Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penggunaan obat melalui jalur intranasal bukan merupakan pencapaian baru dalam sistem

penghantaran obat. Penghantaran obat nasal, dahulu digunakan secara sistemik terutama untuk
obat golongan psikoterapi. Tetapi dalam perkembangan teknologi farmasetika modern,
penghantaran obat nasal sering kali dipilih untuk terapi dengan efek lokal dari pada sistemik.
Penghantaran obat melalui nasal digunakan untuk terapi seperti alergi nasal, kongesti nasal, dan
efek nasal yang rutin dilakukan.
Kemajuan bioteknologi, biologi molekular, dan farmakologi menyediakan banyak protein
endogen dan molekul peptida untuk penggunaan terapetik, dengan penghantaran molekul secara
intranasal. Minat terbaru dalam penghantaran obat secara nasal dari molekul konvensional
menggambarkan keinginan dari industri farmasi untuk memperpanjang masa hidup obat yang
digunakan secara intranasal. Permeabilitas yang baik dari mukosa nasal dengan permukaan yang
luas menghasilkan efek onset terapi yang cepat. Keuntungan yang cukup menarik dari
penghantaran obat secara nasal yaitu target dari sistem saraf pusat dapat melewati sawar darah
otak.

1.2

Tujuan
1. Memahami mekanisme kerja Drug Delivery System Intranasal
2. Memahami mekanisme penyerapan dan faktor apa saja yang mempengaruhi penyarapan
intranasal.
3. Memahami berbagai bentuk sediaan obat intranasal serta keuntungan dan keterbatasan
pemberian obat melalui Intranasal Drug Delivery System.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Drug Delivery System Intranasal


Drug Delivery System Intranasal (DDS Intranasal) merupakan sistem penghantar obat

melalui hidung. Mukosa hidung telah dianggap sebagai rute pemberian obat untuk mencapai
absorpsi yang lebih cepat dan lebih tinggi karena dapat mengurangi aktivitas dari saluran
pencernaan, mengurangi aktivitas pankreas, dan aktivitas enzimatik lambung, PH netral pada
mukus hidung akan mengurangi aktivitas gastrointestinal. Beberapa tahun terakhir banyak obat
telah terbukti mencapai bioavailabilitas yang lebih baik ke sistemik melalui rute pemberian
hidung dibandingkan dengan rute pemberian oral.
2.1.1

Kelebihan Dan Keterbatasan Penghantaran Obat Melalui Nasal


Kelebihan penghantaran obat melalui rute nasal antara lain:

1. Sebuah area permukaan besar tersedia untuk deposisi obat dan penyerapan. Luas
permukaan penyerapan yang efektif daerah epitel hidung lebih tinggi karena terdapat
mikrovili.
2. Epitel hidung tipis, berpori (terutama bila dibandingkan dengan permukaan epitel
lainnya) dan terdapat banyak pembuluh darah. Hal ini menjamin tingkat penyerapan dan
transportasi zat yang cepat diserap ke dalam sirkulasi sistemik untuk inisiasi tindakan
terapeutik.
3. Sebuah basement membran berpori endotel yang menimbulkan tidak ada pembatasan
untuk mengangkut obat ke sirkulasi umum.
4. Zat yang diabsorbsi diangkut langsung ke sirkulasi sistemik sehingga dapat menghindari
terjadinya fist pass metabolism yang biasanya terjadi melalui pemberian oral.
5. Dalam beberapa kasus, obat dapat diserap langsung ke SSP setelah pemberian melalui
nasal.
6. Secara umum, aktivitas enzimatik dari epitel hidung lebih rendah dibandingkan dengan
GIT atau hati dan bioavailabilitas yang lebih tinggi dapat dicapai dari obat terutama
protein dan peptida. Selain itu, inhibitor enzim lebih efektif melalui nasal daripada oral
karena tingkat pengenceranpada pemberian oral lebih tinggidibandingkan pemberian
melalui nasal.
2

7. Pasien bisa melakukan pengobatan sendiri yang tidak hanya menurunkan biaya terapi
tetapi juga meningkatkan kepatuhan pasien. Risiko over-dosis relatif rendah dan hidung
dapat menghapus obat berlebih yang tidak terserap.
Beberapa keterbatasan penghantaran obat melalui rute nasal antara lain:
1. Hanya obat yang diformulasi secara khusus yang dapat diberikan intranasal
2. Aplikasi jumlah besar akan mengganggu fungsi normal hidung (penciuman dan
pelembaban udara) dan juga dapat menyebabkan irreproducibilitydari rejimen dosis
akibat drainase atau penghilangan dosis akibat bersin.
3. Porositas tinggi dari epitel hidung masih belum cukup untuk penyerapan semua senyawa
terutama senyawa yang hidrofilik dan molekul yang besar seperti protein.
4. Mukosa hidung bersifat enzimatis aktif meskipun pada tingkat lebih rendah dibandingkan
dengan GIT.

2.2

Anatomi Dan Fisiologi Hidung


Pada manusia dan hewan fungsi utama dari rongga hidung adalah untuk bernafas dan

sebagai indra pencium. Selain itu rongga hidung juga memiliki fungsi yang penting dalam
aktivitas perlindungan dengan menyaring (filter), menghangatkan dan melembabkan udara yang
masuk sebelum mencapai saluran nafas yang paling dalam. Rongga hidung dibagi menjadi dua
bagian yang dipisahkan olehnasal septum dan membentang dari bagian depan(posterior) sampai
nasofaring,ruang depan hidung (vestibula), membuka ke wajah melaluilubang hidung (Gambar
1). Atrium adalah daerah peralihan antara ruang depan dan daerah pernapasan. Daerah
pernapasan (conchae hidung atau turbinat) merupakan bagian utama dari rongga hidung, daerah
pernafasan ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu superior, tengah dan inferior. Daerah pernafasan
menyediakan permukaan yang luas.

Gambar 1. Struktur Anatomi Hidung


Sel-sel epitel yang terdapat di hidung bagian depan (vestibula) terdiri atas sel skuamosa
dan keratin dengan kelenjar sebaceous (minyak) menyebabkan vestibula sangat tahan terhadap
dehidrasi dan dapat menahan zat berbahaya dari lingkungan. Atrium terdiri atas epitel transisi
yang diselingi dengan sel goblet, saluran seromucus serta kelenjar seromucus subepitel yang
menutupi wilayah pernafasan (turbinates). Selain atrium, terdapat pula sel-sel yang aktif
memiliki silia dengan mikrovili untuk melindungi daerah pernafasan. Setiap sel memiliki
sekitar100 silia dan 300 mikrovili. Tabel dibawah ini menggambarkan bagian struktural dan
anatomi hidung dan relevansinya dalam permeabilitas obat. Berikut adalah tabel yang
menjelaskan tiap bagian di dalam rongga hidung.

Tabel 1. Bagian Rongga Hidung


Daerah
Vestibula

Atrium

Respiratori

Olfaktori

Nasofaring

Struktur
Terdapat rambut hidung
Epitel terdiri atas sel epitel squamosa
dan keratin
Merupakan daerah transepitelial, pada
bagian:
Anterior sel squamosa terstratifikasi
Posterior sel squamosa terstratifikasi
semu dengan mikrofili
Terdiri atas sel kolumnar bersilia
terstratifikasi dengan mikrofili (300/sel)
Memiliki permukaan paling luas
Mendapatkan hasil sekresi nasal yang
paling banyak karena terdapat kelenjar
seromukus, duktus nasolakrimal dan sel
goblet
Terdapat sel saraf olfaktori yang bersilia
yang berperan dalam persepsi
penciuman
Bagian atas terdapat sel bersilia dan
bagian bawahnya terdapat epitel
squamosa

Permeabilitas
Rendah: karena mengandung sel
keratin yang keras
Rendah: karena permukaan yang
sempit dan terdapat sel squamosa
terstratifikasi pada bagian anterior

Paling permeabel: karena


memiliki permukaan yang paling
luas dan paling banyak terdapat
pembuluh darah

Akses langsung pada cairan


serebrospinal
Melanjutkan aliran dari rongga
hidung

Dalam proses absorbsi obat yang diberikan melalui rute intranasal daerah yang paling
berperan adalah daerah respiratori. Daerah respiratori juga disebut conchae dan sering
digambarkan dengan epitel kolumnar bersilia yang bertingkat. Daerah ini merupakan daerah
paling luas dan merupakan daerah utama untuk absorbsi obat ke sirkulasi sistemik. Daerah
respiratori dibagi menjadi tiga bagian, yaitu daerah superior, tengah dan inferior. Struktur ini
bertanggungjawab untuk melembabkan dan mengatur udara yang dihirup. Diantaranya terdapat
bagian yang disebut meatus yang merupakan jalan dimana aliran udara dihasilkan untuk
menjamin kontak udara yang dihirup dengan permukaan mukosa pernafasan.
Daerah pernafasan memiliki empat jenis sel epitel yaitu: sel kolumnar bersilia, sel
kolumnar tidak bersilia, sel goblet dan sel basal. Jumlah dari tipe sel bervariasi pada masing5

masing daerah dari rongga hidung. Pada daerah inferior sekitar 15-20% merupakan sel yang
bersilia dan sekitar 60-70% tidak bersilia. Banyaknya jumlah sel yang tidak bersilia
menunjukkan keutamaan daerah ini untuk absorbsi melewati epitel hidung. Sel kolumnar
memiliki beberapa mikrovili (sekitar 300 mikrovili tiap sel), banyaknya jumlah mikrovili
meningkatkan luas permukaan sehingga kapasitas absorbsi di rongga hidung cukup tinggi.
Mukosa hidung merupakan daerah penting untuk penghantaran obat secara sistemik,
terdiri dari epitelium, membran dasar dan lamina propia. Pada kondisi fisiologis epitel nasal
dilapisi mukus tipis yang disekresi oleh kelenjar sekretori dan sel goblet. Granul sekret ini
mengandung musin, glikoprotein yang menentukan viskositas mukus. Lapisan mukus nasal
hanya 5m dan terbagi menjadi dua lapisan yang berbeda, yaitu bagian eksternal yang tebal dan
viskus serta bagian internal yang lebih cair.
Kelenjar submukosa merupakan kelenjar yang mensekresi mukus paling banyak, mukus
juga disekresi oleh sel goblet. Mukus yang disekresi merupakan campuran kompleks yang terdiri
dari sekitar 95% air, musin 2%,1% garam, 1% dari protein lain seperti albumin,
imunoglobulin,lisozim dan laktoferin, dan lipid 1%. Kehadiran musin di dalam lapisan mukus
penting karena dapat menangkap obat dengan berat molekul yang besar seperti protein dan
peptida.
Fungsi fisiologis mukus hidung antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Melindungi mukosa secara fisik dan enzimatis


Mukus memiliki kapasitas menahan air
Menghambat aktivitas listrik permukaan
Memungkinkan perpindahan panas yang efisien
Sebagai perekat dan materi partikulat transportasi menuju nasofaring
Salah satu fungsi dari saluran pernapasan bagian atas adalah untuk mencegah zat

berbahaya (alergen, bakteri,virus, racun dll) agar tidak mencapai paru-paru. Ketika zat-zat
tersebut melewati atau larut dalam mukus di lapisan rongga hidung, maka silia akan
mengantarkannya menuju nasofaring untuk dibuang ke GIT.

2.3

Pemberian Sediaan Intranasal Drug Delivery System


Ada beberapa jenis system pengiriman obat, yang telah lama digunakan untuk
pengiriman obat untuk rongga hidung, seperti semprot hidung, tetes hidung,semprot aerosol
dan insufflators. Tabel1, diberikan daftar obat yang telah diberikan intranasal untuk

pengobatan sistemik dan jenis obat pengiriman perangkat yang digunakan Sarana
pengiriman dan perangkat untuk administrasi intranasal obat (Putheti dkk : 2009).
Tabel 1. alat dan cara pemberian obat intranasal

Pemilihan bentuk sediaan tergantung pada obat yang digunakan, indikasi, pasien dan
pemeriksaan terakhir. Empat formulasi dasar yang harus dipertimbangkan yaitu larutan,
emulsi, dan bubuk kering.
Sistem penghantar sediaan untuk obat pemberian intranasal yaitu:
a. Semprot hidung
Ketersediaan pompa dosis terukur pada nasal spray dapat memberikan dosis yang tepat
dari 25-200 m. Ukuran partikel dan morfologi dari obat dan viskositas formulasi
menentukan pilihan pompa dan perakitan (Kushwara: 2011).
b. Tetes hidung
Tetes hidung adalah salah satu yang paling sederhana dan nyaman dikembangkan untuk
penghantaran. Kerugian utama dari ini adalah kurangnya presisi dosis tetes hidung
mungkin tidak cocok untuk produk resep (Kushwara: 2011).
c. Nasal gel
Keuntungan dari nasal gel yaitu pengurangan dampak rasa karena mengurangi menelan,
pengurangan kebocoran anterior formulasi, pengurangan iritasi dengan menggunakan
7

eksipien menenangkan/emolien dan sasaran pengiriman ke mukosa untuk penyerapan


lebih baik (Kushwara: 2011).
d. Nasal bubuk
Keuntungan untuk bentuk sediaan serbuk hidung adalah tidak adanya bahan pengawet
dan stabilitas superior formulasi. Namun, kesesuaian bubuk formulasi tergantung pada
kelarutan, ukuran partike, sifat aerodinamis dan iritasi hidung obat aktif dan/ atau bahan
pembantu. Tetapi iritasi mukosa hidung dan pengiriman dosis terukur adalah beberapa
tantangan formulasi. Umumnya, penyerapan bertindak melalui salah satu dari
mekanisme berikut antara lain menghambat aktivitas enzim, mengurangi kekentalan
lendir atau elastisitas, penurunan pembersihan mukosiliar, dan melarutkan atau
menstabilkan obat (Kushwara: 2011).
e. Intranasal mikroemulsi
Intranasal mikroemulsi merupakan salah satu pengiriman obat non-invasif untuk
sirkulasi sitemik. Vyas (2006) telah melaporkan bahwa formulasi mikroemulsi
clonazepam digabungkan dengan agen mukoadhesif dipamerkan timbulnya status
epileptikus. Dalam penelitian lain, Vyas dkk dilaporkan cepat dan tingkat yang lebih
besar dari transportasi obat ke dalam otak tikus setelah pemberian intranasal
mukoadhesif mikroemulsi zolmitriptan dan sumatriptan. Mukesh dkk (2008)
mempelajari pengiriman intranasal risperidone dan menyimpulkan bahwa jumlah yang
signifikan dari risperidone dengan cepat dan efektid disampaikn ke otak dengan
pemberian intranasal nanoemulsion mukoadhesif risperidone (Kushwara: 2011).

Contoh Sediaan Intranasal

OptiNose intranasal

Gambar 3. Optinose Intranasal


8

DirectHaler Nasal

Alat ini dikembangkan oleh R&D Direct Haler untuk mengatasi distribusi partikel.
Partikel yang terdistribusi baik secara intranasal adalah yang berukuran 20-30 m, tetapi untuk
mencapai bagian olfaktori, partikel harus berukuran dibawah 5m. Mekanisme kerja dari alat ini
adalah (1) bagian mulut akan menimbulkan turbulensi udara di dalam alat ketika alat
dihembuskan, (2) kompartemen alat akan menimbulkan pola hembusan udara yang bersifat
turbulen, sehingga sirkulasi ini akan membantu dispersi obat, (3) saluran udara yang sudah
berpola dan disertai obat akan langsung menuju olfaktori

Gambar 4. Prinsip dispersi serbuk secara simultan yang diterapkan pada DirectHaler
Nasal

10

Gambar 4. Penggunaan DirectHaler Nasal dan Penutup baru


Untuk menggunakan alat ini, lepaskan penutup kemudian tahan alat agar obat yang
berada di bawah tidak tumpah. Tipe 1 memiliki pembungkus alumunium pada bagian dalam
sehingga harus dibuang terlebih dahulu. Tipe 2 memiliki pengait untuk mengaitkan bagian
penghubung mulut dan hidung. Tarik hingga terdengar bunyi klik. Bagian mulut dimasukkan
kedalam mulut, dan bagian hidung dimasukkan kedalam hidung. Kemudian hembuskan udara ke
alat. Ketika udara dihembuskan, softpalate akan menutup sehingga kemungkinan obat tertelan
akan berkurang.

Gambar 5. Kombinasi obat nasal dengan oral


Untuk mendapatkan pengobatan yang lebih optimal, directHaler Nasal kini dibuat dengan
kemasan baru, dimana pengobatan intranasal digabungkan dengan pengobatan oral sehingga
menghasilkan bentuk sediaan seperti gambar 5.

Produk-Produk Intranasal Yang Beredar Dipasaran Diantaranya Adalah


Sebagai Berikut:
1. Contoh produk nasal spray

11

Nama produk
Pabrik
Kemasan
Komposisi
Indikasi
Mekanisme obat

Dosis

Pemberian
Cara
Menggunakan

:
:
:
:
:
:

Nasacort AQ Nasal Spray


Sanofi Aventis
Semprot hidung 55 mcg/semprot x 120 dosis
Triamcinolone acetonide
Terapi simpatomatik rinitis alergi musiman dan menahun
Termasuk golongan kortikosteroid hidung.
Farmakologi:Farmakodinamik: Triamcinolone asetonid
ini merupakan turunanyang lebih kuat dari triamsinolon
dan sekitar 8 kali lebih efektif dibandingkan prednison.
Kortikosteroid sangat efektif untuk mengobati penyakit
alergi pada manusia.
Nasacort AQ tidak memiliki efek adanya tanda dan
gejala alerginya. Perbaikan dalambeberapa gejala pasien
yang mungkin terlihat dalam hari pertama terapi dengan
Nasacort AQ dan pemulihan dapat diperkirakan dalam
3-4 hari. KetikaNasacort AQ dihentikan sebelum pada
waktunya, gejala mungkin akan kambuh selama
beberapa hari.
Dalam penelitian klinis yang dilakukan pada orang
dewasadan anak-anak dengan dosis sampai dengan
440mcg/hari intranasal, tidak ada penekanan
adrenal(HPA) aksis hipotalamus-hipofisis yang telah
diamati.
: Untuk dewasa dan anak 12 tahun : 220 mcg (2
semprotan tiap lubang hidung) 1 kali sehari.
Untuk pemeliharaan : 110 mcg/hari (1 semprotan tiap
lubang hidung)
: Hanya untuk penggunaan hidung.
: 1. Secara
perlahan
meniup
hidung
untuk
membersihkan lubang hidung, jika diperlukan.
2. Letakkan ujung semprot ke dalam1lubang hidung
12

(ujung tidak harus mencapai jauh ke dalam hidung)


dengan

kepala

membungkuk

ke

depan

agar

semprotan akan berusaha menuju hidung bagian


belakang.
3. Arahkan ujung langsung kembali ke dalam hidung.
Menutup lubang hidung lainnya dengan jari.
Memompa

semprotan

dengan

menekan

kuat

botolnya dan menghirup perlahan sekaligus. Ulangi


tata cara lubang hidung bagian lain.
4. Ulangi langkah-langkah jika diperintahkan untuk
penggunaan > 1semprotan perlubang hidung.
5. Hindari meniup hidung selama 15 menit setelah
pemberian dosis. Untuk hasil terbaik, Nasacort AQ
harus digunakansecara teratur.

Peringatan

Efek samping

Pasien yang mendapat terapi jangka panjang


kortikosteroid sistemik. Infeksi TB aktif atau tenang,
infeksi virus, bakterial, fungi sistemik atau herpes
simplex okular yang tidak diterapi. Jangan untuk
penderita cacar air atau campak. Ulkus septum nasal
: yang baru, bedah atau trauma nasal. Hamil, laktasi.
Rinitis, sakit kepala dan faringitis. Epistaksis, iritasi
nasal, kekeringan pada mukosa, kongesti naso-sinus dan
bersin-bersin. Jarang: perforasi septum nasal. Jarang:
reaksi alergi termasuk ruam kulit, urtikaria, pruritus, dan
edema pada wajah.
:

13

2. Contoh produk nasal drops :

Nama produk
Pabrik
Kemasan
Komposisi
Indikasi

Mekanisme obat

Dosis dan
pemberian

Peringatan

:
:
:
:
:

Breathy Nasal Drops


Novell Pharma
tetes hidung, dus, botol @ 30 ml.
NaCl
Untuk melembabkan membran nasal yang kering dan meradang
karena pilek, alergi, kelembaban yang rendah, perdarahan hidung
minor dan iritasi hidung minor lainnya.
Breathy nasal dropsberupa larutan isotonis setara dengan larutan
: isotonis Natrium Klorida 0,9%. Breathy bekerja memperkecil
sekresi mukosa sehingga membantu membuang mukus dari hidung
dan sinus.
Breathy tetes hidung dapat digunakan untuk anak dan bayi 1 bulan
: ke atas.
Teteskan 12 tetes Breathy pada masing-masing lubang hidung,
atau sesuai dengan petunjuk dokter. Dapat diulang beberapa saat
kemudian.
Jangan digunakan untuk orang lain, untuk mencegah penyebaran
: infeksi. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.

14

3. Contoh Produk Nasal gel :

Nama produk
Pabrik
Kemasan
Komposisi

: Ayr Saline Nasal Gel


: B.F. Ascher & Co., Inc.
Lenexa, KS 66219 800-324-1880
: Tube gel 0.5 OZ / 14.1 g
: Air, MethylGluceth-10, PropyleneGlycol, Glycerin, Gliseril poly
methacrylate, Triethanolamine, Aloe BarbadensisLeafJuice(Aloe
VeraGel), PEG, PEG/PPG18/18, Dimethicone, Carbomer,
Poloxamer184, Natrium Klorida, XanthanGum, Diazolidinylurea,
Methylparaben, Propylparaben, GlycineSoja (Kedelai) Minyak,
GeraniummaculatumOil, tokoferilasetat, Blue1.

Indikasi

: Membantu melembab kan dan menenangkan hidung kering karena


pilek, mimisan, penerbangan, keringnya musim dingin, sinusitis
kronis, alergi, masa kehamilan, pernapasan mulut, Terapi oksigen,
kelembaban
yang
rendah.

Mekanisme obat

: Ayr Saline Nasal Gel dengan Soothing Aloe adalah bantuan nonobat untuk kering, iritasi saluran hidung. Setiap semprotan
mengirimkan kabut natrium klorida gel ke dalam lubang hidung
Anda untuk melembab kan mereka dan menjaga agar terhidrasi dan
nyaman selama berjam-jam. Karena tidak mengandung obat, jadi
tidak perlu khawatir tentang efek samping sistemik .Ayr aman
digunakan dengan obat dingin atau alergi lainnya. Semprotan
15

hidung saline adalah salah satu bentuk yang paling umum


direkomendasikan alergi pelega oleh dokter karena profil
keamananyang sangat baik.
Dosis dan
pemberian

: Oleskan Ayr Gel dilubang hidung saja bila dirasa perlu. Gunakan
pada siang hari dan sebelum tidur untuk mencegah pengeringan dan
pengerasan kulit.
1. Uleni ujung bungkus untuk memastikan jenuh gel lidi kapas.
2. Sobek bungkus yang terbuka digaris putus-putus dan keluarkan
lidi kapas.
3. Oleskan gel dalam lubang hidung pertama. Jangan masukkan
lidi kapas sangat cukup untuk masuk kerongga sinus.
4. Remoisten lidi kapas dalam kantong dan mengaplikasikan geldi
dalam lubang hidung kedua. Membuang paket dan lidi kapas
setelah dipakai.
Simpan pada suhu kamar (59-86 derajatF).
Hanya untuk digunakan seperti yang diarahkan. Jauhkan dari
jangkauananak-anak. Jangan gunakan jikabungkusdibukaatau rusak.

Peringatan

4. Contoh produk Nasal inhaler

Nama produk
Pabrik

: Vicks Inhaler
: PT Daria-Varia
16

Kemasan
Komposisi
Indikasi
Dosis dan
pemberian

Peringatan

: Tube inhaler - 0,5 ml


: Menthol 197 mg, Kamper 197 mg,Metil salisilat & Fir Needle
Minyak Siberia
: Melegakan hidung tersumbat karena pilek
: Gunakan hanya dalam posisi tegak. Hirup dalam-dalam melalui tiap
lubang hidung, membuat bernafas terasa lega dan sejuk. Gunakan
tiap kali diperlukan. Bila sakit berlanjut, konsultasi ke dokter.
Untuk obat luar.Jauhkan dari jangkauan anak-anak. Bila sampai
: termakan, konsultasi ke dokter. Tidak dapat digunakan untuk bayi.

5. Contoh produk nasal powder :

Nama produk
Kemasan
Komposisi beserta
Indikasi

Dosis dan
pemberian

: AllergEeze
: Bluespring
: Dry powder spray - 2,5 mg/semprot x 200dosis(500mg)
: Bubuk ultra-halus terbuat dari Kalibichoromicum dan basis selulosa
micronized. AllergEeze bekerja dengan cepat, tidak akan
membahayakan hidung dan tidak ketergantungan.
Kalibichromicum: bahan homeopati yang digunakan untuk
meredakan gejala bersin-bersin, kongesti sinus, dan pilek yang
berhubungan dengan alergi dan alergi serbuk bunga.
Selulosa: bagian utama dari dinding sel tanaman, yang mana ketika
dimikronisasi membentuk serbuk halus (partikel-partikel kecil dasar
selulosa).
: Satu pelepasan menekan sekitar 2,5mg powder Allerg Eeze.
Pemberian lebih dari1kepulan ke setiap lubang hidung sebelah
17

dapat mempercepat menghilangkan gejala. Ulangi sesuai kebutuhan


dan setelah setiap kali Anda meniup hidung Anda.
1. Tekan botol sedikit menjauh. Tes tekanan yang dibutuhkan
untuk mengatur dosis yang ideal, yakni sekiranya kepulan dua
inci powder.
2. Secara perlahan meniup hidung Anda.
3. Hembuskan napas.
4. Letakkan salah satu jari pada salah satu lubang hidung untuk
menutupnya.
5. Letakkan AllergEeze botol nozzle dalam lubang hidung
sebelahyang berlawanan
6. Perlahan namun kuat pencet sisi botol untuk memberikan satu
kepulan/semprotan powder AllergEeze sambil menghirup
perlahan.
7. Tunggu dua detik dan lalu perlahan tarik napas agar
memungkinkan bubuk AllergEeze menembus ke dalam saluran
hidung. Ulangi langkah 3-7 pada lubang hidung yang
sebelahnya.

2.4

Perbedaan Intranasal DDS dengan Konvensional


Pemberian obat secara nasal sekarang ini adalah cara yang popular untuk menangani

penyakit pernafasan dan juga mengatur pemberian obat-obatan bebas(OTC) pada kondisi sinus,
seperti hidung mampet atau alergi. Semprotan nasal, botol tekan, atau obat tetes hidung adalah
sebagian dari metode pemberian obat langsung yang umum dan biasanya dipilih oleh konsumen
pada swamedikasi ataupun pada obat resep untuk pilek atau alergi. Untuk pasien yang tidak
menyukai cara spray/semprot kedalam hidung atau bagi pasien yang tidak memungkinkan
adanya terapi nebulisasi,dapat digunakan cara oles/swab. Beberapa pabrik obat sedang
mengembangkan cara penggunaan aplikator dosis tunggal, yang dapat melapisi lubang hidung
dengan cairan atau gel. Pada pilek, selain untuk mengobati, swab juga dapat terserap oleh saluran
hidung.
Pada intinya, pemberian obat langsung ke hidung/daerah nasal adalah dosis yang
digunakan adalah seminimal mungkin, karena tidak sperti oral, yang harus memperhatikan
metabolisme lintas pertama di hati. Alat penyemprot/sprayer juga memiliki peranan penting.
Penggunaan sprayer tradisional akan memiliki perbedaan jika digunakan oleh remaja dan orang
tua, karena kekuatan penyemprotan yang berbeda. Untuk itu, banyak perusahaan farmasi
18

yang mengembangkan alat yang dapat mengukur jumlah obat yang dikeluarkan secara simultan.
NDA (New Drug Application) menentukan bahwa pemberian obat nasal untuk gejala ataupun
penyakin radang selaput lendir, hanya untuk pasien 12 tahun ke atas.
Pada pemberian obat nasal menggunakan spray yang biasa, cairan berfungsi sebagai
pembawa, obat/zat aktif hanya sebagian kecil dari total keseluruhan cairan tersebut. Tantangan
formulasinya adalah mencari formula yang tidak akan merugikan pasien dan dapat diabsorpsi
dengan baik oleh hidung, tetapi secara efektif dapat dipompa oleh pompa mekanik regular.
Tantangan selanjutnya adalah membuat sediaan nasal yang juga dapat melewati sawar
darah otak. Umumnya, tradisional spray nasal, hanya mencapai sepertiga mukosa nasal, untuk itu
banyak perusahaan farmasi yang mengembangkan sistem dispersi yang dapat memungkinkan
obat dapat mencapai seluruh permukaan mukosanasal hingga paranasal. Teknologi seperti ini
juga dapat digunakan untuk obat topikal agar dapat berpenetrasi lebih dalam dan obat oral agar
dapat diasorpsi lebih baik lagi.Saat ini banyak dikembangkan obat nasal tanpa pengawet, yang
dapat mengiritasi hidung dan mukosa. Selain itu, dikembangkan juga alat yang dapat
mengirimkan obat menggunakan aktuator samping (side actuator), bukan melaui bagian atas alat
tersebut. Drug delivery system intranasal atau sistem penghantaran obat intranasal adalah suatu
teknologi penyampaian obat yang khas, diciptakan agar obat dapat mencapaitempat kerja di
intranasal lebih optimal. Perbedaan DDS intranasal dengan sediaan oral untuk penyakit nasal
adalah tanpa proses ADME (absorbsi, distribusi, metabolisme,eksresi), sehingga efek obat akan
cepat tercapai, karena pemberiannya yang langsung mencapai tempat kerjanya.
KELEBIHAN DDS INTRANASAL DIBANDINGKAN SEDIAAN KONVESIONAL
1. Dapat digunakan untuk berbagai macam terapi pengobatan, seperti:
Kulit

Sistemik

Pengobatan :
Rhinitis
Rhinosinusitis
Polip hidung
Sinusitis akut
Flu
Vaksin
Pengobatan :
Migraine dan sakit kepala
19

Obat :
Steroid
Antihistamin
Immune modulators
Decongestan
Vaksin
Neuroaktif protein dan
polipepetida

Otak

Insomnia dan penenang


Obesitas
Diabetes 1 dan 2
Migraine dan sakit kepala
Insomnia dan penenang
Obesitas
Diabetes 1 dan 2
Alzeimer dan Parkinson

Obat polar yang diabsorpsi


sedikit pada GI
Neuroaktif protein dan
polipepetida
Obat polar yang diabsorpsi
sedikit pada GI

2. Target pemberian obat pada penanganan penyakit melalui daerah sekitar saluran nasal
3. Pada bentuk obat konvensional, kerja tidak langsung pada tempatnya
4. Jatuhnya obat langsung pada tempat kerja
Alat DDS nasal modern(jatuhnya obat ditengah meatus)
Alat DDS nasal konvensional (obat harus di hirup terlebih dahulu, jadi obat tidak
menuju tempat kerja langsung)
5. Dosis obat dapat diabsorbsi pada saluran nasal dengan maksimum (> 90%)

20

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Biofarmasi DDS Intranasal
3.1.1 Mekanisme Absorbsi Obat Intranasal
Obat yang diberikan melalui rute nasal untuk di absorbsi secara sistemik atau bereaksi
pada sistem saraf pusat (SSP), pertamakali harus menembus lapis mukus dan membran epitel
sebelum mencapai sirkulasi darah atau langsung memasuki SSP. Mukus tidak akan menimbulkan
masalah besar untuk partikel halus tidak bermuatan. Sebaliknya, partikel lebih besar atau
molekul bermuatan dapat bermasalah jika melewati lapisan ini. Salah satu faktor pembatas
kecepatan yang penting selama proses difusi obat melalui mukus adalah pengikatan (potensial)
solute pada musin. Tipe interaksi adalah molekul asing dan mukus elektrostatik, hidrofobik, dan
gaya van der waals. Struktur mukus sangat peka terhadap lingkungannya, seperti gangguan pH,
suhu, tekanan osmotic, yang dapat menginduksi perubahan struktur lapisan ini. Sifat dinamik
mukus dapat menyebabkan variasi transfer molekul dan lokasi penghantaran menuju epitel.
Mekanisme absorpsi di daerah nasal meliputi:
1. Mekanisme Paraselular
Mekanisme ini merupakan transport rute air (aqueous route), bersifat lambat dan pasif.
Transport paraselular adalah transport obat polar yang berbobot molekul kecil (<100 sampai
200 Da) melalui pori hidrofilik dan celh sempit (tight junction) di antara sel-sel epitel yang
bersebarangan. Tight junction adalah struktur dinamis diantara sel-sel yang dapat membuka
dan menutup menurut inaktivasi mekanisne signaling. Ukuran tight junction berkisar 3,9
8,4 A. Mekanisme transport ini bergantung pada bobot molekul dan sifat hidrofilitas zat.
Obat berbobot molekul lebih besar dari 1000 Dalton menunjukkan bioavaibilitas yang
buruk.

2. Mekanisme Transelular
Mekanisme ini merupakan transport rute lipid (lipoidal route). Transport transelular meliputi
proses difusi aktif obat-obat lipofilik melalui interior sel. Zat dengan bobot molekul lebih
21

dari 1 kDa seperti peptida dan protein ditransport secara transelular melalui endositosis.
Selain itu, transelular dapat diperantarai karier di mukosa hidung seperti transporter kation
organik dan transporter asam amino. Kecepatan transport obat lipofil bergantung pada sifat
lipofilitasnya.
3. Mekanisme Transitosis
Mekanisme ini terjadi sebagai berikut: partikel diambil oleh vesikel, ditransfer menembus
sel, dan akhirnya terdeposisi dalam ruang intertisial.

Gambar 2. Representasi Skematik Transport Melewati Epitel Pernapasan


(1) paraselular, (2) transelular, (3) transitotik, (g) sel-sel goblet, (c) sel columnar bersilia dan (tj)
pertemuan ketat (tight junction) ; (b) sel-sel basal berlokasi pada lamina basal, (bl) disamping,
lamina propia (lp) dengan (v) pembuluh darah.
3.1.2 Pelepasan Obat Intranasal
Selain melalui lapisan mukus dan penetrasi melalui epithelium, zat dapat pula mengalami
metabolisme oleh enzim nasal yang berada pada mukosa. Dapat juga karena mekanisme normal
secara fisiologi, yaitu mekanisme pengeluaran mukosiliari, obat mempunyai waktu terbatas
(untuk absorbsi) dalam jaringan hidung. Keduanya merupakan faktor penting untuk
kemungkinan absorbsi obat secara intranasal. Parameter farmakokinetika setelah pemberian obat
yang diabsorbsi secara intranasal akan bervariasi besarnya dan tergantung dari sejumlah faktor
seperti :
Obat itu sendiri
Perbedaan formulasi
Sistem penghantaran obat
22

Pertimbangan akhir yang penting pula pada absorbsi intranasal adalah transfer (potensial)
obat dari jaringan hidung langsung menuju sistem saraf pusat (SSP). Tiga mekanisme potensial
untuk penghantaran obat dari hidung langsung menuju otak yaitu :
1. Obat mencapai sirkulasi sistemik selanjutnya dapat melewati halangan darah-otak (BBB).
2. Obat dapat melewati epithelium olfaktori melalui difusi sederhana, transitosis di mediasi
reseptor, atau transfer paraseluler, selanjutnya zat dapat menuju saraf SSP, atau memasuki
otak melalui lamina propria.
3. Obat dapat diambil melalui sel neuronal saraf olfaktori, mengalami transport aksonalintraseluler, dan memasuki otak melalui bulus olfaktori. Kemungkinan penetrasi langsung
menuju SSP diperlukan untuk beberapa macam obat (tidak semua obat).
3.1.3

Perjalanan Obat Intanasal


Adapun perjalanan sistem pengantaran obat (drug Delivery System) Intranasal dalam

tubuh, adalah sebagai berikut :


a. Bentuk sediaan obat nasal dengan zat aktif
Sediaan nasal diformulasikan atau dirancang dengan sedemikian rupa untuk efek lokal
b. Fase biofarmasetik
obat dihisap melalui rongga hidung masuk ke dalam
sirkulasi sistemik
c. Ketersediaan farmasi
obat siap untuk diabsorpsi
Obat dalam bentuk zat aktif terlarut siap untuk diobsorpsi yang selanjutnya zat aktif akan
distribusikan ke seluruh tubuh (sistemik)
d. Fase farmkokinetik
tidak terjadi Metabolisme pada hati.
Fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan setelah obat
dilepas dari bentuk sediaan
e. Ketersediaan hayati

obat untuk memberikan efek pada pasien dengan cara

berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada dalam tubuh


f. Fase farmakodinamik
interaksi dengan reseptor ditempat kerja
Bila obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor biasanya protein membran

akan

menimbulkan respon biologis. Tujuan utama pada fase ini adalah optimisasi dari efek
biologik
g. Efek terapi

obat pada akhirnya memberikan efek terapi atau pengobatan pada

pasien yang diharapkan dapat memberikan kesembuhan pada pasien


Adapun alur absorpsi dari jalur rute nasal yaitu sebagai berikut:
23

Obat dihirup melalui rongga hidung partikel obat masuk melalui vestibula hidung,
melewati palatum (langit-langit mulut), masuk ke turbinat inferior, kemudian masuk ke
turbinat tengah hingga ke turbinat superior (mukosa olfactory), menuju ke nasofaring
kemudian masuk ke faring melalui glotis masuk ke dalam trakea partikel
tersuspensi dalam aliran gas di di bronkus, selanjutnya partikel aliran gas tersuspensi di
bronkiolus partikel terdisfusi ke dalam alveoli, di dalam alveoli ini terdapat banyak
sekali pembuluh darah kapiler, di mana partikel zat masuk ke dalam kapiler-kapiler
pembuluh darah berdifusi ke saluran darah (masuk ke dalam pmbuluh darah), di dalam
pembuluh darah ini, partikel zat akan berikatan bersama reseptor, selanjutnya obat akan
terabsorpsi melalui neuron olfactory menyerap melalui sel-sel pendukung dan kapiler
sekitarnya hingga terabsorpsi ke dalam cairan serebrospinal dan akan memberikan
efek sistemik yang diharapkan.

3.2 Faktor yang mempengaruhi Absorpsi DDS Intranasal


Faktor yang mempengaruhi penyerapan obat secara intranasal, yaitu :
1. Faktor Fisiologis Nasal
a. Aliran darah
Mukosa hidung disuplai oleh banyak aliran darah dan terdapat area permukaan yang besar
sehingga menjadikannya sebagai tempat absorpsi obat yang optimal. Laju aliran darah secara
signifikan mempengaruhi absorpsi sistemik obat di hidung, sehingga lebih banyak obat yang
melewati membrane dan mencapai sirkulasi darah. Mengingat bahwa kebanyakan absorpsi obat
terjadi melalui difusi, aliran darah penting untuk menjaga gradient konsentrasi dari tempat
absorpsi ke darah. Oleh karena itu, vasokontriksi dan vasodilatasi pembuluh dapat
mempengaruhi aliran darah serta kecepatan obat diabsorpsi. Beberapa penelitian dilakukan untuk
mengevaluasi pengaruhnya. Sebagai contoh, Huang et al menyatakan bahwa fenilefrin, suatu
agen vasokontriktor, menghambat absorpsi asam asetil salisilat di rongga hidung. Penelitian lain
oleh Kao et al menetapkan bahwa absorpsi nasal dopamine relative lambat dan tidak sempurna
kemungkinan disebabkan oleh efek vasokontriktornya. Berdasarkan observasi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa vasokontriksi menurunkan absorpsi obat secara nasal dengan mengurangi
jumlah darah yang mengalir.
b. Klirens mukosiliar
24

Klirens Mukosiliaris (mucociliar clearance, MCC) adalah mekanisme klirens pada bronkus.
Lapisan mukus hidung berperan penting dalam pertahanan saluran pernafasan karena dapat
menjaga paru-paru dari zat asing, patogen dan partikel yang dibawa oleh udara yang terhirup.
Zat-zat tersebut melekat pada lapisan mukus dan akan ditranspor ke nasofaring dan pada
akhirnya ke saluran pencernaan. Eliminasi ini ditetapkan MCC dan mempengaruhi secara
signifikan absorpsi obat secara nasal. sistem MCC digambarkan sebagai conveyer belt dimana
silia memberikan kekuatan pendorong sedangkan mukus bertindak sebagai cairan lengket yang
mengumpulkan dan membuang partikel asing. Efisiensi MCC tergantung pada panjang, densitas
dan frekuensi gerakan silia serta jumlah dan sifat viskoelastik dari mukus. Secara singkat, semua
faktor yang meningkatkan produksi mukus, dapat menurunkan kekentalan mukus atau
meningkatkan frekuensi gerakan silia dapat meningkatkan MCC.
Pada kondisi fisiologi, mukus diangkut dengan kecepatan 5 nm/menit dan waktu transit
mukus dalam rongga hidung manusia dilaporkan 15-20 menit. Nilai yang melebihi batas tersebut
berarti abnormal dan menandakan gangguan MCC. Demikian jika kerja MCC menurun, maka
lamanya obat berada di mukosa nasal akan meningkat dan memperbesar permeasi obat. Efek
yang berlawanan teramati saat MCC meningkat. Pada kasus terakhir, penghentian dini dari
pemberian obat secara nasal dari rongga hidung ke arah nasofaring, menurunkan jumlah absorpsi
obat. Klirens produk obat dari rongga hidung juga dipengaruhi oleh tempat endapan. Suatu obat
yang terakumulasi di bagian posterior hidung akan dikeluarkan lebih cepat dari rongga nasal
dibandingkan obat yang terakumulasi di bagian anterior. Hal ini dikarenakan MCC lebih rendah
di bagian anterior hidung dibandingkan di bagian posterior yang lebih bersilia. Di sisi lain,
tempat akumulasi obat di hidung sangat tergantung pada bentuk dosis. Obat semprot (nasal
spray) menyimpan obat di bagian anterior dibandingkan obat tetes (nasal drop), sehingga
menghasilkan klirens yang lebih rendah untuk obat yang diberikan dalam bentuk formulasi
spray.
Obat yang polar banyak dipengaruhi oleh MCC, karena obat tersebut kelarutannya sangat
tinggi dalam mukus dan melewati membrane sangat rendah. Sehingga semua faktor yang
mempengaruhi efikasi dan langkah MCC memungkinkan modifikasi profil absorpsi obat.
Sebagai contoh, faktor lingkungan mempunyai pengaruh penting dalam MCC. Temperature dan
sulfur dioksida menyebabkan reduksi yang signifikan dalam MCC, namun mekanisme tersebut
tidak diketahui pasti. Asap rokok menurunkan MCC karena dapat meningkatkan kekentalan
25

mukus dan atau mengurangi sejumlah silia. Selain itu, terdapat beberapa kondisi patologi dimana
MCC tidak dapat bekerja dengan baik, seperti yang terdapat dalam tabel berikut. Beberapa
komponen dari formulasi obat juga dapat mengubah sistem MCC seperti bahan pengawet dan
peningkat absorpsi nasal.
Tabel 2. Kondisi Patologi dan Dampaknya terhadap Klirens Mukosiliar Nasal
Kondisi Patologis
Diskinesia siliari primer
Asma
Sistic fibrosis
Infeksi bakteri dan virus
Diabetes mellitus

Klirens Mukosiliari
Terganggu (impared): denyut/gerakan silia tidak
ada atau terjadi diskinetik denyut/gerakan silia.
Meningkat: proses inflamasi dan iritasi
Menurun: kerusakan epitel
Terganggu (impared): dehidratasi mukus
Hilangnya silia dan perubahan sifat mukus
Terganggu (impared): dehidratasi dan kerusakan
mikrovaskular

c. Degradasi enzim
Obat yang diberikan secara nasal tidak melalui saluran gastrointestinal dan tidak mengalami
efek eliminasi pertama di hati. Namun, obat nasal dimetabolisme pada lumen rongga hidung atau
dalam perjalanan menmbus barrier di epitel hidung karena adanya berbagai enzim metabolik
dalam jaringan hidung.
Beberapa enzim yang ditemukan di daerah hidung antara lain:
- Karboksil esterase, aldehid dehidrogenase, epoksida hidrolase dan glutation Stransferase terdapat pada sel epitel hidung dan bertanggung jawab atas degradasi
-

obat di mukosa hidung.


Isoenzim sitokrom P450 dan diketahui memetabolisme obat seperti kokain, nikotin,

alcohol, progesterone dan dekongestan.


Enzim proteolitik yang terdapat dalam sel epitel hidung dan diyakini menjadi
penghalang utama terhadap absorpsi obat peptide seperti kalsitonin, insulin dan
desmopressin.

Dengan demikian, enzim metabolisme xenobiotik berada di mukosa hidung mempengaruhi


profil farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat yang diberikan secara nasal. Dalam konteks
ini, meskipun metabolisme pertama di hidung biasanya lebih lemah dibanding hati dan usus,
metabolisme tersebut tidak dapat diabaikan.
26

d. Sistem transporter dan efluks


Sistem transporter yang terdapat pada jaringan hidung dan pengaruhnya terhadap absorbsi
masih dipelajari dalam berbagai penelitian. Saat ini, resistensi transporter terhadap banyak obat
telah diidentifikasi di pernafasan hidung manusia dan mukosa olfaktori, yang mungkin terlibat
dalam transport berbagai obat hidrofobik dan ampifilik. P-glikoprotein (P-gp) merupakan efluks
transporter yang berada di bagian apikal sel epitel bersilia dan di pembuluh submukosa dari
bagian penciuman (olfaktori) manusia. Beberapa studi menunjukkan bahwa P-gp mempunyai
peran penting dalam mencegah influx obat secara aktif dari membran hidung.

2.

Faktor Fisikokimia Obat


Karakter fisikokimia obat (bobot molekul, lipofilitas, pKa, stabilitas dan kelarutan) dapat

mempengaruhi absorbsi nasal.


a. Bobot molekul, Lipofilitas, dan pKa.
Membran hidung cenderung bersifat lipofil sehingga absorpsi obat cenderung menurun
dengan berkurangnya lipofilitas obat tersebut. Obat yang bersifat lipofil dan berbobot molekul
<1 kDa diabsorpsi dengan baik di rongga hidung melalui mekanisme transelular. Profil
farmakokinetik obat nasal tersebut menyerupai profil farmakokinetik pemberian intravenanya
dengan bioavabilitas pemberian nasal mendekati 100%. Absorpsi obat lipofil yang berbobot
molekul >1 kDa lebih rendah.
Kecepatan dan derajat absorpsi obat dengan kepolaran rendah sangat tergantung pada bobot
molekul. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa permeasi obat polar dengan bobot molekul
<300 Da relatif tidak dipengaruhi oleh karakter fisikokimianya. Sebaliknya, kecepatan permeasi
obat yang berbobot molekul >300 Da sangat bergantung pada ukuran molekulnya.
Obat polar juga tidak mudah menembus membran hidung sehingga menstimulasi kinerja
MCC. Namun, jika lipofilitas terlalu tinggi, maka obat tidak mudah larut dalam lingkungan air
(aquaeous environment) rongga hidung sehingga dengan adanya klirens mukosiliaris, waktu
kontak obat dengan membran hidung menurun dan lebih lanjut mengurangi permeasinya.
Secara umum, transport zat melalui biomembran dipengaruhi oleh lipofilitas dan bentuk
non-ionik. Keberadaan bentuk ionik zat bergantung pada pKa dan pH situs absorpsi (pH mukosa

27

hidung manusia 5,0 6,5). Menurut teori pH partisi, bentuk non-ionik obat lebih bersifat
permeabel daripada bentuk ionik.
Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa absorpsi nasal elektrolit lemah bergantung pada
derajat ionisasi serta absorpsi terbesar terjadi pada bentuk non-ionik. Namun, beberapa obat
seperti asam asetil salisilat berada dalam bentuk ionik saat menembus membran. Jadi, untuk obat
polar, koefisien partisi adalah faktor utama yang mempengaruhi permeabilitas melalui mukosa
hidung.
b. Stabilitas
Lingkungan rongga hidung memiliki berbagai enzim yang dapat memetabolisme obat
sehingga menurunkan stabilitas biologis obat yang diberikan melalui rute nasal. Untuk mengatasi
hal ini, berbagai strategi telah digunakan seperti penggunaan prodrug dan inhibitor enzim. Selain
itu, banyak obat yang tidak stabil secara fisikokimia melalui reaksi hidrolisis, oksidasi,
dekomposisi fotokimia atau polimerasi pada pemberian nasal.
c. Solubilitas/Kelarutan
Obat harus terdisolusi sebelum diabsorpsi karena hanya bentuk yang terdispersi secara
molekular di situs absorpsi yang dapat menembus biomembran. Jadi sebelum diabsorpsi di
daerah nasal, obat harus terdisolusi dalam cairan rongga hidung yang berbasis air. Obat yang
relatif larut dalam air dapat melakukan kontak yang cukup dengan mukosa hidung. Namun,
profil absorpsi tidak hanya dipengaruhi oleh kelarutan tetapi juga karakter sediaan farmasetik
yang menjamin penghantaran obat pada dosis terapeutik. Karena rongga hidung berukuran relatif
kecil, volume larutan obat harus sedikit pada pemberian intranasal. Jadi obat yang kurang larut
dalam air dan atau memiliki dosis terapeutik yang tinggi akan mengalami masalah saat diberikan
secara intranasal sehingga kelarutannya harus dimodifikasi dengan peningkat kelarutan.

3.3 Penghantaran Obat Intranasal


Pemberian obat intranasal pada beberapa tahun terakhir ini semakin dipertimbangkan
untuk pemberian obat dalam rangka pengembangan entitas kimia baru atau meningkatkan profil
terapi obat yang sudah ada. Untuk menilai kelayakan terapi, pendekatan obat intranasal dapat
menjadi pertimbangan untuk pemilihan rute pemberian obat, khususnya sifat kondisi patologis
(akut atau kronik) dan efek terapi obat (SSP lokal atau sitemik). Untuk kondisi penyakit akut,
28

keuntungan yang diberikan oleh pemberian obat intranasal dalam hal kenyamanan pasien dan
kepatuhan mungkin tidak banyak yang relevan bila dibandingkan dengan pemberian obat dengan
rute parenteral. Sebaliknya, hal ini sangat penting untuk mengobati atau mengontrol kondisi
medis yang kronis.
3.3.1 Penghantaran Lokal
Obat-obatan yang diadministrasikan intranasal adalah pilihan alami untuk pengobatan
gangguan hidung topikal. Contoh yang paling umum adalah antihistamin dan kortikosteroid
untuk rinosinusitis, dan dekongestan hidung untuk gejala flu. Dalam kasus ini, rute intranasal
adalah pilihan utama untuk pengiriman obat karena memungkinkan mengurangi gejala yang
cepat dengan efek samping yang lebih menguntungkan daripada rute oral atau parenteral.
Bahkan, dosis yang relatif rendah efektif bila diberikan secara topikal, bersamaan dengan
minimalnya potensi efek toksik sistemik. Penelitian terbaaru, antibiotherapy topikal telah
dipertimbangkan dalam rinosinusitis kronis dalam upaya untuk membasmi bakteri biofilm,
sering resisten terhadap sistemik dan masih menghindari toksisitas sistemik.
3.3.2 Penghantaran Sistemik
Intranasal adalah cara yang efektif untuk pengiriman sistemik obat-obatan sebagai
alternatif untuk rute oral dan intravaskular. Untuk menyajikan penyerapan obat cepat dan
diperpanjang telah didukung oleh banyak penelitian direncanakan untuk membandingkan
pemberian intranasal terhadap pemberian oral dan parenteral.
Hasilnya jumlah obat diberikan sebagai formulasi nasal yang dimaksudkan untuk mencapai
efek sistemik telah banyak meningkat. Beberapa contoh lain adalah morfin sebagai analgesik,
obat kardiovascular seperti propanolol dan carvediol, hormon seperti levonorgestrel, progesteron
dan insulin, indomtasin sebagai agen anti-inflamasi, ketorolac, dan obat antivirus (acyclovir).
3.3.3 Vaksin Nasal
Mukosa hidung adalah situs pertama kontak dengan antigen inhalasi karena
penggunaannya untuk vaksinasi, terutama terhadap infeksi pernafasan maka penghantaran obat
secara intranasal telah dievaluasi secara intensif. Bahkan, vaksinasi hidung adalah alternatif yang
menjanjikan untuk rute parenteral klasik, karena dapat meningkatkan kadar imunogobulin G
29

sistemik spesifik dan hidung imunoglobulin sekretorik A. Di atas saluran udara, tanggapan
imunologi sistemik dan lokal terutama dimediasi oleh jaringan terkait hidung limfoid yang
terletak di bawah hidung epitel. Jaringan terkait hidung limfoid terdiri dari aglomerat sel
dendritik, Tcells dan B-sel yang terlibat dalam inisiasi dan pelaksanaan respon imun. Contoh
keberhasilan vaksin intranasal manusia termasuk yang melawan virus influenza A dan B,
proteosoma influenza, adeno virus-vektor influenza, kelompok B meningokokus asli, virus
dilemahkan respiratory syncytial dan parainfluenza virus 3. Namun, vaksinasi nasal manusia
tidak terbatas pada afeksi saluran udara bagian atas. Setelah sekretori imunisasi nasal,
imunoglobulin A juga dapat dideteksi dalam sekresi mukosa lainnya, yang penting terhadap virus
yang ditularkan melalui site mukosa lainnya, seperti virus human immunodeficiency dan virus
hepatitis B.
3.3.4

Penghantaran Ke Susunan Syaraf Pusat Melalui Rute Hidung


Otak adalah organ halus yang mempunyai banyak fungsi penting, terisolasi dan
dilindungi dari lingkungan luar melalui beberapa mekanisme unik. Mekanisme lainnya
yaitu mencegah penghantaran agen terapetik ke SSP.Tight junction dari BBB disekitar
otak adalah salah satu mekanisme tersebut, yang menghasilkan resistensi listrik
transendotelial yang lebih besar (1.500 2.000 cm2) dibandingkan dengan jaringan lain
seperti kulit, kandung kemih, usus, paru-paru (3 33 cm2). Organisasi histologi
mengganggu penghantaran obat ke CNS secara sistemik. Diperkirakan bahwa hampir
setengah dari kandidat substrat obat untuk P-glikoprotein (P-gp) menembus pompa,
menampilkan pengurangan potensi untuk penetrasi SSP sistemik. Kendala mekanisme
pelindung otak telah meningkatkan minat dalam mengembangkan strategi untuk
mengatasi ketika paparan obat di otak diperlukan. Dalam hal ini, selama beberapa tahun
terakhir rute intranasal telah muncul sebagai pendekatan yang menjanjikan untuk
pengiriman obat ke otak. Pengiriman obat dari hidung ke SSP dapat terjadi melalui
neuroephitelium penciuman dan melibatkan transport paraselular, transelular dan saraf.

30

BAB IV
KESIMPULAN
1. Sistem penghantaran obat (Drug Delivery System) intranasal adalah suatu teknologi
penyampaian obat alternatif yang diciptakan untuk mencapai tempat kerja yang
optimal di intranasal.
2. Alur dari jalur rute nasal yaitu sebagai berikut:
Obat dihirup melalui rongga hidung obat masuk melalui vestibula hidung,
melewati palatum (langit-langit mulut), masuk ke turbinat inferior, kemudian masuk
ke turbinat tengah hingga ke turbinat superior (mukosa olfactory), menuju ke
nasofaring kemudian masuk ke faring melalui glotis masuk ke dalam trakea
dan di distribusikan di bronkus sehingga dapat diserap oleh bronkiolus diserap
oleh alveoli hingga berdifusi ke saluran darah.
3. Jalur absorpsi nasal yaitu sebagai berikut:
Setelah berdifusi ke aliran darah, obat akan terabsorpsi melalui neuron olfactory
menyerap melalui sel-sel pendukung dan kapiler sekitarnya hingga terabsorpsi ke
dalam cairan serebrospinal dan akan memberikan efek sistemik yang diharapkan.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi DDS Intranasal:
a. Sifat fisiko kimia obat : lipofilik-hidrofilik keseimbangan, degradasi enzimatik
dalam rongga hidung, ukuran molekul.
b. Karateristik sediaan obat intranasal : formulasi (konsentrasi, pH,osmolaritas),
obat didistribusi dan deposisi, viskositas.
c. Sifat anatomi dan fisiologis dari rongga hidung : mukosiliar, dingin, rhinitis,
permeabilitas membran, pHlingkungan.
5. Sediaan intranasal dapat berupa semprot hidung, tetes hidung,nasal gel , nasal bubuk
dan intranasal mikroemulsi.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. J, Pillion Dennis, John J. Arnold, Elias Meezan. 2007. Enhancement in Drug Delivery : Nasal
Delivery of Peptide Drug. New York: CRC Press.
2. Kim, Chan Hak. 2003. Modified-Release Drug Delivery Technology : Formulation
Challenges : Protein powder for Inhalation. New York: Marcel Dekker.
3. M, Hillery Anya, Andrew W.Lloyd, James Swarbrick, 2005. Drug Delivery and Targeting.
4. P, Wermeling Daniel, Jodi L. Miller. 2003. Modified-Release Drug Delivery Technology :
Intranasal Drug Delivery. New York : Marcel Dekker.
5. Guy Furness. 2005. Nasal Drug Delivery : Rapid onset via a convenient route. England:
OndrugDelivery Ltd.
6. Shargel., leon, Y u., Andew, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Airlangga
University Press, Surabaya
7. Video: youtube

32

Anda mungkin juga menyukai