Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTEK FARMAKOTERAPI

SISTEM PERNAFASAN DAN PENCERNAAN


(DEA62040)

SEMESTER GENAP

DISUSUN OLEH KELOMPOK A2

ANGGOTA:
Cindy Aulia Kuscahyanti (NIM. 175070501111021)
Cynthia Anggun Lestari (NIM. 175070500111005)
Dewi Fortuna (NIM. 175070520111001)
Lisa Tri Damayanti (NIM. 175070501111009)
Livia Mabella (NIM. 175070501111025)
Maulidyah Indriawati (NIM. 175070501110011)
Rachmad Rizky Dharmawan (NIM. 175070507111013)
Riana Nur Elistin (NIM. 175070501111003)
Rima Nuraini (NIM. 175070500111023)
Rupti Sekar Asri (NIM. 175070500111021)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TA 2018/2019
PENYAKIT ALERGI RHINITIS DAN SINUSITIS

1. DEFINISI
Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi pada mukosa hidung yang
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien yang sebelumnya sudah tersentisasi dengan
alergen yang sama serta dilepaskannya mediator-mediator kimia pada saat terpapar
kembali dengan allergen tersebut. Menurut WHO-ARIA (Allergic Rinitis its Impact on
Asthma), rhinitis alergi merupakan suatu peradangan yang diperantarai oleh
immunoglobulin E (IgE) yang terlibat menyebabkan suatu peradangan alergi bila terpapar
kembali oleh alergennya. Gejala khas pada rhinitis alergi yaitu terdapatnya bersin yang
berulang bisa disertai gejala lain sepert rinore yang encer, hidung tersumbat, hidung dan
mata gatal disertai lakrimasi yang banyak. Selain menyebabkan iritasi dan terkadang
melemahkan pasien , rhinitis alergi sering terjdi bersamaan dengan penyakit lain,
termasuk asma, otitis media, dan dermatitis atopic. Selanjutnya sejumlah penelitian
lanjutan jangka panjang melaporkan bahwa penderita gejala-gejala rhinitis alergi atau uji
kulit positif alergi berpeluang tiga kali lebih tinggi menderita asma, seperti halnya pasien
dengan riwayat alergi negatif (Irawati,2007).
Sinusitis dalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran
mukosa sinus pranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal. Secara
tradisional terbagi dalam akut (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3
minggu sampai 3 bulan), dan kronik. Sinus pranasal adalah rongga di dalam tulang
kepala yang terletak di sekitar hidung dan mempunyai hubungan dngan rongga hidung
melalui ostiumnya. Ada empat pasang sinus yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus
frontalis, stenoid kanan dan kiri, dan beberapa sel –sel kecil yang merupkan sinus etmoid
anterior dan posterior. Sinusitis dapat berkembang dari demam yang lebih dari seminggu,
tetapi tidak semua rang dengan demam berkembang menjadi sinusitis. Prinsip utama
dalam menanngani infeksi sinus adalah menyadari bahwa hidung dan sinus pranasalis
hanyalah sebagian dari sitem penafasan. Penyakit yang menyerang bronkus dan paru paru
juga dapat menyerang hidung dan sinus pranasalis. Oleh karena itu, dalam kaitannya
dengan proses infeksi, seluruh saluran nafas dengan perluasan-perluasan anatomik harus
dianggap sebagai satu kesatuan ( Syamsudin,2013).
2. EPIDEMIOLOGI
a. Rhinitis
Dari data WHO tahun 2000 mengenai epidemiologi rhinitis alergi di Amerika
Utara dan Eropa Barat, terjadi peningkatan prevalensi rhinitis alergi dari 13-16%
menjadi 23-28% dalam 10 tahun terakhir. Peningkatan prevalensi rhinitis alergi pada
usia anak sekolah di Eropa Barat menjadi dua kali lipat. Prevalensi rhinitis alergi
seasonal dan perenial di USA meningkat mencapai 14,2%, tertinggi pada usia 18-34
tahun dan 35-49 tahun (Nugraha BW,2005)
Meskipun data prevalensi yang dilaporkan untuk rhinitis alergi sangat
bervariasi, diperkirakan bahwa rhinitis alergi diderita oleh sekitar 20% penduduk
Amerika Serikat dan prevalensi ini mungkin akan terus meningkat. National Center
for Health Statistics (NCHS) melaporkan prevalensi rhinitis alerg tanapa asma adalah
98,2 per 1.000 orang-angka ini sama dengan sekitar 25 juta orang di Amerika
Serikat. Angka ini mungkin akan lebih besar jika penderita asma diperhitungkan. Di
Indonesia, angka kejadian rhinitis alergi yang pasti belum diketahui karena sampai
saat ini belum pernah dilakukan penelitian multisenter. Prevalensi rhinitis alergi
perenial di Jakarta besarnya sekitar 20%, sedangkan menurut Sumarman dan
Haryanto pada 1999, di daerah padat penduduk kota Bandung menunjukkan 6,98%,
di mana prevalensi pada usia 12-39 tahun. Berdasarkan survey dari ISAAC
(International Study of Asthma and Allergies in Childhood), pada siswa SMP umur
13-14 tahun d Semarang tahun 2001-2002 prevalensi rhinitis alergi sebesar 18%
(Syamsudin,2013)
Dari hasil penelitian yang dilakukan Poliklinik THT-KL Rumah Sakit Umum
Daerah Arifin Achmad Pekanbaru periode Januar 2006-Desember 2006 terhadap 221
kasus rhinitis alergi menunjukkan kasus rhinitis alergi terbanyak pada umur 15-24
tahun (22,3%) dan lebih banyak pada perempuan 128 (57,92%). Gejala klinis rhinitis
alergi pada kelompok umur 2-14 tahun adalah rinore sebanyak 29 kasus (50,88%),
hidung tersumbat 14 kasus (24,56%). Sedangkan gejala klinis pada penderita dengan
kelompok umur 15-24 tahun hingga kelompok umur >65 tahun adalah hidung
tersumbat (Syamsiyah,2008)
b. Sinusitis
Meskipun jarang terjadi pada anak anak, saat ini diketahui bahwa sinusitis
dapat mempersulit hingga 10% infeksi saluran napas atas karena virus di awal masa
kanak kanak. Sesungguhnya sinusitis akut lebih sering terjadi pada anak anak
daripada orang dewasa. Faktor resiko utama untuk terjadinya sinusitis adalah rhinitis
alergi atau infeksi saluran napas atas karena virus. Terjadinya kedua faktor risiko ini
lebih lazim pada anak anak daripada orang dewasa. Sebuah penelitian menilai
pevalensi sinusitis pada sebuah populasi anak. Hasil temuannya menunjukkan bahwa
diagnosis sinusitis oleh dokter terdapat pada 13,1 % anak, dan riwayat rhinitis alergi
secara bersamaan terdapat pada 78% anak penderita sinusitis. Meskipun penderitaan
ini dibatasi oleh ketergantungan terhadap survey yang diisi orang tua untuk
mengonfrmasi adanya diagnosis sinusitis, penelitian ini menunjukkan bahwa
prevalensi penyakit sinus yang dilaporkan bersama rhinitis alergi sangat tinggi
( Syamsudin,2013).
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek sehari
hari, bahkan dianggap sebagai salah satu gangguan kesehatan tersering di di seluruh
dunia. Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States dengan lebih dari
30 juta individu yang didiagnosis tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau
asma beresiko tinggi terjadinya rhinosnusitis. 1,2 prevalensi sinusitis tertinggi pada
usia dewasa 18-75 tahun dan kemudian anak anak berusia 15 tahun. Pada anak anak
berusia 5-10 tahun, infeksi saluran pernafasan dihubungkan dengan sinusitis akut.

3. ETIOLOGI
a. Rhinitis
Rhinitis melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik
dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada
ekspresi rinitis alergi. Penyebab rinitis alergi tersering adalah allergen inhalan pada
dewasa dan ingestan pada anak-anak. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa
allergen sekaligus. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi.
Alergen yang menyebabkan rinitis musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur.
Rinitis perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies
utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus,
jamur, kecoa, dll. Berbagai pemicu yang dapat memberatkan adalah beberapa faktor
nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau
merangsang dan perubahan cuaca.
b. Sinusitis
Infeksi kronis pada sinusitis kronis dapat disebabkan oleh (a) gangguan drainase
yang dapat disebabkan oleh obstruksi mekanik dan kerusakan silia, (b)perubahan
mukosa dapat disebabkan oleh alergi, defisiensi imunologik, dan kerusakan silia,
(c)pengobatan yang tidak sempurna . sebaliknya kerusakan silia disebabkan gangguan
drainase, perubahan mukosa dan poluis bahan kimia. Beberapa penyebab sinusitis
maksilaris :
a. Infeksi virus
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas;
virus yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus
karena mukosa sinus paranasalis berjalan kontinu dengan mukosa hidung.
b. Bakteri
Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus
menciptakan suatu lingkungan yang ideal untuk perkembangan infeksi
bakteri. Infeksi ini sering kali melibatkan lebih dari satu bakteri.
Organisme penyebab sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis
media. Yang sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun
adalah Streptococcus pneumonia (30-50%), Haemophilus influenza (20-
40%), Moraxella catarrhalis (4%), bakteri anerob, Branhamella
catarrhalis, streptokok alfa, Staphyolococcus aureus, dan Streptococcus
pyogenes. Selama suatu fase akut, sinusitis kronik dapat disebabkan oleh
bakteri yang sama seperti yang menyebabkan sinusitis akut.
Namun, karena sinusitis kronik biasanya berkaitan dengan
drainage yang tidak adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu,
maka agen infeksi yang terlibat cenderung opurtunistik, dimana proporsi
terbesar merupakan bakteri anaerob. Bakteri aerob yang sering ditemukan
dalam frekuensi yang makin menurun antara lain Staphyolococcus aureus,
Streptococcus viridians, Haemophilus influenza, Neisseria flavus,
Staphyolococcus epidermidis, Streptococcus pneumonia, dan Eischerichia
coli. Bakteri anaerob termasuk Peptostreptococcus, Corynebacterium,
Bacteroides, dan Veillonella. Infeksi campuran antar organisme aerob dan
anaerob seringkali terjadi.
c. Infeksi Jamur
Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus
merupakan jamur yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita
gangguan sistem kekebalan. Pada orang-orang tertentu, sinusitis jamur
merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur.

4. PATOFISIOLOGI

Gambar 1. Allergic Respiratory Syndrome (Stokes and Casale, 2009).

Reaksi alergi pada hidung dimediasi oleh antigen-antibodi tanggapan, di mana


alergen berinteraksi dengan molekul IgE spesifik yang terikat pada hidung di sel mast
dan basofil. Pada orang yang alergi, sel-sel ini meningkat baik dalam jumlah dan
reaktivitas. Dalam waktu melakukan pernapasan alergen masuk hidung dan diproses oleh
limfosit, yang menghasilkan antigen-IgE pesifik, sehingga meningkatkan kepekaan atau
sensitivitas pada pasien. Setelah IgE terikat pada sel mast , kemudian akan berinteraksi
dengan udara alergen, yang selanjutnya akan memicu pelepasan mediator inflamasi.
Reaksi ini terjadi pada akhir fase tepatnya setelah adanya paparan alergen. Reaksi
langsung terjadi dalam hitungan detik sampai hitungan menit, sehingga dalam rilis yang
cepat mediator baru yang dihasilkan mediator dari asam arakidonat sebagai membran sel
mast terganggu. Mediator tersebut langsung bersifat hipersensitivitas. Mediator tersebut
diantaranya, histamin, leukotrien C4, D4, E4, prostaglandin D2, tryptase, dan kinins.
Selain itu, sel mast yang telah ditemukan bisa menjadi sumber beberapa sitokin yang
memungkinkan terjadinya kronisitas dari peradangan mukosa yang mengakibatkan
rhinitis alergi. Adanya stimulasi saraf sensorik menimbulkan gatal dan bersin yang terjadi
melalui stimulasi jalur refleks vagal eferen. Substansi neuropeptida P dan gen kalsitonin
terkait peptida dari nonadrenergic, saraf noncholinergic mempengaruhi pembengkakan
pembuluh darah secara langsung dan melalui modulasi nada simpatik (Josep, 2005).
Histamin menghasilkan rhinorrhea, gatal, bersin, dan obstruksi. Dengan obstruksi
hanya sebagian diblok oleh H1 atau H2-blocking obstruksi agents. Obstruksi nasal juga
disebabkan oleh kinin, prostaglandin D2, dan leukotrien C4 / D4. Kinin, ketika langsung
diberikan, menghasilkan nyeri daripada itching. Mediator inflamasi ini juga
menghasilkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan produksi
sekret. Hidung mengalami latephase selama 4 sampai 8 jam setelah paparan awal untuk
alergen. Reaksi terjadi pada 50% dari pasien rhinitis alergi. Respon ini disebabkan oleh
sitokin yang dilepaskan terutama oleh sel mast dan limfosit helper thymus yang
diturunkan, ditandai oleh infiltrasi yang mendalam dan aktivasi sel bermigrasi. Respon
inflamasi ini akan terjadi terus-menerus. Gejala kronis dari rhinitis alergi yang muncul
adalah hidung tersumbat, mukosa meradang menjadi hyperresponsive, dan ditandai
terjadinya reaksi eksaserbasi hidung terhadap pemicu iritasi spesifik. Dalam keadaan ini,
pasien juga bereaksi terhadap semakin rendahnya jumlah alergen yang sama (Josep,
2005).
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium – ostium sinus dan kelancaran
klirens dari mukosiliar didalam kompleks ostiomeatal (KOM). Kompleks ostiomeatal
(KOM) merupakan tempat drainase bagi kelompok sinus anterior (frontalis, ethmoid
anterior dan maksilaris) dan berperan penting bagi transport mukus dan debris serta
mempertahankan tekanan oksigen yang cukup untuk mencegah pertumbuhan bakteri.
Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat –zat yang
berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi maka organ yang membentuk KOM mengalami edema, sehingga mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak
dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Sehingga menimbulkan tekanan negatif
didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan
drainase sinus. Jika silia sudah rusak merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri, misalnya streptoccus pneumonia, haemophilus influenza dan strapilococus
aureous. Maka dalam keadaan ini sekret yang tertumpuk pada sinus akan berubah
menjadi purulen yang disebut sinusitis. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa
berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan
ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista (Mangunkusumo, 2007).

5. TERAPI NON-FARMAKOLOGI
- Menggunakan masker apabila sedang bekerja sebagai pelukis dan tata rias ruangan
agar tidak terpapar oleh bahan kimia
- Buat lingkungan menjadi bersih, infeksi yang terjadi pada penderita penyakit sinus
karena lingkungan yang kurang steril atau kurang bersih,
- Hindari merokok, asap dari rokok mengandung toksin atau racun yang sangat
membahayakan saluran pernapasan terutama untuk penderita sinusitis, maka dari itu
jika menderita sinusitis hindari rokok mulai sekarang juga.
- Konsumsi makanan higenis, makanan yang higenis atau bersih akan sangat penting
untuk mendukung proses penyembuhan dari penyakit sinusitis ini, konsumsilah
makanan yang higenis seperti makanan yang telah terjamin mutunya.
- Melakukan terapi uap panas. Dengan cara mendidihkan 4-6 gelas air, tempatkan
dalam mangkuk yang cukup besar, lalu tundukkan kepala (sambil diselubungi
handuk) di atas mangkuk tersebut sehingga uap panas dapat di hirup secara
maksimal. Terapi ini biasanya dilakukan selama 10-15 menit.
- Minum banyak cairan, seperti air, jus buah dan teh untuk mengencerkan lendir dalam
rongga hidung. Banyak istirahat, terutama di tempat yang cukup lembab. Sedapat
mungkin hindari pemicu alergi.
-
6. TERAPI FARMAKOLOGI
Terapi farmakologis harus mempertimbangkan khasiat, keamanan dan efektivitas
biaya obat, preferensi pasien juga sebagai tujuan pengobatan, keparahan penyakit dan
kehadiran co-morbiditas. Obat yang digunakan untuk rhinitis yang paling sering
diberikan intranasal atau oral. Kemanjuran obat mungkin berbeda antara pasien. Banyak
obat yang digunakan dalam pengobatan rhinitis alergi tersedia tanpa resep dokter
meskipun ada disparitas yang besar antar negara. Antihisamin oral non sedatif merupakan
obat yang paling banyak direkomndasikan, dimana obat ini memiliki efek samping yang
lebih rendah dibandingkan dengan antihistamin golongan sedatif. Selain itu, pasien juga
tidak selalu menerima adanya efek sedasi dan perubahan mental. Kortikosteroid
intranasal adalah pengobatan yang paling efektif pada rhinitis alergi, khususnya pada
penyakit yang parah atau ketika sumbatan hidung mendominasi.
Gamba
r 2. Tabel terapi farmakologi Rhinitis Alergi (Bousquet, 2001)

7. KASUS
KASUS 1 : (SINUSITIS)
Tn. MJ usia 21 tahun datang ke apotek anda dan mengeluh hidung terasa
tersumbat yang teramat parah disertai nyeri kepala dan pandangan kabur selama 3 hari.
Sehari-hari Tn MJ bekerja sebagai pelukis serta tata hias ruangan. Pasien mengatakan
baru saja mengalami gejala flu. Pasien juga menggunakan 2 tablet paracetamol untuk
meredakan nyeri kepalanya meski sebentar. Teman Tn.MJ memberitahunya untuk
menggunakan antihistamin untuk mengatasi keluhannya. Oleh karena itulah, Tn. MJ
ingin berkonsultasi serta meminta rekomendasi anda sebagai apoteker di apotek.
Diketahui bahwa Tn.MJ mempunyai riwayat asma sejak kecil serta riwayat alergi
terhadap penisilin.
1. Apakah pertanyaan yang anda ajukan sebagai apoteker kepada pasien untuk
memperkirakan kondisi medis yang dialami oleh Tn.MJ?
- Apa saja yang bapak keluhkan ?
- Sejak kapan bapak mengalami gejala tersebut ?
- Apa selama flu disertai dengan hilangnya penciuman ?
- Apakah ketika mengalami nyeri kepala disertai dengan demam ?
- Obat apa saja yang telah bapak konsumsi selama mengalami gejala tersebut ?
- Apakah bapak mempunyai alergi terhadap suatu obat atau makanan ?
- Apakah bapak mempunyai riwayat penyakit ?
- Apakah saat bekerja gejala tersebut muncul?
- Apakah riwayat penyakit asma bapak pernah muncul?
- Apakah hidung bapak mengeluarkan banyak cairan? Bila iya apa warnanya?
2. Pasien diketahui muncul gejala ingus berwarna hijau kekuningan selama 3 hari
sebelumnya disertai nyeri pada wajah dan hidung. Pasien juga mengeluh kehilangan
penciuman serta perasa sejak mengalami gejala flu dalam seminggu terakhir. Tidak
ditemukan gejala demam pada pasien. Berdasarkan gejala yang muncul, sebagai
apoteker anda mencurigai Tn.MJ mengalami sinusitis akut. Apa factor yang dapat
memicu terjadinya sinusitis?
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko sinusitis pada orang dewasa. Di
antaranya adalah:
 Factor pekerjaan. Pekerjaan yang banyak terpapar bahan kimia dapat
meningkatkan resiko sinusitis
 Factor infeksi.
 Factor allergen
 Factor riwayat penyakit (asma)
 Factor allergic rhinitis
Selain itu, ada beberapa kondisi medis yang dapat memicu terjadinya sinusitis. Di
antaranya adalah:
a) Polip hidung, yaitu jaringan yang tumbuh dan membentuk massa di dalam hidung.
b) Tulang hidung bengkok.
c) Alergi, misalnya rinitis alergi atau asma. Kondisi ini dapat menyebabkan
terhambatnya saluran sinus.
d) Cystic fibrosis, yaitu kelainan genetik yang menyebabkan lendir mengental,
kemudian menumpuk dan menyumbat berbagai saluran di dalam tubuh, terutama
pernapasan dan pencernaan.
e) Kondisi lain, seperti melemahnya sistem kekebalan tubuh.

3. Berikanlah rekomendasi terapi yang sesuai untuk kondisi Tn.MJ?


Pasien mengalami gejala hidung tersumbat, nyeri kepala, pandangan kabur
dan lama gejala kurang dari 3 minggu sehingga dapat dikatakan pasien mendeita
sinusitis akut. Untuk mengatasi hidung tersumbat, pasien diberikann dekongestan
yaitu pseudoefedrin 30 – 60 mg dikonsumsi tiap 4 hingga 6 jam dan hindari
penggunaan fenipropanolamin yang memiliki efek samping pandangan kabur yang
akan memperparah pengelihatan pasien. Untuk mengatasi nyeri kepala pasien
diberikan paracetamol sebagai analgesic tetapi ditanyakan kembali kepatuhan pasien
apabila kepatuhan pasien baik maka parasetamol dianggap tidak berefek sehingga
dapat diganti dengan analgesic lain seperti ibuprofen dengan dosis 200-400 mg secara
oral setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan. Hindari penggunaan penisilin karena pasien
alergi terhadap obat tersebut.
4. Apakah Tn.MJ perlu diberikan terapi beclometasone nasal spray? Jika iya, jelaskan
cara penggunaan obat tersebut? (Mahasiswa diminta untuk mempraktekkan pada saat
tutorial)
Ya, beclometasone nasal spray digunakan untuk meringankan gejala bersin, pilek,
pengap, atau hidung gatal (rinitis) yang disebabkan oleh demam, alergi lain, atau
vasomotor (non alergi). Beclometasone nasal spray ada dalam kelas obat yang
disebut kortikosteroid. bekerja dengan menghalangi pelepasan zat tertentu yang
menyebabkan gejala alergi.
Langkah-langkah yang harus diperhatikan jika ingin menggunakan obat ini, yaitu:
1) Kocok botol dengan lembut sebelum digunakan.
2) Lepaskan penutup debu.
3) Jika Anda menggunakan pompa untuk pertama kalinya atau belum
menggunakannya selama seminggu atau lebih, Anda harus melengkapinya
dengan mengikuti langkah 4 hingga 5 di bawah ini. Jika Anda telah
menggunakan pompa dalam seminggu terakhir, lewati ke langkah 6.
4) Pegang semprotan dengan aplikator di antara jari telunjuk dan jari tengah dan
bagian bawah botol yang terletak di ibu jari Anda. Arahkan aplikator dari wajah
Anda.
5) Jika Anda menggunakan semprotan untuk pertama kali, tekan ke bawah dan
lepaskan pompa enam kali. Jika Anda pernah menggunakan pompa sebelumnya,
tetapi tidak dalam sepekan terakhir atau baru saja membersihkan nosel, tekan ke
bawah dan lepaskan semprotan sampai Anda melihat semprotan halus.
6) Tiuplah hidung Anda dengan lembut untuk membersihkan lubang hidung.
7) Pegang satu lubang hidung dengan jari Anda.
8) Miringkan kepala sedikit ke depan dan dengan hati-hati masukkan ujung
aplikator hidung ke lubang hidung Anda yang lain. Pastikan botol tetap tegak.
9) Pegang pompa dengan aplikator di antara jari telunjuk dan jari tengah Anda dan
bagian bawah diletakkan di ibu jari Anda.
10) Mulailah bernapas melalui hidung.
11) Saat Anda bernapas, gunakan jari telunjuk dan jari tengah untuk menekan
aplikator dengan kuat dan melepaskan semprotan.
12) Bernapaslah dengan lembut melalui lubang hidung dan bernapas melalui mulut.
13) Jika dokter Anda memberi tahu Anda untuk menggunakan dua semprotan di
lubang hidung itu, ulangi langkah 6 hingga 12.
14) Ulangi langkah 6 hingga 13 di lubang hidung lainnya.
15) Bersihkan aplikator dengan tisu bersih dan tutupi dengan penutup debu.
5. Keluhan yang dialami Tn.MJ tidak membaik sehingga memutuskan untuk ke dokter
umum karena Tn.MJ mengalami demam, pusing, sedikit gangguan pendengaran serta
nyeri telinga. Dokter kemudian menelpon anda untuk menanyakan rekomendasi
antibiotic yang sesuai untuk Tn.MJ, apakah antibiotic yang anda rekomendasikan?
Jelaskan alasan pemberian antibiotic tersebut?
Hindari penggunaan antibiotic penisilin pada pasien. Penisilin termasuk
kedalam golongan beta lactam sehingga dapat dikatakan pasien alergi terhadap beta
laktam. Antibiotic yang dapat digunakan untuk pasien dengan alergi terhadap beta
laktam yaitu levofloxacin dengan dosis 500 mg secara oral setiap 24 jam selama 10-
14 hari; atau 750 mg secara oral setiap 24 jam selama 5 hari. Gejala lainnya yaitu
nyeri telinga, yang menunjukkan bahwa penyakit menjadi semakin parah dan
mengalami komplikasi ke bagian telinga. Hal ini dikarenakan infeksi yang terjadi
menyebar karena antara rongga sinus dan saluran telinga saling terhubung dan
mengakibatkan sering terjadinya nyeri telinga dan tidak responsive terhadap suara.
Nyeri diatasi dengan paracetamol yang juga sebagai antipiretik. Apabila nyeri sangat
berat maka dapat diberikan analgesik yang lebih kuat seperti ibuprofen ibuprofen
dengan dosis 200-400 mg secara oral setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.

KASUS 2 : (RHINITIS)
Tn. AR (55 tahun) datang ke apotek anda untuk berkonsultasi tentang keluhan
kesehatan yang sedang dialaminya. Keluhan pasien: hidung tersumbat dan berair, bersin-
bersin serta tenggorokan gatal sehingga mengganggu saat tidur di malam hari. Pasien
mengalami keluhan tersebut sesaat setelah mengikuti pelatihan budidaya jamur. Pasien
beranggapan dirinya mengalami flu berat sehingga menggunakan Decolgen tablet untuk
mengatasi keluhannya tersebut. Tidak ada perubahan yang signifikan pada keluhan
pasien setelah penggunaan obat tersebut tetapi pasien mengeluh dada terasa berdebar
setelah minum Decolgen.

HPI
hidung tersumbat dan berair, bersin-bersin dan tenggorokan gatal
PMH
Hipertensi (sejak 5 tahun yang lalu)  tidak terkontol

FH
Ayah dan ibu sudah meninggal dan mempunyai riwayat hipertensi; Istri (50 tahun) tidak
mempunyai masalah kesehatan yang berat; Anak (25 tahun) mempunyai riwayat alergi
terhadap bulu binatang

SH
Pensiunan PNS; jarang sekali melakukan aktivitas olahraga; rokok 1 pak/hari dan
konsumsi kopi 2 cangkir/hari

Meds
Captopril 12.5 mg 2 dd 1  pasien jarang minum obat ini karena sering mengalami batuk
setelah meminum obat ini

Allergy
Tidak diketahui

VS
TD 150/90 mmHg; N 90; RR 24 x/menit; T 36.9°C; BB 70 kg; Tinggi 165 cm

1. Jelaskan permasalahan terkait obat yang terjadi pada pasien ini?


A. Pasien mengeluh dada terasa berdebar setelah minum Decolgen
 Decolgen
Indikasi : meringankan gejala flu seperti demam, sakit kepala, bersin-bersin
disertai batuk.
Decolgen mengandung;
1. Klorfeniramin Maleat 1 mg
Indikasi : gejala alergi
Kontraindikasi : asma akut dan bayi premature
ES : sedasi, gangguan saluran cerna, hipotensi, nyeri kepala, kelemahan
otot, stimulasi SSP, reaksi alergi.
Mekanisme kerja : bekerja secara kompetitif dengan menghambat
reseptor histamin H1 yang dapat menembus sawar darah otak
(Gunawan, 2007).
Dosis : oral; 4 mg tiap 4-6 jam.
2. Paracetamol 400 mg
Indikasi : nyeri ringan sampai sedang, nyeri sesudah operasi cabut gigi,
pireksia.
Kontraindikasi : gangguan fungsi hati berat, hipersensitivitas.
ES : terjadi reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, hipotensi, pemakaian
berlebih dan jangka panjang mengakibatkan kerusakan hati.
Mekanisme kerja : bekerja dengan menekan efek dari pirogen endogen
dengan jalan menghambat sintesis prostaglandin, efek parasetamol
langsung ke pusat pengaturan panas di hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatasi perifer, keluarnya keringat dan pembuangan panas.
Dosis : 0,5-1 gram setiap 4-6 jam hingga maksimum 4 gram per hari.
3. Fenilpropanolamin HCl 12,5 mg
Indikasi : mengatasi hidung tersumbat akibat flu, pilek, sinusitis, atau
alergi.
Kontraindikasi : diabetes, hipertiroidisme, detak jantung yang tidak
teratur, glaukoma, pembesaran prostat, gangguan ginjal, serta gangguan
hati. Fenilpropanolamin HCl menimbulkan kontriksi pembuluh darah
mukosa hidung dan menimbulkan kontriksi pembuluh darah lain
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan dapat menimbulkan
stimulasi jantung. Sehingga pada pasien ini mengeluh dada terasa
berdebar. Juga pasien mengonsumsi kopi yang dapat memperparah atau
meningkatkan efek samping obat.
ES : Sakit kepala, berkeringat, kejang, tremor, pandangan kabur,
insomnia, gelisah dan cemas.
Mekanisme kerja : merangsang pelepasan norepinefrin (NE) dari saraf
simpatis dimana norepinefrin ini kemudian akan terikat pada α-
adrenoreseptor sehingga menghasilkan vasokonstriksi pembuluh darah.
Dosis : 25 mg oral setiap 4 jam.
Ringkasan masalah :
- Dosis decolgen sebagai dekongestan diduga kurang tepat sehingga
efek terapi yang dihasilkan tidak signifikan.
- Fenilpropanolamin HCl menimbulkan kontriksi pembuluh darah
mukosa hidung dan menimbulkan kontriksi pembuluh darah lain
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan dapat menimbulkan
stimulasi jantung. Sehingga pada pasien ini mengeluh dada terasa
berdebar. Juga pasien mengonsumsi kopi yang dapat memperparah
atau meningkatkan efek samping obat.
B. Mekanisme kerja : menghambat konversi angiotensin I inaktif menjadi
angiotensin yang aktif (vasokonstriktor poten).
Indikasi : Untuk hipertensi dan kelainan-kelainan pada organ jantung seperti;
gagal jantung kongestif dan disfungsi ventrikel kiri setelah infark miokardial,
untuk pemeliharaan fungsi ginjal pada penderita nefropati diabetic.
Efek samping : batuk yang terjadi karena peningkatan kadar bradikinin. Pasien
jarang meminum ini karena efek samping dari obat menyebabkan batuk. Efek
samping lainnya adalah hipotensi dan gagal ginjal akut.
Ringkasan masalah : Captopril memiliki efek samping yaitu menyebabkan batuk
yang mengganggu dan membuat tidak nyaman pasien setelah konsumsi obat
tersebut sehingga pasien tidak patuh terhadap aturan pemakaian obat. Hal ini
dapat mengakibatkan kondisi pasien yang memiliki riwayat hipertensi tidak
terkontrol. Kondisi pasien yang menderita hipertensi berkemungkinan semakin
parah saat penggunaan obat yang bekerja menimbulkan konstriksi pembuluh
darah seperti fenilpropanolamin hcl pada decolgen.
2. Jelaskan target terapi yang harus dicapai pada kasus ini?

a. Menghilangkan gejala rhinitis dengan terapi farmakologi menggunakan obat


yang tidak memiliki efek samping meningkatkan tekanan darah, karena pasien
juga memiliki penyakit hipertensi.
b. Menurunkan tekanan darah pasien tanpa efek samping seperti batuk sehingga
pasien dapat meminum obat secara rutin dan mencapai efek terapi yang
diinginkan.
c. Mencegah kejadian rhinitis dengan melakukan tindakan preventif terhadap
alergen yaitu dengan menggunakan masker saat berinteraksi dengan jamur
d. Mengganti captopril dengan anti hipertensi golongan lain yang tidak
menimbulkan efek samping obat

3. Jelaskan terapi non-farmakologi yang bermanfaat pada pasien ini?


a. Menghindari serbuk dan jamur di luar ruangan. Dapat dihindari dengan tetap
berada di dalam ruangan atau menggunakan masker saat ke luar ruangan.
b. Menghindari allergen yang berada di dalam ruangan seperti tungau, debu, atau
jamur yang ditemukan konsentrasi tinggi di selimut, karpet, gorden, dan alas
gorden. Untuk mengendalikannya maka harus di pantau kelembapan dan
kebersihannya.
c. Hewan peliharaan tidak boleh ada di dalam kamar tidur, karena pasien dapat
terpapar terhadap allergen hewan peliharaan dalam konsentrasi tinggi dan jangka
panjang jika hewan tersebut dibiarakan masuk ke kamar tidur.
d. Menghindari kekambuhan.
e. Olahraga secara rutin.
f. Diet makanan sehat untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
g. Menghindari rokok dan kopi.

4. Jelaskan rekomendasi terapi yang dapat anda berikan untuk mengatasi permasalahan
yang dialami pasien?
Terapi menggunakan decolgen dianggap kurang tepat karena decolgen
mengandung fenilpropanolamin hcl yang menyebabkan dada terasa berdebar. Juga
captropil kurang tepat untuk mengatasi hipertensi pada pasien dimana pasien
mengalami ketidaknyamanan akibat efek samping yaitu batuk yang mengakibatkan
ketidakpatuhan pasien dalam meminum obat. Antihistamin yang dipakai dapat
diganti dengan generasi kedua (cetrizine) yang lebih rendah resiko aritmia.
Obat diganti golongan Kortikosteroid intranasal karena dapat mengurangi
bersin dan penyumbatan hidung melalui mekanismenya menekan produksi sitokin,
sel mast, basofil, mencegah perubahan sintesis IgE oleh sel B, dan menurunkan
migrasi sel inflamasi, menghambat mast cell yang memicu pengeluaran histamin.
Efek samping juga minimal sehingga menjadi pilihan obat yang baik untuk rhinitis
Terapi lainnya dilakukan dengan mengganti captopril dengan anti hipertensi
lain seperti diuretik. Karena efek samping dari captopril yang menyebabkan batuk
kering karena peningkatan kadar bradikinin. Dengan Angiotensin Renin Block
(ARB) maka terjadi degradasi bradykinin sehingga tidak terjadi batuk dan pasien
bisa mengkonsumsi obat dengan teratur tanpa mengalami gangguan. Contoh ARB :
Losartan, valsartan, kandesartan, olmesartan, telmisartan, eprosartan, dan
Irbesartan
5. Informasi apa yang dapat anda berikan pada pasien untuk meningkatkan keberhasilan
terapi?
Informasi yang diberikan yaitu terapi farmakologi dan non-farmakologi
a. Terapi farmakologi
Tujuan dari terapi farmakologi ini yaitu untuk mencegah dan mengurangi atau
meminimalkan gejala.
1) Informasi mengenai penggunaan obat yang sesuai (keteraturan penggunaan
obat)
2) Informasi mengenai kontra indikasi dan efek samping obat
3) Informasi mengenai interaksi obat satu dengan lainnya
4) Informasi mengenai cara penyimpanan obat
5) Informasi mengenai dosis obat
b. Terapi non farmakologi
1) Menggunakan masker saat mengikuti pelatihan budidaya jamur dan ketika
beraktivitas di luar untuk mencegah alergi yang semakin parah
2) Istirahat yang cukup, untuk memperbaiki kualitas kesehatan
3) Mengurangi konsumsi kopi karena kopi mengandung kafein yang dapat
meningkatkan tekanan darah
4) Mengurangi konsumsi rokok agar hipertensi tidak semakin memburuk
5) Mengkonsumsi makanan bergizi untuk memperbaiki kualitas kesehatan
6) Mengurangi konsumsi garam karena dapat meningkatkan tekanan darah.
7) Menjaga kebersihan lingkungan dan memperbanyak tanaman hijau agar
diperoleh udara bersih dan ventilasi yang bagus untuk menghindari debu
penyebab rhinitis

8. PEMBAHASAN KASUS
8.1 SUBJEKTIF
A. KASUS 1 (SINUSITIS)
- Pasien mengalami hidung tersumbat karena adanya aliran udara yang
terhambat yang disebabkan rongga hidung yang menyempit. Penyempitan
rongga ini bisa terjadi akibat proses inflamasi yang memberikan efek
vasodilatasi atau sekresi mukus yang berlebih.
- Pasien mengalami nyeri kepala karena adanya peradangan mukosa hidung
yang memicu 2 permukaan mukosa hidung atau sinus yang menempel
menimbulkan stimulus sensorik.
- Pandangan kabur yang dikarenakan peradangan di bagian sinus dekat mata.
Gejala flu dapat memperbesar resiko terkenanya sinusitis.
B. KASUS 2 (RHINITIS)
Pasien mengalami hidung tersumbat dan berair, bersin-bersin, serta
tenggorokan gatal yang merupakan tanda reaksi alergi. Dengan adanya aktivasi
dua jenis sel-sel inflamasi, yang disebut sel mast dan basofil, sel-sel ini
menghasilkan zat inflamasi, seperti histamin, yang menyebabkan cairan
menumpuk di jaringan hidung, hidung terasa gatal-gatal, dan bersin.

8.2 OBJEKTIF
A. KASUS 1 (SINUSITIS)
Pasien diketahui muncul gejala ingus berwarna hijau kekuningan selama 3
hari sebelumnya disertai nyeri pada wajah dan hidung. Pasien juga mengeluh
kehilangan penciuman serta perasa sejak mengalami gejala flu dalam seminggu
terakhir. Tidak ditemukan gejala demam pada pasien. Berdasarkan gejala yang
muncul, sebagai apoteker anda mencurigai tn.mj mengalami sinusitis akut. Apa
factor yang dapat memicu terjadinya sinusitis?
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan sebagai objektif karena merupakan
penjelasan berdasarkan realita atau yang sebenarnya dan dapat
dipertanggungjawabkan. Faktor faktor yang dapat memicu sinusitis juga
merupakan objektif karena hal fakta yang terjadi. Faktor faktor yang dapat
memicu terjadinya sinusitis antara lain ; infeksi virus, infeksi bakteri, infeksi
jamur, infeksi gigi, kelainan septum hidung sehingga mempersempit saluran
sinus, kebiasaan merokok, serta flu atau pilek dapat memicu sinusitis karena dapat
menyebabkan dinding sinus mengalami inflamasi karena pasien seorang pelukis,
memungkinkan dia sering membau zat kimia dari cat, setelah flu bisa terjadi
infeksi bakteri sekunder dpt menyebabkan inflamasi,infeksi virus, alergi zat zat
kimia, dan polutan
B. KASUS 2 (RHINITIS)
a. Pasien mengalami bersin dan tenggorokan terasa gatal yang merupakan reaksi
alergi terhadap allergen.
b. Suhu tubuh 36.9°C dan masih dalam rentang normal.
c. Tekanan darah dan nadi pasien 150/90 mmHg dan N 90 yang termasuk tinggi,
hal ini dikarenakan pasien mempunyai riwayat hipertensi yang tidak
terkontrol.
d. Pasien mengalami hidung tersumbat karena adanya aliran udara yang
terhambat yang disebabkan rongga hidung yang menyempit. Penyempitan
rongga ini bisa terjadi akibat proses inflamasi yang memberikan efek
vasodilatasi atau sekresi mukus yang berlebih.

8.3 ASSESMENT
A. KASUS 1 (SINUSITIS)
- Antihistamin : digunakan sebelum terpapar alergen(tindakan preventif),
sebelum kontak langsung dengan pemicu alergi yang sekiranya telah diketahui,
dikonsumsi obat ini sebagai pencegahan. Mekanisme kerjanya adalah
mengeblok kerja histamin pada reseptornya. Contoh antihistamin yang dapat
diberikan yaitu loratadine.
- Parasetamol : parasetamol sebagai analgesik digunakan untuk meredakan
nyeri kepala yang diderita pasien. Obat paracetamol termasuk terapi
simtomatik yang berarti boleh digunakan ketika gejala muncul. Parasetamol
tidak memiliki efek antiinflamasi. Parasetamol bekerja dengan cara
menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat
2 enzim cyclooksygenase yaitu cyclooksygenase-1 (COX-1)
dan cyclooksygenase-2 (COX-2). Dosis maksimal dari penggunaaan
paracetamol adalah 4 gram perhari.
- Nasal-spray: (semprot hidung) dapat mengurangi inflamasi dan mengurangi
sensitifitas reseptor kolinergik mukosa rongga hidung. Beberapa kortikosteroid
yang tersedia dalam bentuk semprot hidung diantaranya adalah:
beklometason,flutikason,mometason. Pasien tidak perlu diberikan terapi
beclometasone nasal spray karena pasien mengalami sinusitis akut sedangkan
terapi beclometasone nasal spray merupakan obat yang cocok untuk pasien
yang menderita sinusitis kronik.Obat ini dapat mengganggu fungsi mediator
dan respon inflamasi dengan menekan respon imun humoral.
- Antibiotik: Pemberian antibiotik juga perlu, karena sesuai gejala, tampaknya
sinusitis yang dialami pasien terjadi karena adanya infeksi dari bakteri. Namun,
harus diperhatikan bahwa pasien juga mengalami riwayat alergi terhadap
penisilin, oleh karena itu dipilihkan antibiotik yang tidak satu golongan dengan
penisilin. Penisilin termasuk ke dalam golongan beta laktam. Kita dapat
memberikan rekomendasi terapi golongan fluoroquinolon yaitu Levofloxacin
atau Moxifloxacin. Pemilihan obat antibiotik didasarkan pada durasi
pemakaian paling pendek dan yang paling sedikit perhari.
B. KASUS 2 (RHINITIS)
- Phenylpropanolamin (PPA) adalah salah satu obat dalam komposisi
decolgen. Phenylpropanolamin (PPA) memiliki indikasi mengatasi hidung
tersumbat akibat flu, pilek, sinusitis, atau alergi. Mekanisme kerja
Phenylpropanolamin yaitu merangsang pelepasan norepinefrin (NE) dari saraf
simpatis dimana norepinefrin ini kemudian akan terikat pada α-
adrenoreseptor sehingga menghasilkan vasikontriksi pembuluh darah.
Phenylpropanolamin menimbulkan kontriksi pembuluh darah mukosa hidung
dan menimbulkan kontriksi pembuluh darah lain sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah dan dapat menimbulkan stimulasi jantung.
Sehingga pada pasien ini mengeluh dada terasa berdebar. Hal ini
menunjukkan bahwa phenylpropanolamin memiliki efek samping hipertensi,
padahal pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi yang dapat memperparah
keadaan pasien. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penanganan dengan
menggunakan decolgen tidak sesuai dan harus dihentikan.
- Pasien mengonsumsi captopril sebagai obat hipertensi namun jarang diminum
karena mengalami batuk setelah meeminum captopril. Mekanisme kerja
captopril yaitu menghambat konversi angiotensin I inaktif menjadi
angiotensin yang aktif (vasokonstriktor poten). Captopril memiliki efek
samping yaitu menyebabkan batuk yang terjadi karena peningkatan kadar
bradikinin sehingga mengganggu dan membuat tidak nyaman pasien yang
menyebabkan pasien tidak patuh terhadap aturan pemakaian obat. Hal ini
dapat mengakibatkan kondisi pasien yang memiliki riwayat penyakit
hipertensi tidak terkontrol. Sehingga, penggunaan captopril sebagai
antihipertensi harus dihentikan dan diganti dengan obat antihipertensi tanpa
efek samping seperti batuk sehingga pasien dapat meminum obat secara rutin
dan mencapai efek terapi yang diinginkan.

8.4 PLAN
A. KASUS 1 (SINUSITIS)
MONITORING
 Hidung tersumbat, kehilangan penciuman : memantau perkembangan
sinusitis pada pasien
 Nyeri kepala : memantau perkembangan sinusitis pada pasien
 Pandangan kabur : memantau perkembangan sinusitis pada pasien
KONSELING
Kepada pasien untuk selalu teratur dalam mengonsumsi obat yang telah
diberikan, dimana dalam pengonsumsiannya harus sesuai dengan dosis dan tepat
dalam penggunaannya. Selain itu, pasien diharap untuk selalu menghindari
penyebab alergi yang dapat menyebabkan pasien mengalami kekambuhan.

B. KASUS 2 (RHINITIS)
MONITORING

NO. PARAMETER TUJUAN MONITORING


1. Batuk Mencegah dari efek samping obat
2. Tekanan darah Mencegah resiko hipertensi lebih
3. Denyut jantung Mencegah kerusakan jantung
4. Suhu Mencegah terjadinya serangan infeksi

5. Hidung tersumbat Mengetahui efek dari obat


6. Bersin-bersin Mengetahui efek dari obat

LEMBAR KONSELING
No. Sasaran Uraian Rekomendasi/Saran
Konseling
1. pasien Obat obat yang dikonsumsi Tidak perlu dikhawatirkan karena ESO tidak
memiliki ESO selalu muncul
Menghindari penyebab penyakit
2. keluarga Demi kesembuhan Selalu mengingatkan pasien dalam hal
sehingga butuh bantuan meminum obat dan menjaga kesehatan serta
orang sekitar lingkungan
4. perawat Obat bermacam macam dan Dilakukan monitoring ketat, dan melalukan
ESO bermacam macam penjelasan terhadap pasien maupun keluarga
8.5 DAFTAR PUSTAKA
Bousquet, J. et al., 2001. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) 2001 Update
(In collaboration with the WHO). In : Journal allergy : vol 108 no.5.Nov
2001
Cody R. 2001. Sinusitis, dalam Andrianto P, editor, Penyakit Telinga Hidung dan
Tenggorokan. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC; 229 – 241
Dwi, Marliyawati. 2016. Pengaruh irigasi hidung terhadap derajat sumbatan hidung pada
perokok. Jurnal kedokteran diponegoro : Volume 5, Nomor 4.

Greiner, N.A., Hellings, P.W., Ratiroti, G., and Scadding, G.K. 2011. Allergic Rhinitis.
Lancet 2011;378:2112-22.

Indra, Setiawan. 2014. NYERI KEPALA ‘RHINOGENIC’. Ilmu Kesehatan Telinga


Hidung Tenggorokan-Bedah Kepala Leher : Vol. 10 No.1.

Irawati, N et al. Rhinitis Alergi. Dalam:Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti


Rd. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher
Edisi 6. Jakarta:Balai Penerbit FK UI;128-34

Josep,T. 2005. Pharmacoteraphy A Pathopysiologic Approach 7th Edition. New York. Mc


Graw Hill.

Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta: FKUI

Nugraha, BW. 2005 Validitas pemeriksaan Sitologi Eosinofil Mukosa Hidung Metode
Sikatan untuk Diagnosis Rhinitis Alergi. Tesis. Bagian Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung, dan Tenggorok. Yogyakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Gajah
Mada

Soepardi, E, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher Edisi 6. Jakarta: Pusat Penerbitan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Soetjipto D, Mangunkusumo E. 2002. Sinus Pranasal Dalam:Soepardi EA, Iskandar N
(editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher
Edisi ke-5. Jakarta;Balai Penerbit FK UI.120-4.

Stokes, J.R., Casale, T. 2009. Allergic Rhinitis, Asthma, and Obstructive Sleep Apnea.
Allergy Frontiers. Vol: 3. P. 129-140.

Syamsiyah, S. 2008. Karakteristik Penderita Rinitis Alergi di Poliklinik THT-KL Rumah


Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru periode Januari 2006-Desember
2006. THT FK UR. Riau:Skripsi FK UR.

Syamsudin, Keban, Sesilia A. 2013. Buku Ajar Farmakoterapi Gangguan Saluran


Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika.

Josep,T. 2005. Pharmacoteraphy A Pathopysiologic Approach 7th Edition. New York.


Mc Graw Hill.

Anda mungkin juga menyukai