Anda di halaman 1dari 49

PROGRAM

PENANGGULANGAN
DAN PENGENDALIAN
PENYAKIT ISPA
Ranti Christin Marpaung 181000033
Deli Pebrina Br. Manik 181000036
Dewi Salsalina Br. Ginting 181000160
Vina Mahdayanti Purba181000257
Definisi
Infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian
bawah beserta adenaksanya

Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang berlangsung sampai 14


hari lamanya

Saluran pernafasan adalah organ yang bermula dari hidung hingga alveoli
beserta segenap adneksanya seperti sinussinus, rongga telinga tengah dan
pleura

Yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke


dalam tubuh dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit penyakit
saluran pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,
fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis,
bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia.
Etiologi ISPA
Terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebab ISPA seperti : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus
hemolyticus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander.
Virus seperti : Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, cytomegalovirus.
Jamur seperti : Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus,
Candida albicans.

Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari
90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya
lebih kecil. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus
paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh virus, sedangkan
ISPA bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri.
Klasifikasi ISPA

01 ISPA ringan
Apabila ditemukan gejala batuk pilek dan sesak

02 ISPA sedang
Apabila timbul gejala gejala sesak napas, suhu tubuh lebih dari 39⁰C dan
bila bernapas mengeluarkan suara seperti mengorok

03 ISPA berat
Gejala meliputi : kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu
makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah
Tanda dan gejala ISPA untuk golongan
umur 2 bulan sampai 5
tahun

• Pneumonia berat, bila disertai napas sesak


yaitu ada tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik
napas
• Pneumonia, bila disertai napas cepat, batas
napas cepat adalah untuk umur 2 bulan
sampai < 12 bulan sama dengan 50 kali
permenit atau lebih, untuk umur 1-5 tahun
sama dengan 40 kali permenit atau lebih
• Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila
tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat
Tanda dan gejala ISPA untuk golongan
umur kurang dari 2
bulan

• Pneumonia berat, bila disertai tanda


tarikan kuat dinding dada bagian
bawah atau napas cepat. Atas napas
cepat untuk golongan umur kurang
dari 2 bulan yaitu 60 kali permenit
atau lebih
• Bukan pneumonia (batuk pilek biasa),
bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat
dinding dada bagia bawah atau napas
cepat.
Masa Inkubasi

Infeksi saluran pernafasan dapat berlangsung


sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu tanda
dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap
bagian saluran pernafasan atau struktur yang
berhubungan dengan saluran pernafasan yang
berlangsung p lebih dari 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan berlangsungnya
proses akut.
Penularan ISPA
Terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh
melalui pernapasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air
Borne Disease.

Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak
dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan
melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang
penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang
mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab

Cara penularan utama sebagian besar ISPA adalah melalui droplet, tapi
penularan melalui kontak (termasuk kontaminasi tangan yang diikuti oleh
inokulasi tak sengaja) dan aerosol pernapasan infeksius berbagai ukuran dan
dalam jarak dekat bisa juga terjadi untuk sebagian patogen.
Gejala penyakit ISPA
Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang
kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta
demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan
membengkak.

Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung
bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang
sesudah 3-5 hari

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah,
infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru).

Secara umum gejala ISPA meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri
tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi atau kesulitan bernapas).
Faktor Risiko
1. Jenis kelamin
2. Umur
3. Status imunisasi
4. Status gizi
5. Berat badan lahir
6. Pemberian asi ekskulsif
7. Kepadatan hunian rumah
8. Ventilasi
Diagnosis ISPA
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri

Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus


secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan 11
dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura

Diagnosis etiologi pnemonia khususnya pada balita sulit untuk ditegakkan karena
dahak biasanya sukar diperoleh.
Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang
memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab pnemonia, hanya
biakan spesimen fungsi atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang
dapat diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pnemonia
Batas napas cepat (Kemenkes RI, 2011b) adalah :
Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernapasan
sebanyak 60 kali per menit atau lebih.
Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi
pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih.
Pada anak usia 1 tahun - <5 tahun frekuensi
pernapasan sebanyak 40 kali per menit atau lebih.
Diagnosis pneumonia berat kelompok umur <2 bulan
ditandai dengan adanya napas cepat, yaitu frekuensi
pernapasan sebanyak =>60 kali per menit
Epidemiologi
Global
Menurut laporan Kementerian Kesehatan Amerika Serikat,
terdapat hampir 31 ribu (3,4%) pasien didiagnosis dengan ISPA
pada tahun 2006. Di Belanda, dilaporkan bahwa ISPA lebih sering
ditemukan pada kelompok usia 0-4 tahun, yaitu 392 per 1000
populasi

Indonesia
Gambaran epidemiologi ISPA di Indonesia berdasarkan distribusi
frekuensi penyakit ISPA dibedakan atas 3 macam yaitu menurut
ciri-ciri orang (person), tempat (place) dan menurut waktu (time).
Epidemiologi Menurut Orang (person)

Balita berumur 0-24 bulan kelompok umur yang sangat rentan


terhadap berbagai penyakit infeksi. Umur sangat berpengaruh
terhadap kejadian ISPA, bayi memiliki risiko yang lebih tinggi akan
terjadinya ISPA, hal ini disebabkan karena sistem imunitas yang
belum sempurna.
Penyakit ISPA ini paling sering menjadi satu-satunya alasan untuk
datang ke rumah sakit atau puskesmas untuk menjalani perawatan
inap maupun rawat jalan.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, Karakteristik penduduk
dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun
(25,8%). Menurut jenis kelamin, tidak berbeda antara laki-laki dan
perempuan.Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok
penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan
menengah bawah.
Epidemiologi Menurut Tempat (place)
Pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di dunia, terutama di negara
berkembang, di mana 1 orang balita meninggal tiap 20 detik atau 3 orang per menit(Unicef
(dalam Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)

Prevalensi nasional infeksi saluran pernapasan akut (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
dan keluhan responden) adalah (25,5%). Sebanyak 16 provinsi mempunyai prevalensi infeksi
saluran pernapasan akut diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera
Barat, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur, KalimantanSelatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Gorontalo,
Maluku, Papua Barat, dan Papua(Riskesdas, 2007)
Prevalensi ispa di daerah urban menurut diagnosis nakes adalah (66,8%), lebih besar
dibandingkan dengan daerah rural yaitu (33,2%). Setelah dianalisis lebih lanjut dengan analisis
bivariat ternyata hubungan antara tempat dan penyakit ispa adalah significant dengan OR=1,20
ini berarti di daerah urban berpotensi mengidap penyakit ISPA 1,2 kali dibandingkan dengan
daerah rural

Prevalensi ISPA di perkotaan (11,2%), sementara di pedesaan (8,4%). prevalensi ISPA di Jawa-Bali
(10,7%), sementara di luar Jawa-bali (7,8%). Berdasarkanklasifikasi daerah prevalensi ISPA untuk
daerah tidak tertinggal (9,7%), sementara di daerah tertinggal (8,4%).
Epidemiologi Menurut Waktu (time)

Dari 10 besar penyakit pasien rawat jalan di rumah sakit tahun 2010, kasus penyakit
terbanyak yaitu penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas akut lainnya yaitu
sebanyak 433.354 kasus dengan kasus baru sebesar (67,2%)(Profil Kesehatan
Indonesia 2011)

Cakupan penemuan kasus pneumonia pada tahun 2008 adalah (26,3%),


kemudian tahun 2009 (25,9%), tahun 2010 (23,0%), tahun 2011 (23,9%), tahun
2012 (23,4%), tahun 2013 (24,5%), tahun 2014 (29,5%), tahun 2015 (63,5%).
Sampai dengan tahun 2014, angka cakupan penemuan pneumonia balita tidak
mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar antara 20%-30%. Pada tahun
2015 terjadi peningkatan menjadi (63,5%)(Profil Kesehatan Indonesia, 2015)
Epidemiologi di Sumatera
Utara

Prevalensi ISPA menurut Kabupaten/Kota di


Provinsi Sumatera Utara, Riskesdas 2018
Epidemiologi di Sumatera
Utara

Prevalensi ISPA menurut Karakteristik di


Provinsi Sumatera Utara, Riskesdas 2018
Epidemiologi di Sumatera
Utara

Prevalensi ISPA pada Balita menurut


Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera
Utara, Riskesdas 2018
Epidemiologi di Sumatera Utara
Prevalensi ISPA pada Balita menurut Karakteristik di Provinsi Sumatera Utara, Riskesdas 2018
Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
● Penyuluhan kesehatan (health promotion), dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Kegiatan penyuluhan berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI
eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak,
penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, dan penyuluhan bahaya rokok.
● Imunisasi terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia
merupakan strategi pencegahan spesifik.
● Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik.
● Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
● Menghindari bayi dan anak dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat
keramaian yang berpotensi penularan.
● Menghindarkan bayi dan anak dari kontak dengan penderita ISPA
● Membiasakan pemberian ASI.
Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Diagnosis Dini
Diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanyabatuk dan atau kesukaran
bernapas disertai peningkatan frekuensipernapasansesuai umur. Penentuan peningkatan
frekuensi pernapasandilakukan dengan cara menghitung frekuensi pernapasan dengan
menggunakan sound timer, dengan ketentuan sebagai berikut.
-Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau
lebih.
-Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau
lebih.
-Pada anak usia 1 tahun - <5 tahun frekuensi pernapasan sebanyak 40 kali per menit atau
lebih.
- Diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi pernapasan,
atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.Rujukan
penderita pneumonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernapas yang
disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum.Pada klasifikasi bukan
pneumonia maka diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis,
tonsilitis, otitis atau penyakit non-pneumonia lainnya
Pengobatan

● Pneumonia sangat berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen terapi antibiotik dengan
memberikan kloramfenikol secara intramuskular setiap 6 jam.Apabila pada anak terjadi
perbaikan (biasanya setelah 3 - 5 hari), pemberiannya diubah menjadi kloramfenikol oral, obati
demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati dengan pemberian terapi cairan, nilai ulang
dua kali sehari.
● Pneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik dengan memberikan
benzilpenesilin secara intramuskular setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari, obati demam,
obati mengi, perawatan suportif, hati-hati pada pemberian terapi cairan, nilai ulang setiap hari.
● Pneumonia : obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan kotrimoksasol, ampisilin,
amoksilin oral, atau suntikan penisilin prokain intramuskular per hari, nasihati ibu untuk
memberikan perawatan di rumah, obati demam, obati mengi, nilai ulang setelah 2 hari.
● Bukan pneumonia (batuk atau pilek) : obati di rumah, terapi antibiotik sebaiknya tidak
diberikan, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek), obati demam, nasihati ibu untuk
memberikan perawatan di rumah.
● Pneumonia persisten : rawat (tetap opname), terapi antibiotik dengan memberikan
kotrimoksasol dosis tinggi untuk mengobati kemungkinan adanya infeksi pneumokistik,
perawatan suportif, penilaian ulang.
Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
● Pneumonia sangat berat : jika anak semakin memburuk setelah pemberian kloramfenikol
selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloksasilin ditambah gentamisin
jika diduga suatu pneumonia stafilokokus.
● Pneumonia berat : jika anak tidak membaik setelah pemberian benzilpenisilin dalam 48 jam
atau kondisinya memburuk setelah pemberian benzilpenisilin kemudian periksa adanya
komplikasi dan ganti dengan kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda pneumonia
setelah 10 hari pengobatan antibiotik maka cari penyebab pneumonia persistensi.
● Pneumonia : coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa adanya tanda-tanda
perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam berkurang, nafsu makan membaik. Nilai kembali
dan kemudian putuskan jika anak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada atau tanda
penyakit sangat berat maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia berat
atau pneumonia sangat berat. Jika anak tidak membaik sama sekali tetapi tidak terdapat tanda
pneumonia berat atau tanda lain penyakit sangat berat, maka ganti antibiotik dan pantau secara
ketat.
Cakupan Penemuan Pneumonia pada Balita di
Indonesia Tahun 2009 - 2019
Selama kurun waktu yang panjang, angka
cakupan penemuan pneumonia balita tidak
mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar
antara 20%-30%. Namun sejak tahun 2015
hingga saat ini terjadi peningkatan cakupan
dikarenakan adanya perubahan angka perkiraan
kasus dari 10% menjadi 3,55%. Selain itu
terdapat peningkatan kelengkapan pelaporan
dari 94,12% pada tahun 2016 menjadi 100%
pada tahun 2019.
Cakupan Penemuan Pneumonia pada Balita
menurut Provinsi Tahun 2019
Persentase kabupaten/kota yang 50%
puskesmasnya melakukan tatalaksana standar
pneumonia sebesar 57,2% yang berarti hampir
mencapai target renstra tahun 2019 yang sebesar
60%.
Namun dari 34 provinsi terdapat empat
provinsi yang puskesmas di seluruh
kabupaten/kotanya melakukan pemeriksaan dan
tatalaksana standar pneumonia yaitu Kepulauan
Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, dan Nusa
Tenggara Barat.
Pada tahun 2019 angka kematian akibat
pneumonia pada balita sebesar 0,12%. Angka
kematian akibat Pneumonia pada kelompok bayi
lebih tinggi hampir dua kali lipat dibandingkan
pada kelompok anak umur 1 – 4 tahun.
Pengendalian Penyakit ISPA

Tujuan Pengendalian ISPA


● Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan dan kematian karena pneumonia
● Tujuan Khusus
-Pengendalian Pneumonia Balita
-Kesiapsiagaan dan Respon terhadap Pandemi Influenza serta penyakit saluran
pernapasan lain yang berpotensi wabah.
-Pengendalian ISPA umur ≥ 5 tahun
-Faktor risiko ISPA
Strategi

• Membangun komitmen dengan pengambil kebijakan di semua tingkat dengan


melaksanakan advokasi dan sosialisasi pengendalian ISPA dalam rangka pencapaian
tujuan nasional dan global.
• Penguatan jejaring internal dan eksternal (LP/LS, profesi, perguruan tinggi, LSM,
ormas, swasta, lembaga internasional, dll).
• Penemuan kasus pneumonia dilakukan secara aktif dan pasif.
• Peningkatan mutu pelayanan melalui ketersediaan tenaga terlatih dan logistik.
• Peningkatan peran serta masyarakat dalam rangka deteksi dini pneumonia Balita dan
pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
• Pelaksanaan Autopsi Verbal Balita di masyarakat.
• Penguatan kesiapsiagaan dan respon pandemi influenza melalui penyusunan rencana
kontinjensi di semua jenjang, latihan (exercise), penguatan surveilans dan penyiapan
sarana prasana.
• Pencatatan dan pelaporan dikembangkan secara bertahap dengan sistem
komputerisasi berbasis web.
• Monitoring dan pembinaan teknis dilakukan secara berjenjang, terstandar dan berkala.
• Evaluasi program dilaksanakan secara berkala.
Advokasi dan Sosialisasi

Advokasi
Dapat dilakukan melalui pertemuan dalam rangka mendapatkan komitmen dari semua pengambil
kebijakan.
Sosialisasi
Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman, kesadaran, kemandirian dan menjalin
kerjasama bagi pemangku kepentingan di semua jenjang melalui pertemuan berkala,
penyuluhan/KIE.
Penemuan dan Tatalaksana Pneumonia Balita

Penemuan dan tatalaksana Pneumonia merupakan kegiatan inti dalam pengendalian


Pneumonia Balita.
• Penemuan penderita secara pasif
Dalam hal ini penderita yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit dan Rumah sakit swasta.
• Penemuan penderita secara aktif
Petugas kesehatan bersama kader secara aktif menemukan penderita baru dan penderita
pneumonia yang seharusnya datang untuk kunjungan ulang 2 hari setelah berobat.
• Penemuan penderita pasif dan aktif melalui proses sebagai berikut:
-Menanyakan Balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas.
-Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(TDDK) dan hitung napas.
-Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur <2 bulan dan 2 bulan - <5
tahun.
-Melakukan klasifikasi Balita batuk dan atau kesukaran bernapas; Pneumonia berat,
pneumonia dan batuk bukan pneumonia.
Bagan 1. Klasifikasi Balita Batuk dan atau Kesukaran
Bernapas
Target
Target penemuan penderita pneumonia Balita adalah jumlah penderita pneumonia
Balita yang harus ditemukan/dicapai di suatu wilayah dalam 1 tahun sesuai dengan
kebijakan yang berlaku setiap tahun secara nasional.
 
Tatalaksana pneumonia Balita
Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam pelaksanaan Pengendalian ISPA untuk
penanggulangan pneumonia pada Balita didasarkan pada pola tatalaksana penderita
ISPA yang diterbitkan WHO tahun 1988 yang telah mengalami adaptasi sesuai kondisi
Indonesia.
Bagan 2. Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas
umur < 2 Bulan
Setelah penderita pneumonia Balita ditemukan dilakukan
tatalaksana sebagai berikut:
Pengobatan dengan menggunakan antibiotik:
kotrimoksazol, amoksisilin selama 3 hari dan obat
simptomatis yang diperlukan seperti parasetamol,
salbutamol
Tindak lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang yaitu
penderita 2 hari setelah mendapat antibiotik di fasilitas
pelayanan kesehatan.
Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit
sangat berat
Bagan 3. Tatalaksana Anak Batuk dan atau Kesukaran Bernapas
Umur 2 Bulan - < 5 Tahun
Ketersediaan Logistik
Dukungan logistik sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan pengendalian
ISPA. Penyediaan logistik dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku dan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Sesuai dengan
pembagian kewenangan antara pusat dan daerah maka pusat akan menyediakan
prototipe atau contoh logistik yang sesuai standard (spesifikasi) untuk pelayanan
kesehatan. Selanjutnya pemerintah daerah berkewajiban memenuhi kebutuhan logistik
sesuai kebutuhan. Logistik yang dibutuhkan antara lain:
Obat
1) Tablet Kotrimoksazol 480 mg
2) Sirup Kotrimoksazol 240 mg/5 ml
3) Sirup kering Amoksisilin 125 mg/5 ml
4) Tablet Parasetamol 500 mg
5) Sirup Parasetamol 120 mg/5 ml.
Pola penghitungan jumlah obat yang diperlukan dalam satu tahun di suatu daerah
didasarkan pada rumus berikut :

Obat-obat tersebut di atas merupakan obat yang umum digunakan di Puskesmas untuk
berbagai penyakit sehingga dalam penyediaannya dilakukan secara terpadu dengan
program lain dan proporsi sesuai kebutuhan. Jika memungkinkan dapat disediakan
antibiotik intramuskular: Ampisilin dan Gentamisin.
Media pencatatan dan pelaporan

Stempel ISPA
Merupakan alat bantu untuk pencatatan penderita pneumonia Balita sebagai status
penderita.
Register harian Pneumonia (non sentinel dan sentinel).
Formulir laporan bulanan (non sentinel dan sentinel)
Pemantauan logistik dilaksanakan sampai di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
(dengan menggunakan formulir supervisi) yang dilakukan oleh petugas pusat, provinsi dan
kabupaten/kota. Di semua tingkat pemantauan dilakukan sesuai dengan ketentuan
pengelolaan barang milik pemerintah (UU No.19 tahun 2003 tentang badan usaha milik
negara). Penilaian kecukupan logistik dapat dilihat dari indikator logistik pengendalian
ISPA.
Supervisi

Supervisi dilakukan secara berjenjang difokuskan pada


propinsi, kab/kota, Puskesmas yang:
pencapaian cakupan rendah
pencapaian cakupan tinggi namun meragukan
kelengkapan dan ketepatan laporan yang kurang baik
Pencatatan dan Pelaporan

Untuk melaksanakan kegiatan pengendalian ISPA


diperlukan data dasar (baseline) dan data program yang
lengkap dan akurat.
Data dasar atau informasi tersebut diperoleh dari :
Pelaporan rutin berjenjang dari fasilitas pelayanan
kesehatan hingga ke pusat setiap bulan. Pelaporan rutin
kasus pneumonia tidak hanya bersumber dari Puskesmas
saja tetapi dari semua fasilitas pelayanan kesehatan baik
swasta maupun pemerintah.
Pelaporan surveilans sentinel Pneumonia semua golongan
umur dari lokasi sentinel setiap bulan.
Laporan kasus influenza pada saat pandemi
Kemitraan dan Jejaring

Kemitraan Jejaring
Kegiatan kemitraan meliputi pertemuan Jejaring dapat dibangun dengan berbagai
berkala dengan: pemangku kepentingan sesuai dengan
1) lintas program dan sektor terkait, kebutuhan wilayah (spesifik wilayah) baik
2) organisasi kemasyarakatan, sektor pemerintah, swasta, perguruan
3) lembaga swadaya masyarakat, tinggi, lembaga/organisasi non
4) tokoh masyarakat, pemerintah, dll. Jejaring dapat dibangun
5) tokoh agama, melalui pertemuan atau pembuatan
6) perguruan tinggi, kesepahaman (MOU). Untuk menjaga
7) organisasi profesi kesehatan, kesinambungan jejaring, maka komunikasi
8) sektor swasta perlu secara intensif melalui pertemuan-
pertemuan berkala dengan mitra terkait.
Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia

Ada beberapa jenis pelatihan untuk tenaga kesehatan, yaitu :


Pelatihan pelatih (TOT)
Pelatihan bagi Tenaga Kesehatan
1) Tatalaksana ISPA
2) Pelatihan Manajemen Program Pengendalian ISPA
3) Pelatihan Promosi Pengendalian Pneumonia Balita
Pelatihan Autopsi Verbal
Pelatihan Pengendalian ISPA Bagi Tenaga non Kesehatan
Pengembangan Program
Kesiapsiagaan dan Respon Pandemi Influenza
Kegiatan meliputi:
1) Penyusunan pedoman
2) Pertemuan lintas program dan lintas sektor
3) Latihan (exercise) seperti desktop/tabletop, simulasi lapangan
 
Sentinel Surveilans Pneumonia
Kegiatan di Puskesmas dan RS sentinel meliputi:
1) Penemuan dan tatalaksana pneumonia semua golongan umur.
2) Pengumpulan data pneumonia untuk semua golongan umur.
3) Pelaporan dari Puskesmas dan RS sentinel langsung ke Subdit P ISPA dengan tembusan ke kab/kota dan propinsi.
4) Pengolahan dan analisis data dilakukan di semua jenjang.
5) Umpan balik dari Pusat ke Puskesmas dan RS sentinel dan tembusan ke kab/kota dan propinsi.
6) Pembinaan/monitoring kegiatan pelaksanaan sentinel.
 
Kajian/pemetaan
1) Pengetahuan, sikap dan perilaku (KAP) yang terkait pneumonia.
2) Kesakitan (termasuk faktor risiko) dan kematian.
3) Pengendalian pneumonia di fasilitas kesehatan.
4) Penggunaan dan pemeliharaan logistik ISPA
5) Terapi oksigen dalam tatalaksana kasus pneumonia
Autopsi Verbal (Av)

Kegiatan meminta keterangan atau informasi tentang berbagai


kejadian yang berkaitan dengan kesakitan dan/atau tindakan
yang dilakukan pada Balita sebelum yang bersangkutan
meninggal dunia, guna mencari penyebab kematian serta
faktor determinan yang sangat esensial dalam pengelolaan
kesehatan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan melalui
wawancara kepada ibu atau pengasuh Balita yang dianggap
paling tahu terhadap keadaan anak menjelang meninggal.
Petugas yang akan melaksanakan AV adalah petugas yang
sudah mengikuti pelatihan Autopsi Verbal Kematian
Pneumonia Balita.
Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring dan evaluasi dalam Pengendalian ISPA
Beberapa komponen yang dapat dipantau/evaluasi adalah:
1) Sumber Daya Manusia
Tenaga Puskesmas terlatih dalam manajemen program dan teknis
Tenaga pengelola Pengendalian ISPA terlatih di kabupaten/kota dan provinsi
2) Sarana dan Prasarana
RS Rujukan (FB/AI, Influenza Pandemi) yang memiliki ruang isolasi, ruang rawat
Intensif/ ICU dan ambulans sebagai penilaian core capacity penanggulangan pandemi influenza.
Ketersediaan alat komunikasi baik untuk rutin maupun insidentil (KLB).
3) Logistik
Obat:
Ketersediaan antibiotik
Ketersediaan antiviral (oseltamivir)
Ketersediaan obat-obat penunjang (penurun panas, dll)
Alat:
Tersedianya ARI sound timer
Oksigen konsentrator
Ketersediaan APD untuk petugas RS, laboratorium, Puskesmas dan lapangan
Pedoman (ketersedian dan kondisi sesuai standar)
Media KIE dan media audio visual
Tersedianya formulir pencatatan dan pelaporan
Indikator masukan

1) Sumber Daya Manusia


Tenaga fasilitas pelayanan kesehatan yang terlatih dalam manajemen program dan teknis
pengendalian ISPA.
Tenaga pengelola Pengendalian ISPA terlatih di kabupaten/kota dan provinsi
2) Sarana dan Prasarana
Jumlah RS Rujukan (FB/AI, Influenza Pandemi) yang memiliki ruang isolasi, ruang rawat
intensif/ICU dan ambulans.
Tersedianya Alat komunikasi
3) Logistik
Tersedianya alat: sound timer dan oksigen konsentrator
Ketersediaan antibiotik
Ketersediaan antiviral (oseltamivir)
Ketersediaan obat-obat penunjang (penurun panas, dll)
Ketersediaan APD untuk petugas RS, laboratorium, Puskesmas dan lapangan.
Ketersediaan pedoman
Media KIE dan media audio visual
Indikator luaran (Evaluasi)

Cakupan tatalaksana Pneumonia Balita


Jumlah Kasus dan CFR di rumah sakit
Cakupan profilaksis massal pada penanggulangan episenter pandemi
 
Indikator Kinerja Pengendalian ISPA
Jumlah propinsi sentinel mencapai 33 provinsi (66 Puskesmas dan 66 RS) tahun 2014.
Rencana Kontinjensi Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza: 33 provinsi tahun
2014.
Kelengkapan laporan: 100%
Ketepatan laporan: 80%
Kesimpulan

Penyakit ISPA adalah penyakit yang dapat menyerang semua kelompok usia dari bayi, anak-anak dan sampai
orang tua dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju.
Di Indonesia, ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Dilihat
dari pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan ISPA di kota cenderung lebih besar
daripada di desa. Proporsi kematian akibat ISPA di Indonesia cenderung meningkat.
Tujuan P3M ISPA secara umum adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena pneumonia.
Strategi yang diterapakan dalam P3M ISPA adalah Membangun komitmen, Penguatan jejaring internal dan
eksternal, Penemuan kasus pneumonia dilakukan secara aktif dan pasif, Peningkatan mutu pelayanan,
Peningkatan peran serta masyarakat dalam rangka deteksi dini pneumonia, Pelaksanaan Autopsi Verbal Balita di
masyarakat, Penguatan kesiapsiagaan dan respon pandemi, Pencatatan dan pelaporan secara bertahap, Monitoring
dan pembinaan teknis secara berjenjang, terstandar dan berkala serta Evaluasi program secara berkala
Thanks!
Do you have any question?

Anda mungkin juga menyukai