DAN PENANGGULANGANNYA
Dalam GBHN, dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan Nasional pada hakekatnya
adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia. Jadi jelas bahwa hubungan antara usaha peningkatan kesehatan masyarakat
dengan pembangunan, karena tanpa modal kesehatan niscaya akan gagal pula
pembangunan kita.
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah
seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana
penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu
ibu dan anak, ibu hamil dan ibu meneteki serta anak bawah lima tahun (1).
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan
infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak
diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah
mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup
gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula
memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan
dengan terjadinya Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (2,3).
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi.
Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari
kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan
oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena
pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan (4,5).
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian
seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan
sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi (3). Data morbiditas penyakit pneumonia di
Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh
data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten Indramayu
adalah 9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap
tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang
dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah
98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok
umur 0-6 bulan (6).
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan
tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi
dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA (6), namun
© 2004 Digitized by USU digital library 1
kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti yang
telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas maka penulis ingin mencoba untuk
mengemukakan upaya pemberantasan ISPA dengan prioritas kepada penatalaksanaan
kasus ISPA pada bayi dan anak-anak. Mengingat tujuan pembangunan kesehatan dalam
upaya menurunkan angka mortalitas dan morbilitas, sehingga tujuan pembangunan
nasional untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas baik, fisik maupun
mental akan tercapai.
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar II
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah (6).
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung
paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput
paru (5,7).
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk
pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan
menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat
kematian (5).
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat
beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek
seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan
sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini
ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus
jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin,
semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik (6).
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya (7).
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas
dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan
pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus,
sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil
terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang
tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan
infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit
dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik (8).
© 2004 Digitized by USU digital library 2
2.2.Tanda-tanda bahaya
Tanda-tanda laboratoris
• hypoxemia,
• hypercapnia dan
• acydosis (metabolik dan atau respiratorik) (4).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada
anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan
minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang,
kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin (4).
BAB III
PENATALAKSANAAN KASUS ISPA
3.1. Pemeriksaan
Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
• Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan
tenang tldak menangis atau meronta).
• Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah
50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
• Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah
dan tidak ada napas cepat.
3.3. Pengobatan
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan
khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat dilihat pada lampiran.
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita
ISPA.
Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½
sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering
dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap
diteruskan.
Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya.
Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit
yang diderita.
Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih
pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat
kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat
tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama
perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter
atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan
diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari
penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari
anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang (4,5) .
3.5. Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
• Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
• Immunisasi.
• Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
• Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Pelaksana pemberantasan
Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala
Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya.
Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita
mendapat pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui
aktifitas kader akan sangat'membantu menemukan kasus-kasus pneumonia
yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia
berat yang perlusegera dirujuk ke rumah saki t .
Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :
• Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan tenaga
yang tersedia.
• Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA
kepada perawat atau paramedis.
• Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan tanda-
tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila
dianggap perlu.
• Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah sakit.
• Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai
anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta tindakan penunjang
di rumah,
• Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang mengobati
penderita penyakit ISPA,
• Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan penyuluhan
terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,
• Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan
penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas
pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-anak,
penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Klasifikasi penyakit ISPA
tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang diperlihatkan penderita,
Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu
peranserta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para medis dam kader kesehatan untuk
menunjang keberhasilan menurunkan angka, kematian dan angka kesakitan sesuai harapan
pembangunan nasional.
4.2. Saran
Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia,
maka diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat diprioritaskan.
Disamping itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan
dilaksanakan secara berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus
ISPA yang sudah dilaksanakan sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Anak. Continuing
Education Ilmu Kesehatan Anak. FK-UNAIR 1980.
Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-UNAIR. 1980.
____________Gawat Darurat Dibidang Pulmonologi .Simposium Gawat Darurat Pada Anak.
Surabaya. 1987.
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
____________Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Pada Anak. Jakarata, :10 ,1991.
© 2004 Digitized by USU digital library 7
____________Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi saluran pernapasan akut.
1992.
_____________Pendekatan Epidemiologi I dan Dasar-Dasar Surveilans. Untuk Pelatihan Prajabatan
Umum dan Khusus Tenaga Paramedis di Puskesmas. Jakarta. 1992.
Rendie, J, et.al . Ikhtisar Penyakit Anak. Alih bahasa: Eric Gultom. Binarupa Aksara. Jakarta. 1994.
© 2004 Digitized by USU digital library 8
Diposting oleh Endry di 23.17
MAKALAH
DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN
Penyakit Berbasis Lingkungan
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut). Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk-
pilek, disebabkan oleh virus, dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik.Infeksi saluran
pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan
masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
ISPA, diare dan kurang gizi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di
negara maju dan berkembang. ISPA merupakan penyebab morbiditas utama pada negara maju
sedangkan di negara berkembang morbiditasnya relatif lebih kecil tetapi mortalitasnya lebih tinggi
terutama disebabkan oleh ISPA bagian bawah atau pneumonia. Menurut penelitian Djaja, dkk (2001)
didapatkan bahwa prevalensi ISPA di perkotaan (11,2%), sementara di pedesaan (8,4%); di Jawa-Bali
(10,7%), sementara di luar Jawa-bali (7,8%).6 Berdasarkan klasifikasi daerah prevalensi ISPA
untuk daerah tidak tertinggal (9,7%), sementara di daerah tertinggal (8,4%).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, terlihat bahwa cakupan pneumonia
penderita dan pengobatan dari target (perkiraan penderita) masih relatif rendah, tahun 2000 ada
30,1%; tahun 2001 ada 25%; tahun 2002 ada 22,1%; tahun 2003 ada 30%; tahun 2004 ada 36%; tahun
2005 ada 27,7%. Hasil pantauan yang dilakukan ini belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya oleh
karena masih ada beberapa wilayah yang belum menyampaikan laporannya. Penelitian Septri Anti
(2007), dari catatan bulanan program P2 ISPA Kota Medan tahun 2002-2006 didapatkan bahwa
berdasarkan hasil uji regresi linier
terdapat nilai signifikan sebesar 0,552 (>0,05), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara waktu
dengan jumlah penderita ISPA pada balita, hal ini berarti bahwa adanya kecenderungan peningkatan
jumlah balita penderita ISPA, dimana penderita penyakit ISPA pada tahun 2002 berjumlah 8.836 orang
dan pada tahun 2007 mencapai 9.412 orang.
II. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalaha ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk memenuhi nilai tugas pada mata kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan.
b. Untuk mengetahui sumber penyakit yang kaitannya dengan penyakit berbasis lingkungan salah satunya
ISPA
c. Untuk mengetahui devinisi dari penyakit ISPA
d. Untuk mengetahui media transmisi penyakit ISPA
e. Untuk mengetahui prilaku pemajanan penyakit ISPA
f. Untuk mengetahui kejadian penyakit ISPA
g. Untuk mengetahui pariabel suprasistem penyakit ISPA
h. Untuk mengetahui upaya penanggulangan penyakit ISPA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. ISPA
1. Pengertian ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang
tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur
saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara
stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan
mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura (Nelson, 2003).
Penyakit ISPA lebih sering diderita oleh anak-anak. Daya tahan tubuh anak sangat berbeda
dengan orang dewasa karena sistim pertahanan tubuhnya belum kuat. Kalau di dalam satu rumah
seluruh anggota keluarga terkena pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh
anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat.
Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi
disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang
berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
2. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA
antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus,
Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus,
Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Suhandayani, 2007).
3. Klasifikasi ISPA
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk golongan
umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008) :
5. Faktor resiko
Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :
a. Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :
1) Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-lakilah yang banyak terserang penyakit
ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka
sering terkena polusi udara.
2) Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena
banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil menggendong anaknya.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesehatan, karena lemahnya
manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala
dan upaya penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana pelayanan kesehatan
sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti bagaimana cara serta pencegahan agar tidak
mudah terserang penyakit ISPA.
b. Faktor Biologis
Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007):
1) Status gizi
Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah atau terhindar dari penyakit terutama
penyakit ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna dan memperbanyak minum air
putih, olah raga yang teratur serta istirahat yang cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka
kekebalan tubuh akan semakin menigkat, sehingga dapat mencegah virus ( bakteri) yang akan masuk
kedalam tubuh.
2) Faktor rumah
Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007):
a) Bahan bangunan
a) Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah tdak berdebu pada musim
kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak
berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat,
dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit gangguan
pernapasan.
b) Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya kurang cocok untuk
daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di
pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang
pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan
alamiah.
c) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan
masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak
mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng
ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas
didalam rumah.
d) Lain-lain (tiang, kaso dan reng)
Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-
bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubanglubang bambu merupakan sarang tikus yang
baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang
pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.
b) Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran
udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh
penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen) didalam
rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi
meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik
karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media
yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit).
c) Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak.
Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang
nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit
penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya
dapat merusakan mata.
c. Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu (Lamsidi, 2003) :
1) Cerobong asap
Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik industri yang dibuat menjulang
tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap bisa keluar ke atas terbawa oleh angin.
Cerobong asap sebaiknya dibuat horizontal tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang melalui
cerobong horizontal dan dialirkan ke bak air akan mudah larut. Setelah larut debu halus dan asap
mudah dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan oleh media Treated Natural Zeolid (TNZ)
yang sekaligus bisa menyerap racun dan logam berat. Langkah tersebut dilakukan supaya tidak akan
ada lagi pencemaran udara, apalagi hujan asam. Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi rumah
tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan oleh bahan bakar untuk memasak, bahan bakar untuk
memasak yang paling banyak menyebabkan asap adalah bahan bakar kayu atau sejenisnya seperti
arang.
2) Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti nikotin, gas
karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida, ammonia, acrolein, acetilen, benzol dehide,
urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan
kimia tersebut akan beresiko terserang ISPA.
d. Faktor timbulnya penyakit
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom dikutip dari Effendy (2004)
menyebutkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya lingkungan kesehatan, individu, keluarga dan masyarakat
sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat kesehatan juga dipengaruhi
oleh lingkungan, misalnya membuat ventilasi rumah yang cukup untuk mengurangi polusi asap maupun
polusi udara, keturunan, misalnya dimana ada orang yang terkena penyakit ISPA di situ juga pasti ada
salah satu keluarga yang terkena penyakit ISPA karena penyakit ISPA bisa juga disebabkan karena
keturunan, dan dengan pelayanan seharihari yang baik maka penyakit ISPA akan berkurang dan
kesehatannya sedikit demi sedikit akan membaik, dan pengaruh mempengaruhi satu dengan yang
lainnya.
8. Pencegahan ISPA
Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau terhindar dari penyakit
yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima
sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya
itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita
akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh
kita.
b. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Immunisasi
dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit
yang disebabkan oleh virus / bakteri.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi polusi asap dapur / asap
rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang
bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara
(atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang ditularkan oleh seseorang
yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit
penyakit ini biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi
yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran
pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang kedua duet
(campuran antara bibit penyakit).
BAB III
PEMBAHASAN
ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan Akut) yang diadaptasi dari bahasa Inggris Acute Respiratory
Hfection (ARl). ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Bakteri
penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus,
Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus,
Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus. Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap
pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya digunakan untuk memasak. Etiologi ISPA Infeksi akut
adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut
meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan ISPA.Proses ini dapat berlangsung dari 14 hari.
Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem
kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya
berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung
tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah
dan membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung
bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang
mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga
bronkhitis dan pneumonia (radang paru).
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk
kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air
Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak
dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat
pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya
adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
Faktor penyebab penyakit ISPA terdiri dari beberapa variabel, antara lain :
· Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau
kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks
atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang
paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo.
· Manusia
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko
mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi
karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya masih
sempit.
2. Jenis Kelamin
menurut beberapa penelitian kejadian ISPA lebih sering didapatkan pada anak laki-laki dibandingkan
anak perempuan, terutama anak usia muda, dibawah 6 tahun. Menurut Glenzen dan Deeny, anak laki-
laki lebih rentan terhadap ISPA yang lebih berat, dibandingkan dengan anak perempuan.
3. Status Gizi
anak yang berstatus gizi kurang/buruk mempunyai risiko pneumonia 2,5 kali lebih besar dibandingkan
dengan anak yang berstatus gizi baik/normal.
4. Berat Badan Lahir
Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian pneumonia
dengan balita BBLR (p <0,05). Nilai OR 2,2 (CI 95%; 1,481-4,751), artinya anak balita yang menderita
pneumonia risikonya 2,2 kali lebih besar pada anak balita yang BBLR.
5. Status ASI Eksklusif
anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2 kali lebih besar pada anak balita yang tidak
mendapat ASI eksklusif.
6. Status Imunisasi
Hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 2,5 (CI 95%; 2.929 – 4.413), artinya anak balita yang menderita
pneumonia risikonya 2,5 kali lebih besar pada anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
· Lingkungan
1. Kelembaban Ruangan
Faktor kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.
2. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika
suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat.
Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita
sebesar 4 kali.
3. Ventilasi
Berdasarkan hasil penelitian Afrida (2007), didapatkan bahwa prevalens rate ISPA pada bayi yang
memiliki ventilasi kamar tidur yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 69,9%, sedangkan untuk
yang memenuhi syarat kesehatan sebesar
30,1%. Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara kondisi ventilasi dengan
kejadian penyakit ISPA (p <0,05).
4. Kepadatan Hunian Rumah
Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan proses kejadian pneumonia
pada anak balita lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang padat dibandingkan dengan anak
yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan
hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar 9 kali.
5. Penggunaan Anti Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan
saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di
lingkungan rumah akan merusak
mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.
6. Bahan Bakar Untuk Memasak
Berdasarkan hasil penelitian Afrida (2007), prevalens rate ISPA pada bayi yang dirumahnya
menggunakan bahan bakar untuk memasak adalah minyak tanah sebesar 76,6%, sedangkan gas elpiji
sebesar 33,3%. Hasil uji chi squaremenunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
penggunaan bahan bakar memasak dengan kejadian penyakit ISPA (p < 0,05).
7. Keberadaan Perokok
Berdasarkan hasil penelitian Syahril (2006), dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 2,7 (CI 95%;
1.481 – 4.751) artinya anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2,7 kali lebih besar pada anak
balita yang terpapar asap rokok dibandingkan dengan yang tidak terpapar.
BAB IV
UPAYA PENANGGULANGAN
b. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka kesakitan (insiden)
pneumonia.
c. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi vitamin A.
d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah.
e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi di dalam maupun
di luar rumah.
b.2 Pneumonia Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik dengan memberikan
benzilpenesilin secara intramuskular setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari, obati demam, obati
mengi, perawatan suportif, hati-hati pada pemberian terapi cairan, nilai ulang setiap hari.
b.3 Pneumonia: obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan kotrimoksasol, ampisilin,
amoksilin oral, atau suntikan penisilin prokain intramuskular per hari, nasihati ibu untuk memberikan
perawatan di rumah, obati demam, obati mengi, nilai ulang setelah 2 hari.
b.4. Bukan Pneumonia (batuk atau pilek): obati di rumah, terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan,
terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek), obati demam, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di
rumah.
b.5. Pneumonia Persisten: rawat (tetap opname), terapi antibiotik dengan memberikan kotrimoksasol
dosis tinggi untuk mengobati kemungkinan adanya infeksi pneumokistik, perawatan suportif, penilaian
ulang.
b. Pneumonia Berat: jika anak tidak membaik setelah pemberian benzilpenisilin dalam 48 jam atau
kondisinya memburuk setelah pemberian benzipenisilin kemudian periksa adanya komplikasi dan ganti
dengan kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda pneumonia setelah 10 hari pengobatan
antibiotik maka cari penyebab pneumonia persistensi.
c. Pneumonia: Coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa adanya tanda-tanda perbaikan
(pernafasan lebih lambat, demam berkurang, nafsu makan membaik. Nilai kembali dan kemudian
putuskan jika anak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada atau tanda penyakit sangat berat
maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia berat atau pneumonia sangat berat.
Jika anak tidak membaik sama sekali tetapi tidak terdapat tanda pneumonia berat atau tanda lain
penyakit sangat berat, maka ganti antibiotik dan pantau secara ketat.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-anak, penyebab
kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Klasifikasi penyakit ISPA tergantung kepada
pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang diperlihatkan penderita, Penatalaksanaan dan
pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu peranserta masyarakat terutama
ibu-ibu, dokter, para medis dam kader kesehatan untuk menunjang keberhasilan menurunkan angka,
kematian dan angka kesakitan sesuai harapan pembangunan nasional.
5.2 Saran
Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia, maka
diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping itu
penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara
berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah dilaksanakan
sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
www.kesehatan123.com/1679/penyebab-ispaa
· http://dwiapriantoday.wordpress.com/2012/12/20/penularan-infeksi-saluran-pernapasan-akut-ispa/
· http://endryjuliyanto.blogspot.com/2012/02/infeksi-saluran-pernafasan-akut-ispa.html
· http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pediatrics/2049898-apa-itu-ispa/
· http://www.melindahospital.com/modul/user/detail_artikel.php?id=718_Waspada-Penyakit-ISPA,-
Perbanyak-Konsumsi-Air-Putih
· http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/04/infeksi-saluran-pernafasan-akut-ispa/
· Arikunto, Suharsimi Dr. Prof. 2002
· Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V, Rineka Cipta, Jakarta.
· Biddulph, jhon, 2002
· Kesehatan Anak Untuk Perawat,Petugas Penyuluhan Kesehatan dan Bidan di Desa, Gadjah Mada
University Press. Jogjakarta.
· Daulay, Ridwan, 2008
· Kendala Penanganan Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ), FK-USU: Medan
· Depkes RI, 2004
· Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Jica. Jakarta. RI, 2008
· Infeksi saluran Pernafasan akut, http://www.fuadbahsin.wordpress.com.
· Dinkes Kota Lubuklinggau, 2009
· Data Jumlah 10 Penyakit Terbesar.
· Erlien, 2008. Penyakit saluran Pernapasan, Sunda Kelapa Pustaka, Jakarta.
· Hatta Muhammad, 2001. Hubungan Imunisasi Dengan Kejadian Peneomonia Pada Balita
· http://www.slitbang.go.id.
· Noor, 2008. Pengantar Epidemologi Penyakit Menular, Rineka Cipta, Jakarta.
· Nursalam, 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Selemba Medika,
Jakarta.
· Saryono, 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V, Rineka Cipta, Jakarta.
· Puskesmas Perumnas Lubuk Tanjung Kota Lubuklinggau, 2009. Data Jumlah Pemderita ISPA Pada
Balita.
· Rasmaliah, 2008. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penaggulangnya,
http : //www.pppl.depkes.go.id/images_data.
· Sarjono, 2008. Metodelogi Penelitian Kesehatan, Mitra Cendikia, Jogjakarta.
· Siswono, 2007. ISPA Salah Satu Penyebab Utama Kematian Balita,
· http://www.suara pembaruan.com.
· WHO. 2003. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang, Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
· Widjadja Rafelin, 2009. Penyakit Kronis. Bee Media Indonesia, Jakarta.
BAB I
KONSEP DASAR TEORI
A. Pendahuluan
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang masih merupakan masalah
kesehatan yang menonjol, terutama pada anak.Penyakit ini pada anak merupakan penyebab
kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi.Angka kematian ISPA di negara
maju berkisar antara 10 -15 %, sedangkan di negara berkembang lebih besar lagi.
Di Indonesia angka kematian ISPA diperkirakan mencapai 20 %.
Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA. (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut). ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang
terjadi.Setiap anak diperkirakan mengalami 3 - 6 episode ISPA setiap tahunnya.40 % - 60 % dari
kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim, 2009).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada anak dengan ISPA
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui bagaimana pengkajian pada anak dengan ISPA
b. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan apa yang muncul pada anak dengan ISPA.
c. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada anak dengan ISPA
d. Untuk mengetahui Implementasi keperawatan apa yang tetapat pada anak dengan ISPA.
e. Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan serta rencana tindakan apa yang akan dilakukan pada
anak dengan ISPA.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
B. Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi
bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk.
Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu :
a. Dapat sembuh sempurna.
b. Sembuh dengan atelektasis.
c. Menjadi kronis.
d. Meninggal akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk
mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien.Ketahanan saluran
pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga
unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak
mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di
mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti
yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini
seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi
pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak
akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan
mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran
udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).
C. Manifestasi Klinis
1. Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas.
Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt.
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung
dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah
dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
a. Demam
Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah mencaapai
usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya
infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
b. Meningismus
Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama periodik
bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta
kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
c. Anorexia
Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan
tidak mau minum.
d. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.
e. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat
infeksi virus.
f. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis
mesenteric.
g. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat
oleh karena banyaknya sekret.
h. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini
merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
i. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan
(Whaley and Wong; 1991; 1419).
D. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium
terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
1. Biakan virus
2. Serologis
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum,
biakan darah, biakan cairan pleura.
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui
pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada
rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.
6. Riwayat kesehatan:
d. Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien)
a. Inspeksi
b. Palpasi
1. Adanya demam
2. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
E. Penatalaksanaan
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian
b. Riwayat penyakit sekarang : Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit
kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit
tenggorokan.
c. Riwayat penyakit dahulu : Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang.
d. Riwayat penyakit keluarga : Menurut pengakuan klien,anggota keluarga ada juga yang pernah
mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
e. Riwayat sosial : Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya.
Dx I:
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal).
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Intervensi :
Diagnosa II :
Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme
Tujuan Kriteria Hasil :
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi :
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4. Monitor intake dan output
5. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
6. Berikan pasien kompres air hangat, hindari pemberian kompres dingin.
7. Tingkatkan sirkulasi udara.
8. Kolaborasi pemeberian cairan intravena.
9. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas.
10. Kolaborasi pemberian antipiretik.
11. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
Diagnosa III :
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam
memasukan dan mencerna makanan
Tujuan Kriteria Hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yangdibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
6. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi).
7. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
8. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
9. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
10. BB pasien dalam batas normal.
11. Monitor turgor kulit
12. Monitor mual dan muntah
13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
14. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Diagnosa IV :
Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan Kriteria Hasil :
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan.
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya.
Intervensi :
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik.
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit.
7. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
8. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
B. Evaluasi :
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan
myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Bersihan jalan nafas efektif, tidak ada bunyi atau nafas tambahan.
2. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C.
3. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
4. Pengetahuan adekuat serta tidak terjadi komplikasi pada klien.
BAB 1V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-anak,
penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Klasifikasi penyakit ISPA
tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang diperlihatkan penderita,
Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu
peranserta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para medis dan kader kesehatan untuk
menunjang keberhasilan menurunkan angka, kematian dan angka kesakitan sesuai harapan
pembangunan nasional.
Seperti yang diuraikan diatas bahwa ISPA mempunyai variasi klinis yang bermacam-
macam, maka timbul persoalan pada pengenalan (diagnostik) dan pengelolaannya.Sampai saat
ini belum ada obat yang khusus antivirus.Idealnya pengobatan bagi ISPA bakterial adalah
pengobatan secara rasional.Pengobatan yang rasional adalah apabila pasien mendapatkan
antimikroba yang tepat sesuai dengan kuman penyebab. Untuk dapat melakukan hal ini, kuman
penyebab ISPA dideteksi terlebih dahulu dengan mengambil material pemeriksaan yang
tepat,kemudian dilakukan pemeriksaan mikrobiologik, barusetelah itu diberikan antimikroba
yang sesuai.
B. Saran
Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia, maka
diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat diprioritaskan.Disamping itu
penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara
berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah
dilaksanakan sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
1. DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992
2. Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi saluran pernapasan akut. 1992
3. Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien
4. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed 3. Jakarta: EGC.1999
5. Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta.
6. Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-2002, Philadelpia,USA
7. Naning R,2002,Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan Anak)
8. Http://makalahskripsimakalah.blogspot.com/2012/11/asuhan-keperawatan-anak-dengan-
ispa.html