Anda di halaman 1dari 34

Buku Saku

Penulis :
Aiza Raihani 0801171111
Dhea Afriesa Adisty 0801173403
Halimah Hilwani Hsb 0801173382
Indah Ainun Mardiyah 0801173349
Marlina Yusnita Hasution 0801171083
Melda Chairunnisha Hasibuan 0801172186
Nila Sari Dalimunthe 0801171057
Rahmi Yunita Sari Sihombing 0801171064
Safira Nurulita 0801173347
Shinta Devi 0801171082
Tika Kisamiani 0801173364

Dosen Pembimbing :
dr. Nofi Susanti, M.Kes 198311292019032002

Sosial Media :
Instagram pblfkm29
Youtube Pbl Fkm29
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bismillahirrohmanirrahim.

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam, berkat


rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan buku ini. Shalawat serta salam selalu tercurah
kepada tauladan sepanjang masa Nabi Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa
istiqomah dalam sunnahnya hingga akhir jaman.

Buku ini disusun sebagai panduan untuk penulis dan


pembaca agar tetap memiliki kesadaran dan kepedulian
terhadap penyakit ispa.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa bagitu banyak


pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian buku ini.
Melalui kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu dr. Nofi Susanti M.Kes, yang telah membimbing kita


selama PBL-DR UINSU 2020 berlangsug.

2. Teman – teman PBL-DR Kelompok 29 yang juga telah


memberi masukan dalam pembuatan buku ini.

i
Daftar Isi

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Pendahuluan 1
Pengenalan ISPA 3
Macam – Macam ISPA 6
Etologi ISPA 11
Faktor Penyebab Terjadinya ISPA 12
Penularan ISPA 18
Tanda atau Gejala ISPA 19
Pencegahan ISPA 21
Pengobatan ISPA 23
Kesimpulan iii
Daftar Pustaka iv

ii
Pendahuluan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dikenal sebagai
salah satu penyebab kematian utamapada bayi dan anak
balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari
15 juta kematian pada anak berusia di bawah lima tahun
pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian
tersebut adalah bayi (WHO, 2003). ISPA merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit
menular di dunua. Hampir empat juta orang meniggal akibat
ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan bawah. Tingkat mortalitas akibat ISPA pada bayi,
anak dan orang lanjut usia tergolong tinggi terutama di
negara – negara dengan pendapatan per kapita rendah dan
menengah. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama
kondultasi atau rawat inap di sarna palayanan kesehatan
terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2007).

ISPA hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah


kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Episode
penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan
terjadi tiga sampai enam kali per tahun. ISPA meruapakan
mm

1
salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana
pelayanan kesehatan yaitu sebanyak 40 – 60 % kunjungan
berobat di Puskesmas dan 15 – 30 % kunjungan berobat di
rawat jalan dan rawat inap rumah sakit (Depkes RI, 2009).

Penyakit ISPA mencakup penyakit saluran nafas bagian


atas (ISPaA) dan saluran nafas bagian bawah (ISPAbA)
beserta bagian – bagiannya. ISPaA mengakibatkan kematian
pada anak dalam jumlah kecil, tetapi dapat menyebabkan
kecacatan misalnya otitis media yang merupakan penyebab
ketulian. Sedangkan hampir seluruh kemarian karena ISPA
pada anak kecil disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan
bawah Akut (ISPbA), paling sering adalah pneumonia
(WHO,2003).

2
ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi
akut yang menyerang salah satu atau lebih dari saluran
pernapasan mulai dari hidung sampai alveoli termasuk
jaringan adneksa yang meliputi sinus, rongga telinga tengah
dan pleura (Kementerian Kesehatan RI, 2011b).

Menurut World Health Organization (WHO), Infeksi


Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu
penyebab kematian tersering pada anak di negara
berkembang. WHO tahun 2007 menjelaskan bahwa infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat
menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar
dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai
penyakit yang parah dan mematikan.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses


infeksi akut berlangsung selama 14 hari. Disebabkan oleh
mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian dan atau
lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas)
hingga

3
hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan
adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

Klasifikasi Penyakit ISPA dbagi menjadi 3 jenis yaitu :

1. Bukan Pneumonia
Mencakup kelompok pada pasien balita dengan batuk
yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi
napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding
dada bagian bawah ke arah dalam. Contohnya adalah
common cold, faringetis, tonsilitis dan otitis.

2. Pneumonia
Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran
pernapasan. Diagnosa gejala ini berdasarkan umur.
Batas frekuensi nafas cepat pada anak usia < 1 tahun
50 kali per menit dan untuk anak usia 1 sampai < 5
tahun adalah 40 kali per menit.

3. Pneumonia Berat
Pneumonia berat dengan tanda – tanda nafas cepat

4
dan tarikan dinding dada pada bagian bawah ke arah
dalam. Frekuensi nafas cepat pada usia < 2 bulan yaitu
> 60 x per menit.

5
MACAM – MACAM ISPA
Macam – macam ISPA antara lain :

a. Acute Viral Nasopharyngiti


Nasopharyngitis akut (setara dengan “common cold”)
disebebkan oleh sejumlah virus, biasanya rhinoviruses, RSV,
adenovirus, virus influenza atau virus parainflu. Gejala
nasopharyngitis lebih parah pada bayi dan anak – anak jika
dibandingkan pada orang dewasa. Pada umumnya demam,
terutama pada anak kecil. Pada anak – anak 3 bulan sampai
3 tahun, demam tiba – tiba terjadi dan berkaitan dengan
mudah marah, gelisah, nafsu makn menurun dan penurunan
aktivitas. Peradangan hidung dapat menyebabkan sumbatan
saluran, sehingga harus membuka mulut ketika bernafas.
Muntah dan diare mungkin juga bisa muncul.

b. Faringitis Akut
70 persen pharingitis akut disebabkan oleh virus pada
anak usia muda. Infeksi streptokokus jarang terjadi pada
anak di bawah usia 5 tahun, tapi lebih sering pada yang lebih

6
5 tahun. Gejala khasnya adalah kemerahan dan
pembengkakan yang ringan pada faring serta pembesaran
tonsil. Seringkali disertai dengan rhinitis, tonsilitis ataupun
laringitis. Di negara dengan kondisi kehidupan dan populasi
yang padat, yang mempunyai predisposisi genetik, gejala
sisa setelah infeksi streptokokus seperti demam reumatik
akut dan kanditis adalah umum terjadi pada anak pra dan
usia sekolah.

c. Acute Streptococal Pharyngitis


Group A B – hemolytic streptococus (GABHS) infeksi
saluran napas bagian atas (radang tenggorokan) bukan
merupakan penyakit serius, tetapi efek bagi anak merupakan
resiko serius. Acute Rheumatic Fever (ARF) penyakit radang
sendi dan sistem saraf pusat dan Acute glomerulonephiritis,
infeksi akut ginjal kerusakan permanen dapat dihasilkan dari
gejala sisa terutama ARF.

d. Otitis Media Akut


Otitis media akut terjadi hingga 30 % pada infeksi
saluran nafas akut. Di negara berkembang yang pelayanan
medisnya tidak adekuat, penyakit ini mugkin yang berperan

7
terjadinya perforasi kendang telinga atau ketulian. Infeksi
telinga yang berulang dapat menyebabkan mastoiditis yang
pada gilirannya dapat menyebarkan infeksi ke meningen
(selaput otak). Otitis media ini disebabkan oleh terbuntunya
saluran tuba eustachius oleh karena rinitis dan bisa juga
karena alergi. Gejalanya ditandai dengan adanya
peradangan lokal, otorrhea, otalgia, demam dan bisa juga
malaise. Oleh karena akumulasi mukus dan cairan sebagai
akibat dari odema pada tuba eustachius, bakteri dapat
menginfeksi pula. Yang paling sering menyerang anak-anak
adalah bakteri streptokokus pneumoniae, haemophilus
influenzae, dan moraxella catharralis.

e. Influenza
Influenza atau “flu” disebabkan oleh tiga
ortomyxoviruses, dengan antigenik yang berbeda. Tipe-tipe
A dan B yang menyebabkan penyakit epiddemic dan tipe C
yang tidak penting secara epidemiologis. Virus mengalami
perubahan signifikan dari waktu ke waktu. Perubahan utama
terjadi pada interval biasanya 5 sampai 10 tahun yang
disebut antigenic shift: variasi minor di dalam subtipe yang
sama antigenic drift, terjadi hampir setiap tahun. Karenanya,

8
antigenic drift dapat mempengaruhi virus, secara memadai
yang mengakibatkan kerentanan individu, ke jenis yang
sebelum mereka diimunisasi atau terinfeksi.

f. Sinusitis
Sinusitis adalah infeksi pada mukosa rongga sinus
paranasal. Dengan gejala hidung tersumbat, sekret dari
hidung yang kental jernih atau berwarna, berbau, nyeri
tekan pada daerah wajah atau pipi, bisa disertai batuk,
demam tinggi, nyeri kepala dan malaise. Terjadinya bisa akut
yang berlangsung kurang dari 30 hari, sub akut yang
berlangsung antara 30 hari sampai dengan 6 minggu, dan
kronis jika berlangsung lebih dari 6 minggu. Penyebab bisa
oleh karena bakteri, virus atau penyebab yang lain, seperti:
polip, alergi, infeksi gigi serta tumor. Bakteri penyebab yang
paling sering adalah streptokokus pneumoniae, haemophilus
influenzae, dan moraxella catharralis. Ditularkan lewat
kontak langsung dengan penderita melalui udara. Dan
seharusnya dapat dicegah dengan pemakaian masker serta
cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita.

9
g. Laring Akut
Infeksi laring akut adalah penyakit umum pada anak-
anak dan remaja. Bayi dan anak kecil memiliki keterlibatan
yang lebih umum. Virus adalah faktor yang biasa
menyebabkan dan keluhan utama adalah suara serak yang
disertai dengan gejala pernapasan atas lainya misalnya,
(coryza, sakit tenggorokan, hidung tersumbat) dan
manifestasi sistemik (misalnya, demam, sakit kepala,
myalgia).

10
ETIOLOGI ISPA
Etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan
riketsia. Bateri penyebab ISPA antara lain adalah genus
Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus,
Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara
lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus,
Picornavirus, Mycoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Sedangkan jamur penyebab ISPA berasal dari Aspergillus sp,
Candida albicarus dan Histoplasma.

ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus,


sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh
bakteri, virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang
disebabkan oleh bakteri umunya mempunyai manifestasi
klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah
dalam penanganannya.

11
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA ISPA
ISPA bisa disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia.
Infeksi bakterial merupakan penyulit ISPA oleh virus
terutama bila ada epidemi/ pandemi Bakteri penyebab ISPA
misalnya dari genus Streptococcus, Haemophylus,
Stafilococcus, Pneumococcus, Bordetella, dan
Corynebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain grup
Mixovirus (virus influenza, parainfluenza, respiratory
syncytial virus), Enterovirus (Coxsackie virus, echovirus),
Adenovirus, Rhinovirus, Herpesvirus, Sitomegalovirus, virus
Epstein-Barr. Jamur penyebab ISPA antara lain Aspergillus sp,
Candidia albicans, Blastomyces dermatitidis, Histoplasma
capsulatum, Coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans.
Selain itu ISPA pada anak disebabkan kurangnya
pengetahuan dan sikap ibu tentang ISPA.

Faktor – faktor penyebab ISPA terbagi dalam kelompok


yaitu intrinsik dan ekstrinsik (Depkes, 2009). Faktor internal
merupakan suatu keadaan didalam diri penderita (balita)
yang memudahkan untuk terpapar dengan bibit pennyakit
(agent) ISPA yang meliputi jenis kelamin, umur, berat badan
lahir, status gizi dan status imunisasi.

12
Faktor Intrinsik
1. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor resiko terhadap
kejadian ISPA yaitu laki – laki lebih berisiko di banding
perempuan, hal ini disebabkan aktivitas anak laki – laki lebih
bayak dari pada anak perempuan sehingga peluang unuk
terpapar oleh agent lebih banyak.

2. Umur
Umur mempunyai pengaruh cukup besar untuk
terjadiya ISPA. Anak dengan umur < 2 tahun merupakan
faktor resiko terjadinya ISPA. Hal ini disebabkan karena anak
dibawah dua tahun imunisasinya belum sempurna dan
saluran napas lebih sempit.

3. Status Gizi Balita


Status gizi balita merupakan hal penting yang harus
diketahui oleh setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih
dalam tumbuh kembang di usia balita didasarkan fakta
bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini akan
berpengaruh pada kualitas tumbuh kembang anak.

13
Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai
cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap
penyakit infeksi. Juka keadaan gizi menjadi buruk maka
reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti
kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap
serangan infeksi menjadi turun.

4. Sutatus Imunisasi
Imunisasi berarti memberikan kekebalan terhadap
suatu penYakit tertentu. Salah satu strategi untuk
mengurangi kesakitan dan kematian akibat ISPA pada anak
adalah dengan pemberian imunisasi. Pemberian imunisasi
dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada
balita terutama penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi.

FAKTOR EKSTRINSIK
1. Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian dalam rumah merupakan
keputusan menteri kesehatan nomor
829.MENKES/SK/VII/1999 tentag persyaratan kesehatan
rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8 m2.
Dengan

14
kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan
penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal
yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah
yang telah ada.

2. Ventilasi Kurang Memadai


Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau
pengerahan udara ke atau daru ruangan baik secara alami
maupun secara mekanis.

3. Asap Dalam Ruangan


Pencemaran udara dalam rumah terjadi terutama
karena aktvitas penghuninya, antara lain; penggunaan
bahan bakar biomasa untuk memasak maupun memanaskan
ruangan, asap dari sumber penerangan yang menggunakan
minyak tanah sebagai bahan bakarnya, asap rokok,
penggunaan insektisida semprot maupun bakar.
Penggunaan bahan bakar biomana seperti kayu bakar untuk
memasak, arang dan minyak tanah muncul sebagai faktor
risiko terhadap terjadinya infeksi saluran pernapasan.

15
4. Tingkat Pengetahuan Ibu
Tingkat pengetahuan ibu berperan besar terhadap
kejadian pneumonia pada balita. Pendidikan sangat
berpengaruh terhadap pengetahuan. semakin tinggi
pendidikan responden, diharapkan wawasan yang
dimilikinya akan semakin luas sehingga pengetahuanpun
juga akan meningkat, danini merupakan salah salah satu
upaya untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian
pneumonia.

Adanya faktor lain dari pendukung penyebab terjadinya


ISPA, yakni :
1. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis
ekonomi yang berkepanjangan berdampak peningkatan
penduduk miskin disertai dengan kemampuannya
menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat
mendorong peningkatan jumlah balita yang rentan terhadap
serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada
akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan
Pneumonia pada Balita.

16
2. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan
jumlah populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi
dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah,
akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan
penyakit ISPA.

3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PSBB)


PSBB merupakan modal utama bagi pencegahan
penyakit ISPA. Perilaku bersih dan sehat termasuk sangat
dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk.
Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di
masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap
pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita
agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya
memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.

4. Lingkungan dan Iklim Global


Pencemaran lingkungan seperti asap karena
kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi
udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan
terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim
global terutama suhu, kelembaban, curah hujan, merupakan
beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.

17
PENULARAN ISPA
Pada ISPA dikenal tiga cara penuaran infeksi, yaitu :

1. Melalui aerosol yang lembut, terutama karena batuk.


2. Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu
batuk dan bersin.
3. Melalui kontak langsung / tidak langsung dari benda
yang telah dicemari jasad renik (Hand to hand
transmission).

Allah SWT telah berfirman dalam kitab suci Al-Qur’an


yakni :
َ َ ‫ْث أ‬
ََ ‫ص‬
‫اب‬ َ ‫ٱلري َحَ ت َ ْج ِرى ِبأ َ ْم ِر ِهۦ ر َخا ٓ َء َحي‬
ِ ‫س َّخ ْرنَا لَ َه‬
َ َ‫ف‬
Artinya : “Kemudian kami tunjukan kepadanya angin yang
berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang
dikehendakinya”. (Q.S. Shad : 36)

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menghembuskan


angin ke mana saja arah dan tujuannya, sehingga udara
menyegarkan lingkungan atau pun sebaliknya udara dapat
tercemar. Itu merupakan kehendak Allah dan terdapat
pelejaran bagi yang berfikir dan beriman kepadanya.

18
TANDA ATAU GEJALA
Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernapasan
dapat berupa batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan,
pilek, demam dan sakit kepala tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotik. Nanum sebagian anak yang
menderita radang paru (pneumonia), bila infeksi ini tidak
segera diobati dengan antibiotik maka akan menyebabkan
kematian.

WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian


ISPA menurut derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat
berdasarkan gejala – gejala klinis yang timbul dan telah
ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA 1988.

SECARA ANATOMIS YANG TERMASUK INFEKSI SALURAN


PERNAPASAN AKUT :

a. ISPA Ringan. Ditandai dengan satu atau lebih gejala


berikut :
- Batuk
- Pilek dengan atau tanpa demam

19
b. ISPA Sedang. Ditandai dengan gejala ISPA Ringan
ditambah satu atau lebih gejala berikut :
- Pernapasan Cepat
- Umur 1 - 4 tahun : 40 kali / menit atau lebih
- Wheezing (napas menciut – ciut)
- Sakit atau keluar cairan dari telinga
- Bercak kemerahan (pada bayi)

c. ISPA Berat. Meliput gejala sedang atau ringan ditambah


satu atau lebih gejala berikut :
- Penarikan sela iga kedalam sewakt inspirasi
- Kesadaran menurun
- Bibir / kulit pucat kebiruan
- Stridor (napas ngorok) sewaktu istirahat
- Adanya selaput membran difteri

20
PENCEGAHAN
Hal – hal yang harus dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyakit ISPA pada Balita antara lain :
1. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi baik
a. Bayi harus diberi ASI selama 2 tahun.
b. Pemberian makanan pada anak disesuaikan
umurnya.
c. Makanan yang bergizi tidak mesti yang mahal,
yang penting mengandung unsur protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
d. Bayi dan balita secara teratur ditimbang.

2. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar


daya tahan tubuh terhadap penyakit baik.

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar


tetap bersih.
a. Tubuh anak harus selalu bersih
b. Lingkungan hidup harus selalu bersih dan sehat.

21
c. Aliran udara dalam rumah harus selalu cukup baik.
d. Asap tidak boleh berkumpul dalam rumah.

22
PENGOBATAN
1. Bukan pneumonia
Tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan
di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat
yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan
antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas
yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak
nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening
di leher dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcus dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya
harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan
selanjutnya.39

2. Pneumonia
Diberi obat antibiotik Kotrimoksasol peroral. Bila
penderita tidak mungkin diberikan kotrimoksasol atau
mungkin dengan pemberian kotrimoksasol keadaan
penderita menetap, dapat diberikan obat antibiotik
pengganti

23
pengganti seperti ampisilin, amoksilin atau penisilin
prokain.39

3. Pneumonia Berat
Dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigen dan sebagainya.

Adanya pengobatan lain, yakni meliputi :


1. Anak yang menderita ISPA harus diobati segera dan
dirawat dengan baik untuk mencegah penyakit
menjadi bertambah buruk.
2. Memeriksakan anak secara teratur ke puskesmas.
3. ISPA ringan (bukan pneumonia) tanpa pemberian
antibiotik. Bila panas / demam diberikan paraceramol.
4. ISPA sedang (pneumonia) diberikan kotromoksasol
atau obat pengganti seperti amoksilin per oral,
ampisilin per oral dan proakin penisilin suntikan.
5. ISPA berat (pneumonia berat) dirawat di rumah sakit
diberikan oksigen, tetapi dengan antibiotik berupa
kloramfenikol suntikan atau oral, prokain penisilin,
kotrimoksasol, ampisilin atau amoksilin. Untuk bayi

24
kurang dari dua bulan diberikan prokain penisilin dan
gentamicin suntikan.

Adapun dalil dalam Al-Qur’an menjelaskan tentang


obat penawar bagi seseorang yang terkena penyakit. Sesuai
dengan Firman Allah SWT.
ٌ ‫خت َ ِل‬
َ‫ف‬ ٌ ‫َم ۢنَبطونِ َهاَش ََر‬
َْ ‫ابَ ُّم‬ ِ ‫َربِ ِكَذَلًلََۚيَ ْخرج‬ َ ‫ىَمنَك ِلَٱلث َّ َم َٰ َرتَِفَٱ ْسل ِكىَسب َل‬ ِ ‫ث َّمَك ِل‬
ََ‫اسََۗ ِإ َّنَفِىَ َٰ َذ ِل َكَ َل ََءايًَ َِلََ ْومَيَتَفَ َّكرون‬
ِ َّ‫أ َ ْل َٰ َونهۥَفِي ِهَ ِشفَا ٓ ٌء َِللن‬
Artinya : “Dan makanlah ole kamu bermacam – macam sari
buah – buahan, serta tempuhlah jalan – jalan yang telah
digariskan tuhanmu dengan lancar. Dari perut lebah itu
keluar minuman madu yang bermacam – macam jenisnya
dijadikan sebagai olat untuk manusia. Di dalamnya terdapat
tanda – tanda Kekuasaan Allah bagi ornag – orang yang
mau memikirkan” (Q.S. An – Nahl : 69).

Dari ayat tersebut telah menjelaskan bahwa setiap


penyakit ada obatnya, sebagai contoh minuman madu dapat
berkhasiat bagikesehatan manusia dan dapat
menyembuhkan beberapa penyakit termasuk penyakit ISPA.
Itu merupakan tanda ke Esaan Tuhan bagi yang
memahaminya.

25
Kesimpulan
Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banya di
derita bayi dan anak – anak, penyebab kematian ISPA yang
terbanyak karena pneumonia. Klasifikasi penyakit ISPA
tergantung kepada pemeriksaan dan tanda – tanda bahaya
yang diperhatikan panderita. Pencegahan ISPA dapat
dilakukan dengan perbaikan gizi pada balita, penyusunan
atau pengaturan menu, cara pengolahan makanan, variasi
menu, perbaikan dan sanitasi lingkungan, pemeliharaan
kesehatan perorangan.

iii
Daftar Pustaka
Ahmad, Irsan. “Faktor – Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Penyakit Ispa Pada Anak Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Manipi Kec. Sinjai Barat Kab. Sinjai Tahun
2010, Makasar”. Skripsi Sarjana, Fakultas Kesehatan, UIN
Alauddin Makasar 2010.

Purnama, Sang Gede. 2016. Penyakit Berbasis


Lingkungan.

Wulaningsih, Indah. Dkk. “Hubungan Pengetahuan


Orang Tua Tentang ISPA Denan Kejadian ISPA Pada Balita Di
Desa Dawungsari Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal”.
2018. hal 91/Vol 5.

Jamilah, Ika Nashihatun. “Hubungan Kondisi Fisik


Rumah Dan Praktik Merokok Orang Tua Dengan Kejadian
ISPA Pada Anak Balita”. Skripsi Sarjana, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Muhamadiyah Semarang Tahun
2017.

iv
Widiyono. “Penyakit Tropik : epidemiologi, penularan,
pencegahan dan pemberantasan”. Semarang : Erlangga,
2008, Ciracas, Jakarta 13740 www.erlangga.co.id

Putriyani, Gusti Ayu. “Faktor – Faktor Yang


Memperngaruhi Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita Di Desa
Sifomulyo Wilayah Kerja Puskesmas Wonoasri Kabupaten
Madium”. Skripsi Sarjana, Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Stikes Bhakti Husada Mulia Madium, 2017

Musthafa, Najib, “Faktor Determinan Kejadian ISPA


Pada Bayi Dan Balita Di Desa Jumo Kecamatan Kedungjati
Kabupaten Grobongan”. Undergraduate thesis, Universitas
Muhamadiyah Semarang, 2017

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005).


Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Saluran Pernafasan.
http://www.depkes.go.id.

FUAD, Ahmad. (2008). Infeksi Saluran Pernafasan Akut


(ISPA).

v
Rahmawati, dwi dan Hartono. ISPA. Gangguan
Pernafasan pada anak. Yogyakarta : Nuha Medika.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi,


penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta :
Erlangga.

Departemen Kesehatan RI, (2001). Pedoman


Oemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Akut untuk
Penanganan Pneumonia pada balita.
http://www.depkes.go.id

Notoatmojo S. 2010. Metodologi Penelitian


Kesehatan. Jakarta : Rineke Cipta

Wawan, A dan Dewi, M. 2010. Pengetahuan, Sikap


dan Perilaku Manusia, Yogyakarta : Nuha Medika

Marimbi, H. 210. Tumbuh Kembang Status Gizi, dan


Imunisasi Dasar Pada Blita. Yogyakarta : Nuha Medika

vi

Anda mungkin juga menyukai