2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA
antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus,
Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus,
Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar diperoleh.
Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar
Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian diberbagai negara menunjukkan bahwa di negara
berkembang streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri yang
selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil
isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak
umumnya disebabkan oleh virus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia
dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar
penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit.
Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup
secara keseluruhan dari jalan nafas.
3. Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
a. Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
(chest indrawing).
b. Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan
tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini
dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun. Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu : Pneumonia berat :
diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas
napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih dan Bukan
pneumonia : batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian
bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
a. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus
dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
b. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit
atau lebih.
c. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah, 2004).
4. Patofisiologi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau kuman golongan A
streptococus, stapilococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma, dan
pneumokokus yang menyerang dan menginflamasi saluran pernafasan (hidung, pharing, laring)
dan memiliki manifestasi klinis seperti demam, meningismus, anorexia, vomiting, diare,
abdominal pain, sumbatan pada jalan nafas, batuk, dan suara nafas wheezing, stridor, crackless,
dan tidak terdapatnya suara pernafasan.
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.Masuknya
virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan
saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan
refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan
lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe,
1974).Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran
cairan mukosa yang melebihi noramal.Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan
gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk.
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat
menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif.Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi.Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi
virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell,
1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam
tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas
bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah
terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri
(Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran
nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari
mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas
yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun
mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Multi faktor
(Bakteri, Virus, mikroplasma, dll)
Nyeri akut
5. Manifestasi klinis
Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem
kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal,
gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus
menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan
mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi
kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan
berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi
telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru).
Adapun tanda dan gejala ISPA yang seering ditemui adalah :
a. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak
sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul
sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,50C-40,50C.
b. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri
kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan
brudzinski.
c. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bhkan tidak mau minum.
d. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.
e. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan
akibat infeksi virus.
f. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
g. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah
tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
h. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
i. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara
pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
6. Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak
terjadi invasi kuman lainnya.
a. Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak kecil sinus paranasal
belum tumbuh.Gejala umum tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri
tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan maksilaris.Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
foto rontgen dan transiluminasi pada anak besar. Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan
gejala malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang disertai
sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen
dapat unilateral ataupun bilateral.Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan rangsang
faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya komplikasi
sinusitis.Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan memberikan antibiotik.
b. Penutupan tuba eusthachii
Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat menembus langsung kedaerah
telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA).Gejala OMA pada anak kecil dan bayi
dapat disertai suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam. Anak
sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri
(pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan menangis
keras). Karena bayi yang menderita batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga tengah
sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan sering menyebabkan kejang demam, maka bayi
perlu dikonsul kebagian THT.Biasanya bayi dilakukan parsentesis jika setelah 48-72 jam
diberikan antibiotika keadaan tidak membaik.Parasentesis (penusukan selaput telinga)
dimaksudkan mencegah membran timpani pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata
(OMP).
c. Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti laryngitis, trakeitis, bronkiis
dan bronkopneumonia.Selain itu dapat pula terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis
purulenta.
7. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa :
a. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan
kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
b. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai
dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia.
c. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Benny, 2010).
8. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan:
1) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
2) Immunisasi.
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
4) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Prinsip perawatan ISPA antara lain:
1) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
2) Meningkatkan makanan bergizi
3) Bila demam beri kompres dan banyak minum
4) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan
yang bersih
5) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
6) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih
menetek
b. Pengobatan antara lain:
Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah
2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk
waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es). Mengatasi batuk dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan
tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh ,
diberikan tiga kali sehari.
B. Konsep Asuhan Keperawatan ISPA
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian dilakukan dengan cara berurutan, perawat
harus mengetahui data aktual apa yang diperoleh, faktor resiko yang penting, keadaan yang
potensial mengancam pasien dan lain-lain (Nursalam, 2001).
Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar pasien.
Pengkajian dilakukan saat pasien masuk instansi pelayanan kesehatan. Data yang diperoleh
sangat berguna untuk menentukan tahap selanjutnya dalam proses keperawatan.
Pengumpulan data pasien dapat dilakukan dengan cara :
a. Anamnesis/wawancara.
b. Observasi.
c. Pemeriksaan fisik.
d. Pemeriksaan penunjang/diagnostik.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan
masyarakat tentang masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial, sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan
kewenangan perawat (NANDA International, 2012).
Berdasarkan NANDA International (2012), diagnosa keperawatan terbagi atas :
a. Diagnosa keperawatan aktual, Suatu diagnosis aktual menggambarkan respon
manusia terhadap kondisi kesehatan/proses kehidupan yang benar nyata pada
individu, kelompok, atau komunitas.
b. Diagnosa Keperawatan Promosi Kesehatan : Penilaian klinis tentang motivasi dan
keinginan individu, keluarga, kelompok atau komunitas untuk meningkatkan
kesehjateraan dan mewujudkan potensi kesehatan manusia.
c. Diagnosa Keperawatan Risiko : Kerentanan, terutama sebagai akibat dari paparan
terhadap faktor-faktor yang meningkatkan peluang kecelakaan atau kehilangan.
d. Diagnosa Keperawatan Syndrom : penilaian klinis memjelaskan kelompok khusus
diagnosa keperawatan yang terjadi bersama dan paling tepat dihadapi secara
bersama-sama dan melalui intervensi yang serupa.
Langkah-langkah menentukan diagnosa keperawatan :
a. Interpretasi data, perawat bertugas membuat interpretasi atas data yang sudah
dikelompokkan dalam bentuk masalah keperawatan atau masalah kolaboratif. Untuk
menuliskan diagnosa keperawatan Gordon menguraikan komponen yang harus ada
sebagai berikut :
1) Diagnosa aktual : komponen terdiri dari tiga bagian, yaitu :
a) Problem/masalah = P
b) Etiologi/penyebab = E
c) Sign and symptom/tanda dan gejala = S
2) Diagnosa resiko, potensial/possible : P+E
b. Perumusan diagnosa keperawatan, setelah perawat mengelompokan,
mengidentifikasi dan memvalidasi data-data yang signifikan maka tugas perawat
pada tahap ini adalah merumuskan suatu diagnosa keperawatan (Nursalam, 2001).
MenurutNurarif, Amin Huda dan Kusuma Hardhi (2015)masalah keperawatan yang lazim timbul
pada pasien ispa:
1) Ketidakefektifanbersihan jalan nafas, berhubungan dengan peningkatan jumlah
sekret.
2) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh (proses penyakit).
3) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada membran mukosa faring dan
tonsil.
4) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi bronkospasme, respon
pada dinding bronkus.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah proses kegiatan mental yang memberi pedoman atau pengarahan secara
tertulis kepada perawat atau anggota tim kesehatan lainnya tentang intervensi/tindakan
keperawatan yang akan dilakukan kepada pasien. Rencana keperawatan merupakan rencana
tindakan keperawatan tertulis yang menggambarkan masalah kesehatan pasien, hasil yang akan
diharapkan, tindakan-tindakan keperawatan dan kemajuan pasien secara spesifik.
Intervensi keperawatan merupakan bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan
sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu,
meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien (Nursalam, 2001).
Rencana keperawatan merupakan serangkai kegiatan atau intervensi untuk mencapai tujuan
pelaksanaan asuhan keperawatan. Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku
spesifik yang diharapkan oleh pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.
(Wong,D,L, 2004 ).
Tujuan yang direncanakan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda, tujuan keperawatan
harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien, dapat diukur, didengar, diraba, dirasakan,
dicium. Tujuan keperawatan harus dapat dicapai serta dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan
harus mempunyai waktu yang jelas. Pedoman penulisan criteria hasil berdasarkan “SMART”
S : Spesifik, tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda
M : Measureble, tujuan keperawatan harus dapat diukur, khusunya tentang
prilaku klien, dapat dilihat, didengar, diraba, dan dirasakan
A : Achievable, tujuan harus dapat dicapai
R : Reasonable, tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan
T : Time, harus memiliki batas waktu yang sesuai
a. Kegiatan dalam tahap perencanaan, meliputi :
1) Menentukan prioritas masalah keperawatan.
2) Menetapkan tujuan dan kriteria hasil.
3) Merumuskan rencana tindakan keperawatan.
4) Menetapkan rasional rencana tindakan keperawatan.
b. Tipe rencana tindakan keperawatan, meliputi :
1) Observasi keperawatan, diawali kata kerja: kaji, monitor, pantau, observasi,
periksa, ukur, catat, amati.
2) Terapi keperawatan, diawali kata kerja: lakukan, berikan, atur, bantu, ubah,
pertahankn, latih.
3) Pendidikan kesehatan, diawali kata kerja: ajarkan, anjurkan, jelaskan, sarankan,
informasikan.
4) Kolaborasi/pemberian obat/pengaturan nutrisi, diawali kata kerja: rujuk,
instrusikan, laporkan, delegasikan, berikan, lanjutkan, pasang.
Kolaborasi
Jelaksan pasien
dana/atau keluarga
tujuan dan prosedur
pemasangan jalan nafas
buatan.
Kolaborasi intubasi
ulang jika terbentuk
mucous plug yang tidak
dapat dilakuikan
penghisapan
Pemantaun Respirasi
Observasi
Monitor frekuensi,
irama, kedalaman dan
upaya nafas
Monitor pola nafas
(seperti bradipnea.
Takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-
Stoke,Biot, atasik)
Monitor kemampuan
batuk efektif
Monitor adanya produksi
sputum
Monitor adanya
sumbatan jalan nafas
Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Auskultasi bunyi nafas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray
toraks
Terapeutik
Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informaskan hasil
pemantauan, jika perlu
2 Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas
Definisi : selama ... x... menit, maka Observasi :
Inspirasi dan/atau ekspirasi pola napas membaik dengan Monitor pola napas
yang tidak memberikan kriteria hasil : (frekuensi, kedalaman,
ventilasi adekuat. Ventilasi semenit (5) usaha napas)
Penyebab : Kapasitas vital (5) Monitor bunyi napas
Depresi pusat pernapasan Diameter thoraks anterior tambahan (mis. gurgling,
Hambatan upaya napas posterior (5) mengi, wheezing, ronkhi
(mis. nyeri saat bernapas, kering)
Tekanan ekspirasi (5)
kelemahan otot pernapasan) Monitor sputum (jumlah,
Tekanan inspirasi (5)
Deformitas dinding dada warna, aroma)
Dispnea (5)
Deformitas tulang dada Terapeutik :
Penggunaan otot bantu
Gangguan neuromuscular Pertahankan kepatenan
napas (5)
Gangguan neurologis (mis. jalan napas dengan head-
Pemanjangan fase
elektroensefalogram [EEG] tilt dan chin-lift (jaw-
ekspirasi (5)
positif, cedera kepala, thrust jika curiga trauma
Ortopnea (5)
gangguan kejang) cervical)
Pernapasan pursed-tip (5)
Imaturitas neurologis Posisikan semi-Fowler
Pernapasan cuping atau Fowler
Penurunan energy
hidung (5) Berikan minum hangat
Obesitas
Frekuensi napas (5)
Posisi tubuh yang Lakukan fisioterapi dada,
Kedalaman napas (5) jika perlu
menghambat ekspansi paru
Ekskursi dada (5) Lakukan penghisapan
Sindrom hipoventilasi
lendir kurang dari 15 detik
Kerusakan inervasi
diafragma (kerusakan saraf Lakukan hiperoksigenasi
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
Pemberian Analgesik
Observasi
Identifikasi
karakteristik nyeri
(mis. Pencetus,
pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
Identifikasi riwayat
alergi obat
Identifikasi
kesesuaian jenis
analgesic (mis.
Narkotika, non
narkotika, atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri
Monitor tanda tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
Diskusikan jenis
analgesic yang
disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk
mengoptimalkan
respon pasien
Dokumentasikan
respons terhadap
efek analgesik dan
efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapu
dan efek samping
obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan atau melaksanakan rencana
asuhan keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai
tujuan yang telah ditetapkan (Nursalam, 2001).
Pada tahap pelaksanaan ini kita benar-benar siap untuk melaksanakan intervensi keperawatan
dan aktivitas-aktivitas keperawatan yang telah dituliskan dalam rencana keperawatan pasien.
Dalam kata lain dapat disebut bahwa pelaksanaan adalah peletakan suatu rencana menjadi
tindakan yang mencakup :
a. Penulisan dan pengumpulan data lanjutan
b. Pelaksanaan intervensi keperawatan
c. Pendokumentasian tindakan keperawatan
d. Pemberian laporan/mengkomunikasikan status kesehatan pasien dan respon pasien
terhadap intervensi keperawatan
Pada kegiatan implementasi diperlukan kemampuan perawat terhadap penguasaan teknis
keperawatan, kemampuan hubungan interpersonal, dan kemampuan intelektual untuk
menerapkan teori-teori keperawatan kedalam praktek.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana
keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau
menghentikan rencana keperawatan (Nursalam, 2001).
Dalam evaluasi pencapaian tujuan ini terdapat 3 (tiga) alternatif yang dapat digunakan perawat
untuk memutuskan/menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana
keperawatan tercapai, yaitu :
a. Tujuan tercapai.
b. Tujuan sebagian tercapai.
c. Tujuan tidak tercapai.
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka kesimpulan dalam penulisan
makalah ini adalah :
1. Penyakit ISPA mempunyai variasi klinis yang bermacam-macam, maka timbul persoalan
pada pengenalan (diagnostik) dan pengelolaannya. Sampai saat ini belum ada obat yang
khusus antivirus. Idealnya pengobatan bagi ISPA bakterial adalah pengobatan secara
rasional. Pengobatan yang rasional adalah apabila pasien mendapatkan antimikroba yang
tepat sesuai dengan kuman penyebab. Untuk dapat melakukan hal ini , kuman penyebab
ISPA dideteksi terlebih dahulu dengan mengambil material pemeriksaan yang tepat,
kemudian dilakukan pemeriksaan mikrobiologik , baru setelah itu diberikan antimikroba
yang sesuai.
2. Asuhan keperawatan klien ISPA berpusat pada peningkatan ventilasi khususnya pada
saluran pernapasan dengan mempertahankan jalan nafas yang bersih, mempertahankan
suhu tubuh dalam batas normal, meningkatkan rasa nyaman dengan peredaran nyeri, pola
nafas efektif, meningkatkan masukan nutrisi, dan peningkatan pengetahuan tentang
proses penyakit dan pencegahannya.
B. Saran
Adapun yang menjadi saran dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Diharapkan pada semua calon perawat maupun perawat dapat memahami tentang Asuhan
Keperawatan Bronkiektasis,dimana nantinya perawat akan mengaplikasikan apa yang
dipelajari ini dalam praktek keperawatannya. Oleh karena itu sangat perlu untuk kita semua
calon-calon perawat masa depan memahami hal tersebut.
2. Semoga makalah sederhana ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi pembaca makalah
ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama perawat dalam membuat asuhan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara Engram., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1, Penerbit EGC,
Jakarta.
Dongoes, E. Marlyn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perawatan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan. Alih Bahasa: Made Sumarwati dan Nike
Budhi Subekti . Jakarta: EGC
Nurarif, Huda Amin dan Kusuma Hardhi. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction