Anda di halaman 1dari 10

Gangguan pembekuan darah

 Pengertian
Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi
karena adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga darah tetap mengalir.

 Etiologi
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak
menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus untuk mencegah
perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan penjendalan darah memiliki
peran penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini
dapat menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain,
terutama trauma.
Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan.
Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau sindroma
HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet dapat saja terjadi,
tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak
terdiagnosis.
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang berupa
hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang didapat biasanya yang
menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan dengan solusio plasenta, sindroma
HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil,
sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak hamil harus
mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi setelah perdarahan post
partum masif yang mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC.
DIC, yaitu gangguan mekanisme pembekuan darah yang umumnya disebabkan oleh hipo
atau afibrinigenemia atau pembekuan intravascular merata (Disseminated Intravaskular
Coagulation)
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi jaringan, yang
menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada kasus ini terdapat
peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam, serta pemanjangan waktu
trombin (thrombin time).
 Tanda dan gejala

1. Perdarahan berlangsung terus2. Merembes dari tempat tusukan


 (Chapman, 2006)

 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi obstetric yang diketahui berhubungan dengan DIC (Koagulasi
Intravaskuler Diseminata) :
1.      Sepesi oleh kuman gram negative, terutama yang mneyertai dengan abortus septic
2.      Syok berat
3.      Pemberian cairan hipertonik ke dalam uterus
(Schward, 2000)

http://fitritatuarima.blogspot.com/p/gangguan-pembekuan-darah.html
Posts Tagged With: trombositopenia
Mekanisme Perdarahan Abnormal Serta
Diferensiasi Penyakit Terkait Trombositopenia
Posted on 4 September 2009 by Agatha Dinar

BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Hemostasis adalah penghentian perdarahan oleh sifat fisiologis vasokonstriksi dan koagulasi
atau secara bedah (Dorland, 2002). Perdarahan merupakan suatu gejala umum yang dapat
menunjukkan suatu manifestasi klinis penyakit tertentu. Namun, penyebab perdarahan yang
paling sering adalah hilangnya integritas pembuluh darah akibat trauma. Sebagai respon, tubuh
melaksanakan mekanisme hemostasis, yang salah satunya disusun oleh trombosit.

Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 1:


Nn. Cantiskali, gadis 20 tahun, belum menikah, datang ke dokter dengan keluhan menorrhagia
sudah berlangsung selama 2 minggu, yang baru pertama kali terjadi. Sebelumnya pasien tidak
menderita sakit apapun, tidak panas, tidak ada riwayat trauma, dan tidak minum obat.
Hasil pemeriksaan terdapatpurpura pada paha kanan dan kiri. Sehari kemudian keluhan
bertambah yaitu perdarahan saat gosok gigi. Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb 10.0
g/dL, jumlah leukosit dan hitung leukosit normal, sedangkanjumlah trombosit 40.000/µL.
Dokter memberikan obat hemostatik dan memberi pengantar untukpemeriksaan
laboratorium lanjutan.
B.  RUMUSAN MASALAH
1. Apakah penyakit yang diderita oleh pasien?
2. Mengapa pasien mengalami gejala-gejala klinis seperti dalam kasus?
3. Bagaimanakah penatalaksanaan penyakit yang diderita pasien?
C.  TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui penyakit yang diderita oleh pasien.
2. Mengetahui penyebab pasien mengalami gejala-gejala klinis seperti dalam kasus.
3. Mengetahui penatalaksanaan penyakit yang diderita pasien.
D.  MANFAAT PENULISAN
 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep patogenesis dan patofisiologi penyakit
hematologi.
 Mahasiswa mampu menentukan pemeriksaan penunjang diagnosis penyakit
hematologi.
 Mahasiswa mampu menyusun data dari gejala, pemeriksaan fisik, prosedur klinis, dan
pemeriksaan laboratorium untuk mengambil kesimpulan suatu diagnosis penyakit
hematologi.
 Mahasiswa mampu merancang manajemen penyakit hematologi secara komprehensif.
F.   HIPOTESIS
Pasien dalam kasus menderita trombositopenia, karena jumlah trombosit berada jauh di bawah
batas normal. Namun, jenis spesifik trombositopenia yang terjadi berdasarkan etiologi dasarnya
masih harus ditentukan dengan melaksanakan berbagai pemeriksaan penunjang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. A. Hemostasis
Komponen penting yang terlibat dalam proses hemostasis terdiri atas pembuluh darah,
trombosit, kaskade faktor koagulasi, inhibitor koagulasi, dan fibrinolisis.

Permeabilitas, fragilitas dan vasokonstriksi merupakan sifat yang dimiliki oleh pembuluh darah.
Peningkatan permeabilitas mengakibatkan keluarnya darah berupa petekie, purpura, dan
ekimosis yang besar. Peningkatan fragilitas menyebabkan ruptur yang berefek sama seperti
peningkatan permeabilitas, namun disertai dengan perdarahan hebat pada jaringan yang lebih
dalam (Suharti, 2006).

Bila pembuluh darah mengalami cedera atau ruptur, hemostasis terjadi melalui beberapa cara:
1) konstriksi pembuluh darah; 2) pembentukan sumbat platelet (trombosit); 3) pembentukan
bekuan darah sebagai hasil dari pembekuan darah; dan 4) akhirnya terjadi pertumbuhan
jaringan fibrosa ke dalam bekuan darah untuk menutup lubang pada pembuluh secara
permanen (Guyton and Hall, 2007).

Empat langkah utama koagulasi darah untuk menghasilkan fibrin adalah:

1. Langkah pertama: proses awal yang melibatkan jalur intrinsik dan ekstrinsik yang
menghasilkan tenase kompleks yang mengaktivasi faktor X.
2. Langkah kedua: pembentukan prothrombin activator (kompleks protrombinase) yang
akan memecah protrombin menjadi trombin.
3. Langkah ketiga: prothrombin activator merubah protrombin menjadi trombin.
4. Langkah keempat: trombin memecah fibrinogen menjadi fibrin serta mengaktifkan F.XIII
sehingga timbul fibrin yang stabil
(Bakta, 2006).
Kaskade koagulasi pada proses pembentukan bekuan darah secara ringkas digambarkan
dalam diagram berikut:

1 à Kompleks Tenase (Aktivator Faktor X) à F. VIIa, Ixa, Ca2+, PL


2 à Kompleks Protrombinase (Aktivator Protrombin) à F. Va, Xa, Ca2+, PL, PF3
(Sherwood, 2001).

Faktor-faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang terdapat dalam
plasma darah yang berfungsi dalam proses koagulasi.

(Bakta, 2006)

1. B. Perdarahan
Perdarahan hebat dapat terjadi akibat defisiensi salah satu dari faktor-faktor pembekuan. Tiga
jenis utama perdarahan adalah: 1) perdarahan akibat defisiensi vitamin K, 2) hemofilia, dan 3)
trombositopenia.

Defisiensi vitamin K dapat menyebabkan kekurangan protrombin, faktor VII, faktor IX, dan faktor
X. Hemofilia adalah penyakit perdarahan yang diturunkan. Hemofilia A disebabkan oleh
kekurangan faktor VIII, hemofilia B disebabkan oleh kekurangan faktor IX, dan hemofilia C
disebabkan oleh kekurangan faktor XI (Guyton and Hall, 2007).

1. C. Trombosit dan Trombositopenia


Trombosit diproduksi di sumsum tulang dengan cara fragmentasi sitoplasma megakariosit.
Produksi trombosit diatur oleh hormon trombopoetin yang diproduksi oleh hepar dan ginjal
(Suharti, 2007).

Trombosit memegang peranan penting dalam proses awal faal koagulasi yang akan berakhir
dengan pembentukan sumbat trombosit (platelet plug). Trombosit akan mengalami peristiwa
adhesi, aktivasi, dan agregasi.
Nilai normal hitung trombosit adalah 150.000-450.000/mm3. Trombositopenia didefinisikan
sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini terjadi
akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit. Umumnya tidak ada
manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3 (Baldy, 2006).
Penyebab terjadinya trombositopenia pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4, yaitu:

1. Gangguan produksi
 Depresi selektif megakariosit karena obat, bahan kimia atau infeksi virus.
 Sebagai bagian dari “bone marrow failure” umum:
a)      Anemi aplastik
b)      Leukemia akut

c)      Sindrom mielodisplastik

d)     Mielosklerosis

e)      Infiltrasi sumsum tulang: limfoma, carcinoma

f)       Mieloma multipel

g)      Anemia megaloblastik

1. Peningkatan destruksi trombosit


 Autoimmune thrombocytopenic purpura atau idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP)
 Immune thrombocytopenic purpura sekunder, misalnya pada: SLE, CLL, limfoma
 Alloimmune thrombocytopenic purpura: misalnya neonatal thrombocytopenia
 Drug induced immune thrombocytopenia: quinine dan sulfonamid
 Disseminated intravascular coagulation (DIC)
1. Distribusi tidak normal
Sindrom hipersplenism: dimana terjadi pooling trombosit dalam lien.
1. Akibat pengenceran (dilutional loss)
Akibat transfusi masif.

(Bakta, 2006)

1. D. Pemeriksaan Fungsi Hemostasis


Kelainan hemostasis dengan perdarahan abnormal dapat merupakan kelainan pembuluh darah,
trombositopenia atau gangguan fungsi trombosit, dan kelainan koagulasi. Sejumlah
pemeriksaan sederhana dapat dikerjakan untuk menilai fungsi trombosit, pembuluh darah, serta
komponen koagulasi dalam hemostasis.

Pemeriksaan penyaring ini meliputi pemeriksaan darah lengkap (Complete Blood Count/CBC),
evaluasi darah apus, waktu perdarahan (Bleeding Time/ BT), waktu protrombin (Prothrombin
Time/PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), dan agregasi trombosit.
CBC dan evaluasi darah apus. Pasien dengan kelainan perdarahan pertama kali harus
menjalani pemeriksaan CBC dan pemeriksaan apusan darah perifer. Selain memastikan
adanya trombositopenia, dari darah apus dapat menunjukkan kemungkinan penyebab yang
jelas seperti misalnya leukemia.
Pemeriksaan penyaring sistem koagulasi. Meliputi penilaian jalur intrinsik dan ekstrinsik dari
sistem koagulasi dan perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin. PT (Prothrombin Time)
mengukur faktor VII, X, V, protrombin, dan fibrinogen. aPTT (activated Partial Prothrombin
Time) mengukur faktor VIII, IX, XI, dan XII. TT (Thrombin Time) cukup sensitif untuk menilai
defisiensi fibrinogen atau hambatan terhadap trombin.
Pemeriksaan faktor koagulasi khusus. Pemeriksaan fibrinogen, faktor vW, dan faktor VIII.
Waktu perdarahan (Bleeding Time/BT). Memeriksa fungsi trombosit abrnormal misalnya pada
defisiensi faktor Von Willebrand (VWf). Pada trombositopenia, waktu perdarahan juga akan
memanjang, namun pada perdarahan abnormal akibat kelainan pembuluh darah, waktu
perdarahan biasanya normal.
Pemeriksaan fungsi trombosit. Tes agregasi trombosit mengukur penurunan penyerapan sinar
pada plasma kaya trombosit sebagai agregat trombosit.
Pemeriksaan fibrinolisis. Peningkatan aktivator plasminogen dalam sirkulasi dapat dideteksi
dengan memendeknya euglobulin clot lysis time. (Suharti, 2007).
1. E. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)
ITP adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi
ternyata diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun, karena itu
disebut jugaautoimmune thrombocytopenic purpura.
Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi, terutama
IgG. Antibodi terutama ditujukan untuk reseptor GP IIb/IIIa pada trombosit. Trombosit yang
diselimuti antibodi kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES terutama lien, akibatnya
terjadi trombositopenia.

Gambaran klinik ITP, yaitu 1) onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa
peteki, ekimosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis atau perdarahan gusi; 2) perdarahan
SSP jarang, tetapi fatal; dan 3) splenomegali, terjadi pada 10% kasus.
Pada ITP kelainan laboratorium yang terjadi: 1) darah tepi: trombosit paling sering antara
10.000-50.000/mm3; 2) sumsum tulang: megakariosit meningkat, multinuklear, disertai lobulasi;
dan 3) imunologi: adanya antiplatelet IgG pada permukaan trombosit atau dalam serum. Yang
lebih spesifik adalah antibodi terhadap gp IIb/IIIa atau gp Ib.
Diagnosis ITP ditegakkan bila dijumpai: 1) gambaran klinik berupa perdarahan kulit atau
mukosa; 2) trombositopenia; 3) sumsum tulang: megakariosit normal atau meningkat; 4)
antibodi antiplatelet (IgG) positif, tetapi tidak harus demikian; dan 5) tidak ada penyebab
trombositopenia sekunder (Bakta, 2006).

1. F. Penatalaksanaan ITP
1. Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan
trombosit.
a)      Terapi kortikosteroid à menekan aktivitas makrofag, mengurangi pengikatan IgG oleh
trombosit, dan untuk menekan sintesis antibodi.
b)      Jika dalam 3 bulan tidak memberi respon pada kortikosteroid (trombosit <30×109/l) atau
perlu dosis pemeliharaan yang tinggi maka diperlukan splenektomi, atau obat-obatan
immunosupresif lain seperivincristine, cyclophospamide, atau azathiprim.
1. Terapi suportif , terapi untuk mengurangi pengaruh trombositopenia.
a)      Pemberian androgen (danazol).

b)      Pemberian high dose immunoglobulin untuk menekan fungsi makrofag.


BAB III
PEMBAHASAN
Apakah penyakit yang diderita oleh pasien?
Dari berbagai manifestasi klinis yang ada, trombositopenia yang dialami pasien dalam kasus
mengarah pada trombositopenia akibat peningkatan destruksi trombosit. Pada DIC, sebelum
terjadi trombositopenia terlebih dahulu terjadi perdarahan. Karena itu trombosit berkurang
akibat pemakaiannya yang meningkat. Sedangkan pada ITP sekunder, terjadi berbagai gejala
klinis utama yang merujuk pada penyakit terkait, misalnya CLL atau SLE. Pada IT imun
destruksi trombosit meningkat karena penggunaan obat-obat tertentu, misalnya quinine dan
sulfonamide. Sedangkan pada alloimmune TP, destruksi trombosit disebabkan oleh perlawanan
imunitas dari luar tubuh, seperti pada neonatal thrombocytopenia. Jadi, karena pasien tidak
mempunyai kemungkinan penyebab DIC, ITP sekunder, IT imun akibat obat-obatan,
atau alloimmune TP, maka simpulan dari penyakit yang diderita pasien adalah Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura (ITP).
Mengapa pasien mengalami gejala-gejala klinis seperti terdapat dalam kasus?
Menorrhagia. Normalnya, dalam waktu 4-7 hari pengeluaran darah menstruasi akan berhenti,
karena endometrium sudah mengalami epitelisasi kembali. Perdarahan haid yang abnormal
selama 2 minggu pada kasus terjadi karena endometrium yang meluruh pada saat menstruasi
tidak dapat menjalankan mekanisme hemostasis yang normal pada kapiler-kapilernya, akibat
penurunan kuantitas trombosit.
Purpura. Purpura yang timbul terjadi akibat pecahnya dinding-dinding kapiler yang dalam
keadaan normal dapat cepat diatasi dengan sistem hemostasis primer, yaitu trombosit. Tetapi
dalam keadaan trombositopenia, pecahnya kapiler tidak dapat diatasi oleh trombosit dengan
cepat, jadi timbul perdarahan kapiler di bawah kulit yang disebut purpura.
Perdarahan saat gosok gigi. Pada keadaan normal, gesekan bulu sikat gigi tidak membuat
perdarahan gingiva. Namun pada keadaan trombositopenia, trauma kapiler-kapiler gingiva
akibat gesekan dari bulu sikat gigi menyebabkan perdarahan pada saat gosok gigi.
Hb 10.0 g/dL. Nilai hemoglobin (Hb) yang normal untuk pasien dalam kasus adalah 12-16 g/dL.
Namun pada pasien, keadaan yang mungkin mempengaruhi adalah terjadinya perdarahan
abnormal yang menyebabkan kehilangan eritrosit dan Hb dalam jumlah cukup besar bila
dibandingkan dengan menstruasi dalam keadaan normal.
Trombosit 40.000/µL. Nilai normal trombosit adalah 150.000-450.000/mm3. Dikatakan
trombositopenia apabila trombosit <100.000/mm3, dan  memunculkan berbagai manifestasi
klinis khas trombositopenia. Apabila trombosit telah mencapai <50.000/mm3, timbul tanda yang
lebih spesifik, seperti purpura.
Menorrhagia pada pasien yang terjadi jelas bukan akibat dari hipersekresi ovarium akibat
tumor, yang salah satu manifestasi klinisnya adalah perdarahan, karena hal ini biasanya terjadi
pada wanita yang telah menopause, sedangkan pasien masih berusia 20 tahun, sehingga
masih berada dalam usia subur.
Karena tidak menderita sakit apapun, maka perdarahan yang terjadi pada pasien bukan
merupakan manifestasi klinis penyakit lain, seperti pada Diabetes Mellitus atau pada sirosis
hati, sehingga pasien tidak mengalami gangguan pada hati. Pasien tidak panas, merupakan
petunjuk dari salah satu diagnosis banding, yaitu seperti pada kasus demam berdarah, yang
mempunyai kesamaan manifestasi klinis, yaitu penurunan jumlah trombosit, namun pada
demam berdarah disertai infeksi sehingga timbul demam (panas). Pasien tidak trauma,
memperhitungkan kemungkinan sebab perdarahan yang terjadi karena trauma dari luar. Karena
tidak ada trauma, maka penyebab perdarahan pasien adalah sistemik dari dalam tubuh.
Pasientidak minum obat, hal ini menunjukkan bahwa penyebab terjadinya perdarahan
abnormal pada pasien bukan merupakan efek samping dari obat-obatan. Obat-obatan tertentu
seperti aspirin yang digunakan sebagai analgesik untuk sakit kepala misalnya, ternyata
merupakan salah satu obat antitrombotik yang menghambat agregasi trombosit. Hitung leukosit
pasien masih dalam batas yang normal, hal ini dapat menjadi petunjuk untuk diagnosis banding,
karena pada leukemia misalnya, juga terjadi trombositopenia, namun etiologinya berbeda.
Bagaimanakah penatalaksanaan pasien dalam kasus?
Obat hemostatik. Adalah zat atau obat yang digunakan untuk menghentikan perdarahan,
digunakan untuk mengatasi perdarahan yang meliputi daerah yang luas, yang terdiri dari
hemostatik lokal dan sistemik (Dorland, 2002).
Pemeriksaan laboratorium lanjutan. Untuk memastikan diagnosis ITP, maka perlu
pemeriksaan apusan darah tepi, pemeriksaan sumsum tulang, dan pemeriksaan imunologi.
Sebaiknya pasien diberi terapi kortikosteroid untuk mengurangi proses imun sehingga
mengurangi perusakan trombosit. Apabila kortikosteroid tidak menghasilkan respon, maka
dilakukan splenektomi atau pemberian obat-obat immunosupresif lain. Selain itu, juga dapat
dilakukan terapi suportif untuk mengurangi pengaruh trombositopenia, seperti pemberian
androgen, pemberian high dose immunoglobulin, dan transfusi konsentrat trombosit.
BAB IV
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Pasien dalam kasus mengalami trombositopenia yang belum dapat dipastikan seratus persen
penyebabnya, tetapi dari riwayat, manifestasi klinis, dan hasil pemeriksaan sementara yang
ada, kasus diatas merujuk padaIdiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP).
B.  SARAN
1. Sebaiknya pasien menjalani rangkaian pemeriksaan laboratorium lanjutan untuk
memastikan diagnosis ITP, seperti pemeriksaan apus darah tepi, pemeriksaan sumsum
tulang, dan pemeriksaan imunologis.
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Baldy, Catherine M. Gangguan Koagulasi dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M.
2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC.
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC.

Suharti, C. Dasar-dasar Hemostasis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus.
Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Anda mungkin juga menyukai