Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN AKHIR FARMAKOTERAPI

PERCOBAAN 2

RINITIS ALERGI

Disusun oleh:

1. Aulia Ayu Kumala (170105009)

2. Dwi Yani Istiqomah (170105019)

3. Fasikhatul Qomariyah (170105025)

4. Ferlinda Agustina (170105026)

5. Joko Prasetyo (170105034)

Kelas : 4B (II) / S1 Farmasi

Hari/Tgl Praktikum : Selasa, 16 April 2019

Asisten : Peppy Octaviani DM, MSc.,Apt., MH.


PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

PURWOKERTO

2019

A. KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Slamet

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 60 tahun

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Alamat : Sokaraja

Tanggal Pemeriksaan : 20 Maret 2019

No. Rekam Medik : 678546 RM

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan sering bersin-bersin dan gatal di hidung dan cairan bening ingus yang

banyak. Keluhan bersin-bersin di rasakan dan terjadi lebih sering pada pagi hari. Keluhan

disertai rasa gatal dihidung dan diikuti dengan keluarnya cairan encer bening dari hidung

yang banyak dan tidak berhenti. Pasien juga menguluh hidung tersumbat, sehingga

kemampuan membedakan bau menjadi berkurang, namun pasien masih dapat bernafas.

Kadang kadang nyeri pada sekitar hidung dan pipi terutama bila menunduk tetapi tidak

selalu. Tidak ada keluar cairan dan nyeri pada telinga. Tidak mengi, pasien tidak memiliki

alergi terhadap makanan apapun, tetapi ia memiliki riwayat alergi debu. Pasien sering
mengalami keluhan serupa sejak pasien masih kecil. Namun dirasakan hilang timbul,

biasanya keluhan muncul pagi pagi. Bersin-bersin yang terlalu sering dirasakan menganggu

pasien bekerja. Ia mengatakan bahwa dapat mengalami keluhan seperti ini 4-5x dalam

sebulan.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat penyakit dengan keluhan serupa diakui, dan memang sering kambuh. Ia juga

memiliki riwayat alergi debu. Riwayat alergi terhadap makanan dan obat tertentu tidak ada.

Riwayat asma sebelumnya tidak pernah. Pasien sering mengalami mabuk perjalanan (motion

sickness).

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riwayat keluhan serupa dalam anggota keluarga tidak ada. Tidak ada asma dan alergi

makanan atau obat dalam keluarga. Tetapi ibu memiliki alergi terhadap laktosa pada susu

sapi. Adik memiliki riwayat alergi terhadap protein telur.

Hasil Pemeriksaan Fisik :

 Keadaan Umum

Kesan Sakit : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

 Tanda Vital

Tekanan Darah : 140/100 mmHg

Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 37,2oC per aksila

Status Generalis : dalam batas normal

B. DASAR TEORI

1. DEFINISI

Rinitis alergi adalah penyakit saluran pernafasan yang tinggi prevalensinya,

mengenai sampai 40% populasi di beberapa negara, dan menimbulkan dampak yang

serius pada kualitas hidup. Meskipun bermacam-macam obat dapat digunakan untuk

mengobati rinitis alergi, antihistamin yang merupakan pilihan obat pertama. Hampir

seluruh pengobatan rinitis alergi hanya ditujukan untuk mengurangi gejala tetapi tidak

merubah perjalanan penyakitnya. IgE kemungkinan berperan pada proses sensitisasi,

interaksi antara alergen-alergen dengan IgE akan mengaktivasi sel mast yang akan

mengeluarkan histamin dan mediator-mediator alergi yang lain. Sehingga IgE

memiliki potensi sebagai target intervensi pengobatan secara farmakologis yang

penting dalam penanganan rinitis alergi. (Mutiara Medika, 2009)

Rhinitis alergi dapat terjadi pada wanita dan pria dengan kemungkinan yang

sama. Penyakit ini herediter dengan predisposisi genetic kuat,bila dari salah satu orang

tua menderita alergi maka kemungkinan 30% bakat alergi diwariskan kepada

keturunannya, dan bila kedua orang tua menderita akan diperkirakan mengenai sekitar

50% keturunannya. Rhinitis dapat terjadi pada siapa saja baik anak, remaja maupun
dewasa, namun gejala rhinitis alergi bisa tampak pada usia remaja ataupun dewasa

muda. Gejala rhinitis alergi berupa bersin (5-10 kali berturut-turut) rasa gatal (pada

mata,telinga,hidung,tenggorokan, dan platum), hidung berair, mata berair, hidung

tersumbat, tekanan pada sinus, dan rasa lelah.

Rhinitis alergi menjadi kajian intensif oleh para peneliti untuk melihat dari

terjadinya peningkatan prevalensi trinitis alergi di Indonesia akibat minimnya strategi

kesehatan dalam terapeutik dan prevalensi. Di lain halnya, meskipun bukan tergolong

penyakit mengancam nyawa namun keluhan yang ditimbulkan sangat mengganggu

sehingga menyebabkan penurunan kualitas hidup penderitanya. Bedasarkan segi

pengobatan menjadi alasan rhinitis alergi untuk dibahas lebih lanjut, dimana

pengobatan rhinitis alergi dapat dikatakan mudah dan bisa menjauhi factor pengaruh

terjadinya rhinitis alergi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas kasus dari

masalah penyakit rhinitis alergi.

Berdasarkan waktu paparan alergen, ada dua tipe rhinitis alergi yaitu (Zullies, 2016) :

1. Rhinitis seasonal (hay fever), yaitu alergi yang terjadi karena menghirup alergen

yang terpapar secara musiman, seperti serbuk sari bunga. Pada umumnya

alergennya bersifat eksternal atau berasal dari luar rumah.

2. Rhinitis perrenial, yaitu alergi yang terjadi tanpa tergantung musiman, misalnya

alergi debu, kutu rumah, bulu binatang, jamur, dan lain-lain , dan umumnya

menyebabkan gejala kronis yang lebih ringan. Alergennya umumnya diperoleh dari

dalam rumah.

3. Rinitis occupational, yaitu alergi yang terjadi sebagai akibat paparan allergen di

tempat kerja, misalnya paparan terhadap agen dengan bobot molekul tinggi, agen
berbobot molekul rendah, atau zat-zat iritan, melalui mekanisme imunologi atau

patogenik non-imunologi yang tidak begitu diketahui.

Definisi menurut WHO ARIA (Allergenic Rhinitis and its Impact Asthma)

tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rasa gatal dan

tersumbat setelah mukosa hidung tepapar alergen yang diperantarai oleh igE.

2. Etiologi

Rhinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi

genetic dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan heredeter sangat

berperan pada ekspresi rhinitis alergi. Penyebab rhinitis alergi tersering adalah elergen

inhalan dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain,

seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rhinitis alergi dapat berbeda

tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen

yang menyebabkan rhinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur.

Rhinitis alergi perrenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua

spesies tungau yaitu Dermatophagoides dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur,

binatang peliharaan, seperti kecoa dan binatang pengerat. Factor resiko untuk

tepaparnya debu tungau biasanya karpet serta spray tempat tidur, suhu yang tinggi dan

factor kelembabpan udara. Kelembabpan yang tinggi merupakan factor resiko untuk

tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang berperan dan memperberat adalah factor

nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat merangsang dan

perubahan cuaca.

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :


 Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya

debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.

 Alergen ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya

susu, telur, coklat, ikan dan udang.

 Alergen injektan, yang masuk melalui sutikan atau tusukan, misalnya penisilin

atau sengatan lebah.

 Alergen kontakkan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan

mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.

3. Patofisiologi Rhinitis Alergi

Pada paparan pertama, alergen dari udara terhirup oleh hidung dan kemudian

direspon oleh limfosit dengan memproduksi immunoglobulin E (IgE) yang spesifik

terhadap alergen tertentu, sehingga host/inang akan tersensitisasi. IgE yang diproduksi

tersebut akan berkaitan dengan sel mast pada reseptornya. Pada paparan berikutnya, IgE

yang sudah berikatan pada sel mast tersebut akan berinteraksi dengan alergen dan

memicu pelepasan histamin dan mediator inflamasi lain yang berasal dari metabolisme

asam arakidonat. Seperti prostaglandin, leukotriene, tromboksan, dan platelet-

activating factor. Mediator-mediator ini menyebabkan berbagai reaksi antara lain

vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler dan produksi sekresi nasal. Diantara

mmediator-mediator tersebut, histamine merupakan mediator terpenting dalam reaksi

alergi (Zullies, 2016).

Berbagai jam setelah terjadinya reaksi awal alergi, reaksi fase lambat dapat

terjadi. Reaksi fase lambat melibatkan masuknya sel-sel inflamasi (eosinophil, monosit,

makrofag, dan basofil) menuju tempat inflamasi dan juga terjadi aktivitas limfosit. Gejala
fase lambat dalam bentuk sumbatan nasal dimulai 3-5 jam setelah paparan antigen dan

memuncak pada jam ke 12-24 jam setelah paparan antigen.

Rangkaian peristiwa yang memicu reaksi rhinitis alergi. Alergen akan berikatan

dengan sel T yang akan mengaktifkan sel B menjadi sel plasma yang akan memproduksi

antibody imunoglobin E (IgE). Ig E akan berikatan dengan reseptornya dipermukaan sel

mast (Zullies, 2016).

4. Klasifikasi Rhinitis Alergi

Klasifikasi rhinitis alergi menurut ARIA (Allergenic Rhinitis and its Impact on Asthma)

tahun 2008

Berdasarkan lamanya terjadi gelaja

Klasifikasi Gejala dialami selama

kurang dari 4 hari seminggu, atau kurang dari 4 minggu setiap


Intermiten
saat kambuh

Lebih dari 4 hari seminggu, atau lebih dari 4 minggu setiap saat
Persisten
kambuh
Berdasarkan Keparahan dan Kualitas Hidup

Tidak menggangu tidur, aktivitas harian, olaraga, sekolah, atau


Ringan
pekerjaan

Terjadi satu atau lebih kejadian dibawah ini :

1. gangguan tidur
Sedang

sampai 2. gangguan aktivitas harian , kesenangan atau olaraga

Berat
3. gangguan pada sekolah atau pekerjaan .

4. gejala yang mengganggu

Klasifikasi ini sesuia dengan keadaan di indonesia, yang hanya memiliki dua musim,

yaitu musim hujan musim kemarau. Dengan dua musim tersebut sulit untuk menemukan

kejadian rhinitis musiman yang biasanya terjadi pada musim semi di Negara empat musim.

Selain itu, klasifikasi lama akan menyulitkan jika pasien memiliki sensitivitas terhadap

banyak alergen, baik yang bersal dari luar(musiman), maupun dari dalam rumah (Zullies,

2016).

Selain rhinitis alergi, dikenal pula rhinitis non alergi yang disebut rhinitis vasomotor

atau rhinitis idiopatik dan rhinitis struktural. Rhinitis vasomotor disebabkan karena

sensitivitas pembuluh darah hidung terhadap perubahan kondisi lingkungan seperti perubahan
suhu, kelembabpan, dan adanya iritan, seperti asap, bau-bauan (parfum), kabut, dan lain-lain.

Sedangkan rhinitis struktual mungkin disebabkan karena abnormalitas struktur anatomi

hidung (Zullies, 2016).

Faktor Resiko

Rinitis alergi mempengaruhi sekitar 50 juta orang di Amerika pada semua rentang

usia. Di Indonesia, rinitis alergi memiliki prevalensi yang relatif rendah dibandingkan negara-

negara lain (kurang dari 5%) tetapi insidensi rinitis alergi terus mengalami peningkatan.

Rinitis alergi paling sering terjadi kondisi kronis pada anak-anak, walaupun hal tersebut dapat

berkembang kapan saja pada usia berapa pun. Sekitar 20% kasus disebabkan karena alergi

dan sisanya adalah campuran (Zullies, 2016)

a. Riwayat Keluarga

Rinitis alergi muncul dengan melibatkan komponen genetik. Anak dari salah

satu orang tua (ayah saja atau ibu saja) yang memiliki riwayat rinitis alergi memiliki

resiko mengalami perkembangan rinitis alergi. Resiko semakin meningkat secara

signifikan jika kedua orang tua memiliki riwayat rinitis alergi (Zullies, 2016).

b. Paparan Lingkungan

Lingkungan rumah atau lingkungan kerja dapat meningkatkan paparan alergen

(jamur/kapang, spora, dustmite, bulu binatang) yang berhubungan dengan rinitis

alergi. Paparan asap rokok juga dapat meningkatkan serum IgE (>100 IU/ml) pada

mereka yang berumur dibawah 6 tahun, penderita eksim, dan pada perokok pasif

(Zullies, 2016).

c. Pemberian ASI

Pemberian ASI secara eksklusif selama 4 bulan dapat mencegah atau menunda

bersin-bersin dan dermatitis atopik pada bayi yang memiliki resiko tinggi. Beberapa
tipe susu formula anak-anak yang dibuat tanpa susu sapi dimungkinkan dapat

membantu mencegah alergi tetapi belum ada bukti mengenai apakah susu kedelai

dapat membantu mencegah hal tersebut (Zullies, 2016).

5. Tanda dan Gejala

Gejala rhinitis alergi antara lain adalah hidung berair (rhinorrhea), bersin-bersin,

hidung tersumbat, pilek, radang konjungtiva, rasa gatal dimata, hidung atau telinga.

Pasien mungkin akan mengeluhkan kehilangan kemampuan mengecap atau membaui,

pada banyak kasus penyebab pendukungnya adalah sinusitis atau polip. Postnasal drip

dan batuk kadang-kadang juga sangat mengganggu. Postnasal drip adalah sensasi dahak

yang kental pada tenggorokan sehingga tenggorokan dapat terinfeksi. Gejala rhinitis

alerhi ini dapat menyebabkan penderita tidak bisa tidur (insomnia), tidak enak badan,

lesu, dan efisiensi kerja berkurang. Rhinitis alergi mmerupakan factor resiko untuk asma.

Kurang lebih 90% penderita asma yang berusia kurang dari 16 tahun mengidap alergi.

Untuk rhinitis vasomotor, gejala utamma adalah hidung berair dan tersumbat, namun

tidak ada sensasi gatal atau bersin-bersin seperti pada rhinitis alergi. Dari kekerapan

kejadiannya, rhinitis digolongkan menjadi rhinitis intermiten (jarang-jarang) dan

persisten (kerap menetap) (Zullies, 2016).


Tabel gejala klinik pada rhinitis alergi intermiten dan persisten :

Karakteristik gejala
Sifat gejala klinik pada rhinitis alergi
klinik

Intermiten Persisten

Kongesti hidung Bervariasi Selalu, predominan

Cair, sering Lebih kental, terjadi post nasal


Sekresi nasal
terjadi drip, bervariasi

Bersin Selalu Bervariasi

Gangguan pemicu Bervariasi Sering terjadi

Gejala pada mata (gatal


Sering terjadi Jarang terjadi
berair)

6. Diagnosis

Pemeriksaan fisik mungkin akan menemukan lingkaran gelap disekitar mata,

pembengkakan selaput mukosa hidung, sekresi hidung yang encer, airmata, dan bengkak

pada periorbital.Pemeriksaan mikroskopis pada apus hidung akan menjumpai banyak

eosinofil. Jumlah eosinofil perifer akan meningkat, tetapi hal ini tidak spesifik dan tidak

terlalu membantu. Pendukung diagnosis yang lain adalah hasil test kulit (skin prick test)

yang menunjukkan adanya reaksi terhadap IgE spesifik, atau RAST (Radio allegro

sorbent test) yaitu test alergi yang mengukur kadar IgE dalam darah (Zullies, 2016).
Algoritma tatalaksana terapi rhinitis alergi (zullies, 2016)
Lakukan kontrol lingkungan yang tepat

Jika tidak efektif, pilih pengobatan tunggal berdasarkan gejala :

 Antihistamin : untuk bersin-bersin, gatal, hidung berair


dan gejala pada mata (gatal,merah)
 Dekongestan (sistemik) : untuk hidung tersumbat.
 Steroid intranasal : untuk bersin-bersin , gatal, hidung
berair atau hidung tersumbat.
 Kromolin : untuk bersin, gatal, hidung berair.
 Antihistamin intranasal : untuk hidung berair dan gatal.
 Antikolinergik intranasal : untuk hidung berair.

Jika gejala terkontrol tetapi


efek sampingnya mengganggu Amati efikasinya Jika gejala tidak terkontrol, amati
atau tidak dapat diterima, kepatuhan terapinya
sesuaikan dosis atau ganti ke
obat lain yang masih satu
golongan terapi

Jika tidak patuh, Jika pasien patuh,


diskusikan alasannya sesuaikan dosis, atau
dengan pasien jika perlu ganti dengan
obat lain dari golongan
yang berbeda atau
tambahkan obat lain
dari golongan terapi
yang berbeda
Gejala terkontrol

Untuk rhinitis perennial, sekali gejala terkontrol Untuk rhinitis musiman, sekali gejala terkontrol
dengan efek samping minimal, teruskan terapi dan dengan efek samping minimal, lanjutkan terapi
pantau dalam 6 sampai 12 bulan sapai musim alergi pasien berakhir. Diskusikan
kapan terapi harus dimulai lagi.

Jika gejala masih tidak terkontrol, pertimbangkan penggunaan montelukast. Pertimbangan tambahan :
nilai apakah pasien perlu menjalani imunoterapi jika farmakoterapi tidak cukup efektif
PTO – 2. OBJEKTIF

A. DATA PEMERIKSAAN KLINIK (TTV)

Pemeriksaan NilaiNormal Data klinik

Suhu 36,5 – 37,50C 37,20C

RR 18-24 20 x/menit

HR 80-100 x/menit 80 x/menit

Tekanan Darah <120/80 mmHg 140/100

mmHg

INTERPRETASI DATA PEMERIKSAAN KLINIK :

1. Status generalis pemeriksaan fisik dalam batas normal

B. STATUS THT

 Telinga

Auris
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra

Preaurikula Kongenital - -

Radang dan tumor - -

Trauma - -

Aurikula Kongenital - -

Radang dan tumor - -

Trauma - -

Retroaurikula Edema - -

Hiperemis - -

Nyeri tekan - -
Sikatriks - -

Fistula - -

Fluktuasi - -

Canalis Acusticus Kongenital - -

Externa Kulit Tenang Tenang

Secret - -

Serumen - -

Edema - -

Jaringan granulasi - -

Membrane Warna Putih keabuan Putih keabuan

timpani Intak Intak Intak

Reflex cahaya + +

 Hidung

Pemeriksaan Cavum Nasalis

Dextra Sinistra
Keadaan luar Bentuk dan ukuran
d.b.n d.b.n

Rhinoskopi Mukosa Pucat Pucat

anterior Secret + (serosa) + (serosa)

Edema + +

Krusta - -

Septum Deviasi - -

Polip/Tumor - -

Pasase Udara + +
 Mulut

Tidak ada kelainan pada mulut

Maksilofasial : bentuk simetris, nyeri tekan (-), paresis saraf kranial (-).

INTERPRETASI DATA PEMERIKSAAN THT:

1. Pada hidung bisa dijumpai pada rhinoskopi anterior tampak mukosa edema, berwarna

pucat, dan adanya secret encer yang banyak sehingga pemeriksaan fisik diagnostic

THT termasuk kriteria inklusi akibat rhinitis alergi. (ORLI, 2012)

C. DATA PEMERIKSAAN LABORATORIUM PENDUKUNG SPESIFIK (CT-

SCAN, FOTO THORAX, DAN LAIN SEBAGAINYA)


PTO – 3. ASSESSMENT

A. PROFIL PENGGUNAAN OBAT

JENIS OBAT

No Regimen Dosis Rute

Nama Dagang/Generik

1. Tremenza 3x2 tab Oral

2. Mucoxol 3x1 tab Oral

3. Nasonex nasal spray 1 fl S 3dd 1 dext at Spray

sint

4. Deksamethasone 3x2 mg Oral

5. Amoxan 4x1 tab Oral

6. Stimuno Forte 3x1 kapsul Oral

7. Simetidin 200mg Oral

8. Metoclopramide 10mg Oral


B. MASALAH KLINIK & DRUG RELATED PROBLEM

1. UNTREATED INDICATION, IMPROPER DRUG SELECTION &

MEDICATION USE WITHOUT INDICATION

Masalah Drug-related

klinik Problems (DRPs)


Resepdokt Kesesuaian RekomendasidanAlasan
pada & Reference Monitoring
er Obat (Literature Study)
Pasien Study

(DRPs)

Tremenza Tremenza Sesuai penggunaan kombinasi Menghilangka


Agonis alpha-
pseudoefedrin dan n flu pad
adrenergik dari
tripolidine dalam satu rhingitis
reseptor yang ada
Rhinitis produk obat terbukti alergi
pada mukosa
alergi memberikan kontribusi
pernafasan secara
yang berbeda dan terpisah
langsung
untuk pengobatan rinitis
merangsang beta
alergi.
adrenergic dan

menyebabkan

relaksasi bronkial

Nasonex nasal Nasonex Sesuai Korikosteroid nasal Hingga alergi


spray
(mometasone nasal spray direkombinasikan sebagai dan
furoate)
Rhinitis Kortikosteroid lini pertama dalam terapi, perdangan
dengan sifat anti-
alergi inflamasi yang untuk pasien sedang hingga hilang
kuat, dapat
menimbulkan berat, Nasonex nasal spray
efek pada
berbagai sel, efektif dalam beberapa
termasuk sel mast
dan eosinophil. kondisi peradangan pada
(Journal
Compilation saluran pernapasan atas,
Allergy Blackwell
Munksgaard, termasuk AR dan non-Ar,
2008).
(Journal Compilation

Allergy Blackwell

Munksgaard, 2008).

Deksametasone, Deksametas Sesuai Mengurangi inflamasi Sampai


Mengatasi alergi
one dengan memblok pelepasan edema hilang
dan peradangan,
mediator menekan
meredakan
kemotaksis neutrophil,
pembengkakan
Rhinitis mengurangi edema intrasel
otak,
alergi (Zullres, 2016)
(Zullres, 2016)

Bekerja langsung Stimuno sesuai Rhinitis alergi merupakan Kekebalan

memperbaiki forte penyakit imunologi yang tubuh menjadi

Rinitis sistem imun sering ditemukan (Jurnal normal

alergi (Jurnal Kedokteran Syah Kuala,

Kedokteran Syah 2011).

Kuala, 2011).
memiliki Amoxan Tidak sesuai Tidak sesuai karena pada -
spectrum pemeriksaan klinik pada
antibakteri berupa pemeriksaan vital pasien
organisme gram tidak ada yang menandakan
Rhinitis positif dan gram pada pasien terinfeksi
negative, bakteri.
Alergi menghambat ( arroll B, 2002)
biosintesis
mucopeptide
dinding sel,
bioavailabilitas
dan stabil untuk
asam lambung (

arroll B, 2002)

menghancurkan Muxocol Tidak sesuai Tidak gunakan karena -

atau memecah untuk mengencerkan dahak,

Rhinitis asam sedangkan tripolidine untuk

alergi mucopolyssachari mengentalkan dahak

de hingga

mengencerkan

lapisan mucus

sehingga lebih

mudah

dikeluarkan

melalui batuk.

Menghambat efek Simetidin Sesuai Simetidin Mengatasi


(Antagonis reseptor H2 )
histmain terhadap mual dan
berperan dalam mengurangi
Motion sekresi di asam muntah
sekresi asam lambung
sickness lambung (
dengan menghambat
zullries, 2016)
pengikatan histamine
secara selektif pada

reseptor H2 ( zullries, 2016)

Metoklopramid Metklopram Sesuai Metoklopramid Mengatasi


Menghambat berkhasiat untuk
id mual dan
reseptor pengelolaan kronik dan
Motion muntah
dopamine dan merupakan anti-emetik
sickness
dalam dosis yang yang digunakan untuk

lebih tinggi mabuk perjalanan yang

senyawa ini dapat dialami pasien

memblokir (jurnal preshopital and

reseptor serotonin disaster medicine,2011)

(jurnal preshopital

and disaster

medicine,2011)
Indikasi pada Pasien dan Pemilihan Obat

2. SUBTHERAPEUTIC DOSAGE & OVERDOSAGE

Analisis Kesesuaian Dosis

Dosis
Nama Obat Dosis dari literature Rekomendasi/Saran
pemberian

Nasonex nasal 1xsehari 2 semprot / Untuk pengobatan ringitis alergi

spray spray, pada tiap lubang penggunaan dengan cara

hidung 3xsehari 1 fls menyemprot pada bagian hidung

(tretment of allergy rhinitis,2010)

3. FAILURE TO RECEIVE MEDICATION

Obat Yang Gagal Diterima Pasien

Nama Dosis Indikasi Rekomendasi/Saran

Obat

Mucoxol 3x1 tab sehari Untuk Tidak di gunakan,

mengencerkan mekanisme kerjanya untuk

lendir atau mengencerkan dahak,

dahak sedangkan untuk tripolidine

HCl, mengentalkan dahak,

agar ingus cair berhenti

keluar.

Amoxan 4x1 tab sehari Untuk Tidak di gunakan, karena

pengobatan tidak ada infeksi bakteri


infeksi pada pasien.

4. ADVERSE DRUG REACTIONS

Nama Efek Samping Efek Samping Yang


Rekomendasi/Saran
Obat Potensial Timbul

5. DRUG INTERACTIONS

Tidak ada interaksi pada obat yang diberikan

OBAT OBAT EFEK MEKANISME INTERAKSI MANAJEMEN

A B INTER FARMAKO FARMAKO INTERAKSI

AKSI KINETIK DINAMIK


PTO – 4. PLAN

1. MONITORING HASIL TERAPI OBAT

Parameter

Indikasi pada Monitoring EvaluasiHasil


Nama Obat Dosis
Pasien (Data Lab, Data yang diperoleh

Klinik)

Rhinitis alergi Tremenza 3x2 tablet Pasien mengeluh Tidak ada

bersin sejak 5 hari, di pemeriksaan

ikuti rasa gatal di lanjut

hidung dan diikuti

dengan keluarnya

cairan di hidung

Rhinitis alergi Nasonex nasal spray 1xsehari 2 Pasien mempunyai Tidak ada

semprot / alergi pada debu pemeriksaan

spray ( 50 lanjut

mcg / spray )

pada tiap

lubang

hidung

Rhinitis alergi Deksamethason 3x2 mg Pada pemriksaan Tidak ada

THT, pasein pemeriksaan

mempunyai edema lanjut

Rhinitis alergi Stimuno forte 3x1 kapsul Pasien mempunyai Tidak ada

alergi hilang timbul, pemeriksaan


sering pada pagi hari lanjut

Motion Simetidin 200 mg pasien mempunyai Tidak ada

sickness riwayat motion pemeriksaan

sickness lanjut

Motion Metoklopramid 10 mg pasien mempunyai Tidak ada

sickness riwayat motion pemeriksaan

sickness lanjut
2. TERAPI NON FARMAKOLOGI

Terapi untuk rhinitis alergi:

1. menghindari kontak dengan orang lain

2. tidak bersentuhan dengan hewan di sekitar

3. menggunakan masker ketika berpergian

4. mencuci sprei 1x sebulan unutk menghindari paparan debu

(dipiro,2015)

Pembahasan

Rhinitis alergi dapat didefinisikan sebagai peradangan dari membrane hidung

yang ditandai dengan gejala kompleks terdiri dari beberapa kombinasi gejala sebagai

berikut diantaranya adalah bersin, hidung tersumbat, gatal-gatal, sinus dan sinus

(zullries, 2016)

Tujuan utama penatalaksanaan rhinitis alergi adalah dengan meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar pasien rhinitis alergi. Peran apoteker dalam

penanganan penyakit rhinitis alergi adalah dapat mengatasi masalah yang terkait obat

yang timbul dalam rhinitis alergi dan dapat memberikan informasi dan konseling pada

pasien (Medication Record).

Terdapat kasus, pasien laki-laki bernama Tn. Slamet melakukan pengobatan

rawat jalan dan pasien tersebut menderita penyakit rhinitis alergi. Pasien berumur 60

tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sering bersin-bersin dan gatal di
hidung dan cairan bening ingus yang banyak. Keluhan diatas disertai rasa gatal di

hidung dan diikuti dengan keluarnya cairan encer bening dari hidung yang banyak dan

tidak berhenti. Pasien juga mengeluh hidung tersumbat, sehingga pasien tidak dapat

menghirup dan merasakan bau menjadi berkurang, namun pasien masih bisa bernapas

meskipun tidak lancar seperti biasanya. Kadang-kadang nyeri pada daerah di sekitar

hidung dan pipi terutama bila menunduk tetapi tidak selalu. pasien Tidak mengi,

pasien tidak memiliki alergi dengan makanan, tetapi pasien memiliki riwayat terhadap

alergi debu.

Pada saat pasien pengecekan, didapat pemeriksaan vital sebagai berikut:

Tekanan Darah 140/100 mmHg, temperature suhu normal (37,20C) Denyut nadi nilai

RR normal (80x/menit dan 20x/menit), dengan status generalis dalam batas normal.

Dilakukan pemeriksaan dalam keadaan umum dalam kondisi kesadaran compos

mentis dan keadaan sakit sakit ringan. dan telah dilakukan pemeriksaan THT, dan

hasil data yang diperoleh kondisi telinga bagian membrane timpani berwarna putih

keabuan yang kanan maupun kiri, dan menimbulkan refleks cahaya. Pada bagian

hidung, pada organ luar yaitu rhinooskopi anterior mukosanya tampak pucat, postif

mengandung secret, edema, dan pasase udara baik pada bagian kanan maupun kiri.

dan pada bagian mulut tidak ada kelainan.

pasien mengalami bersin-bersin dan gatal di hidung dan cairan bening ingus

yang banyak, bersin –bersin, gatal pada hidung, keluar cairan encer pada hidung. dan

hidung tersumbat, di rekomendasikan obat tremenza yang berisi tripolidine dengan

fungsi untuk keluhan hidung tersumbat dengan dosis 3x2 tab.


untuk pada pembengkakan di hidung agar tidak membengkak dapat

menggunakan deksametasone dengan dosis 3x2 mg 1 hari. dan untuk meredakan

gejala alergi dapat menggunakan nasonex nasal spray yang berisi mometasone dengan

dosis penggunaan 1 fl 3x sehari, semprot / spray (50 mcg / spray) pada tiap lubang

hidung dengan dosis total 200 mcg. (

untuk meningkatkan kekebalan tubuh dapat menggunakan stimuno forte

dengan isi phylnthus niruri yang merupakan immunomodulator pada herbal dengan

dosis 3x1 hari (kapsul).

untuk obat motion sickness (mabuk perjalanan) dapat menggunakan simetidin

dan metoklorpramid. untuk simetidin dapat berperan sebagai sekresi untuk

mengurangi asam lambung naik pada saat terjadinya mual dengan cara menghambat

pengikatan histamin secara selektif di reseptor H2. dan untuk metoklorpramid dapat di

gunakan untuk pengolahan kronik danmerupakan anti emetik yang dapat di gunakan

untuk mengobati mabuk perjalanan yang dialami pasien saat pulang dari rumah sakit

dengan menggunkan trasnportasi.

sedangkan pada pemakaian antibiotik tidak di gunakan karena tidak ada karena

pasien tidak mengalami infekis bakteri pada saat pemerksiaan laboratorium.

dan untuk penggunaan mucoxol juga tidak di gunakan karena Untuk

penggunaan muxocol juga sebaiknya dihentikan, karena mekanisme kerjanya untuk

mengencerkan dahak, sedangkan untuk tripolidine HCl, mengentalkan dahak, agar

ingus cair berhenti keluar mekanisme kerjanya untuk mengencerkan dahak.


Kesimpulan

Dari data di atas dapat di simpulkan bahwa Rinitis alergi adalah penyakit saluran

pernafasan yang tinggi prevalensinya, mengenai sampai 40% populasi di beberapa negara,

dan menimbulkan dampak yang serius pada kualitas hidup. Meskipun bermacam-macam obat

dapat digunakan untuk mengobati rinitis alergi, antihistamin yang merupakan pilihan obat

pertama. Hampir seluruh pengobatan rinitis alergi hanya ditujukan untuk mengurangi gejala

tetapi tidak merubah perjalanan penyakitnya. untuk terapi farmakologinya menggunakan obat

tremenza 3x2 tab, nasonex nasal spray 1fl S 3 d d 1 dext at sint, dexamethasone 3x2 mg,

stimuno forte 3x1 kapsul, simetidin 200 mg, dan metoklorpramid10 mg. sedangkan mucoxol

dan amoxan tidak di gunakan. dan untuk terapi non farmokologinya meliputi tidak

bersentuhan dengan orang lain, menggunakan masker pada saat keluar rumah, mengganti

selimut maupun bantal 1 bulan sekali. untuk menghindari paparan debu


Daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai