RHIINITIS
ANGGOTA KELOMPOK :
Andi ismail maulana syam (23175227A)
Fitri Nur Laily (24185569A)
Privia Sukma R. (24185588A)
Finna Shoffiotul Hasanah (24185493A)
Lina Noviana Azmia Adinda (24185506A)
Dhea Anggelin (25195840A)
Sheila Afrilawati (24185653A)
Marcherriva Iqlima Kurnia Putri (24185594A)
Andi Dhea Puspita Sari (23175154A)
Prasedya Septa Wiradana (25195908A)
Ira Juliani Anwar (25195870A)
Dewi Mega Sekar Sejati (24185399A)
Intan Olivia Putri (25195827A)
Meta Kristiana (24185598A)
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIABUDI
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang (Finna Shoffiotul Hasanah_24185493A)
Rinitis alergi merupakan suatu reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi
hipersensitivitas tipe 1 (Gell & Coomb) yang diperantarai oleh Imunoglobulin E (IgE)
ditandai dengan gejala bersin, rinore encer, obstruksi nasi dan disertai gejala lain
seperti gatal pada hidung, mata, tenggorok dan telinga. Rinitis alergi bisa
mengakibatkan penurunan kualitas hidup penderitanya baik fisik maupun emosional,
berupa sakit kepala, lemah, malas, gangguan tidur yang mengakibatkan gangguan
bekerja dan gangguan belajar di sekolah, gangguan fungsi psikologis seperti depresi,
serta penurunan kewaspadaan (O’Neil JT, Mims JW, 2014).
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma) tahun 2007,
rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin, rinore, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. Rinitis
alergi dahulu dibedakan menjadi dua macam berdasarkan sifat berlangsungnya yaitu
rinitis alergi musiman dan rinitis alergi sepanjang tahun atau 4 perenial. Rinitis alergi
musiman hanya ada di negara yang mempunyai empat musim. Alergen penyebabnya
spesifik yaitu serbuk sari dan spora jamur. Rinitis alergi perenial timbul intermiten
atau terus menerus tanpa variasi musim. Penyebab paling sering adalah alergen
inhalan dan ingestan. Alergen inhalan utama adalah alergen dalam rumah seperti
tungau dan alergen diluar rumah. Sedangkan klasifikasi rinitis alergi menurut WHO
ARIA berdasarkan pada sifat berlangsungnya dan berat ringannya penyakit (Gentile
D, Bartholow A, Valovirta E, Scadding G, Skoner D, 2013).
Penyakit ini merupakan penyakit atopi yang sering dijumpai sehari-hari dengan
prevalensi 10-25 %. Prevalensi terbesar terjadi pada usia 15-30 tahun. Rinitis alergi
merupakan penyakit inflamasi yang banyak ditemui dan merupakan masalah
kesehatan global. Di Indonesia prevalensinya 40 % anak-anak, 10-30 % dewasa. Di
beberapa negara, 50% orang dewasa dilaporkan mengalami gejala rinitis dan
cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan rhinitis alergi di
masyarakat menjadi masalah baru yang harus ditangani secara serius karena
berdampak pada penurunan kualitas hidup penderitanya seperti, terjadi penurunan
produktifitas kerja, prestasi di sekolah, aktifitas sosial serta dapat menyebabkan
gangguan psikologi (Girish. 2004; Nurcahyo & Eko, 2009; Mabry, 2001).
Rhinitis alergi dapat terjadi pada wanita dan pria dengan kemungkinan yang
sama. Penyakit ini herediter dengan predisposisi genetik kuat, bila salah satu dari
orang tua menderita alergi maka kemungkinan 30% bakat alergi diwariskan pada
keturunannya, dan bila kedua orang tua menderita akan diperkirakan mengenai
sekitar 50% keturunannya. Rhinitis alergi dapat terjadi kepada siapa saja baik anak,
remaja maupun dewasa, namun gejala rhinitis alergi biasa tampak pada usia remaja
ataupun dewasa muda. Gejala rhinitis alergi berupa bersin (5-10 kali berturut-turut),
rasa gatal (pada mata, telinga, hidung, tenggorok, dan palatum), hidung berair, mata
berair, hidung tersumbat, post nasal drip, tekanan pada sinus, dan rasa lelah (Girish,
2004; Nuty, 2007; Goerge, 2013).
Rhinitis alergi menjadi kajian intensif oleh para peneliti untuk di teliti melihat dari
terjadinya peningkatan prevalensi rhinitis alergi di Indonesia akibat minimnya strategi
kesehatan dalam terapeutik dan prevensi. Di lain halnya, meskipun penyakit ini tidak
tergolong penyakit mengancam nyawa namun keluhan yang ditimbulkannya sangat
mengganggu sehingga menyebabkan penurunan kualitas hidup penderitanya.
Berdasar segi pengobatan pun juga menjadi alasan rhinitis alergi untuk di teliti lebih
jauh, dimana pengobatan rhinitis alergi dapat dikatakan tidak mudah serta berbiaya
tinggi serta rhinitis alergi berpotensi 3 tinggi mengalami komplikasi. Oleh karena itu,
rhintis alergi memperoleh prioritas tinggi untuk di teliti.
2. Kortikosteroid
a. Flunisolid
Indikasi :
Profilaksis dan pengobatan rhinitis alergi
Cara pakai :
Dewasa beri 50 mcg (2 semprotan) ke dalam lubang hidung 2 kali sehari,
ditingkatkan bila perlu hingga maksimum 3 kali sehari kemudian kurangi untuk
perawatan.
Anak :
Di atas usia 5 tahun, mula- mula 25 mcg (1 semprotan) ke dalam lubang
hidung sampai 3 kali sehari untuk pengobatan yang tidak lebih lama dari
minggu berturut-turut.
b. Beklametason Dipropoionat
Indikasi :
Profilaksis dan pengobatan rinitis alergi dan rinitis vasomotor.
Cara pakai :
Dewasa dan anak di atas 6 tahun, beri 100 mcg (2 semprotan) ke dalam
tiap lubang hidung dua kali sehari atau 50 mcg (1 semprotan) ke dalam tiap
lubang hidung 3-5 kali sehari; total maksimum 400 mcg (8semprotan) tiap hari.
c. Budesonid
Indikasi :
Profilaksis dan pengobatan rhinitis alergi dan rhinitis vasomotor; polip
nasal.
Cara pakai :
Dewasa dan anak di atas usia 12 tahun, beri 200 mikrogram (2semprotan)
ke dalam tiap lubang hidung 1 kali sehari di pagi hari atau 100 mcg (1
semprotan) ke dalam lubang hidung 2 kali sehari; bila gejala dapat
dikendalikan kurangi hingga 100 mcg (1 semprotan) ke dalam lubang hidung 1
kali tiap hari.
3. Dekongestan
a. Oksimetazolin
Indikasi :
Terapi simtomatik pada rhinitis alergi,rhinitis akut ,dan sinusitis
Dosis :
Dewasa dan anak usia ≥ 6 Tahun,gunakan 2-3 tetes/semprot pada setiap
lubang hidung 10-12 jam.