PNEUMONIA
Disusun oleh :
Sri Hudaya Widihastha
1301-1213-0520
Preseptor :
Teddy A. Sihite, dr., Sp.PD., Sp.JP
A. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorik
dan alveoli sehingga menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.1 Pneumonia juga didefinisikan sebagai
suatu peradangan akut parenkim paru akibat infeksi mikroorganisme
(bakteri, mikoplasma, klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit). 1-4
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus
baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang
terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas) atau didalam rumah sakit
(pneumonia nosokomial). Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran
napas bawah akut parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. 1
Pneumonia juga merupakan penyakit yang mengenai sekitar 1% dari
seluruh penduduk Amerika. Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap
penyakit ini karena respons imunitas mereka masih belum berkembang
dengan baik. Pneumonia seringkali merupakan hal yang terakhir terjadi
pada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik tertentu.4
Penyakit pneumonia saat ini menjadi ancaman bagi usia tua dan
berdampak pada morbiditas maupun mortalitas.5 Di negara maju saja,
seperti Amerika, pneumonia dan influenza menduduki peringkat ke-4
sebagai penyebab kematian tertinggi. Ditemukan sekitar 18,2 kasus
pneumonia per 1000 penduduk berusia 65-69 tahun. Angka itu meningkat
menjadi 52,3 kasus per 1000 penduduk berusia 85 tahun ke atas. Di
Taiwan, kematian akibat pneumonia mencapai hampir 200 per 100.000
pasien lansia pada 2002. Dapat pula disimpulkan, risiko pneumonia pada
usia >65 tahun lebih tinggi 6 kali dibanding usia <60 tahun. 1,3,7
Epidemiologi
Pneumonia komunitas
Pneumonia nosokomial
Didahului perawatan di RS
pneumonia rekurens
pneumonia aspirasi
bahwa
kuman
kelompok
bakteri
tertentu
Bakterial/tipikal
Nonbakterial /
atipikal
usia
Lebih tua
Muda
type)
Lebih tua
awitan
Cepat
Lebih lambat
Cepat
batuk
Produktif
Tidak
Tidak menonjol
sputum
Purulen / berdarah
Negatif/mukoid
Dapat purulen
nyeri dada
Sering
Jarang
Sering
konsolidasi
Sering
Jarang
Jarang
leukositosis
Jelas
Tidak ada
Ringan
foto dada
Segmen/lobar
Interstitial, difus
patchy
infiltrat
(lobus/interstisial)
-
penyebab
Bakteri
Atipikal
Tuberkulosis
Legionella
Klamidia
maka
mikroorganisme
dapat
berkembang
biak
dan
menimbulkan penyakit.2,7
Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikro
organisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada
beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas.
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4.
orofaring)
bila
terjadi
aspirasi
dapat
terjadi
inokulasi
orang normal sewaktu meminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).
2,7,8
/ml sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 1,1 ml) dapat
F. GEJALA KLINIS
Tiga gejala yang paling sering ditemui adalah sesak napas
(dispnea), batuk dan demam. Gejala lain yang juga jarang adalah nyeri
dada pleuritik, sakit kepala, mialgia, mual/muntah, diare, jatuh dan nyeri
tenggorokan. Dapat pula dijumpai pasien menggigil, berkeringat,
takikardi, dan delirium. 1,2,4,8
Penyakit ko-morbid yang berat serta keadaan umum yang jelek
sering menimbulkan sepsis. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ronki, suara
pernapasan bronkial . Pada gambaran rontgen paru, tampak gambaran
infiltrat pada segmen paru unilateral (70%) yang mungkin disertai kavitas
dan efusi pleura. Seringkali kecurigaan pasien lansia mengidap pneumonia
baru
muncul
setelah
dilakukan
pemeriksaan
penunjang,
yakni
G. DIAGNOSIS
Diagnosis
Pemeriksaan radiologis
Foto torak dapat memastikan keberadaan dan lokasi infiltrat pada
paru yaitu: menilai derajat infeksi paru, mendeteksi adanya kelainan
pleura, kavitasi paru atau limfadenopati hilus; dan mengukur respon pasien
terhadap
terapi
antimikroba.3
Sehingga
foto
toraks
merupakan
Streptococcus
Pemeriksaan Laboratorium1,2
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri, biasanya
lebih dari 10000/l kadang-kadang mencapai 30.000/l, dan pada hitung
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri, yaitu terjadinya infeksi akut serta
terjadi peningkatan LED (Laju Endap Darah). Leukosit normal / rendah
dapat disebabkan oleh infeksi virus/ mikoplasma atau pada infeksi yang
berat sehingga tidak terjadi respons leukosit ,orangtua atau orang dengan
keadaan umum lemah. Leukopenia menunjukan depresi imunitas misalnya
neutropeni pada infeksi kuman gram negatif atau S. aureus. 1,2,4,7
3.
Pemeriksaan bakteriologis
Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan bahan yang
berasal dari sputum, darah, aspirasi, jarum transtorakal. Torakosentris,
bronkospi atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan
apus gram, burri gin, quellung tes dan Z. Nielson. Kuman predominan
pada sputum yang disertai PMN kemungkinan merupakan penyebab
infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama praterapi dan
bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. Kultur darah dapat positif
pada 20-25% penderita yang tidak diobati. 1,2,4,7
11
4.
Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela dan mikoplasma. Nilai
diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah
menujukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik. 1,2,4,7,9
H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terdiri dari antibiotik dan pengobatan suportif.
Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan
data mikroorganisme dan hasil uji kepekaan, akan tetapi karena beberapa
alasan yaitu :
1. Penyakit berat yang dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu
maka pada penderita dapat diberikan terapi secara empiris.2
Terapi Suportif Umum.
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80 100 mmHg atau saturasi >90%
berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental,
dapat disertai rebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat
bronkospasme
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk
batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing
untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluaran CO 2. Posisi tidur
setengah duduk untuk melancarkan pernapasan
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada
pneumonia dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan
terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada
pasien harus diatur dengan baik, terutama pada keadaan gangguan
12
ke-2,
atau
beta-laktam/inhibitor
beta
laktamase,
atau
trimethoprim-
pasien
menderita
pneumonia
komuniti
berat,
kemungkinan
14
Karakteristik Pasien
Antibiotik Pilihan
Rawat jalan
Sebelumnya sehat
Tidak mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir
Rawat inap
Bangsal
Tidak mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir
ICU
Bukan infeksi Pseudomonas
Perawatan di rumah
15
Keterangan:
Makrolida
Makrolida advanced
Fluorokuinolon
respirasi
=Moxifloxasin,
Gatifloxasin,
Levofloxasin
atau
Gemifloxasin
Amoksisilin dosis tinggi
disertai pula
1,5-7
16
I. KOMPLIKASI
-
Komplikasi sistemik.
Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa
meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada
infeksi kronik, peninggian ureum dan enzim hati. Kadang-kadang
terjadi peninggian fosfotase alkali dan bilirubin akibat adanya
kolestasis intrahepatik.
Bronkiektasis
Biasanya terjadi karena pneumonia pada masa anak-anak
tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada
cystic
fibrosis
atau
hipogamoglobulinemia,
tuberkulosis
atau
17
J. PENCEGAHAN
1. Vaksinasi
Selain medikamentosa, upaya preventif terus diupayakan agar angka
mortalitas dan morbiditas dapat ditekan seminimal mungkin. Salah satu
upaya preventif itu adalah pemberian vaksin influenza dan pneumonia.
Vaksin influenza. Vaksin ini mengandung 3 subtipe yaitu influenza A,
B, dan C. Yang paling mematikan adalah subtipe A dan B. Masa
perlindungan hanya sekitar 1 tahun. Efek samping lokal berupa nyeri
setempat yang timbul sekitar 24 jam setelah penyuntikan; biasanya
ditoleransi baik dan hilang tanpa pengobatan dalam 2-3 hari. Efek samping
sistemik berupa demam, malaise, sakit kepala, mialgia, dan artralgia yang
dapat muncul dalam 6-12 jam setelah penyuntikan; dan hilang dalam 1-2
hari. Vaksin ini menjadi kontraindikasi pada pasien yang alergi telur karena
dapat memicu reaksi hipersensitifitas. 1,2,8
Vaksin pneumonia. Sebenarnya masih banyak perdebatan mengenai
keefektivitasan vaksin ini. WHO menetapkan bahwa vaksin pneumonia
cukup efektif pada lansia terutama untuk melindungi lansia sehat dari
invasive pneumococcal disease (pneumonia yang berpenyulit meningitis,
septikemia, dan pneumococcal pneumonia). Vaksin ini mengandung 23
serotipe S. pneumoniae yang telah dimurnikan. Efek samping yang timbul
berupa kulit kemerahan tanpa nyeri dan demam. 1,2,6,8
2. Menghindari Nosokomial
Pencegahan pneumonia berkaitan erat dengan prinsip umum
pencegahan infeksi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya Pneumonia Nosokomial seperti pada tabel 4. Sedangkan faktor
18
Nosokomial
di
Umum
Usia > 70 tahun
Ventilasi mekanik
Penurunan kesadaran
Posisi pasien
Trauma dada
Usia lanjut
Obesitas
Musim dingin
Perokok
Peralatan :
Pelembab udara
Nebulizer langsung
Enteral feeding
Nassogastric feeding
Endotracheal tube
19
Mengontrol infeksi :
Pengawasan
Pendidikan
Desinfektasi peralatan
K. PROGNOSIS
Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak
ditemukannya antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenesis kuman,
usia, penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian
pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5% namun dapat meningkat
menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya
gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif kronik atau
kanker. Leukopeni, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus paru dan
komplikasi ekstra paru merupakan pertanda prognosis yang buruk. Kuman
garam negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek.2,6
20
21
DAFTAR PUSTAKA
1) Sudoyo W.Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus S.K, Setiati S.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , Edisi IV.Jakarta: Balai
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI, 2006.
2) Noer S, Waspadji S, Rachman AM, et al, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 1996.
3) Darmojo, B. 2004, Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
4) Ganong, W.F. 1999, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC,
Jakarta.
5) Hazzard, R.W. 1990, Principles of Geriatric Medicine and
Gerontology, 2nd ed. McGraw-Hill, New York.
6) Setiati, S. 2004, Current Diagnosis and Treatment In Internal
Medicine 2004,
7) Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, Jakarta.
8) British Thoracic Society Standards of Care Committee. British
Thoracic Society Guidelines for the Management of Community
Acquired
Pneumonia
in
2001.URL:http://thorax.bmjjournals.com.
Adults.Thorax
diakses
tanggal
17
Januari 2009
22