Anda di halaman 1dari 10

Diagnosis dan Tatalaksana pada Hemofilia A

Wan Aishah Fariha binti Wan Nazri (102016269), Magdalena Enna Lauretha (102016075),
Marni Widyasa (102016175), Goza Ralinsa Nahan (102016035), Sisca Natalia (102013221),
Antoni Sefanya (102016179), Otniel Geofano Dwiputera (102016011), Annisa Nova
(102015075), Timoty John (102014207)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Email : marni.2016fk175@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Penyakit hemofilia ini bersifat herediter, biasanya sering terdapat pada anak laki-laki,
tetapi dapat diturunkan oleh wanita (bersifat sex-linked-resesif). namun tidak menutup
kemungkinan terjadinya hemofilia pada wanita. Penyebabnya karena defisiensi faktor VIII
untuk hemofilia A dan faktor IX untuk hemofilia B. Gejala dapat ringan sekali bahkan
mungkin tidak memberikan gejala tetapi dapat juga memberikan gejala berat sehingga
memerlukan tindakan segera. Gejala penyakit ini dapat berupa kebiruan pada kulit,
perdarahan sendi, otot atau perdarahan setelah trauma atau operasi. Dalam menegakan
diagnosis, hendaknya dibuat silsilah keluarga secara terperinci untuk mencari kemungkinan
karier dan penderita lain.

Kata kunci: hemofilia, kelainan herediter, perdarahan

Abstrack
This hemophilia is hereditary, usually found in boys, but can be inherited by women
(sex-linked-recessive). but it does not rule out the possibility of hemophilia in women. The
cause is due to deficiency of factor VIII for hemophilia A and factor IX for hemophilia B.
Symptoms can be very mild and may not even give symptoms but can also provide severe
symptoms that require immediate action. Symptoms of this disease can be bluish skin, joint
bleeding, muscle or bleeding after trauma or surgery. In establishing a diagnosis, detailed
family pedigree should be made to look for career possibilities and other sufferers.

Keywords: hemophilia, hereditary abnormalities, bleeding


Pendahuluan
Hemofilia merupakan kelainan pembekuan darah dengan karakteristik sex- linked
resesif pada kromosom X (Xh). Hemofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki, karena mereka
hanya mempunyai satu kromosom X sedangkan pada perempuan umumnya sebagai pembawa
sifat (carrier). Namun tidak menutup kemungkinan untuk perempuan bisa juga menderita
hemofilia jika pria hemofilia menikah dengan wanita carrier hemophilia. Penyakit hemophilia
dapat dikenali dengan gejala dan tanda klinis seperti perdarahan spontan atau trauma ringan
sampai sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak. Prevalensi penyakit
hemofilia di Indonesia pada tahun 2006 sebanyak 4,1 per 1 juta kasus dengan kasus hemofilia
A lebih sering ditemukan dibandingkan dengan kasus hemofilia B yaitu tercatat sebanyak 1 per
10 ribu kasus untuk hemophilia B. Kasus hemofilia C di Indonesia belum terdapat data resmi
karena kasus ini jarang ditemukan. Salah satu penatalaksanaan yang tepat untuk pasien
hemofilia yaitu rehabilitasi medik yang merupakan faktor penting dalam penanganan hemofilia
terutama dalam penanganan akibat dari komplikasi muskuloskeletal.1

Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu auto anamnesis dan allo
anamnesis. Auto anamnesis adalah anamesis yang dilakukan kepada pasien langsung
sedangkan allo anamnesis adalah anamnesis yang dilakukan kepada keluarga pasien untuk
memperoleh data tentang pasien. Pada kasus ini dilakukannya alloanamnesis.2
- Identitas pasien?
- Keluhan utama?
- Riwayat penyakit sekarang?
- Riwayat penyakit dahulu?
- Riwayat penyakit keluarga?
- Riwayat obat-obatan?
- Riwayat sosial?
Data yang didapat dari kasus tersebut yaitu: seorang anak laki-laki umur 7 tahun keluhan
utama siku kanan bengkak, nyeri (+) dan sulit digerakkan sejak 2hari yang lalu, adanya batuk
+ pilek 2 minggu yang lalu dan pernah mengalami hal serupa namun tidak berobat hanya
dikompres saja.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang pertama kali yaitu pemeriksaan fisik umum yang meliputi keadaan
umum, kesadaran, dan tanda-tanda vital. Kemudian dilanjutkan ke pemeriksaan fisik secara
head to toe.2 Pada kasus ini didapatkan hasil data yaitu status lokalis siku kanan tampak lebih
besar dari siku kiri dan anak kesakitan saat menggerakkan siku kanan, ROM terrbatas dan
ekstremitas didapatkan ekimosis dan purpura multiple. Ikterik (-) , organomegali (-)

Pemeriksaan Penunjang
Pada penderita hemofilia perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu:1
1. Pemeriksaan darah rutin
Untuk mengetahui kadar hemoglobin, hematocrit, leukosit dan trombosit
2. Uji skrining untuk koagulasi darah
a. Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah)
b. Masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)
c. Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi
intrinsik)
d. Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
e. Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik)
3. Uji fungsi faal hati
Jarang dilakukan namun digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati (misalnya,
serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum glutamic-oxaloacetic
transaminase [SGOT]).

Diagnosa Kerja
Berdasarkan dari hasil anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik. Diagnosis yang dapat
ditegakkan adalah Hemofilia A. penyakit hemofilia A adalah gangguan koagulasi herediter,
yang paling sering dijumpai dari jenis hemofilia lainnya, bermanifestasi sebagai episode
perdarahan intermiten. Ditandai karena penderita tidak memiliki zat anti hemofili globulin
(Faktor VIII). Seseorang yang menderita penyakit hemofilia A mampu membentuk
antihemofilia globulin (AHG) dalam serum darahnya karena ia memiliki gen dominan H
sedangkan alelnya resesif tidak dapat membentuk zat tersebut. Oleh karena gennya terangkai
X maka perempuan normal dapat mempunyai genotif H. Perempuan hemophilia mempunyai
genotif hh, sedangkan laki-laki hemophilia h.1,3
Diagnosa Banding
1. Hemofilia B
Ditemukan pada pertama kalinya dari seseorang pria asal kanada yang bernama
Steven Christmas, sehingga penyakit hemofilia B ini juga disebut Christmas Disease.
Hemofilia B ini merupakan hemofilia yang kekurangan Faktor IX, akibat dari
kekurangan Faktor IX protein dalam darah pada penderita hemofilia B yang
menyebabkan masalah pada proses pembekuan darahnya.1,3
2. Hemofilia C
Penyakit hemophilia C tidak disebabkan oleh gen resesif kromosom X melainkan oleh
autosomal dominan. Hemofilia C ini merupakan hemofilia yang kekurangan Faktor
XI. Tidak ada 1% dari kasus hemophilia adalah tipe ini. Penderita tidak mampu
membentuk zat plasma, tromboplastin anteseden (PTA).1,3
3. Idiopatik Trombositopenia Purpura
ITP suatu perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit / selaput lendir dan
berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak
diketahui. Pada anak tersering terjadi saat usia 2 – 8 tahun. ITP juga merupakan suatu
syndrome yang di dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi
dalam keadaan sum-sum normal.1,3
4. Amegakariositik Thrombocytopenia Purpura
Penyakit amegakariositik Trombositopenia purpura juga merupakan salah satu
kelainan darah langka yang menyebabkan trombositopenia berat tanpa kelainan darah
lainnya. Dinamakan demikian karena tingkat sel sumsum tulang besar yang
menghasilkan trombosit, yang disebut megakaryocytes, secara signifikan lebih rendah
atau tidak ada. Tanda dan gejala dari kondisi ini termasuk pendarahan yang
berkepanjangan, mudah memar, adanya ruam atau petechiae, perdarahan di mulut dan
gusi dan dapat juga ditandai dengan sering mimisan. Ada banyak penyebab potensial
dari kondisi ini, meskipun pedoman pengobatan standar belum ditetapkan. Berbagai
pendekatan pengobatan imunosupresif telah digunakan dengan sukses pada orang
yang terkena dampak. Prevalensi pasti trombositopenia amegakaryocytic belum
diketahui pasti.4
5. Defisiensi Vitamin K
Penyakit defisiensi vitamin K ini terjadi akibat kurangnya dari makanan yang
mengandung sumber vitamin K, sayuran hijau juga merupakan salah satu sumber
vitamin K. Kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit, mata, hidung dan saluran
cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura, ekimosis atau perdarahan melalui
bekas tusukan jarum suntik, dikarenakan berkurangnya aktivitas faktor koagulasi yang
bergantung pada vitamin K seperti faktor II, VII, IX dan X sedangkan aktivitas faktor
koagulasi yang tidak bergantung pada vitamin K sehingga kadar fibrinogen dan
jumlah trombosit masih dalam batas normal. Hal ini dibuktikan bahwa kelainan
tersebut akan segera membaik dengan pemberian vitamin K.3
6. Keracunan Warfarin
Warfarin merupakan anti koagulan oral yang mempengaruhi sintesa vitamin K yang
berperan dalam pembekuan darah sehingga terjadi deplesi faktor II, VII, IX dan X.
Warfarin bekerja di hati dengan menghambat karboksilasi vitamin K dari protein
prekursornya. Karena waktu paruh dari masing-masing faktor pembekuan darah
tersebut, maka bila terjadi deplesi faktor Vll waktu protrombin sudah memanjang.
keracunan akibat warfarin dapat menyebabkan perdarahan hebat dan kegagalan fungsi
hati. Selain itu, terapi warfarin jangka panjang dapat menimbulkan rupture hepar dan
perdarahan intraperitoneal yang mengancam jiwa.5
7. Child Abuse
Child abuse atau kekerasan pada anak, menurut World Health Organization kekerasan
adalah menggunakan kekuatan fisik atau kekuasaan, ancaman atau perlakuan kasar
dengan mengakibatkan kematian, trauma, meninggalkan kerusakan. Sehingga
menyebabkan perdarahan, luka memar, bekas gigitan, sampai patah tulang dan
gangguan mental pada anak. Kekuatan fisik dan penggunaaan kekuasaan termasuk
kekerasan meliputi penyiksaan fisik, penelantaran, dan seksual.6

Etiologi
Hemofilia diturunkan melalui kromosom X secara resesif. Karena itu, hemofilia
umumnya diderita oleh anak laki-laki. Karena defeknya terdapat pada kromosom X, maka
biasanya perempuan hanya merupakan pembawa sifat (carrier), sedangkan laki-laki sebagai
penderita. Anak perempuan dapat sebagai penderita bila memiliki ayah yang hemophilia dan
ibu karier, tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi. Penyebab hemofilia karena adanya
defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk koagulasi darah. Hemofilia A disebabkan
oleh defisiensi F VIII, sedangkan hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX sehingga
terjadi hambatan pembentukan trombin yang sangat penting untuk pembentukan normal
bekuan fibrin fungsional yang normal dan pemadatan sumbat trombosit yang telah terbentuk
pada daerah jejas vaskular.1,3
Epidemiologi
Insiden hemofilia A lebih sering dijumpai dibandingkan hemofilia B. Berdasarkan
data yang dimiliki Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI), jumlah penderita
hemofilia di Indonesia yang sudah teregistrasi hingga bulan Juli tahun 2005 sebanyak 895
orang yang tersebar di 21 provinsi dari 30 provinsi di Indonesia, sedangkan untuk tahun 2006
sebanyak 4,1 per 1 juta kasus, namun hingga maret tahun 2010 tercatat sudah sebanyak 1.236
penderita hemofilia dan kelainan pendarahan lainnya yang teregistrasi. Hal ini menunjukkan
baru sekitar 5 persen saja kasus yang terdiagnosis.1,7

Patofisiologi
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh darah.
Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi
trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah
pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses
fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah. Cedera pada pembuluh darah akan
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks
subendotelial. Faktor von Willebrand akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah
proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan
granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan
trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor dan
mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan
menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan oleh faktor
XIII.7 Penyakit Hemofilia merupakan penyakit yang bersifat herediter. Pada penyakit ini
terjadi gangguan pada gen yang mengeksplesikan faktor pembekuan darah, sehingga terjadi
luka yang sukar menutup. Pada orang normal, proses pembekuan darah dapat melalui 4 cara
yaitu:3,7
1. Spasme pembuluh darah
2. Pembentukan sumbat dari trombosit atau platelet
3. Pembekuan darah
4. Terjadi pertumbuhan jaringan ikat ke dalam bekuan darah untuk menutup lubang
pada pembuluh darah secara permanen
Gejala klinis
Gejala akut yang dialami penderita Hemofilia adalah sulit menghentikan
perdarahan, kaku sendi, tubuh membengkak, muncul rasa panas dan nyeri
pascaperdarahan, Sedangkan pada gejala kronis, penderita mengalami kerusakan jaringan
persendian permanen akibat peradangan parah, perubahan bentuk sendi dan pergeseran
sendi, penyusutan otot sekitar sendi hingga penurunan kemampuan motorik penderita dan
gejala lainnya. Hemofilia dapat membahayakan jiwa penderitanya jika perdarahan terjadi
pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak, akibatnya ialah:1,7
1. Apabila terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan contohnya
seperti pendarahan dibawah kulit, pendarahan dalam kulit sering terjadi pada
persendian seperti siku tangan, lutut kaki sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang
hebat.
2. Apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti.

Klasifikasi Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan yaitu seperti contoh
pada gambar 1 berikut.

Gambar 1. Hubungan aktivitas F VIII dan F IX dengan manifestasi klinis perarahan.1

Komplikasi
Komplikasi tersering yang timbul pada hemofilia A dan B adalah:1,3,7
1. Timbulnya inhibitor.
Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor
VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. Pada penderita
hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi penolaksan mulai terjadi
segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor dihancurkan sebelum ia
dapat menghentikan pedarahan.
2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang
di dalam dan di sekitar rongga sendi, kerusakan dapat menetap bila terjadi satu kali
perdarahan yang berat (hemarthrosis). Semakin sering perdarahan makin besar
kerusakan. Sendi yang paling sering rusak adalah sendi engsel seperti, lutut,
pergelangan kaki dan siku. Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang –
kadang mengalami perdarahan. Namun jarang menimbulkan kerusakan sendi. 
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah
komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi yang ditularkan oleh
darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan
hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari
konsentrat faktor yang dianggap akan membuat hidup mereka normal.

Tatalaksana
1. Terapi Suportif:3

a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan


b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas
faktor pembekuan sekitar 30-50%
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan
untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut
yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis
e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, hindari
analgetik yang mengganggu agregasi trombosit
f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif
dan holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan pengelolaan akan
menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun
psikososial dan edukasi.

2. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan


Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan, kosentrat
maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak factor pembekuan
tersebut. Hal ini berfungsi untuk profilaktif/untuk mengatasi episode perdarahan.
Jumlah yang diberikan bergantung pada factor yang kurang, seperti berikut:7
a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A ringan
sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor VIII.
b. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari mencegah
terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang mengganggu aktivitas
harian serta menurunkan kualitas hidup pasien Hemofilia
c. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM

Pencegahan
Tindakan pencegahan pada hemophilia dilakukan dengan cara menghindari terjadinya
komplikasi masalah perdarahan, contohnya:1
1. Ikuti rencana terapi dengan tepat seperti yang telah diresepkan dokter
2. Memeriksakan secara rutin dan melakukan vaksinasi seperti yang direkomendasikan
3. Memberitahukan tentang kondisi anda atau penyakit anda tersebut pada semua
penyedia pelayanan kesehatan seperti dokter, dokter gigi, farmasi, pelatih senam,
instruktur olahraga
4. Melakukan perawatan gigi secara teratur, dokter gigi dapat memberikan obat yang
menurunkan perdarahan selama tindakan prosedur gigi
5. Kenali tanda dan gejala perdarahan di sendi dan bagian lainnya dari tubuh, harus tau
kapan menelpon dokter anda atau pergi ke UGD. Contohnya anda memerlukan
perawatan bila anda mempunyai:
a. Perdarahan hebat yang tidak dapat dihentikan atau luka yang terus mengeluarkan
darah
b. Gerakan yang terbatas, nyeri atau pembengkakan di sendi manapun.

Prognosis
Prognosis pasien hemofilia sebenarnya baik bila semua pihak yang terlibat senantiasa
bekerja sama dalam menghadapi penyakit ini. Disabilitas berat dan kematian akibat hemofilia
serta komplikasinya hanya terjadi sekitar 5-7% pada hemofilia berat. Penentuan prognosis
pada hemofilia tidak sepenuhnya tergantung pada komplikasi yang terjadi, melainkan harus
dilihat secara keseluruhan termasuk masalah psikososial yang terkait dan tingkat kepercayaan
diri pasien.1,3
Kesimpulan
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, seorang anak laki-
laki tersebut menunjukkan menderita Hemofilia A. Jenis hemofilia yang sering ditemukan ini
adalah kelainan pembekuan darah dengan karakteristik sex- linked resesif, kelainan
pembekuan darah disebabkan oleh kurangnya faktor pembekuan darah VIII. Komplikasi
hemofilia terutama mengenai sistem muskuloskeletal yaitu adanya hemartrosis atau
perdarahan otot.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Edisi 6 Jilid 2. Jakarta: Interna publishing.2017.h.2744-51
2. Gleadle J. At A Glance; Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga Medical
Series: 2007.h.62
3. Veny K Y, Ariawati K. Inhibitor pada hemofilia. Jurnal Ilmiah Kedokteran Januari
2012; 43 (1) : 31-36
4. Agarwal, Joseph E, et al. Acquired amegakaryocytic thrombocytopenic purpura
neeraj. American Journal of Hematology 2006; 81:132–135
5. Diunduh dari
http://eprints.undip.ac.id/46271/3/Husein_Alaydrus_22010111110140_Lap.KTI_Bab
2.pdf pada tanggal 30 April 2019
6. Diunduh dari http://eprints.walisongo.ac.id/7012/3/BAB%20II.pdf pada tanggal 30
April 2019.
7. Yoshua V, Angliad E. Rehabilitasi medik pada hemofilia. Jurnal Biomedik Juli 2013;
5 (2): 67-73

Anda mungkin juga menyukai