Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui
proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. Adapun kebutuhan merupakan suatu hal
yang sangat penting, bermanfaat, atau diperlukan untuk menjaga homeostasis dan kehidupan itu
sendiri. Banyak ahli filsafat, psikologis, dan fisiologis menguraikan kebutuhan manusia dan
membahasnya dari berbagai segi. Orang pertama yang menguraikan kebutuhan manusia adalah
Aristoteles. Sekitar tahun 1950, Abraham Maslow seorang psikolog dari Amerika
mengembangkan teori tentang kebutuhan dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah
Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow  (Wolf, Lu Verne,dkk , 1984).

Suatu hal yang sangat diperlukan tubuh dalam kaitannya dengan proses
pertumbuhan  dan perkembangan adalah nutrisi yang adekuat. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
akan sangat membantu seseorang untuk mempertahankan kondisi tubuh dalam mencegah
terjadinya suatu penyakit, mempertahankan suhu tubuh dalam kondisi yang normal serta
menghindari proses infeksi.

Nutrient adalah suatu zat yang terkandung dalam makanan misalnya karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, mineral dan air. Nutrient atau kandungan zat yang terdapat dalam makanan yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh terdiri dari 6 kategori, yaitu : karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
mineral dan air. Nutrisi normal meliputi keseimbangan antara intake makanan yang di makan
dengan energi yang dikeluarkan oleh tubuh. Intake makanan yang adekuat juga dibutuhkan oleh
enzim untuk mensintesa hormon, mengganti sel-sel yang telah rusak  serta membantu
pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Intake nutrisi yang adekuat pada usia toddler dan pra
sekolah ( 1–5 tahun ) sangat diperlukan, karena pada usia tersebut merupakan fase pertumbuhan
fisik dan perkembangan yang pesat, sehingga kebutuhan nutrisi juga akan berbeda dengan usia-
usia yang lain. Disamping itu pada fase ini, anak akan cenderung aktif dan merasa kehilangan
nafsu makan karena rasa suka dan tidak suka terhadap suatu makanan . Sehingga peran orang tua
untuk mempertahankan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada usia toddler maupun  pra sekolah
sangat diperlukan untuk membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut.

1
Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan pada usia ini termasuk diantaranya adalah zat besi untuk
mencegah anemi, serta vitamin A dan C untuk menjaga daya tahan tubuh terhadap suatu
penyakit. Kemampuan untuk mengabsorbsi makanam, keadaan fisik seperti peradangan pada
sistem gastro intestinal, obstruksi pada gastro intestinal dan malabsorbsi serta diabetes melitus
akan menyebabkan gangguan dalam mengabsorbsi zat-zat makanan, sehingga juga akan
menyebabkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.

Eliminasi fekal atau defekasi merupakan proses pembuangan metabolisme tubuh yang
tidak terpakai. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh
normal. Perubahan pada defekasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian
tubuh lain, karena sisa-sisa produk usus adalah racun. Pola defekasi bersifat individual,
bervariasi dari beberapa kali sehari sampai beberapa kali seminggu. Jumlah feses yang
dikeluarkan pun berfariasi jumlahnya tiap individu. Feses normal mengandung 75% air dan 25%
materi padat. Feses normal berwarna coklat karena adanya sterkobilin dan uriobilin yang berasal
dari bilirubin. Warna feses dapat dipengaruhi oleh kerja bakteri Escherecia coli. Flatus yang
dikelurkan orang dewasa selama 24 jam yaitu 7-10 liter flatus dalam usus besar. Kerja
mikroorganisme mempengaruhi bau feses. Fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa
faktor, pola eliminasi dan kebiasaan (Berman, et.al., 2009).

Inkontinensia fekal merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius pada
pasien geriatri. Angka kejadian inkontinensia fekal ini lebih sedikit dibandingkan pada kejadian
inkontinensia urin. Namun demikian, data di luar negeri menyebutkan bahwa 30-50% pasien
geriatri yang mengalami inkontinensia urin juga mengalami inkontinensia fekal. Inkontinensia
fekal merupakan hal yang sangat mengganggu bagi penderitannya, sehingga harus diupayakan
mencari penyebabnya dan penatalaksanaannya dengan baik. Seiring dengan meningkatnya angka
kejadian inkontinensia urin, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi pula peningkatan
angka kejadian inkontinensiafekal. Untuk itu diperlukan penanganan yang sesuai baik untuk
inkontinensia urin maupun inkontinensia fekal, agar tidak menimbulkan masalah yang lebih sulit
lagi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Berikut ini akan dibahas mengenai
inkontinensia fekal dan penanganannya.

2
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian inkontinensia alvi ?


2. Apa etiologi inkontinensia alvi ?
3. Bagaimana patofisiologi inkontinensia alvi ?
4. Apa saja klasifikasi inkontinensia alvi ?
5. Bagaimana penatalaksanaan inkontinensia alvi ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian inkontinensia alvi


2. Untuk memahami etiologi inkontinensia alvi
3. Untuk mengetahui patofisiologi inkontinensia alvi
4. Untuk mengetahui ada berapa klasifikasi inkontinensia alvi
5. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan inkontinensia alvi

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Inkontinensia alvi (bowel) atau disebut juga inkontinensia fekal,adalah hilangnya


kemampuan volunter untuk mengontrol pengeluaran fekal dan gas dari spinter anal inkontinensia
dapat terjadi pada waktu-waktu tertentu, seperti setelah makan,atau dapat terjadi secara tidak
teratur. Dua tipe inkontensia alvi digambarkan : parsial dan mayor . Inkontinensia parsial adalah
ketidakmampuan untuk mengontrol flatus atau mencegah pengotoran minor. Inkontinensia
mayor adalah ketidakmampuan untuk mengontrol feses pada konsistensi normal.(Barbara
Kozier:2010)

Inkontinensia alvi secara umum dihubungkan dengan gangguan fungsi sfingter anal atau
suplai saraf nya,setiap dalam beberapa penyakit neuromuscular trauma medulla spinalis,dan
tumor pada otot sfingter anal eksternal.

Inkontinensia alvi adalah masalah yang membuat distress emosional yang pada akhirnya
dapat menyebabkan isolasi sosial . penderita dapat menarik diri kedalam rumahnya,atau jika di
rumah sakit ,mereka tetap berada di kamar mereka untuk meminimalkan rasa malu akibat
pengotoran oleh fekal.beberapa prosedur bedah di gunakan untuk menatalaksanaan Inkontinensia
alvi. Penatalaksanaan ini meliputi perbaikan sfingter dan diversi fekal atau kolostomi.

Inkontinensia alvi adalah ketidakmampuaan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus .
kondisi fisik yang merusak fungsi dn kontol sfingter anus dapat menyebabkan Inkontinensia .
kondisi yang membuat seringnya defeksi,feses encer,volumenya banyak,dan untuk mengalami
Inkontinensia.

Inkontinensia dapat membahayakan citra tubuh klien. Dalam banyak situasi klien secara mental
menyadari tetapi secara fisik tidak mampu mencegah defekasi.(Brunner & Suddarth:2005)

B. ETIOLOGI

Penyebab utama timbulnya inkotinensia fekal adalah masalah sembelit, penggunaan


pencahar yang berlebihan, gangguan saraf seperti demensia dan stroke, serta gangguan

4
kolorektum seperti diare, neuropati diabetik, dan kerusakan sfingter rektum. Konstipasi atau
sembelit merupakan kejadian yang paling sering timbul pada pasien geriatri dan bila menjadi
kronik akan menyebabkan timbulnya inkontinensia fekal. Skibala akan mengiritasi rektum dan
menghasilkan mukus dan cairan. Cairan ini akan membanjiri tinja yang mengeras dan
mempercepat terjadinya inkontinensia. Konstipasi sulit untuk didefinisikan dan secara teknik
biasanya diindentikkan dengan buang air besar sebanyak tiga kali dalam seminggu

Penyebab inkontinensia alvi dapat di bagi menjadi 4 kelompok :

1. Inkontinensia akibat konstipasi


a) Obstipasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan sumbatan atau impaksi
dari massa feses yang keras (skibala). Massa Feses yang tidak dapat keluar ini
akan menyumbat lumen bawah dari anus menyebabkan perubahan dari besarnya
sudut ano-rektal. Kemampuan sensor menumpul dan tidak dapat membedakan
antara flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses yang cair akan merembes keluar
b) Skibala yang terjadi juga akan menyebabkan iritasi pada mukosa rectum dan
terjadi produksi cairan dan mucus, yang selanjutnya melalui sela-sela dari feses
yang impaksi akan keluar dan terjadi inkontinensia alvi.
2. Inkontinensia Alvi Simtomatik
Yang berkaitan dengan penyakit pada usus besar. Inkontinensia alvi simtomatik dapat
merupakan penampilan klinis dari macam-macam kelainan patologik yang dapat
menyebabkan diare. Keadaan ini mungkin dipermudah dengan adanya perubahan
berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses control yang rumit pada fungsi sfingter
terhadap feses yang cair, dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam
membedakan flatus dan feses yang cair. Penyebab yang paling umum dari diare pada
lanjut usia adalah obat obatan, antara lain yang mengandung unsur besi, atau memang
akibat pencahar.
3. Inkontinensia Alvi Neurogenik
Inkontinensia alvi neurogenic terjadi akibat gangguan fungsi menghambat dari korteks
serebri saat trjadi regangan atau distensi rectum. Proses normal dari defekasi melalui
reflek gastro-kolon. Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung/gaster, akan
menyebabkan rectum akan diikuti relaksasi singter interna. Dan seperti halnya kandung
kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsic dari rectum pada orang dewasa normal, karena ada
inbisi atau hambatan dari pusat di korteks serebri.

5
4. Inkontinensia Alvi karena hilangnya reflek anal
Inkontinensia alvi ini terjadi akibat karena hilangnya reflek anal, disertai kelemahan otot-
otot seran lintang. Penelitian ini menunjukkan berkurangnya unit-unit yang berfungsi
motoric pada otot-otot daerah sfingter dan pubo-rektal, keadaan ini menyebabkan
hilangnya reflek anal, berkurangnya sensasi pada anus disertai menurunnya tonus anus.
Hal ini dapat berakibat inkontinensia alvi pada peningkatan tekanan intra abdomen dan
prolapse dari rectum. Pengelolaan inkontinensia ini sebaiknya diserahkan pada ahli
progtologi untuk pengobatannya.

C. PATOFISIOLOGI

Fungsi traktus gastrointestinal biasanya masih tetap adekuat sepanjang hidup. Namun
demikian beberapa orang lansia mengalami ketidaknyamanan akibat motilitas yang melambat.
Peristaltic di esophagus kurang efisien pada lansia. Selain itu, sfingter gastroesofagus gagal
berelaksasi, mengakibatkan pengosongan esophagus terlambat.keluhan utama biasanya berpusat
pada perasaan penuh, nyeri ulu hati, dan gangguan pencernaan. Motalitas gaster juga mnurun,
akibatnya terjadi keterlambtan pengososngan isis lambung. Berkurangnya sekresi asam dan
pepsin akan menurunkan absorbs besi, kalium dan vitamin. Absorsi nutrient di usus halus
nampaknya juga berkurang dengan bertambahnya usia namun masih tetap adekuaT. Fungsi
hepar, kandung empedu dan pangkreas tetap dapat di pertahankan, meski terdapat inefisiensi
dalam absorsi dan toleransi terhadap lemak. Impaksi feses secara akut dan hilangnya kontraksi
otot polos pada sfingter mengakibatkan inkontinensia alvi.  (Brunner & Suddart, 2001).

D. KLASIFIKASI

a) Inkontinensia fekal akibat konstipasi


Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami
statis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, atau keluarnya
tinja terlalu kering dan keras.
Tanda Klinis :
 Adanya feses yang keras
 Defekasi kurang dari 3x seminggu
 Menurunnya bising usus

6
 Adanya keluhan pada rectum
 Nyeri saat mengejan dan defekasi
 Adanya perasaan masih ada sisa feses.                          

Kemungkinan Penyebab :

 Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cidera serebrosspinalis,CVA, dll.


 Pola defekasi tidak teratur.
 Nyeri saat defekasi karena hemoroid.
 Menurunnya peristaltik karena stres psikologis.
 Penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksantiv, atau anastesi.
 Proses penuaan (usia lanjut).

Batasan dari konstipasi (obstipasi) masih belum tegas. Secara teknis dimaksudkan untuk
buang air besar kurang dari tiga kali per minggu. Tetapi banyak penderita sudah mengeluhkan
konstipasi bila ada kesulitan mengeluarkan feses yang keras atau merasa kurang puas saat buang
air besar (Kane dkk, 1989). Konstipasi sering sekali dijumpai pada lanjut usia dan merupakan
penyebab yang paling utama pada inkontinensia fekal pada lanjut usia (Brocklehurst dkk, 1987).

Obstipasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan sumbatan/impaksi dari masa feses


yang keras (skibala). Masa feses yang tidak dapat keluar ini akan menyumbat lumen bawah dari
anus dan menyebabkan perubahan dari besarnya sudut ano-rektal. Kemampuan sensor
menumpul dan tidak dapat membedakan antara flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses yang
cair akan merembes keluar (Broklehurst dkk, 1987).

Skibala yang terjadi juga akan menyebabkan iritasi pada mukosa rektum dan terjadi
produksi cairan dan mukus, yang selanjutnya melalui sela-sela dari feses yang impaksi akan
keluar dan terjadi inkontinensia fekal (Kane dkk, 1989). Diagnosis ditegakkan dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik, antara lain meraba adanya skibala pada colok dubur.

b) Inkontinensia fekal simtomatik

Inkontinensia fekal simtomatik dapat merupakan penampilan klinis dari macam-macam


kelainan patologik yang dapat menyebabkan diare. Keadaan ini mungkin dipermudah dengan

7
adanya perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit pada
fungsi sfingter terhadap feses yang cair, dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam
membedakan flatus dan feses yang cair (Brocklehurst dkk, 1987).

Beberapa penyebab diare yang mengakibatkan inkontinensia fekal simtomatik ini antara
lain gastroenteritis, divertikulitis, proktitis, kolitis-iskemik, kolitis ulceratif, karsinoma
kolon/rektum. Penyebab lain dari inkontinensia fekal simtomatik misalnya kelainan metabolik,
contohnya diabetes mellitus, kelainan endokrin seperti tiroksikosis, kerusakan sfingter anus
sebagai komplikasi dari operasi hemoroid yang kurang berhasil dan prolapsus rekti.

Penyebab yang paling umum dari diare pada usia lanjut  usia adalah obat-obatan, antara lain
yang mengandung unsur besi, atau memang akibat pencahar (Brocklehurst dkk, 1987; Robert-
Thomson).

c) Inkontinensia fekal neurogenik

Inkontinensia fekal neurogenik terjadi akibat gangguan fungsi menghambat dari korteks
serebri saat terjadi regangan/distensi rektum. Proses normal dari defekasi melalui refleks gastro-
kolon. Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung/gaster, akan menyebabkan
pergerakan feses dari kolon desenden ke arah rektum. Distensi rektum akan diikuti relaksasi
sfingter interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari rektum
pada orang dewasa normal, karena ada inhibisi/hambatan dari pusat di korteks serebri
(Brocklehurst dkk, 1987). Bila buang air besar tidak memungkinkan, maka hal ini tetap ditunda
dengan inhibisi yang disadari terhadap kontraksi rektum dan sfingter eksternanya. Pada lanjut
usia dan terutama pada penderita dengan penyakit serebrovaskuler, kemampuan untuk
menghambat proses defekasi ini dapat terganggu bahkan hilang.

Karakteristik inkontinensia neurogenik ini tampak pada penderita dengan infark serebri
multipel, atau penderita demensia. Gambaran klinisnya ditemukan satu-dua potong feses yang
sudah berbentuk ditempat tidur, dan biasanya setelah minum panas atau makan.

d) Inkontinensia fekal akibat hilangnya refleks anal

Inkontinensia fekal ini terjadi akibat hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-otot
seran lintang. Parks, Henry dan Swash dalam penelitiannya (seperti dikutip oleh Brocklehurst

8
dkk, 1987), menunjukkan berkurangnya unit-unit yang berfungsi motorik pada otot-otot daerah
sfingter dan pubo-rektal. Keadaan ini menyebabkan hilangnya refleks anal, berkurangnya sensasi
pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia fekal pada
peningkatan tekanan intra-abdomen dan prolaps dari rektum. Pengelolaan inkontinensia ini
sebaiknya diserahkan pada ahli proktologi untuk pengobatannya (Brocklehurst dkk, 1987).

e) Inkontinensia fekal akibat konstipasi kolonik

Konstipasi kolonin merupakan keadaan individu yang mengalamai atau beresiko


mengalami perlambatan pasase residu makanan yang mengakibatkan feses kering dan keras.

Tanda Klinis :

 Adanya penurunan frekuensi eliminasi.


 Feses kering dan keras.
 Mengejan saat defekasi.
 Nyeri defekasi.
 Adanya distensi pada abdomen.
 Adanya tekanan pada rektum. 
 Nyeri abdomen

Kemungkinan Penyebab :

 Deek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cidera serebrusspinalis, CVA dll.
 Pola defkasi yang tidak teratur.
 Efek samping penggunaan obat antasida, anastesi, laksantif dll.
 Menurunnya peristaltic

f) Inkontinensia fekal akibat konstipasi dirasakan

Konstipasi dirasakan merupakan keadaan individu dalam menentukan sendiri


penggunaan laksantif, enema, supositoria untuk memastikan defkasi setiap harinya.

Tanda Klinis :

9
 Adanya penggunaan laksansia setiap hari sebagai enema atau supositoria secara
berlebihan.
 Adanya dugaan pengeluaran feses pada waktu yang sama setiap hari.

Kemungkinan Penyebab :

 Persepsi salah akibat depresi.


 Keyakinan budaya.

g) Inkontinensia fekal akibat diare

Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko sering mengalami
penegluaran feses dalam bentuk cair,. Diare sering disertai dengan kejang usus, mungkin disertai
oleh rasa mual dan muntah.

Tanda Klinis :

 Adanya pengeluaran feses cair.


 Frekuensi lebih dari 3 kali sehari.
 Nyeri/kram abdomen.
 Bising usus meningkat.

Kemungkinan Penyebab :

 Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi.


 Peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisme.
 Efek tindakan pembedahan usus.
 Efek penggunaan obat seperti antasida, laksansia, antibiotik dll.
 Stres psikologis.
 Inkontinensia fekal akibat kembung

Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas secara
berlebihan dalam lambung atau usus.

h) Inkontinensia lavi akibat hemorroid

10
Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat
peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat
defekasi dll.

i) Fecal Impaction

Fecal impaction merupakan masa feses di lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi
dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab konstipasi adalah asupan kurang,
aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.

E. MANIFESTASI KLINIS

Secara klinis, inkontinensia alvi dapat tampak sebagai feses yang cair atau belum
berbentuk dan feses keluar yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali sehari  dipakaian atau
tempat tidur. Perbedaan penampilan klinis ini dapat menunjukkan penyebab yang berbeda-beda,
antara lain inkontinensia alvi akibat konstipasi (sulit buang air besar), simtomatik (berkaitan
dengan penyakit usus besar), akibat gangguan saraf pada proses defekasi (neurogenik), dan
akibat hilangnya refleks pada anus.

E. PENATALAKSANAAN

Penanganan yang baik terhadap sembelit akan mencegah timbulnya skibala dan dapat
menghindari kejadian inkontinensia fekal. Langkah utama dalam penanganan sembelit pada
pasien geriatri adalah dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
sembelit. Jika sembelit yang timbul pada pasien geriatri merupakan suatu keluhan yang baru,
maka kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh penyakit kolon, gangguan endokrin dan
metabolik, deperesi atau efek samping obat-obatan.

Untuk pencegahan konstipasi, lansia sebaiknya mengkonsumsi diet yang cukup cairan
dan serat. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 4-6 gram serat kasar sehari (hal ini bisa did apatkan
dari 3-4 sendok the biji-bijian). Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam penanganan
inkotinensia fekal adalah dengan mengatur waktu ke toilet, meningkatkan mobilisasi, dan
pengaturan posisi tubuh ketika sedang melakukan buang air besar di toilet. Defekasi sebaiknya
dilakukan ditempat yang khusus, lingkungan yang tenang, dan pada saat timbulnya refleks
gastrokolik yang biasanya timbul lima menit setelah makan.

11
Pada inkotinensia fekal  yang disebabkan oleh gangguan syaraf, terapi latihan otot dasar
panggul terkadang dapat dilakukan, meskipun sebagian besar pasien geriatrik dengan dimensia
tidak dapat menjalani terapi tersebut. Pada pasien dengan demensia tahap akhir dengan
inkotinensia fekal, program penjadwalan ke toilet dan penjadwalan penggunaan obat pencahar
secara teratur dapat dilakukan dan efektif untuk mengontrol defekasi. Usaha terakhir yang dapat
dilakukan dalam penanganan inkontinensia fekal pada pasien ini adalah dengan menggunakan
pampers yang dapat mencegah dari komplikasi.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

a. Identitas Klien    
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering muncul pada pasien inkontinensia fekal adalah Menurunnya bising
usus, Mual, Nyeri abdomen, Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar, dll.

c. Riwayat Penyakit sekarang


Mengkaji perjalanan penyakit pasien saat ini dari awal gejala muncul dan  penanganan
yang telah dilakukan hingga saat dilakukan pengkajian.

d. Riwayat Penyakit dahulu


Perlu dikaji apakah pasien mempunyai riwayat penyakit yang  berhubungan dengan
inkontinensi fekal. Seperti, Anemi, Hipotiroidisme, Dialisa ginjal, Pembedahan
abdomen., Paralisis, Cedera spinal cord, Immobilisasi yang lama,dan lain-lain.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang memiliki gejala penyakit yang sama seperti
pasien.
f. Pola Fungsi Kesehatan :
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Persepsi klien/keluarga terhadap konsep sehat sakit dan upaya klien/keluarga dalam
bentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku yang menjadi gaya hidup klien/keluarga untuk
mempertahankan kondisi sehat.
 Pola nutrisi dan metabolic
Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum sakit sampai saat sakit (saat
ini) yang meliputi : jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, frekuensi makanan,
porsi makan yang di habiskan, makanan selingan, makanan yang di sukai, alergi makanan
dan mamakan pantangan. Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi seperti mual,
muntah, dan kesulitan menelan, di buatkan deskripsi singkat dan jelas. Bila di perlukan,
lakukan pengkajian terhadap pengetahuan klien/keluarga tentang diet yang harus di ikuti
serta bila ada larangan adat atau agamapada suatu makanan tertentu.
 Pola eliminasi
Kaji eliminasi alvi (buang air besar) dan eliminasi urin (buang air kecil) Pola eliminasi
menggambarkan keadaan eliminasi klien sebelum sakit sampai saat sakit (saat ini), yang
meliputi : frekuensi, konsistensi, warna, bau, adanya darah, dan lain-lain. Bila di temukan

13
adanya keluhan pada eliminasi, hendaknya dibuatkan deskripsi singkat dan jelas tentang
keluhan yang di maksud.
 Pola aktivitas dan latihan
Kaji aktifitas rutin yang dilakukan klien sebelum sakit sampai saat sakit mulai dari
bangun tidur sampai tidur kembali, termasuk penggunaan waktu senggang. Mobilitas
selama sakit di lihat dan aktivitas perawatan diri, seperti makan-minum, mandi, toileting,
berpakaian, berhias, dan penggunaan instrumen.
 Pola tidur dan istirahat
Kaji kualitas dan kuantitas istrahat tidur klien sejak sebelum sakit sampai saat sakity (saat
ini), meliputi jumlah tidur siang dan malam, penggunaan alat pengantar tidur, perasaan
klien sewaktu bangun tidur, dan kesulitan atau masalah tidur : sulit jatuh tidur, sulit tidur
lama, tidak bugar saat bangun, terbangun dini, atau tidak bisa melanjutkan tidur.
 Pola hubungan dan peran
Kaji hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan
tim kesehatan yang lain, termasuk juga pola komunikasi yang di gunakan klien dalam
berhubungan dengan orang lain.
 Pola sensori dan kognitif
Kaji kemampuan klien berkomunikasi (berbicara dan mengerti pembicaraan) status
mental dan orientasi, kemampuan pengindraan yang meliputi indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.
 Pola persepsi dan konsep diri
Kaji pada klien yang sudah dapat mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan
kesadaran akan dirinya meliputi : gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan
identitas diri.
 Pola reproduksi dan seksual
Kaji pada usia 0-12 tahun di isi sesuai dengan tugas perkembangan psikoseksual. Usia
remaja-dewasa-lansia dikaji berdasarkan jenis kelamin.
 Pola peran-berhubungan
Kaji hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan
tim kesehatan, termasuk juga pola komunikasi yang digunakan klien dalam berhubungan
dengan orang lain.
 Pola mekanisme koping
Kaji mekanisme koping yang biasanya dilakukan klien ketika menghadapi   masalah/
konflik/ stres/ kecemasa.
 Pola nilai dan kepercayaan
Kaji nilai-nilai dan keyakinan klien terhadap sesuatu dan menjadi strategi yang amat kuat
sehingga mempengaruhi gaya hidup klien, dan berdampak pada kesehatan klien.

g. Pemeriksaan Fisik

14
Keadaan umum, tingkat kesadaran, GCS, TTV, dan pemeriksaan persistem.
 khususnya pemeriksaan gastrointestinal, termasuk bising usus, peristaltik dan sistem
integumen sekitar anus.
 Sistem integumen / kulit
 Muskuluskletal
 Respirasi
 Kardiovaskuler
 Perkemihan
 Persyarafan
 Fungsi sensorik ) penglihatan, pendengaran, pengecapan dan penciuman)
Dilanjutkan dengan memeriksa bagian perut dimulai dengan :
 Mulut: Pengkajian meliputi inspaeksi gigi, lidah, dan gusi klien. Gigi yang buruk atau
struktur gigi yang buruk mempengaruhi kemampuan mengunyah, sehingga berpengaruh
pada proses defekasi.
 Abdomen :
 Inspeksi : memriksa adanya masa, gelombang peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh
darah vena, dan stoma.
 Auskultasi : bising usus normal terjadi 5-15 detik dan berlangsung ½ sampai beberapa
detik.
 Palpasi : Untuk melihat adanya massa atau area nyeri tekan.
 Perkusi : Mendeteksi cairan atau gas di dalam abdomen.
 Rektum : Menginspeksi daerah di sekitar anus dan mempalpasi untuk memeriksa rectum.

15
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA AN.A DENGAN GANGGUAN DIARE (GASTROENTERITIS)
A. Identitas
An. A perempuan berusia 3 tahun,belum menikah dan beragama islam mempunyai riwayat
penyakit Diare (Gastroenteritis) dengan keluhan utama
I. KELUHAN UTAMA
BAB cair lebih dari 5 kali perhari. Mual muntah kurang lebih 8 kali perhari, klien
terlihat lemas.

II. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG A.


Provocative/palliative

 Apa penyebabnya
Ibu klien mengatakan dua hari sebelum terkena diare, anaknya sering dibawa jajan ke
warung-warung pinggir jalan bersama saudara laki- lakinya.

 Hal-hal yang memperbaiki keadaan


Setelah diketahui klien terkena diare, ibu klien langsung membawanya ke klinik disekitar
rumah.

B. Quantity/quality

 Bagaimana dirasakan
Klien tidak dapat mengungkapkan perasaan sakitnya, umur klien masih 3 tahun. Ibu klien
mengatakan penyakit tersebut sangat mengganggu aktifitasnya.

 Bagaimana dilihat
0
Klien terlihat lemas, rewel, nafas terlihat cepat, demam (T: 37 ), mukosa mulut kering,
turgor kulit>3 detik.
C. Region

 Nyeri di bagian perut


D. Severity

 Nyeri dirasakan di seluruh area perut


E. Time

 4-5 kali perhari

16
III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A.
A. Penyakit yang pernah dialami
Ibu klien mengatakan klien pernah mengalami penyakit diare sebelumnya
ketika berumur 2 tahun, tetapi tidak dibawa ke rumah sakit.

B. Pengobatan/ tindakan yang dilakukan


Klien berobat di klinik tempat dia lahir yang berada didekat rumahnya.

C. Pernah dirawat/dioperasi dan lama dirawat


Ibu klien mengatakan belum pernah melakukan tindakan operasi sebelumnya.

D. Alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi, baik alergi makanan atau pun obat- obatan.

E. Imunisasi
Ibu klien mengatakan klien mendapatkan imunisasi lengkap dari posyandu yang
dekat dengan rumahnya.
IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

 Orang tua
Ibu klien mengatakan sejauh ini tidak mengalami sakit yang serius dan tidak ada
penyakit keturunan.

 Saudara kandung
Klien memiliki satu saudara kandung berumur 6 tahun dan tidak memiliki
riwayat penyakit keturunan.

 Penyakit keturunan yang ada


Ibu klien mengatakan selama ini yang ia ketahui tidak ada penyakit keturunan dari
kedua orang tua.

V. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL

 Persepsi pasien tentang penyakitnya


Ibu klien mengatakan tidak nyaman dengan keadaan anaknya sekarang.

 Keadaan emosi
Anak sering menangis dan terlihat gelisah jika tidak ada yang
mendampinginya, terutama ibunya.

 Hubungan sosial
 Orang yang berarti

17
Menurut ibunya, bagi klien orang yang paling berarti dalam hidupnya adalah orang
tua dan saudara kandungnya.

 Hubungan dengan keluarga


Menurut ibunya, klien menggatakan hubungannya dengan semua keluarga selama ini
baik-baik saja, dan ketika ia sakit saudara kandungnya sering menjenguknya.

 Hubungan dengan orang lain


Klien mudah berinteraksi dengan orang disekelilingnya tetapi jika dengan orang yang
tidak dikenalnya dia pendiam.

 Hubungan dalam berhubungan dengan orang lain


Ibu klien mengatakan tidak memiliki hambatan saat berhubungan atau berkomunikasi
dengan orang lain.

 Spiritual
 Nilai dan keyakinan
Klien beragama islam

 Kegiatan ibadah
Ibu klien jarang membawa anaknnya beribadah di mesjid karena masih kecil.

VI. STATUS MENTAL

 Tingkat kesadaran : Composmenstis


 Penampilan : Tidak tampak personal hygine yang buruk
 Pembicaraan : Saat dilakukan wawancara, klien tidak menjawab
pertanyaan klien hanya menganggukkan kepalanya jika mengatakan ya
dan menggelengkan kepalanya jika mengatakan tidak. Pembicaraan dibantu
oleh ibu klien.
 Interaksi selama wawancara : saat dilakukan wawancara klien tampak tidak
bersedia menjawab pertanyaan yang dianjurkan perawat. Kontak mata kurang.
VII. PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum
Klien tamppak lemas, dan tidak mau diajak bicara, klien hanya berbaring
ditempat tidur saja.
 Tanda-tanda vital
0
 Suhu tubuh : 37 C
 Tekanan darah : -
 Nadi : 166x/menit
 Pernafasan : 28x/menit
 TB : 88 cm

18
 BB : 11 kg

Pemeriksaaan Head to toe


 Kepala dan rambut
 Bentuk : Bulat
 Ubun- ubun : Normal, fontanel berada di tengah, tidak terdapat
lesi.
 Kulit Kepala : Bersih

 Rambut
 Penyebaran dan keadaan rambut : Penyebaran merata. Rambut Berwarna hitam
 Bau : Normal bau rambut.
 Warna Kulit : Putih

 Wajah
 Warna kulit : Putih
 Struktur wajah : Simetris

 Mata
 Kelengkapan dan Kesimetrisan : Normal dan simetris.
 Palpebra : Normal, dapat menutup dan Membuka mata, tidak
ada Kemerahan
 Konjungtiva dan sclera : Konjungtiva tidak anemis.
 Pupil : Isokor (sama kanan-kiri)
 Kornea dan iris : Tidak terdapat peradangan.

 Hidung
 Lubang hidung : Normal, Simetris antara Dextra dan sinistra.
 Cuping hidung : rnapasan cuping hidung

 Telinga
 Bentuk telinga : Normal dan simetris
 Ukuran telinga : Normal

 Mulut dan faring


 Keadaan bibir : Mukosa bibir kering
 Keadaan gusi : Kurang bersih
 Keadaan lidah : Warna permukaan lidah merah keputihan

 Leher
 Posisi trakea : Berada di tengah
 Tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
19
 Suara : Jelas namun lemah
 Kelenjar limpah : Tidak ada pembengkakan pada kelenjar limfa
 Vena jugularis : Teraba lemah
 Denyut dan nadi karotis : Teraba, dengan frekuensi 116x/menit

 Pemeriksaa integument
 Kebersihan : Kulit bersih
 Kehangatan : Kulit teraba hangat
 Warna : Pucat
 Turgor : Elastis
 Kelembaban : Kulit teraba kering
 Kelainan kulit : Tidak ada kelainan pada kulit

 Pemeriksaan payudara dan ketiak


 Payudara simetris antara dextra sinistra, tidak dijumpai massa, tidak ada trauma,
dan tidak ada psmbsngkakan pada aksila.

 Pemeriksaan torak/dada
 Infeksi torak : Normal, tidak terdapat lesi dan massa.
 Pernafasan : Pola nafas reguler 28x/menit.

 Pemeriksaan paru
 Tidak dilakukan karena klien tidak bersedia

 Pemeriksaan jantung
 Tidak dilakukan karena klien tidak bersedia

 Pemeriksaan abdomen
 Infeksi : Normal, tidak ada massa, tidak ada trauma, bentuk
abdomen datar
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak dijumpai massa, tanda
acites (-)

 Pemeriksaan musculokeletal/ekstremitas
 Kesimetrisan : Simetris antara dextra sinistra
 Edema : Tidak terdapat edema

 Pemeriksaan neurologi
 Nervus olfactorius : Normal
 Nervus optikus : Mampu melihat gambar jarak 1 meter
 Nervus okulamotorik,
 Troclehar, dan abducen : Bola mata dapat melihat kearah vertical,
horizontal, dan rotatoar, pupil isokor, pupil mengecil ketika diberi rangsangan cahaya.

20
 Nervus trigeminus : otot masetter dan temporalis sebagai otot
mengunyah normal.
 Nervus facialis : Klien dapat menggelembungkan pipi,
mengerutkan dahi
 Nervus cholearis : Klien dapat mendengarkan bunyi arloji.
 Nervus glosofaringeus : Uvula berada ditengah, tidak ada tanda meradang.
 Nervus vagus : Klien mampu menelan
 Nervus accecoris : Tidak dilakukan pemeriksaan karena
dikhawatirkan klien mengeluarkan energi lebih.
 Nervus Hypoglosus : Klien dapat menjulurkan lidah, dan
menggulung.
 Fungsi motoric : Klien dapat mengangkat tangan,
mengangkat kaki, dan memiringkan badan.
 Fungsi sensorik : Klien mampu membedakan benda yang
tumpul dan tajam, dapat meraba benda yang bertekstur halus dan kasar, dapat
membedakan panas dan dingin.
 Reflek : Tidak dilakukan pemeriksaan

VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI


I. Pola makan dan minum

 frekuensi makan/hari
3 (tiga) kali

 nafsu/ selera makan


Klien hanya menghabiskan 1/3 dari porsi nasi

 Nyeri ulu hati


Klien mengatakan tidak merasakan adanya nyeri ulu
hati

 Alergi
Ibu klien mengatakan tidak ada riwayat alergi
makanan.

 Mual dan muntah


ibu klien mengatakan selalu mual dan muntah

 Pemberian makan
Pagi(8.00), siang(13.00), malam(18.00)

 Jumlah dan jenis


Satu porsi bubur dan buah

21
 Waktu pemberian
Ketika klien merasa haus dan saat datang jadwal
makan atau minum obat
 Masalah makan dan minum (kesulitan menelan atau
mengunyah)
ibu klien mengatakan tidak memiliki masalah
kesulitan menelan atau mengunyah.
II. Perawatan Diri/ personal hygine

 Tubuh : Ibu klien mengatakan akan mandi satu kali dalam


sehari walau dalam kondisi sakit.
 Gigi dan Mulut : Klien selalu menyikat giginya setiap kali ia mandi
 Kuku kaki dan tangan : Kuku kaki dan tangan klien terlihat bersih
III. Pola kegiatan/aktivitas
Untuk kegiatan makan, mandi mengganti pakaian serta eliminasi dibantu oleh ibu klien

VI. Pola Eliminasi


1. BAB

 Pola BAB : BAB 4-6x/hari


 Karakter feses : Cair dan agak kuning kecoklatan
 Riwayat perdarahan : Klien tidak memiliki riwayat perdarahan saat BAB.
 BAB terakhir : Konsistensinya masih cair
 Diare : klien terkena diare sejak dua hari yang lalu.
2. BAK

 Pola BAK : 2-4 kali perhari


 Karakter urine : Kuning dengan jumlah urin sedikit
 Nyeri/kesulitan BAK: Klien mengatakan tidak ada kesulitan BAK

2. ANALISA DATA

22
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1. DS : Masukan
 Ibu klien mengatakan makanan/minuman
BAB encer lebih dari 5 yang terkontaminasi
kali kuman
 Ibu klien mengatakan
warna feses kuning
kecoklatan
 Klien mengatakan Infeksi mukosa usus
perutnya terasa nyeri
 Konsistensi feses cair
Makanan tidak bisa
di serap
DO :
 Keadaan umum : lemah
 Kesadaran : Tekanan osmotic
Composmentis pada usus meningkat
 Mukosa Bibir : Kering
 Mata : Cekung
 BAB : Encer ± 5-6x
 TTV :
HR : 116x/menit BAB cair (cairan dan
RR : 28x/menit elektrolit banyak
SB : 37C keluar)

Kekurangan volume
cairan dan elektrolit

2. DS : Diare Resiko perubahan


 Ibu klien mengatakan Mual muntah nutrisi kurang
klien tidak nafsu makan Nafsu makan dari kebutuhan
 Saat makan klien menurun tubuh
kadang muntah Perubahan nutrisi
DO :
 Klien malas makan dan
menolak makan
 BB : 11 kg
 TB : 75 cm
3. DO : Ansietas Kurang
 Ibu klien merasa cemas pengetahuan dan
dengan penyakit yang 23 informasi
diderita anaknya
DS :
 Ibu klien Nampak
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Kekurangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


output yang berlebihan (Diare)
2) Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak adekuatnya intake dan
output yang berlebihan
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

24
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Inkontinensia fekal merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius pada
pasien geriatri. Angka kejadian inkontinensia fekal ini lebih sedikit dibandingkan pada kejadian
inkontinensia urin. Namun demikian, data di luar negeri menyebutkan bahwa 30-50% pasien
geriatri yang mengalami inkontinensia urin juga mengalami inkontinensia fekal. Inkontinensia
fekal merupakan hal yang sangat mengganggu bagi penderitannya, sehingga harus diupayakan
mencari penyebabnya dan penatalaksanaannya dengan baik. Seiring dengan meningkatnya angka
kejadian inkontinensia urin, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi pula peningkatan
angka kejadian inkontinensia fekal. Untuk itu diperlukan penanganan yang sesuai baik untuk
inkontinensia urin maupun inkontinensia fekal, agar tidak menimbulkan masalah yang lebih sulit
lagi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1) Pada Perawat
Agar meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Inkontinensia Fekal dan meningkatkan pengetahuan dengan membaca buku-buku dan
mengikuti seminar serta menindaklanjuti masalah yang belum teratasi.
2) Pada Mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan tehknik komunikasi terapeutik dan melakukan
pengkajian agar kualitas pengumpulan data dapat lebih baik sehingga dapat
melaksanakan Asuhan Keperawatan dengan baik.
3) Pada Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dapat melaksanakan anjuran dan penatalaksanaan pengobatan dan diet
yang telah diinstruksikan leh perawat dan dokter.

25
DAFTAR PUSTAKA

Barbara Kozier,2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan,Konsep,Proses,Praktik. Edisi.7.Vol


2. Jakarta: EGC

Price,Sylvia Anderson.2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Penyakit. Edisi.6.Vol. 1


Jakarta: EGC

26

Anda mungkin juga menyukai