PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui
proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. Adapun kebutuhan merupakan suatu hal
yang sangat penting, bermanfaat, atau diperlukan untuk menjaga homeostasis dan kehidupan itu
sendiri. Banyak ahli filsafat, psikologis, dan fisiologis menguraikan kebutuhan manusia dan
membahasnya dari berbagai segi. Orang pertama yang menguraikan kebutuhan manusia adalah
Aristoteles. Sekitar tahun 1950, Abraham Maslow seorang psikolog dari Amerika
mengembangkan teori tentang kebutuhan dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah
Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow (Wolf, Lu Verne,dkk , 1984).
Suatu hal yang sangat diperlukan tubuh dalam kaitannya dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan adalah nutrisi yang adekuat. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
akan sangat membantu seseorang untuk mempertahankan kondisi tubuh dalam mencegah
terjadinya suatu penyakit, mempertahankan suhu tubuh dalam kondisi yang normal serta
menghindari proses infeksi.
Nutrient adalah suatu zat yang terkandung dalam makanan misalnya karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, mineral dan air. Nutrient atau kandungan zat yang terdapat dalam makanan yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh terdiri dari 6 kategori, yaitu : karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
mineral dan air. Nutrisi normal meliputi keseimbangan antara intake makanan yang di makan
dengan energi yang dikeluarkan oleh tubuh. Intake makanan yang adekuat juga dibutuhkan oleh
enzim untuk mensintesa hormon, mengganti sel-sel yang telah rusak serta membantu
pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Intake nutrisi yang adekuat pada usia toddler dan pra
sekolah ( 1–5 tahun ) sangat diperlukan, karena pada usia tersebut merupakan fase pertumbuhan
fisik dan perkembangan yang pesat, sehingga kebutuhan nutrisi juga akan berbeda dengan usia-
usia yang lain. Disamping itu pada fase ini, anak akan cenderung aktif dan merasa kehilangan
nafsu makan karena rasa suka dan tidak suka terhadap suatu makanan . Sehingga peran orang tua
untuk mempertahankan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada usia toddler maupun pra sekolah
sangat diperlukan untuk membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut.
1
Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan pada usia ini termasuk diantaranya adalah zat besi untuk
mencegah anemi, serta vitamin A dan C untuk menjaga daya tahan tubuh terhadap suatu
penyakit. Kemampuan untuk mengabsorbsi makanam, keadaan fisik seperti peradangan pada
sistem gastro intestinal, obstruksi pada gastro intestinal dan malabsorbsi serta diabetes melitus
akan menyebabkan gangguan dalam mengabsorbsi zat-zat makanan, sehingga juga akan
menyebabkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Eliminasi fekal atau defekasi merupakan proses pembuangan metabolisme tubuh yang
tidak terpakai. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh
normal. Perubahan pada defekasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian
tubuh lain, karena sisa-sisa produk usus adalah racun. Pola defekasi bersifat individual,
bervariasi dari beberapa kali sehari sampai beberapa kali seminggu. Jumlah feses yang
dikeluarkan pun berfariasi jumlahnya tiap individu. Feses normal mengandung 75% air dan 25%
materi padat. Feses normal berwarna coklat karena adanya sterkobilin dan uriobilin yang berasal
dari bilirubin. Warna feses dapat dipengaruhi oleh kerja bakteri Escherecia coli. Flatus yang
dikelurkan orang dewasa selama 24 jam yaitu 7-10 liter flatus dalam usus besar. Kerja
mikroorganisme mempengaruhi bau feses. Fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa
faktor, pola eliminasi dan kebiasaan (Berman, et.al., 2009).
Inkontinensia fekal merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius pada
pasien geriatri. Angka kejadian inkontinensia fekal ini lebih sedikit dibandingkan pada kejadian
inkontinensia urin. Namun demikian, data di luar negeri menyebutkan bahwa 30-50% pasien
geriatri yang mengalami inkontinensia urin juga mengalami inkontinensia fekal. Inkontinensia
fekal merupakan hal yang sangat mengganggu bagi penderitannya, sehingga harus diupayakan
mencari penyebabnya dan penatalaksanaannya dengan baik. Seiring dengan meningkatnya angka
kejadian inkontinensia urin, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi pula peningkatan
angka kejadian inkontinensiafekal. Untuk itu diperlukan penanganan yang sesuai baik untuk
inkontinensia urin maupun inkontinensia fekal, agar tidak menimbulkan masalah yang lebih sulit
lagi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Berikut ini akan dibahas mengenai
inkontinensia fekal dan penanganannya.
2
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Inkontinensia alvi secara umum dihubungkan dengan gangguan fungsi sfingter anal atau
suplai saraf nya,setiap dalam beberapa penyakit neuromuscular trauma medulla spinalis,dan
tumor pada otot sfingter anal eksternal.
Inkontinensia alvi adalah masalah yang membuat distress emosional yang pada akhirnya
dapat menyebabkan isolasi sosial . penderita dapat menarik diri kedalam rumahnya,atau jika di
rumah sakit ,mereka tetap berada di kamar mereka untuk meminimalkan rasa malu akibat
pengotoran oleh fekal.beberapa prosedur bedah di gunakan untuk menatalaksanaan Inkontinensia
alvi. Penatalaksanaan ini meliputi perbaikan sfingter dan diversi fekal atau kolostomi.
Inkontinensia alvi adalah ketidakmampuaan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus .
kondisi fisik yang merusak fungsi dn kontol sfingter anus dapat menyebabkan Inkontinensia .
kondisi yang membuat seringnya defeksi,feses encer,volumenya banyak,dan untuk mengalami
Inkontinensia.
Inkontinensia dapat membahayakan citra tubuh klien. Dalam banyak situasi klien secara mental
menyadari tetapi secara fisik tidak mampu mencegah defekasi.(Brunner & Suddarth:2005)
B. ETIOLOGI
4
kolorektum seperti diare, neuropati diabetik, dan kerusakan sfingter rektum. Konstipasi atau
sembelit merupakan kejadian yang paling sering timbul pada pasien geriatri dan bila menjadi
kronik akan menyebabkan timbulnya inkontinensia fekal. Skibala akan mengiritasi rektum dan
menghasilkan mukus dan cairan. Cairan ini akan membanjiri tinja yang mengeras dan
mempercepat terjadinya inkontinensia. Konstipasi sulit untuk didefinisikan dan secara teknik
biasanya diindentikkan dengan buang air besar sebanyak tiga kali dalam seminggu
5
4. Inkontinensia Alvi karena hilangnya reflek anal
Inkontinensia alvi ini terjadi akibat karena hilangnya reflek anal, disertai kelemahan otot-
otot seran lintang. Penelitian ini menunjukkan berkurangnya unit-unit yang berfungsi
motoric pada otot-otot daerah sfingter dan pubo-rektal, keadaan ini menyebabkan
hilangnya reflek anal, berkurangnya sensasi pada anus disertai menurunnya tonus anus.
Hal ini dapat berakibat inkontinensia alvi pada peningkatan tekanan intra abdomen dan
prolapse dari rectum. Pengelolaan inkontinensia ini sebaiknya diserahkan pada ahli
progtologi untuk pengobatannya.
C. PATOFISIOLOGI
Fungsi traktus gastrointestinal biasanya masih tetap adekuat sepanjang hidup. Namun
demikian beberapa orang lansia mengalami ketidaknyamanan akibat motilitas yang melambat.
Peristaltic di esophagus kurang efisien pada lansia. Selain itu, sfingter gastroesofagus gagal
berelaksasi, mengakibatkan pengosongan esophagus terlambat.keluhan utama biasanya berpusat
pada perasaan penuh, nyeri ulu hati, dan gangguan pencernaan. Motalitas gaster juga mnurun,
akibatnya terjadi keterlambtan pengososngan isis lambung. Berkurangnya sekresi asam dan
pepsin akan menurunkan absorbs besi, kalium dan vitamin. Absorsi nutrient di usus halus
nampaknya juga berkurang dengan bertambahnya usia namun masih tetap adekuaT. Fungsi
hepar, kandung empedu dan pangkreas tetap dapat di pertahankan, meski terdapat inefisiensi
dalam absorsi dan toleransi terhadap lemak. Impaksi feses secara akut dan hilangnya kontraksi
otot polos pada sfingter mengakibatkan inkontinensia alvi. (Brunner & Suddart, 2001).
D. KLASIFIKASI
6
Adanya keluhan pada rectum
Nyeri saat mengejan dan defekasi
Adanya perasaan masih ada sisa feses.
Kemungkinan Penyebab :
Batasan dari konstipasi (obstipasi) masih belum tegas. Secara teknis dimaksudkan untuk
buang air besar kurang dari tiga kali per minggu. Tetapi banyak penderita sudah mengeluhkan
konstipasi bila ada kesulitan mengeluarkan feses yang keras atau merasa kurang puas saat buang
air besar (Kane dkk, 1989). Konstipasi sering sekali dijumpai pada lanjut usia dan merupakan
penyebab yang paling utama pada inkontinensia fekal pada lanjut usia (Brocklehurst dkk, 1987).
Skibala yang terjadi juga akan menyebabkan iritasi pada mukosa rektum dan terjadi
produksi cairan dan mukus, yang selanjutnya melalui sela-sela dari feses yang impaksi akan
keluar dan terjadi inkontinensia fekal (Kane dkk, 1989). Diagnosis ditegakkan dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik, antara lain meraba adanya skibala pada colok dubur.
7
adanya perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit pada
fungsi sfingter terhadap feses yang cair, dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam
membedakan flatus dan feses yang cair (Brocklehurst dkk, 1987).
Beberapa penyebab diare yang mengakibatkan inkontinensia fekal simtomatik ini antara
lain gastroenteritis, divertikulitis, proktitis, kolitis-iskemik, kolitis ulceratif, karsinoma
kolon/rektum. Penyebab lain dari inkontinensia fekal simtomatik misalnya kelainan metabolik,
contohnya diabetes mellitus, kelainan endokrin seperti tiroksikosis, kerusakan sfingter anus
sebagai komplikasi dari operasi hemoroid yang kurang berhasil dan prolapsus rekti.
Penyebab yang paling umum dari diare pada usia lanjut usia adalah obat-obatan, antara lain
yang mengandung unsur besi, atau memang akibat pencahar (Brocklehurst dkk, 1987; Robert-
Thomson).
Inkontinensia fekal neurogenik terjadi akibat gangguan fungsi menghambat dari korteks
serebri saat terjadi regangan/distensi rektum. Proses normal dari defekasi melalui refleks gastro-
kolon. Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung/gaster, akan menyebabkan
pergerakan feses dari kolon desenden ke arah rektum. Distensi rektum akan diikuti relaksasi
sfingter interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari rektum
pada orang dewasa normal, karena ada inhibisi/hambatan dari pusat di korteks serebri
(Brocklehurst dkk, 1987). Bila buang air besar tidak memungkinkan, maka hal ini tetap ditunda
dengan inhibisi yang disadari terhadap kontraksi rektum dan sfingter eksternanya. Pada lanjut
usia dan terutama pada penderita dengan penyakit serebrovaskuler, kemampuan untuk
menghambat proses defekasi ini dapat terganggu bahkan hilang.
Karakteristik inkontinensia neurogenik ini tampak pada penderita dengan infark serebri
multipel, atau penderita demensia. Gambaran klinisnya ditemukan satu-dua potong feses yang
sudah berbentuk ditempat tidur, dan biasanya setelah minum panas atau makan.
Inkontinensia fekal ini terjadi akibat hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-otot
seran lintang. Parks, Henry dan Swash dalam penelitiannya (seperti dikutip oleh Brocklehurst
8
dkk, 1987), menunjukkan berkurangnya unit-unit yang berfungsi motorik pada otot-otot daerah
sfingter dan pubo-rektal. Keadaan ini menyebabkan hilangnya refleks anal, berkurangnya sensasi
pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia fekal pada
peningkatan tekanan intra-abdomen dan prolaps dari rektum. Pengelolaan inkontinensia ini
sebaiknya diserahkan pada ahli proktologi untuk pengobatannya (Brocklehurst dkk, 1987).
Tanda Klinis :
Kemungkinan Penyebab :
Deek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cidera serebrusspinalis, CVA dll.
Pola defkasi yang tidak teratur.
Efek samping penggunaan obat antasida, anastesi, laksantif dll.
Menurunnya peristaltic
Tanda Klinis :
9
Adanya penggunaan laksansia setiap hari sebagai enema atau supositoria secara
berlebihan.
Adanya dugaan pengeluaran feses pada waktu yang sama setiap hari.
Kemungkinan Penyebab :
g) Inkontinensia fekal akibat diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko sering mengalami
penegluaran feses dalam bentuk cair,. Diare sering disertai dengan kejang usus, mungkin disertai
oleh rasa mual dan muntah.
Tanda Klinis :
Kemungkinan Penyebab :
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas secara
berlebihan dalam lambung atau usus.
10
Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat
peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat
defekasi dll.
i) Fecal Impaction
Fecal impaction merupakan masa feses di lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi
dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab konstipasi adalah asupan kurang,
aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
E. MANIFESTASI KLINIS
Secara klinis, inkontinensia alvi dapat tampak sebagai feses yang cair atau belum
berbentuk dan feses keluar yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali sehari dipakaian atau
tempat tidur. Perbedaan penampilan klinis ini dapat menunjukkan penyebab yang berbeda-beda,
antara lain inkontinensia alvi akibat konstipasi (sulit buang air besar), simtomatik (berkaitan
dengan penyakit usus besar), akibat gangguan saraf pada proses defekasi (neurogenik), dan
akibat hilangnya refleks pada anus.
E. PENATALAKSANAAN
Penanganan yang baik terhadap sembelit akan mencegah timbulnya skibala dan dapat
menghindari kejadian inkontinensia fekal. Langkah utama dalam penanganan sembelit pada
pasien geriatri adalah dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
sembelit. Jika sembelit yang timbul pada pasien geriatri merupakan suatu keluhan yang baru,
maka kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh penyakit kolon, gangguan endokrin dan
metabolik, deperesi atau efek samping obat-obatan.
Untuk pencegahan konstipasi, lansia sebaiknya mengkonsumsi diet yang cukup cairan
dan serat. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 4-6 gram serat kasar sehari (hal ini bisa did apatkan
dari 3-4 sendok the biji-bijian). Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam penanganan
inkotinensia fekal adalah dengan mengatur waktu ke toilet, meningkatkan mobilisasi, dan
pengaturan posisi tubuh ketika sedang melakukan buang air besar di toilet. Defekasi sebaiknya
dilakukan ditempat yang khusus, lingkungan yang tenang, dan pada saat timbulnya refleks
gastrokolik yang biasanya timbul lima menit setelah makan.
11
Pada inkotinensia fekal yang disebabkan oleh gangguan syaraf, terapi latihan otot dasar
panggul terkadang dapat dilakukan, meskipun sebagian besar pasien geriatrik dengan dimensia
tidak dapat menjalani terapi tersebut. Pada pasien dengan demensia tahap akhir dengan
inkotinensia fekal, program penjadwalan ke toilet dan penjadwalan penggunaan obat pencahar
secara teratur dapat dilakukan dan efektif untuk mengontrol defekasi. Usaha terakhir yang dapat
dilakukan dalam penanganan inkontinensia fekal pada pasien ini adalah dengan menggunakan
pampers yang dapat mencegah dari komplikasi.
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering muncul pada pasien inkontinensia fekal adalah Menurunnya bising
usus, Mual, Nyeri abdomen, Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar, dll.
13
adanya keluhan pada eliminasi, hendaknya dibuatkan deskripsi singkat dan jelas tentang
keluhan yang di maksud.
Pola aktivitas dan latihan
Kaji aktifitas rutin yang dilakukan klien sebelum sakit sampai saat sakit mulai dari
bangun tidur sampai tidur kembali, termasuk penggunaan waktu senggang. Mobilitas
selama sakit di lihat dan aktivitas perawatan diri, seperti makan-minum, mandi, toileting,
berpakaian, berhias, dan penggunaan instrumen.
Pola tidur dan istirahat
Kaji kualitas dan kuantitas istrahat tidur klien sejak sebelum sakit sampai saat sakity (saat
ini), meliputi jumlah tidur siang dan malam, penggunaan alat pengantar tidur, perasaan
klien sewaktu bangun tidur, dan kesulitan atau masalah tidur : sulit jatuh tidur, sulit tidur
lama, tidak bugar saat bangun, terbangun dini, atau tidak bisa melanjutkan tidur.
Pola hubungan dan peran
Kaji hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan
tim kesehatan yang lain, termasuk juga pola komunikasi yang di gunakan klien dalam
berhubungan dengan orang lain.
Pola sensori dan kognitif
Kaji kemampuan klien berkomunikasi (berbicara dan mengerti pembicaraan) status
mental dan orientasi, kemampuan pengindraan yang meliputi indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.
Pola persepsi dan konsep diri
Kaji pada klien yang sudah dapat mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan
kesadaran akan dirinya meliputi : gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan
identitas diri.
Pola reproduksi dan seksual
Kaji pada usia 0-12 tahun di isi sesuai dengan tugas perkembangan psikoseksual. Usia
remaja-dewasa-lansia dikaji berdasarkan jenis kelamin.
Pola peran-berhubungan
Kaji hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat pada umumnya, perawat, dan
tim kesehatan, termasuk juga pola komunikasi yang digunakan klien dalam berhubungan
dengan orang lain.
Pola mekanisme koping
Kaji mekanisme koping yang biasanya dilakukan klien ketika menghadapi masalah/
konflik/ stres/ kecemasa.
Pola nilai dan kepercayaan
Kaji nilai-nilai dan keyakinan klien terhadap sesuatu dan menjadi strategi yang amat kuat
sehingga mempengaruhi gaya hidup klien, dan berdampak pada kesehatan klien.
g. Pemeriksaan Fisik
14
Keadaan umum, tingkat kesadaran, GCS, TTV, dan pemeriksaan persistem.
khususnya pemeriksaan gastrointestinal, termasuk bising usus, peristaltik dan sistem
integumen sekitar anus.
Sistem integumen / kulit
Muskuluskletal
Respirasi
Kardiovaskuler
Perkemihan
Persyarafan
Fungsi sensorik ) penglihatan, pendengaran, pengecapan dan penciuman)
Dilanjutkan dengan memeriksa bagian perut dimulai dengan :
Mulut: Pengkajian meliputi inspaeksi gigi, lidah, dan gusi klien. Gigi yang buruk atau
struktur gigi yang buruk mempengaruhi kemampuan mengunyah, sehingga berpengaruh
pada proses defekasi.
Abdomen :
Inspeksi : memriksa adanya masa, gelombang peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh
darah vena, dan stoma.
Auskultasi : bising usus normal terjadi 5-15 detik dan berlangsung ½ sampai beberapa
detik.
Palpasi : Untuk melihat adanya massa atau area nyeri tekan.
Perkusi : Mendeteksi cairan atau gas di dalam abdomen.
Rektum : Menginspeksi daerah di sekitar anus dan mempalpasi untuk memeriksa rectum.
15
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA AN.A DENGAN GANGGUAN DIARE (GASTROENTERITIS)
A. Identitas
An. A perempuan berusia 3 tahun,belum menikah dan beragama islam mempunyai riwayat
penyakit Diare (Gastroenteritis) dengan keluhan utama
I. KELUHAN UTAMA
BAB cair lebih dari 5 kali perhari. Mual muntah kurang lebih 8 kali perhari, klien
terlihat lemas.
Apa penyebabnya
Ibu klien mengatakan dua hari sebelum terkena diare, anaknya sering dibawa jajan ke
warung-warung pinggir jalan bersama saudara laki- lakinya.
B. Quantity/quality
Bagaimana dirasakan
Klien tidak dapat mengungkapkan perasaan sakitnya, umur klien masih 3 tahun. Ibu klien
mengatakan penyakit tersebut sangat mengganggu aktifitasnya.
Bagaimana dilihat
0
Klien terlihat lemas, rewel, nafas terlihat cepat, demam (T: 37 ), mukosa mulut kering,
turgor kulit>3 detik.
C. Region
16
III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A.
A. Penyakit yang pernah dialami
Ibu klien mengatakan klien pernah mengalami penyakit diare sebelumnya
ketika berumur 2 tahun, tetapi tidak dibawa ke rumah sakit.
D. Alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi, baik alergi makanan atau pun obat- obatan.
E. Imunisasi
Ibu klien mengatakan klien mendapatkan imunisasi lengkap dari posyandu yang
dekat dengan rumahnya.
IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Orang tua
Ibu klien mengatakan sejauh ini tidak mengalami sakit yang serius dan tidak ada
penyakit keturunan.
Saudara kandung
Klien memiliki satu saudara kandung berumur 6 tahun dan tidak memiliki
riwayat penyakit keturunan.
Keadaan emosi
Anak sering menangis dan terlihat gelisah jika tidak ada yang
mendampinginya, terutama ibunya.
Hubungan sosial
Orang yang berarti
17
Menurut ibunya, bagi klien orang yang paling berarti dalam hidupnya adalah orang
tua dan saudara kandungnya.
Spiritual
Nilai dan keyakinan
Klien beragama islam
Kegiatan ibadah
Ibu klien jarang membawa anaknnya beribadah di mesjid karena masih kecil.
Keadaan umum
Klien tamppak lemas, dan tidak mau diajak bicara, klien hanya berbaring
ditempat tidur saja.
Tanda-tanda vital
0
Suhu tubuh : 37 C
Tekanan darah : -
Nadi : 166x/menit
Pernafasan : 28x/menit
TB : 88 cm
18
BB : 11 kg
Rambut
Penyebaran dan keadaan rambut : Penyebaran merata. Rambut Berwarna hitam
Bau : Normal bau rambut.
Warna Kulit : Putih
Wajah
Warna kulit : Putih
Struktur wajah : Simetris
Mata
Kelengkapan dan Kesimetrisan : Normal dan simetris.
Palpebra : Normal, dapat menutup dan Membuka mata, tidak
ada Kemerahan
Konjungtiva dan sclera : Konjungtiva tidak anemis.
Pupil : Isokor (sama kanan-kiri)
Kornea dan iris : Tidak terdapat peradangan.
Hidung
Lubang hidung : Normal, Simetris antara Dextra dan sinistra.
Cuping hidung : rnapasan cuping hidung
Telinga
Bentuk telinga : Normal dan simetris
Ukuran telinga : Normal
Leher
Posisi trakea : Berada di tengah
Tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
19
Suara : Jelas namun lemah
Kelenjar limpah : Tidak ada pembengkakan pada kelenjar limfa
Vena jugularis : Teraba lemah
Denyut dan nadi karotis : Teraba, dengan frekuensi 116x/menit
Pemeriksaa integument
Kebersihan : Kulit bersih
Kehangatan : Kulit teraba hangat
Warna : Pucat
Turgor : Elastis
Kelembaban : Kulit teraba kering
Kelainan kulit : Tidak ada kelainan pada kulit
Pemeriksaan torak/dada
Infeksi torak : Normal, tidak terdapat lesi dan massa.
Pernafasan : Pola nafas reguler 28x/menit.
Pemeriksaan paru
Tidak dilakukan karena klien tidak bersedia
Pemeriksaan jantung
Tidak dilakukan karena klien tidak bersedia
Pemeriksaan abdomen
Infeksi : Normal, tidak ada massa, tidak ada trauma, bentuk
abdomen datar
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak dijumpai massa, tanda
acites (-)
Pemeriksaan musculokeletal/ekstremitas
Kesimetrisan : Simetris antara dextra sinistra
Edema : Tidak terdapat edema
Pemeriksaan neurologi
Nervus olfactorius : Normal
Nervus optikus : Mampu melihat gambar jarak 1 meter
Nervus okulamotorik,
Troclehar, dan abducen : Bola mata dapat melihat kearah vertical,
horizontal, dan rotatoar, pupil isokor, pupil mengecil ketika diberi rangsangan cahaya.
20
Nervus trigeminus : otot masetter dan temporalis sebagai otot
mengunyah normal.
Nervus facialis : Klien dapat menggelembungkan pipi,
mengerutkan dahi
Nervus cholearis : Klien dapat mendengarkan bunyi arloji.
Nervus glosofaringeus : Uvula berada ditengah, tidak ada tanda meradang.
Nervus vagus : Klien mampu menelan
Nervus accecoris : Tidak dilakukan pemeriksaan karena
dikhawatirkan klien mengeluarkan energi lebih.
Nervus Hypoglosus : Klien dapat menjulurkan lidah, dan
menggulung.
Fungsi motoric : Klien dapat mengangkat tangan,
mengangkat kaki, dan memiringkan badan.
Fungsi sensorik : Klien mampu membedakan benda yang
tumpul dan tajam, dapat meraba benda yang bertekstur halus dan kasar, dapat
membedakan panas dan dingin.
Reflek : Tidak dilakukan pemeriksaan
frekuensi makan/hari
3 (tiga) kali
Alergi
Ibu klien mengatakan tidak ada riwayat alergi
makanan.
Pemberian makan
Pagi(8.00), siang(13.00), malam(18.00)
21
Waktu pemberian
Ketika klien merasa haus dan saat datang jadwal
makan atau minum obat
Masalah makan dan minum (kesulitan menelan atau
mengunyah)
ibu klien mengatakan tidak memiliki masalah
kesulitan menelan atau mengunyah.
II. Perawatan Diri/ personal hygine
2. ANALISA DATA
22
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1. DS : Masukan
Ibu klien mengatakan makanan/minuman
BAB encer lebih dari 5 yang terkontaminasi
kali kuman
Ibu klien mengatakan
warna feses kuning
kecoklatan
Klien mengatakan Infeksi mukosa usus
perutnya terasa nyeri
Konsistensi feses cair
Makanan tidak bisa
di serap
DO :
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : Tekanan osmotic
Composmentis pada usus meningkat
Mukosa Bibir : Kering
Mata : Cekung
BAB : Encer ± 5-6x
TTV :
HR : 116x/menit BAB cair (cairan dan
RR : 28x/menit elektrolit banyak
SB : 37C keluar)
Kekurangan volume
cairan dan elektrolit
24
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Inkontinensia fekal merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius pada
pasien geriatri. Angka kejadian inkontinensia fekal ini lebih sedikit dibandingkan pada kejadian
inkontinensia urin. Namun demikian, data di luar negeri menyebutkan bahwa 30-50% pasien
geriatri yang mengalami inkontinensia urin juga mengalami inkontinensia fekal. Inkontinensia
fekal merupakan hal yang sangat mengganggu bagi penderitannya, sehingga harus diupayakan
mencari penyebabnya dan penatalaksanaannya dengan baik. Seiring dengan meningkatnya angka
kejadian inkontinensia urin, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi pula peningkatan
angka kejadian inkontinensia fekal. Untuk itu diperlukan penanganan yang sesuai baik untuk
inkontinensia urin maupun inkontinensia fekal, agar tidak menimbulkan masalah yang lebih sulit
lagi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :
1) Pada Perawat
Agar meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Inkontinensia Fekal dan meningkatkan pengetahuan dengan membaca buku-buku dan
mengikuti seminar serta menindaklanjuti masalah yang belum teratasi.
2) Pada Mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan tehknik komunikasi terapeutik dan melakukan
pengkajian agar kualitas pengumpulan data dapat lebih baik sehingga dapat
melaksanakan Asuhan Keperawatan dengan baik.
3) Pada Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dapat melaksanakan anjuran dan penatalaksanaan pengobatan dan diet
yang telah diinstruksikan leh perawat dan dokter.
25
DAFTAR PUSTAKA
26