien juga tersumbat. keluhan
sering bersin-bersin yang hilang timbul sejak 1 tahun. Bersin-bersin dirasakan terus-menerus
jika kambuh, selama lebih kurang 3 jam, setiap serangan lebih dari 5 kali dan lebih dari 4 hari
dalam seminggu. Bersin-bersin didahului oleh hidung yang terasa gatal dan kemudian keluar

3
ingus encer dari hidung yang berwarna jernih, tidak berbau, tidak disertai darah dan
membasahi beberapa helai tissue, kadang-kadang disertai dengan keluarnya air mata.
Keluhan ini lebih sering muncul saat pagi hari, cuaca dingin dan terkena debu sewaktu
membersihkan rumah. Mata terasa gatal dan berair. Sakit kepala dirasakan setiap bersin.
pasien mengaku tidak demam, adanya nyeri pada wajah disangkal, telinga terasa penuh dan
berair tidak ada, Riwayat sakit tenggorokan tidak ada, pasien mengaku tidak ada rasa
menelan cairan di tenggorokan, Alergi makanan tidak ada, Riwayat gatal-gatal dan bentol
pada kulit atau kaligata tidak ada, Sesak napas atau napas berbunyi menciut tidak ada, Pasien
mengaku membeli obat pilek biasa sendiri diwarung keluhan berkurang jika meminum obat
tetapi kambuh lagi. Pasien menderita asma pada waktu masih anak-anak, namun sekarang
tidak pernah kambuh lagi. Adik dari ayah (tante) pasien juga menderita penyakit dengan
keluhan yang sama. Riwayat sosial-ekonomi dan kebiasaan baik, ventilasi rumah cukup baik,
tidak ada memelihara binatang peliharaan di rumah, dan tidak menggunakan karpet dan kasur
kapuk. Dari pemeriksaan fisik yang sudah dilakukan, keadaan umum pasien tampak sakit
ringan, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi pernafasan
18x/menit, frekuensi nadi 78x/menit, dan suhu tubuh pasien normal/afebris. Hasil
pemeriksaan sistemik juga tidak menunjukan adanya kelainan pada kepala, mata, thoraks,
abdomen, maupun ekstremitas. Namun pada pemeriksaan THT ditemukan nyeri tekan pada
hidung bagian kanan dekat pipi. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior ditemukan sekret
sedang, serous tidak berbau. Pada pemeriksaan rhinoskopi posterior ditemukan mukosa
warna merah muda dan tidak edema. Pasien didiagnosa terkena rhinitis alergi persisten
derajat ringan dengan diagnosis banding rhinitis vasomotor dan rhinitis infeksi/akut.5

Pendekatan Kedokteran Keluarga

Pada pendekatan kedokteran keluarga juga harus ditanyakan bagaimana riwayat biologis,
psikologis, kondisi sosial, keadaan rumah / lingkungan, spiritual dan kultur pada
keluarga.

Anjuran Penatalaksanaan Penyakit:

Promotif

Penyuluhan tentang definisi, gejala, faktor resiko terjadinya serta pencegahan dari rhinitis
alergi, misal dengan penyuluhan tentang pola hidup bersih dan sehat, dan menjaga diri dan
keluarga untuk menjauhi allergen penyebab terjadinya rhinitis alergi

4
Preventif

Cara pengobatan ini bertujuan untuk mencegah kontak antara allergen dengan IgE spesifik
dapat dihindari sehingga degranulasi sel mastosit tidak berlangsung dan gejalapun dapat
dihindari. Namun, dalam praktek adalah sangat sulit mencegah kontak dengan allergen
tersebut. Masih banyak data yang diperlukan untuk mengetahui pentingnya peranan
penghindaran allergen.

Kuratif

Cara penngobatan ini merupakan konsep untuk mencegah dan atau menetralisasi kinerja
molekul-molekul mediator yang dilepas sel-sel inflamasi alergis dan atau mencegah pecahnya
dinding sel dengan harapan gejala dapat dihilangkan. Obat-obat yang digunakan untuk
rhinitis pada umumnya diberikan intranasal atau oral. Antihistamin yang dipakai adalah
antagonis histamin H-1, dipakai sebagai lini pertama untuk pengobatan rhinitis alergi,
fungsinya untuk menringankan/mengatasi gejala rinore, bersin, dan gatal. Kortikosteroid
topikal untuk mengatasi gejala hidung tersumbat bila tidak dapat diatasi dengan obat lain,
cara kerja obat ini yaitu dengan mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung,
mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit.
Antikolinergik topikal bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor
kolinergik pada permukaan sel efektor. Pengobatan baru lainnya untuk rhinitis alergi di masa
yang akan datang adalah anti leukotrien, anti IgE, DNA rekombinan.

Rehabilitatif

Rehabilitatif adalah suatu kegiatan difokuskan kepada pasien untuk mempertahankan kualitas
hidup penderita yang telah mengalami penyakit yang cukup berat. Pada pasien belum perlu
dilakukan tindakan rehabilitatif.3,6

Kesimpulan

Rhinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas
tubuh terhadap suatu allergen. Penyebab rhinitis alergi tersering adalah allergen inhalan pada
dewasa dan ingestan pada anak-anak. Dalam mendiagnosa rhinitis alergi, ditemukan gejala
bersin-bersin, rinorea, rasa gatal pada hidung, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
allergen yang diperantarai oleh Ig E, pada pasien Ibu YL. Faktor risiko pada pasien ini adalah
pasien mempunyai riwayat asma pada saat anak-anak namun sekarang tidak pernah kambuh

5
lagi. Dari riwayat penyakit keluarga juga diketahui bahwa adik ayah pasien juga menderita
penyakit dengan gejala yang sama. Berdasarkan klasifikasi rhinitis alergi menurut WHO
tahun 2000, pasien digolongkan pada rhinitis alergi persisten karena gejala yang timbul lebih
dari 4 hari/minggu, sedangkan untuk tingkat berat ringan penyakitnya digolongkan pada
derajat ringan karena keadaan ini tidak mengganggu aktivitas harian, berolahraga, sekolah,
belajar dan hal-hal lain. Pentalaksanaan yang paling penting untuk pasien dengan rhinitis
alergi adalah dengan cara menghindari tubuh dari paparan allergen. Prognosis pada umumnya
ditentukan dari baik tidaknya seseorang dalam menghindari allergen. Pada umumnya baik
dan dapat dikontrol.

Daftar Pustaka

1. Soepardi EA, Iskandar HN. Buku ajar ilmu kesehatan telingan hidung teggorok
kepala leher. 7th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012.hal 3, 4, 128-133, 135-37,
140.
2. Probst R, Grevers G, Iro H. Basis otorhinolaryngolory a step-by-step learning guide.
New York: Georg Thieme Verlag Stuttgart; 20013.hal 49-53.
3. Sarvis KJ, Hornecker JR. Advancements in the management of allergic rhinitis.
Diunduh dari : http://www.uspharmacist.com/content/d/featured%20articles/c/1945
pada tanggal: 28 Juli 2020
4. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jilid 1.
Jakarta: FKUI; 2011. Hal 99-100, 106-07
5. Sulistiyani A. Case Report Rhinitis Alergi. Diunduh dari :
https://www.academia.edu/21933932/case_report_Rhinitis_alergi pada tanggal: 28
Juli 2020

6. McPhee SJ, Papadakis MA. Lange 2010 current medical diagnosis & treatment. 49 th
ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2010.hal 196-7.

Anda mungkin juga menyukai