Anda di halaman 1dari 36

Journal Reading

Physical Examination in Child


Sexual Abuse
Hendry Ivan Nathaniel, S.Ked 112021266
Teresa Evita Berhitu, S.Ked 112021286

Pembimbing : dr. Septia Eva Lusiana Sp.F

KETERAMPILAN KLINIK STASE FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


RS BHAYANGKARA LAMPUNG UNIVERSITAS UKRIDA
PERIODE : 28 AGUSTUS – 30 SEPTEMBER 2023
Judul Jurnal: Physical Examination in
Child Sexual Abuse
Penulis: Bernd Herrmann, Sibylle
Banaschak, Roland Csorba,
Francesca Navratil, Reinhard
Dettmeyer
Publikasi: Deutsches Ärzteblatt
International
Penelaah: Hendry dan Teresa
Tanggal telaah: Selasa, 05 September
2023
LATAR BELAKANG
Prevalensi pelecehan seksual terhadap anak di seluruh
dunia sebesar 12– 13% (pada anak Perempuan 18% dan
anak laki-laki < 8%). Namun banyak dokter yang tidak
yakin dengan prosedur yang tepat untuk diikuti dan dasar
ilmiah dari temuan fisik yang terkait dengan pelecehan
seksual. Artikel ini berfokus pada temuan fisik dari
pelecehan, bukan konsekuensi emosional dan
psikiatrisnya.
METODE
Artikel ini didasarkan pada tinjauan selektif terhadap literatur terkait yang diambil dari
berbagai database, termasuk Pubmed dan index keseluruhan dari pembaruan kuartalan
HASIL
Sebagian besar anak-anak yang mengalami pelecehan seksual tidak memiliki temuan fisik yang abnormal.
Penentuan dan dokumentasi yang tepat atas temuan fisik dan interpretasinya berdasarkan pengetahuan ilmiah
terkini sangat penting untuk perlindungan anak-anak yang mengalami kekerasan
KESIMPULAN
Anak-anak yang mengalami pelecehan seksual hanya dapat menerima
perawatan medis yang layak jika dokter yang terlibat memiliki
pengetahuan yang diperlukan di bidang ginekologi anak dan remaja
serta kedokteran forensik (menyadari terbatasnya nilai informasi dari
temuan fisik) dan mampu menerapkan rekomendasi terkait, pedoman,
dan klasifikasi yang berlaku saat ini. Meskipun pemeriksaan fisik
penting, diagnosis pelecehan seksual terhadap anak umumnya
didasarkan pada pernyataan anak yang terkena dampak, yang harus
diperoleh sesuai prosedur yang benar. Semua dokter harus mengetahui
bahwa temuan fisik adalah normal pada lebih 90% kasus dan
memahami mengapa hal ini terjadi. Pemeriksaan fisik dapat
bermanfaat untuk memulihkan citra diri tubuh anak dari keadaan
patologis ke keadaan normal dengan memastikan normalitas dan
integritas fisik.
Data gabungan dari 39 studi Dalam meta-analisis terhadap 323 Di AS, yang mewajibkan
prevalensi dari 28 negara yang penelitian di seluruh dunia, yang pelaporan kekerasan terhadap
mencakup tahun 1994-2007 melibatkan total 9,9 juta anak anak, 60-80 ribu kasus
mengungkapkan bahwa 10-20% yang terkena dampak, prevalensi terkonfirmasi dilaporkan setiap
anak perempuan dan 5-10% anak di seluruh dunia ditemukan tahunnya, dan trennya menurun.
laki-laki menjadi korban sebesar 12,7% (18% anak
pelecehan seksual terhadap anak. Perempuan, 7,6% anak laki-laki).
Angka-angka ini sesuai dengan
penelitian sebelumnnya.
Data yang tersedia di jerman sangat sedikit, dan diasumsikan banyak kasus tidak
dilaporkan; data yang dapat diandalkan mengenai frekuensi subtype pelecehan seksual
juga jarang.

Literatur mendokumentasikan hubungan seumur hidup antara viktimisasi seksual masa


kanak-kanak dan remaja dengan penyakit mental dan fisik kronis di masa dewasa.

Hanya dalam beberapa tahun terakhir keterlibatan profesi medis dalam bidang ini
menghasilkan penelitian berbasis bukti dan penentuan praktik klinis terbaik berdasarkan
consensus, dengan semakin meningkatnya penerimaan di jerman seperti di negara-negara
lain.

Hal ini juga berlaku pada aspek psikiatrik dan psikosomatis dari pelecehan seksual
terhadap anak.
Pelecehan seksual terhadap anak melibatkan anak-anak dan
remaja yang menjadi korban dalam aktivitas seksual yang
tidak dapat mereka pahami sepenuhnya, tanpa kesetaraan dan
tanpa persetujuan akibat dari paksaan

Tabu social yang dilanggar oleh orang dewasa, dimana


mengeksploitasi perbedaan usia dan kekuasaan melalui

Definisi persuasi verbal dan atau paksaan fisik.

Ciri utama pelecehan seksual terhadap anak yaitu orang


dewasa menggunakan anak-anak demi kepuasan dan
rangsangan seksual mereka sendiri.
Pelecehan seksual biasanya
merupakan kejadian yang kronis, Pelecehan ini menakutkan dan
Hal ini dapat menimbulkan
kompleks, dan seringkali sangat mengganggu emosi korban
perasaan bersalah dan malu yang
menimbulkan trauma bagi serta menimbulkan gangguan
mendalam, serta rendahnya harga
korbannya, sering dilakukan oleh mendasar terhadap perkembangan
diri dan isolasi keluarga dan sosial
anggota keluarga atau orang seksual.
kepercayaan lainnya.
Menangani anak-anak yang mungkin menjadi korban pelecehan seksual memerlukan
waktu, pelatihan, dan komitmen.

Meskipun lebih dari 90% anak-anak yang mengalami kekerasan tidak memiliki
temuan abnormal pada pemeriksaan fisik, aspek diagnostik forensik dari
Cara Menangani pemeriksaan tersebut tidak boleh diabaikan.

Dugaan
Pelecehan Dalam kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan pada pernyataan anak yang diperoleh
Seksual melalui pertanyaan simpatik dan tidak sugestif oleh dokter atau ahli forensik lain
yang berkompeten untuk melakukan hal tersebut.

Meski banyak jenis gangguan jiwa dan anomali perilaku dapat menjadi konsekuensi
dari pelecehan seksual, kelainan tunggal atau bahkan beberapa kombinasi yang
digabungkan tidak dapat diandalkan menegakkan diagnosisnya.
Riwayat umum dan pediatrik-ginekologi harus mencakup semua aspek yang relevan dari
kondisi fisik, emosional, dan sosial pasien.

Pemeriksaan fisik hanya boleh dilakukan setelah korban mendapat penjelasan secara
menyeluruh dan telah memberikan izin.

Pada pemeriksaan fisik, alasan utama jarangnya temuan positif adalah interval waktu
yang panjang antara penganiayaan dan pemeriksaan fisik serta fakta bahwa penganiayaan
sering kali tidak menyebabkan cedera apa pun.
Pemeriksaan Fisik
 Pada hakekatnya pemeriksaan fisik pada kasus dugaan pelecehan seksual terdiri dari
pemeriksaan daerah anogenital melalui berbagai metode dan teknik pemeriksaan
dengan posisi anak yang sesuai: terlentang, posisi lutut-dada, dan posisi lateral
dekubitus.

 Kombinasi dari tiga teknik standar—pemisahan labial, traksi labial, dan posisi lutut-
dada—meningkatkan hasil temuan positif dan juga diwajibkan oleh klasifikasi Adams
saat ini agar temuan dapat ditetapkan sebagai bukti pasti adanya pelecehan

 Semua cedera harus didokumentasikan dengan cermat


Temuan Anogenital

 Temuan Biasa
Penampilan alat kelamin luar, dan khususnya selaput
dara, bergantung pada usia dan faktor konstitusional
dan hormonal dan bervariasi di berbagai fase
kehidupan. Pada masa neonatal dan awal
pascakelahiran, selaput dara berwarna merah muda
cerah dan menonjol karena pengaruh estrogen; seiring
dengan menurunnya efek ini, selaput dara berubah dari
bentuk anular menjadi konfigurasi semilunar (setengah
bulan) yang khas pada fase istirahat hormonal.
Temuan Anogenital
 Pada Korban yang dianiaya
Temuan anogenital pada pelecehan seksual terhadap anak sangat bervariasi dan
bergantung pada jenis dan frekuensi pelecehan. Hal ini dipengaruhi oleh benda
yang digunakan (jika ada), tingkat kekerasan yang dilakukan, usia korban, dan
intensitas pertahanan diri.

Satu-satunya faktor yang secara signifikan berkorelasi dengan diagnosis


temuan yang terkait dengan pelecehan anak adalah:
● melaporkan rasa sakit
●pendarahan vagina
●waktu yang berlalu sejak peristiwa traumatis terakhir
Temuan Cedera
Genital

 Pada anak Perempuan


Spektrum temuan berkisar dari eritema dan lecet
nonspesifik hingga cedera tembus parah. Sebagian besar
temuan akibat pelecehan ditemukan di area posterior
selaput dara dan introitus. Terputusnya tepi perifer selaput
dara antara posisi jam 3 dan 9 dengan pasien dalam posisi
terlentang disebabkan oleh penetrasi (penis atau lainnya)
dan seringkali terlihat paling jelas pada posisi lutut-dada.
Akibat trauma tersebut, timbul lekukan berbentuk V atau
muncul celah, yang selanjutnya dapat berbentuk U dan
kemudian disebut “cekung” Robekan selaput dara, bahkan
pada selaput dara sebelum pubertas, dapat sembuh total
Temuan Cedera Genital

 Pada anak Laki-laki


Temuan cedera genital jarang terjadi pada anak perempuan yang mengalami
pelecehan seksual (5–10%) dan bahkan lebih jarang terjadi pada anak laki-laki
yang mengalami pelecehan seksual (kira-kira 1–3%). Pada anak laki-laki,
gejalanya berupa retakan, lecet (lepasnya epidermis atau kutikula) pada batang
penis atau glans penis, robekan pada frenulum glans penis, petechiae, atau
bekas gigitan atau isapan.
Cedera akut dan masif di daerah anus, seperti robekan perianal dalam
& hematoma  akibat langsung dari penetrasi anus akut. Cedera
dalam dapat didiagnosis dengan anoskopi, yang juga dapat berfungsi
untuk pengamanan bukti biologis.

Signifikansi perubahan kronis pada daerah anus masih kontroversial,

Cedera pada khususnya temuan yang disebut “refleks dilatasi anus,” yang
merupakan bukti potensial (tetapi tidak definitif) adanya pelecehan,
hanya jika lubang anus melebar lebih dari 2 cm tanpa adanya tinja di
Anus daerah anus, ampula.

Pada Fisura anus mungkin terjadi, namun belum tentu, disebabkan


oleh penetrasi anus. Meskipun sering dianggap sebagai konstipasi,
hal ini tidak umum ditemukan pada individu yang mengalami
konstipasi.
 Kehamilan, Adam class III findings, dan demonstrasi DNA
Temuan pelaku  dianggap sebagai bukti pasti bahwa hubungan
seksual telah terjadi.
Definitif
 Permasalah mendasar  kurangnya standar emas
 Informasi yang diperoleh dari anak dapat dinilai secara
psikologis untuk hal yang dapat diterima & dipercaya, namun
Permasalahan pengujian pasti atas kebenarannya umumnya tidak mungkin
metode ilmiah dilakukan.
mengenai  Akibatnya, pelecehan seksual terhadap anak sering kali
pembuktian didiagnosis berdasarkan :
pelecehan seksual  Informasi yang diperoleh dari anak

terhadap anak  Kriteria yang ditentukan sebelumnya


 Dan penilaian oleh tim perlindungan anak multiprofesional
 Risiko lainnya  proses ini rentan terhadap penalaran yang
melingkar
 Kesulitan metodologis lebih lanjut  mengkorelasikan
Permasalahan persepsi subjektif anak (misalnya, “Dia menusukkan pisau ke
metode ilmiah sana”) dengan kejadian sebenarnya, dan mencocokkan riwayat
mengenai dengan temuan fisik.
pembuktian  Penilaian temuan medis pada dugaan kekerasan terhadap anak
pelecehan seksual hanya dapat didasarkan pada apa yang disebut sebagai bukti
terhadap anak tingkat rendah dari studi kasus-control, studi cohort, dan case
series.
Studi Pillai (2008) yang berbasis bukti  anatomi anogenital normal,
membandingkan anak yang mengalami kekerasan dan tidak
mengalami kekerasan, & perjalanan penyembuhan. Menyimpulkan :
 Sebagian besar anak & remaja korban pelecehan seksual tidak
Keadaan Bukti mempunyai temuan fisik yang positif

mengenai  Batas posterior perifer berukuran minimal 1 mm hampir selalu ada,


kecuali pada kasus tunggal anak perempuan yang mengalami
Pelecehan Seksual kekerasan.
terhadap Anak  Pengukuran alat kelamin umumnya tidak cocok untuk menentukan
dan Remaja apakah pelecehan telah terjadi
 Cedera pada alat kelamin biasanya sembuh dengan cepat &
sempurna, termasuk robekan selaput dara superfisial & tingkat
menengah. Sebaliknya, robekan selaput dara lengkap biasanya
menetap
 Jaringan parut tidak pernah terlihat setelah cedera selaput dara.
Keadaan Bukti  Berkoff dkk., dalam tinjauan sistematis literatur tentang
mengenai pelecehan seksual terhadap anak perempuan prapubertas (2008)
Pelecehan Seksual menyimpulkan :
 Temuan anogenital, yang diambil secara terpisah, umumnya tidak
terhadap Anak terlalu tepat dan tidak dapat diandalkan untuk memberikan
dan Remaja kesimpulan yang pasti bahwa pelecehan seksual telah terjadi
 Terputusnya tepi selaput dara dalam atau seluruhnya antara posisi
jam 4 dan 8 sangat menunjukkan adanya pelecehan seksual.
 Heppenstall-Heger dkk. (2003) mempelajari secara prospektif
 94 kasus pelecehan seksual terhadap anak perempuan yang
Keadaan Bukti melibatkan penetrasi selama jangka waktu 10 tahun dan
mengenai menemukan cedera selaput dara dalam 37 kasus. 15 robekan
Pelecehan Seksual selaput dara lengkap masih terlihat pada pemeriksaan lanjutan.
terhadap Anak  Sebaliknya, sebagian robekan, hematoma, dan lecet sembuh
dan Remaja total, tanpa kecuali.
 Cedera dubur sembuh total pada 29 dari 31 kasus;
 jaringan parut hanya terlihat pada 2 kasus.
 Dalam studi case-control oleh Berenson et al. (2000),
melibatkan anak berusia 3-8 tahun

Keadaan Bukti  anak perempuan  yang mengalami pelecehan seksual dan


mengenai kelompok kontrol yang dipilih dengan cermat  ditemukan
sedikit perbedaan pada temuan anogenital  5% memiliki
Pelecehan Seksual bukti dugaan pelecehan, dan 2,5% memiliki bukti pasti adanya
terhadap Anak pelecehan.
dan Remaja  Jenis bukti yang pasti  bentukan posterior yang dalam atau
lengkap pada selaput dara, perforasi, robekan akut pada vulva,
dan ekimosis. Bentukan selaput dara superfisial terlihat pada
kedua kelompok
 Studi McCann dkk. (2007), dengan dua publikasi yang relevan
mengenai temuan hymenal dan extrahymenal pada cedera
anogenital akut,
Keadaan Bukti  Kecuali robekan selaput dara yang dalam dan lengkap, semua
mengenai luka sembuh total:
Pelecehan Seksual 1. lecet dan hematoma kecil dalam 3-4 hari,
terhadap Anak 2. petechiae dalam 48 jam (prapubertas) dan 72 jam (pubertas),
dan Remaja 3. hematoma yang lebih besar dalam 11-15 hari,
4. lesi bulosa pada kulit dengan isi berdarah terlihat hingga 34 hari,
5. banyak robekan selaput dara (dangkal dan dalam) yang sembuh
tanpa konsekuensi lebih lanjut (15/18 prapubertas, 30/34
pubertas), dan jaringan parut tidak terlihat sama sekali.
 Penyakit menular seksual jarang terjadi (1–4%), namun dalam
beberapa kasus, penyakit tersebut merupakan satu-satunya bukti
medis adanya pelecehan seksual.
 Kontraindikasi  tidak ada keputihan, lesi spesifik, atau
riwayat kontak mukosa.
 Gejala HIV, sifilis, atau gonore dianggap sebagai bukti pasti
Penyakit adanya kontak seksual  jika infeksi perinatal atau, dalam

Kelamin kasus HIV, penularan melalui transfusi darah dapat disingkirkan.


 Kutil anogenital (condylomata acuminata), meskipun bukan
merupakan bukti pelecehan seksual, harus segera dicari temuan
terkait dan penyakit menular seksual yang menyertainya.
 Lesi setelah usia 6 hingga 8 tahun mungkin lebih dicurigai.
 Demonstrasi Trichomonas juga harus menimbulkan kecurigaan
adanya pelecehan seksual.
Cedera anogenital yang tidak disengaja adalah salah satu diagnosis
banding yang paling umum

Perbedaan
Diagnosis
 Penyakit dan infeksi dermatologis misalnya streptokokus β-hemolitik
grup A.
 Iritasi (potensi kesalahan diagnosis) juga dapat disebabkan oleh lichen
sclerosus et atrophicus anogenital  atrofi kulit dan terkadang ditandai

Diagnosis dengan pembentukan hematoma subkutan di area genital(Gambar 4).

Banding Lebih  Pendarahan vagina paling sering disebabkan oleh infeksi (pada sekitar
70% kasus), dengan penyebab yang kurang umum termasuk benda
Lanjut asing, hemangioma, dan pubertas dini.
 Sarcoma botryoides hanya dapat disingkirkan dengan vaginoskopi.
 Diagnosis banding utama dari pelecehan anal meliputi fisura yang
kadang-kadang timbul pada konstipasi kronis atau penyakit Crohn,
prolaps rektal, atau proktitis akibat infeksi CMV
 Demonstrasi forensik atas DNA pelaku kekerasan hanya mungkin
dilakukan dalam kasus luar biasa, karena, biasanya, dibutuhkan waktu
berhari-hari hingga berminggu-minggu antara pelecehan terakhir dan
pemeriksaan fisik.
 Jika korban datang ke pertolongan medis segera setelah kejadian
tersebut, peluang untuk menunjukkan DNA pelaku akan jauh lebih
Pengamanan tinggi. (spesimen diambil pada kapas kering yang dibiarkan kering di

Barang Bukti udara, atau dioleskan pada permukaan pembawa lain. lalu dibiarkan
kering)
 Spesimen yang akan digunakan sebagai bukti hukum harus diambil oleh
dokter yang berpengalaman sebagai bagian dari pemeriksaan fisik.
 Usap tersebut harus diberi label yang jelas, seperti yang diarahkan oleh
otoritas forensik, dan harus disegel serta disimpan di tempat yang
kering.
 Menurut hukum Jerman, kerahasiaan hubungan dokter-pasien merupakan kewajiban
yang mengikat dalam kasus perawatan anak yang mengalami pelecehan seksual, dan
kerahasiaan hanya dapat dibatalkan jika terdapat pembenaran yang diakui secara
hukum untuk melakukan hal tersebut.
 Jika persetujuan dari orang tua atau wali yang sah tidak dapat diperoleh sebagai
pembenaran, maka kewenangan hukum untuk mengeluarkan informasi mungkin
perlu diperoleh, misalnya, berdasarkan ketentuan yang disebut keadaan darurat yang
Kerangka dapat dibenarkan.

Hukum dari  Undang-Undang Perlindungan Anak Federal yang baru, yang mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2012  pada dasarnya memperbolehkan penyampaian informasi
Intervensi Medis kepada Dinas Kesejahteraan Pemuda (Jugendamt) selama prosedur bertahap yang
ditentukan dipatuhi. Lihat box.5
 Oleh karena itu, BKiSchG yang baru telah memperbolehkan, meskipun tidak wajib,
untuk melaporkan dugaan kekerasan terhadap anak, tanpa menghilangkan kewajiban
kerahasiaan dokter.
 Bantuan lebih lanjut dapat diperoleh dari pedoman Kementerian Kehakiman Federal
mengenai aktivasi otoritas penuntutan pidana dalam mengejar kejahatan seksual
KESIMPULAN
 Kecurigaan pelecehan seksual terhadap anak memerlukan evaluasi diagnostik yang memakan waktu dan dilakukan dengan
penuh kehati-hatian & keahlian medis yang diperlukan.

 Dokter yang melakukan evaluasi ini harus berpengalaman di bidang ginekologi anak dan remaja serta kedokteran forensik.
 Jika bukti biologis perlu diamankan, nasihat harus diperoleh dari otoritas medis forensik yang bertanggung jawab.
 Pemeriksa harus mengetahui keadaan bukti terkini mengenai temuan medis pelecehan seksual terhadap anak serta
klasifikasinya saat ini.

 Pemeriksaan seperti ini hanya menunjukkan temuan normal pada 90-95% kasus  menghasilkan diagnosis definitif atau
penentuan hukum secara khusus.

 Diagnosis pelecehan seksual biasanya didasarkan pada pernyataan anak, yang diperoleh dengan cara yang benar melalui
pertanyaan yang simpatik tetapi tidak sugestif.

 Pertanyaan yang mengarah harus dihindari, dan jawaban pasien harus didokumentasikan secara verbatim, oleh orang yang
terlatih dalam psikologi kesaksian hukum bila memungkinkan.

 Pemeriksaan fisik dapat memberikan efek terapeutik yang bermanfaat dengan memastikan integritas tubuh dan normalitas
anak, asalkan dilakukan tanpa paksaan atau tekanan.

 Dalam beberapa kasus, tindakan pencegahan mungkin perlu diambil terhadap penyakit menular seksual atau kehamilan.
 Undang-Undang Perlindungan Anak oleh Federal Jerman menetapkan keadaan di mana dokter dapat melanggar kerahasiaan
anak untuk memberikan informasi penting kepada Kantor Kesejahteraan Remaja.

Anda mungkin juga menyukai