Anda di halaman 1dari 16

BAB I

TINJAUAN TEORI

PENGERTIAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA (Infeksi Saluran
Pernafasan Akut) di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak lima kasus di antara
1.000 bayi/balita. Berarti, akibat pneumonia, sebanyak 150.000 bayi/balita meninggal
tiap tahun atau 12.500 korban per bulan atau 416 kasus sehari atau 17 anak per jam atau
seorang bayi/balita tiap lima menit.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi.
Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari
kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang
disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah
karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan . Salah satu penyakit yang
diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu
meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan
bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik
dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka
perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran
pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai
pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic
Obstructive .
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian
seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan
sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi (3). Data morbiditas penyakit pneumonia
di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini didukung
oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten
Indramayu adalah 9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini
berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita

1
yang dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya
berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada
kelompok umur 0-6 bulan .
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan
tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi
dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA , namun kelihatannya angka kesakitan dan
kematian tersebut masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian
yang telah disebutkan di atas.
ISPA dapat mengakibatkan kehidupan terancam . ISPA meliputi proses radang akut yang
melibatkan hidung, sinus para nasal, ruang telinga tengah, orofaring,dan tonsil serta
daerah laringo epiglotis.
B. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas maka penulis ingin mencoba untuk
mengemukakan upaya pemberantasan ISPA dengan prioritas kepada penatalaksanaan
kasus ISPA pada bayi, anak-anak dan keluarga.Terutama meberikan sauhan keperawatan
yang tepat. Mengingat tujuan pembangunan kesehatan dalam upaya menurunkan angka
mortalitas dan morbilitas, sehingga tujuan pembangunan nasional untuk memperoleh
sumber daya manusia yang berkualitas baik, fisik maupun mental akan tercapai.

BAB II

GAMBARAN KLINIK

2
A. Gambaran Umum Penyakit ISPA

1.Pengertian
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah
dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur
yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut:

 Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
 Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis
mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk
jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan
paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract)
 Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat
digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

2.Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebabnya antara
lain dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan
Korinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Miksovirus, Adenovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus.Bakteri seringkali menyertai infeksi virus,
biasanya virus penyebab ISPA pada umumnya virus ringan dan dapat sembuh sendiri.

3.Tanda-tanda bahaya
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-
gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan
bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal.

3
Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit,
meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak
menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh
dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis
• Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding
thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir
dan wheezing.
• Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac
arrest.
• Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil
bendung, kejang dan coma.
• Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
• hypoxemia,
• hypercapnia dan
• acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada
anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan
minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya),
kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin .

4.Penatalaksanaan Kasus Ispa


Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan
strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia
dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan
penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit
ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek

4
biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi
penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman
sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA . Penatalaksanaan ISPA
meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa
pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak (5).
Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan
frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas
dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka
sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus
dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat
didiagnosa dan diklassifikasi (4).
2.Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
• Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
(chest indrawing).
• Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
• Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis
tergolong bukan pneumonia (4).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini
dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
• Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian
bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per
menit atau lebih.
• Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada
bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :

5
• Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang
tldak menangis atau meronta).
• Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah
50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
• Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian
bawah dan tidak ada napas cepat.

3. Pengobatan
• Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan
sebagainya.
• Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin
diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita
menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau
penisilin prokain.
• Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk
batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung
zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam
diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai
pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh
kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.

Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus
untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat dilihat pada lampiran.
4 .Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.
a. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau
dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol
diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan

6
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain
bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
b. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok
teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
c. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari
biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
d. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini
akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang
diderita.
e. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada
anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat
kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal
yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah
keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.
Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang
diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang
mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan
untuk pemeriksaan ulang .

5. Pencegahan dan Pemberantasan


Pencegahan dapat dilakukan dengan :
• Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
• Immunisasi.
• Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
• Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pemberantasan yang dilakukan adalah :

7
• Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.
• Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
• Immunisasi .

Pelaksana pemberantasan
Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala Puskesmas
bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya.
Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat
pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui aktifitas kader
akan sangat'membantu menemukan kasus-kasus pneumonia
yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat
yang perlusegera dirujuk ke rumah saki t .
Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :
• Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan tenaga
yang tersedia.
• Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA
kepada perawat atau paramedis.
• Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan tanda-
tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap
perlu.
• Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah sakit.
• Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai
anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta tindakan penunjang di
rumah,
• Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang mengobati
penderita penyakit ISPA,
• Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan penyuluhan
terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,
• Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan
penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas
pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.

8
Paramedis Puskesmas Puskesmas pembantu
• Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang ada.
• Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu seperti
pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan stridor.
• Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader.
• Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
• Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas sehubungan dengan
pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.

Kader kesehatan
• Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan pneumonia tidak
berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.
• Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan pneumonia)
serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu
yang anaknya menderita penyakit
• Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan pneumonia) dengan
tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putih.
• Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.
• Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah yang terpencil
(atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak menjangkau daerah tersebut) dapat diberi wewenang
mengobati kasus-kasus pneumonia (tidak berat) dengan antibiotik kontrimoksasol.
• Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk .

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA BAPAK B DENGAN ANAK
MENDERITA ISPA

A. DATA UMUM
1. Nama kepala keluarga (KK) : Bapak B
2. Umur : 30 tahun
3. Pendidikan : -
4. Pekerjaan : KARYAWAN SWASTA
5. Alamat : RT 01 RW 05, Kelurahan Mantrijeron,
Kec. Pancoran Mas, Kota Depok.
6.Agama : Islam
Pengkajian
a. Identitas Pasien :
1. Nama : An 2

10
2. Umur : 9 th
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
b. Riwayat Kesehatan
Anak ke 2 menderita ISPA sekitar 10 hari,sudah diperiksakan di puskesmas sekitar 8 hari
yang lalu tapi kondisi belum membaik.
Keluarga Bp B belum tahu benar apayang di maksud dengan ISPA dan bagai mana cara
perawatannya.
c. Kebiasan sehari hari
Nutrisi : pola makan 3 x sehari
Komposisi makan : seimbang
Minuman : semua anggota keluarga Rata-rata7 gelas per hari
Latihan dan Olah Raga : semua anggota keluarga tidak mempunyai kebiasaan ber
olahraga.

d. Lingkungan
Perumahan : udara dalam rumah agak lembab,sinar matahari kurang masuk kedalam
rumah, jarak rumah dengan rumah lain rapat,kebersihan dan kerapihan cukup baik.
Rumah : terdiri dari satu lantai,bangunan semi permanen,kamar tidak ada jendela.
Sumber air adalah sumur ,membuang sampah pada tempat sampah kemudian di bakar.
Fasilitas Kesehatan yang sering digunakan adalah puskesmas
Penghasilan per bulan Rp 500.000,-
e. Status Kesehatan
Anggota keluarga yang lain dalam kondisi sehat,tetapi anak bungsunya akhir-akhir ini
sudah muali bersin-bersin dan mengeluh kepalanya agak pusing.

ANALISIS DATA

DATA DIAGNOSA

11
Data subyektif :Keluarga Bp B mengatakan tidak Kurang pengetahuan
mengetahui benar apayang dimaksud dengan ISPA dan berhubungan dengan kurangnya
cara perawatanya. pemahaman terhadap sumber
sumber informasi.

Data subyektif : Resiko terjadinya penyakit


infeksi berulang pada keluarga
Data Obyektif : udara dalam rumah agak lembab,sinar
Bapak B khususnya anak 2
matahari kurang masuk kedalam rumah, jarak rumah
berhubngan dengan
dengan rumah lain rapat. Rumah terdiri dari satu
ketidakmampuan keluarga
lantai,bangunan semi permanen,kamar tidak ada jendela.
merawat anggota keluarga yang
mengalami ISPA

Data subyektif :Anak bungsunya mulai bersin-bersin Resiko penularan penyakit


mengeluh kepalanya pusing ISPA pada keluarga Bapak B
khususnya anak bungsunya
Data Obyektif : udara dalam rumah agak lembab,sinar
berhubungan dengan
matahari kurang masuk kedalam rumah, jarak rumah
lingkungan perumahan dan
dengan rumah lain rapat. Rumah terdiri dari satu
status kesehatan
lantai,bangunan semi permanen,kamar tidak ada jendela.
-

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap sumber
sumber informasi.
2. Resiko terjadinya penyakit infeksi berulang pada keluarga Bapak B khususnya anak 2
berhubngan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang
mengalami ISPA

12
3. Resiko penularan penyakit ISPA pada keluarga Bapak B khususnya anak bungsunya
berhubungan dengan lingkungan perumahan dan status kesehatan
TUJUAN / KRETERIA EVALUASI DAN INTERVENSI
1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap sumber
sumber informasi.
Tujuan :
- Menunjukan pengetahuan dan mengidentifikasikan keperluann untuk penambahan
informasi menurut penanganan yang dianjurkan.
- Menunjukan kemampuan dalam perawatan penyakitnya.
Intervensi :
- Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman keluarga, mengulangi
informasi bila diperlukan.
- Menggunakan pendekatan pengajaran multipel,demonstrasi, dan secara
verbal,serta umpan balik tertulis.
- Mendokumentasikan isi pembicaraan pada catatan medis,bahan tertulis yang di
berikan, dan pemahaman keluarga tentang informasi.
- Mengikutkan keluarga atau anggota keluarga lain bila memungkinkan.
2. Resiko terjadinya penyakit infeksi berulang pada keluarga Bapak B khususnya anak 2
berhubngan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang
mengalami ISPA
Tujuan :
- Factor resiko akan hilang dengan di buktikan oleh ke adekuatan status imun
pasien,pengatahuan yang penting,pengendalian infeksi,dan secara konsisteen
menujukan perilaku deteksi resiko ,dan pengendalian resiko.
- Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.
Intervensi :
- Pengendalian infeksi: meminimalkan penularan agen infeksius
- Perlindungan terhadap : mencegah dan mendeteksi dini pada pasien yang beresiko
- Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit dan pengobatan peningkatan
resiko terhadap infeksi.
- Instruksikan untuk menjaga personal hygiene agar terlindung terhadap infeksi

13
- Ajarkan teknik mencuci tangan yang benar.
- Ajarkan kepada pasien dan keluarganya tanda atau gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepusat kesehatan.
- Bersikan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan pasien.
3. Resiko penularan penyakit ISPA pada keluarga Bapak B khususnya anak bungsunya
berhubungan dengan lingkungan perumahan dan status kesehatan.
Tujuan :
Mengambarkan factor yang menunjang penularan infeksi.
Memantau factor resiko lingkungan dan perilaku seseorang.
Melaporkan tanda atau gejala infeksi serta mengikuti prosedur pernafasan dan
pemantauan.
Factor resiko akan hilang dengan di buktikan oleh ke adekuatan status imun
pasien,pengatahuan yang penting,pengendalian infeksi,dan secara konsisteen menujukan
perilaku deteksi resiko ,dan pengendalian resiko.
Intervensi :
- Pengendalian infeksi: meminimalkan penularan agen infeksius
- Perlindungan terhadap : mencegah dan mendeteksi dini pada pasien yang beresiko
- Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit dan pengobatan peningkatan
resiko terhadap infeksi.
- Instruksikan untuk menjaga personal hygiene agar terlindung terhadap infeksi.
- Ajarkan teknik mencuci tangan yang benar.
- Ajarkan kepada pasien dan keluarganya tanda atau gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepusat kesehatan.
- Bersikan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan pasien.
- Pertahankan teknik isolasi bila diperlukan,
- Terapkan kewaspadan universal.

14
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-anak, penyebab
kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Klasifikasi penyakit ISPA tergantung
kepada pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang diperlihatkan penderita, Penatalaksanaan dan
pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu peranserta masyarakat
terutama ibu-ibu, dokter, para medis dam kader kesehatan untuk menunjang keberhasilan
menurunkan angka, kematian dan angka kesakitan sesuai harapan pembangunan nasional.
B. Saran
Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia, maka
diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping itu
penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara
berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah
dilaksanakan sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.

15
Daftar Pustaka
 Brunner & Suddart, 2000, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta
 Corwin E, Patofisiologi (buku Saku), EGC, Jakarta

 Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan


Kesehatan Anak. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FK-UNAIR
1980.

 Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-UNAIR. 1980
 Gawat Darurat Dibidang Pulmonologi .Simposium Gawat Darurat Pada Anak. Surabaya.
1987.
 DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

 Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada


Anak. Jakarata, :10 ,1991.

 Santoso budi,panduan diagnosa keperawatan nanda,prima medika 2005,jakarta


 Wilkinson,judith M, buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NICdan kretiria
NOC.buku kedokter EGC,2007 jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai