“COAGULATION DISORDERS”
Disusun Oleh:
Kelompok A5 (Kasus 3)
Muhammad Abi Rohman (1820364037)
Muhammad Firdaus (1820364038)
Dosen pengampu:
Dr. Jason Merari P, M.M., M.Si., Apt
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Gangguan pada proses pembekuan darah, dapat berupa kelainan yang diturunkan
secara genetik atau kelainan akibat gangguan pembekuan darah yang didapat.
Gangguan pembekuan darah yang didapat biasanya lebih kompleks dan seringkali
disertai gangguan fungsi trombosit, abnormalitas inhibitor koagulasi dan pembuluh
darah. Gangguan pembekuan darah didapat bisa disebabkan oleh adanya gangguan
faktor koagulasi karena kekurangan faktor pembekuan yang tergantung vitamin K,
penyakit hati, percepatan penghancuran faktor koagulasi, dan inhibitor koagulasi.
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling
sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia
disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (FVIII) atau faktor IX (FIX),
dikelompokkan sebagai hemofolia A dan hemofiliaB. Kedua gen tersebut terletak pada
kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X. Oleh karena itu, semua
anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan
anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier memiliki
kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia. Dapat terjadi wanita
homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier), tetapi keadaan ini sangat
jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin
akibat mutasi spontan.
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan factor pembekuan darah
yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh).
Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak
memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga
terjadimutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen (Aru et al, 2009).
Gangguan koagulasi merupakan kasus terbanyak yang menjadi kasus rujukan di
departemen hematologi di hampir banyak negara. Dari penelitian yang dilakukan oleh
Burshan et all di India Institute of Medical Sciences, menunjukkan angka kejadian
kasus koagulasi sebanyak 1342 kasus, 1040 (77,5%) kasus diakibatkan oleh penyebab
khusus dan 302 (22,5%) kasus akibat penyakit keturunan. Faktor selain keturunan
yang dapat menyebabkan kelainan koagulasai antara lain intavascular coagulation
sebanyak 297 (28.6%) kasus, hepatic coagulation 218 (20.9%) kasus, intracarnial
bleeds 154 (14.8%) kasus, akibat malignance 89 (8.6%) kasus, dan akibat over drug
sebanyak 282 (27.1%) kasus. Dengan adanya data tersebut menunjukkan bahwa
banyak faktor diluar keturunan yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit
koagulasi.
B. ETIOLOGI.
1. Faktor kongenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor
pembekuan darah menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul kebiruan pada
kulit atau perdarahan spontan atau perdarahan yang berlebihan setelah suatu
trauma.
2. Faktor didapat
Biasanya disebabkan oleh defisiensi faktor II (protrombin) yang terdapat pada
keadaan berikut:
Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor darah
khususnya faktor II mengalami gangguan.
Defisiensi vitamin K, hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif,
fistula biliaris, absorbsi vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena
gangguan pertumbuhan bakteri usus.
Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain
Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat antagonistik
terhadap protrombin.
Disseminated intravascular coagulation (DIC).
C. PATOFISIOLOGI
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh
darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi trombosit,
agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan
bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran
darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah. Cedera pada
pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya
darah terhadap matriks subendotelial.
Faktor von Willebrand (VWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit.
Setelah proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit
dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi
trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga
melepaskan tissue factor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga
memulai kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan
fibrin dan trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita
hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan
dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti akibat efek
tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak ada,
perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat dan
perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.
Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen F8
terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen F9
terletak di regio Xq27. Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat terjadi, namun
inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar
50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan secara x-
linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang menderita
kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga tidak dijumpai
adanya riwayat keluarga penderita hemofilia pada kasus demikian.
Wanita pembawa sifat hemofilia dapat juga menderita gejala perdarahan
walaupun biasanya ringan. Sebuah studi di Amerika Serikat menemukan bahwa 5 di
antara 55 orang penderita hemofilia ringan adalah wanita.
D. MANIFESTASI KLINIK
Perdarahan ke dalam otot dapat terjadi ditandai dengan pembentukan hematoma
(compartment syndrome).
Pendarahan dari mulut atau mimisan mungkin terjadi. Perdarahan setelah
prosedur dental adalah umum, dan mengeluarkan darah dari gusi dapat terjadi
pada anak-anak ketika gigi baru tumbuh.
Perdarahan dalam saluran pencernaan dapat menimbulkan darah dalam tinja.
Perdarahan dalam saluran kemih dapat mengakibatkan darah dalam
urin(hematuria).
Perdarahan intrakranial (perdarahan ke dalam otak atau tengkorak) dapat
menyebabkan gejala seperti mual, muntah, dan / atau kelesuan.
Peningkatan perdarahan setelah operasi atau trauma adalah karakteristik dari
hemophilia.
E. KLASIFIKASI
1. Hemofilia A
a. Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak
kekurangan faktor pembekuan pada darah.
b. Hemofilia kekurangan Factor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Factor
VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan
darah.
2. Hemofilia B
a. Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang
bernama Steven Christmas asal Kanada.
b. Hemofilia kekurangan Factor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor
IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan
darah.
Derajat penyakit pada hemofilia :
1.Berat : Kurang dari 1 % dari jumlah normal. Penderita hemofilia berat dapat
mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang-kadang
perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.
2.Sedang: 1% – 5% dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia sedang lebih
jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang
terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olahraga yang
berlebihan.
3.Ringan : 6 % – 50 % dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia ringan
mengalami perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi,
atau mengalami luka yang serius (Betz, Cecily Lynn. 2002).
F. GEJALA KLINIS
Hemofilia A dan hemofilia B secara klinis tidak dapat dibedakan.
Gejala :
Hemathrosis * (terutama lutut, siku dan pergelangan kaki)
Nyeri sendi bengkak dan eritema
Kehangatan kulit
Turunnya rentang gerak
Perdarahan otot
Bengkak
Nyeri dengan gerakan otot yang terkena
Tanda-tanda kompresi saraf
Potensi kehilangan darah yang mengancam jiwa, terutama dengan
Paha berdarah
Mulut berdarah dengan ekstraksi gigi atau trauma
Pendarahan Genitourinari
Hematuria
Intracranial hemorrhage (spontan atau mengikuti Trauma), dengan sakit
kepala, muntah, perubahan mental
Status, dan tanda neurologis fokal
Perdarahan yang berlebihan dengan operasi.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplstin) dan APPT (Activated Partial
Tromboplastin Time). Bila masa protombin memberi hasil normal dan APPT
memanjang, memberi kesan adanya defisiensi (kurang dari 25%) dari aktivitas
satu atau lebih factor koagulasi plasma (F XII, F XI, F IX, F VIII).
2. Pemeriksaan kadar faktor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien dengan
perdarahan yang berulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan pemeriksaan
assay kuantitatif terhadap F VIII dan F IX untuk memastikan diagnosa.
3. Uji skrining koagulasi darah
a. Jumlah trombosit
b. Masa protombin
c. Masa tromboplastin parsial
d. Masa pembekuan thrombin
e. Assay fungsional faktor VIII dan IX
H. KOMPLIKASI
Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien hemofilia
adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia sebelum
diciptakannya F VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria spontan dan perdarahan
gastrointestinal, serta resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hemophilia :
a. Arthritis
b. Sindrom kompartemen
c. Atrofi otot
d. Kontraktur otot
e. Perdarahan intracranial
f. Kerusakan saraf
g. Hipertensi
h. Kerusakan ginjal
i. Splenomegali
I. PENATALAKSANAAN
1.Terapi Suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar
aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan
untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
J. GUIDLINE TERAPI
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : An. A
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Tanah Grogot
No. Rekam Medis : 14 00 63 70
Masuk Rumah Sakit : Sabtu, 11 Januari 2014.
B. Keluhan Utama
Rujukan dari RSUD Panglima Sebaya Tanah Grogot. Pasien dirujuk dengan
diagnosa post evakuasi hematom genu kiri + riw. Hemofilia. Saat ini keluhan bengkak
pada lutut kiri terasa hangat dan nyeri.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien sudah 3 kali jatuh dan mengalami trauma pada lutut kiri, pada trauma yang
pertama dan kedua lutut bengkak namun pasien masih bisa berjalan. Pada trauma yang
ketiga tanggal 5 januari 2014 lutut kiri bertambah bengkak hingga tidak bisa berjalan.
Pasien dibawa berobat oleh orang tuanya dan di RS panglima sebaya dilakukan operasi
evakuasi hematom pada lutut kiri tanggal 8 januari 2014. Pasien memiliki riwayat
penyakit hemofilia sejak 2010. Tanggal 11 Januari pasien dirujuk ke RSUD AWS
untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Sejak usia 3 tahun pasien sering mengeluhkan gusi siring berdarah. Terkadang
pasien juga mengeluhkan lebam pada kulit dan mimisan. Pada tahun 2010 pasien
MRS diperiksa darah dan dinyatakan menderita hemofilia. Pasien juga memiliki
riwayat sirkumsisi dengan pemberian koate (antihemofilia faktor VIII).
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa.
F. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di ruang Melati RSUD.A.W.Sjahranie pada hari senin
18 Januari 2014.
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, E4V5M6
Tanda-tanda Vital : Tekanan Darah : mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, kuat angkat
Frekuensi Napas : 20 x/menit, teratur
Temperatur : 37.2oC
Status Gizi : Usia 9 tahun
BB = 25 Kg
TB = 130 cm
IMT = 14.79
IMT : Berat badan (kg)
Tinggi badan2 (meter)
25 kg/1,32 m = 25/ 1.69= 14.79
Kesimpulan : Status gizi berdasarkan BB/U adalah baik.
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Diagnosis
Hemofilia A
I. Penatalaksanaan
J. Follow Up Pasien
K. Prognosis
Dubia ad bonam
L. Pertanyaan
Lakukan Analisis Problem Pengobatan dan saran pengatasannya menggunakan
metode SOAP
PENYELESAIAN KASUS
Identitas Pasien
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di ruang Melati RSUD.A.W.Sjahranie pada hari senin 18
Januari 2014.
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, E4V5M6 (arti : kesadaran normal dengan cedera kepala
ringan atau tidak ada)
Tanda-tanda Vital : Tekanan Darah : mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, kuat angkat
Frekuensi Napas : 20 x/menit, teratur
Temperatur : 37.2oC
Status Gizi : Usia 9 tahun
BB = 25 Kg
TB = 130 cm
IMT = 14.79
Riwayat Alergi : -
Keluhan/Tanda
Tanggal Subyektif Obyektif
11 januari Bengkak pada lutut Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
2014 kiri dan nyeri Darah Lengkap
Leukosit 7.200 4.000-10.000
Hemoglobin 9,0 11-16
Hematokrit 28,1 37-54
Trombosit 200.000 150.000-
450.000
Elektrolit
Natrium 135 135-155
Kalium 4,4 3,6-5,5
Chloride 107 95-108
Kimia darah
ureum 20,1 10-40
kretinium 0,6 0,5-1,5
GDS 98 60-150
Akral : hangat
12 januari Bengkak pada lutut
2014 kiri dan nyeri
Akral : hangat
Faktor IX 65 Kontrol 73 ↓
Kesan Hemofilia A
Darah Lengkap
Hb 9,0 11-16 ↓
Elektrolit
Na 135 135-155 N
Kimia Darah
GDS 98 60-150 N
Darah Lengkap
Hb 10,2 11-16 ↓
Rute
No Nama Obat Indikasi Dosis pemberian Interaksi ESO Outcome
obat
demam, panas Untuk
dingin, mual, mengatasi
Intravena
Koate 25 U/kgbb Carfilzomib bernafas tidak penyakit
1. hemofilia A
teratur hemofilia pasien
Untuk
memenuhi sel
penggantian sel darah Intravena kelebihan zat darah merah
2. Transfusi PRC 1 x 250 cc
merah - besi (dalam batas
normal)
ulkus,
obat ains Untuk
perdarahan
Ketorolac Intravena lainnya mengurangi
3. saluran cerna,
Analgetik 5 mg IV
dan probenecid nyeri pasien
dan perforasi
Methotrexae, Vertigo, mual
haloperidol, muntah,
Untuk
warfarin, beta depresi, lelah
Indometasin Peroral mengurangi
4.
NSAID 3 x 50 mg blokers, konstipasi/diare
nyeri pasien
ramipril, dan tukak
ciclosporin lambung
sakit kepala, memperparah
tukak lambung dan pusing, lebam dan
Ranitidin Intravena
5.
deodenum, tukak pasca 20 mg IV Warfarin hipersensitif, pendarahan pada
operasi ruam kulit pasien
gastrointestinal,
Untuk
kontrasepsi oral sakit kepala,
Transamin Intravena menghentikan
6. (estrogen) pusing dan
zat antifibrinolitik 3 x 250 cc
mimisan pasien
hipotensi
klorpromazin, Untuk
hipotensi dan
Antrain 250 mg prn Intravena simetidin, mengatasi nyeri
7.
analgetik & atipiretik mengantuk
alkohol pasien
Assasment
KIE
a. Apabila terjadi perdarahan akut terutama daerah sendi, maka tindakan RICE (rest,
ice, compression, elevation) segera dilakukan. Sendi yang mengalami perdarahan
diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres dengan es atau handuk basah yang
dingin, kemudian dilakukan penekanan atau pembebatan dan meninggikan daerah
perdarahan.
a. Pasien harus banyak-banyak istirahat.
b. Mengurangi aktivitas yang dapat menyebabkan trauma, benturan.
c. Menjaga kebersihan mulut (riwayat gusi berdarah).
d. Menjaga pola hidup sehat seperti makan yang bergizi dengan memperbanyak
konsumsi makanan tinggi vitamin K yang berfungsi untuk mempercepat
pembekuan darah seperti sayur bayam, kol, buah alpukat.
e. Menjaga berat badan agar tidak berlebih, karena jika BB berlebih dapat
mengakibatkan pendarahan pada sendi-sendi dibagian kaki
f. Pemberian edukasi dan informasi kepada keluarga pasien untuk dapat mengawasi
waktu penggunaan obat sehingga pasien dapat minum obat secara teratur.
g. Olah raga (yang tidak beresiko kontak fisik seperti sepak bola, dianjurkan olah
raga berenang) teratur guna membentuk kondisi otot yang kuat sehingga otot tidak
mudah terluka dan pendarahan dapat dihindari.
h. Pemberian edukasi dan informasi kepada keluarga pasien untuk dapat mengawasi
kegiatan fisik pasien supaya tidak berlebihan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Farrugia, Albert. 2017. Guide for the Assessment of Clotting Factor Concentrates.
Journal. World Federation of Hemophilia. Edition 3
Srivastava, A et al. 2012. Guidelines for The Management of Hemophilia. Journal. World
Federation of Hemophilia. Edition 2
Kasper, C.K. Silva, M.C.E. 2004. Registry of Clotting Factor Concentrates. Journal.
World Federation of Hemophilia. Edition 5
Betz, Cecily L.. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik E/3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Aru et al. 2009. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna Publishing