Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

Kogulasi Intravaskuler Diseminata

Disusun Oleh:

Roro Nurfathma Suta Andhini (0118078)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO

2021

1
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Hemostasis merupakan suatu mekanisme lokal tubuh yang secara spontan
berfungsi untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan ketika terjadi trauma
atau luka. Sistem hemostasis pada dasarnya terbentuk dari tiga kompartemen
hemostasis yang sangat penting dan sangat berkaitan yaitu trombosit, protein darah
dan jaring-jaring fibrin pembuluh darah (Rahajuningsih,2007)
Disseminated intravascular coagulation (DIC) atau disebut juga Koagulasi
Intravaskular Diseminata (KID) adalah sindrom kompleks dan merupakan gangguan
serius yang terjadi pada mekanisme pembekuan darah pada tubuh dimana
homeostasis normal dan sistem fisiologik yng mempertahankan darah agar tetap cair
berubah menjadi sistem yang patologik sehingga terjadi trombifibrin yang
menyumbat mikrovaskular dari tubuh. Sistem fibrinolitik yang teraktivasi ini
mengakibatkan terjadinya perdarahan yang difus
DIC ini dikategorikan ke dalam perdarahan, kegagalan organ, perdarahan
masif, dan gejala non simptomatik tergantung dari jumlah vektor untuk
hiperkoagulasi dan hyperfibrinolysis. DIC ini dapat terjadi hampir pada semua
orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya
sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan
akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.(Susanne, G. 2002). DIC
dapat bersifat akut maupun kronik. Banyak penyakit dengan beraneka ragam
penyebab dapat menyebabkan DIC namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir
dengan DIC akan memiliki prognosis yang lebih buruk
DIC terjadi pada pasien dengan kondisi buruk yang bermanifestasi sebagai
perdarahan yang terjadi pada kulit (purpura) dan jaringan lainnya. 30-50% pasien
dengan sepsis akan menderita DIC (Yamamuto, 2014). Begitupula pernyataan dari
Levi, (2016) yang menyatakan bahwa diperkirakan sebanyak 1% pasien yang
dirawat di rumah sakit akan mengalami DIC. Hal tersebut timbul sebagai
komplikasi dari berbagai penyakit serius yang bahkan mengancam nyawa. DIC ini
merupakan kelanjutan dari peristiwa yang terjadi pada jalur koagulasi. Pada
permulaannya terdapat aktivasi yang tidak terkontrol dari faktor pembekuan pada pembuluh
darah, yang menyebabkan pembekuan darah pada seluruh tubuh.
Penurunan jumlah trombosit tubuh dan faktor koagulasi meningkatkan terjadinya
resiko perdarahan. DIC bukan merupakan suatu diagnosa yang spesifik, tapi
biasanya merupakan indikasi adanya penyakit yang mendasari. (Ngan, 2005).

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan

2
BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Konsep Kogulasi Intravaskuler Diseminata

A. Definisi
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana
bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang
diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. (medicastore.com)
a. Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai
dengan adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh
karena terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif
sebagai fibrinolitik yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy Cau’s)
b. Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan
sebagai kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi
yang berlebihan pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai
respon terhadap jejas/injury (Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele)
c. Kesimpulan : Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu
keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah,
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya
faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.

B. Klasifikasi
Klasifikasi DIC tergantung dari gejala awal yang mendasarinya. DIC dibagi
menjadi 2 yaitu:
DIC Kronik
DIC kronik terjadi akibat penurunan laju konsumsi faktor-faktor
koagulasi yang bisa diseimbangkan dengan meningkatka n sintesis
protein. Dengan demikian, platelet sedikit berkurang, fibrinogen plasma
normal atau sedikit meningkat, dan PT dan APTT bisa dalam batas
normal. Pada pasien-pasien tertentu, diagnosis DIC secara garis besar
didapatkan berdasarkan hasil dari microangiopathy, apusan darah tepi
dan peningkatan kadar FDP dan terutama D-Dimer

DIC Akut
DIC Akut merupakan dekompensasi DIC dan meningkat ketika
darah terpapar oleh sejumlah faktor jaringan dalam waktu yang singkat,
dengan membentuk thrombin yang banyak memicu koagulasi. sehingga
waktu pemulihan yang dibutuhkan dalam melakukan mekanisme control dan
mekanisme kompensasi tidak cukup. Konsekuensi klinis yang
ditemukan adalah perdarahan diathesis sistemik dikarenakan endapan
fibrin dalam intravaskuler, injuri jaringan ,iskemik, dan microangiopatik
hemolytic anemia.
DIC akut adalah kelainan perdarahan yang memiliki karakteristik
timbulnya memar, atau lebam(ekimosis), perdarahan dari mukosa seperti
3
pada mukosa bibir atau genital, dan terjadi penurunan jumlah trombosit
dan factor pembekuan didalam darah

C. Etiologi
Penyebab terjadinya DIC antara lain:
Infeksi
 Bakteri gram negative (pseudomonas, meningococcus, salmonella,
haemophilus, enterobacteria)
 Bakteri gram positif (Pneumonococcus, staphylococcus)
 Virus (Cytomegalovirus, varicella, hepatitis, HIV)
 Jamur
Pada keadaan septikemia, DIC terjadi akibat endotoksin atau
mantel poli-sakarida bakteri memulai koagulasi dengan cara
mengaktifkan Faktor XII menjadi F XIIa, menginduksi pelepasan
reaksi trombosit, menyebabkan endotel terkelupas yang dilanjutkan aktivasi
XII menjadi XIIa atau X-XIa, dan pelepasan materi
prokoagulan dari granulosit, dan semuanya ini dapat mencetuskan
DIC Terakhir dilaporkan bahwa organisme gram positif dapat
menyebabkan DIC dengan mekanisme seperti endotoksin yaitu
mantel bakteri yang terdiri dari mikropolisakarida menginduksi DIC
Viremia termasuk HIV, varisela, hepatitis, virus sitomegalo, demam
berdarah dengue, dapat disertai DIC.
Mekanisme tidak jelas tetapi mungkin atas dasar antigen
antibodi mengaktifkan F XII, reaksi pelepasan trombosit atau endotel
terkelupas dan terpapar kolagen subendotel dan membran basalis.

Reaksi tranfusi darah kebanyakan akibat type darah incompatibility


Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem
koagulasi sehingga terjadi DIC. Akibat hemolisis, eritrosit melepaskan
ADP atau membran fosfolipid eritrosit yang mengaktifkan sistem
koagulasi baik sendiri maupun secara bersamaan dan menyebabkan DIC

Gangguan Hepar (Sirosis, Jaundice oleh karena obstruksi, injury hepatic)

Hepatitis virus berat dan gagal hati akut ataupun etiologinya


termasuk obat, toksin atau infeksi dapat menyebabkan DIC sukar
dibedakan dengan koagulasi karena gangguan fungsi hati yang berat.
Kolestasis intrahepatik atau ekstrahepatik yang sudah lebih dari 5 hari
bisa disertai DIC.

4
Trauma ( injury kepala, shock elektrik, luka bakar)

Pasien dengan luka bakar yang luas sering disertai dengan DIC
disebabkan mikrohemolisis eritrosit melepaskan ADP dan fosfolipid.
Selain itu nekrosis jaringan yang terbakar melepaskan material
tromboplastin dan kedua faktor tersebut akan memicu DIC. Pada trauma,
nekrosis jaringan merupakan materi tromboplastin atau material
menyerupai fosfolipid masuk ke sirkulasi darah dan mengaktifkan sistem
koagulasi sehingga terjadi DIC.

Neoplasma (Leukemia, Tumor : tumor payudara, paru, ovarium, traktus


biliary)

Pada penderita keganasan, terutama yang sudah menyebar sering


ditemukan DIC dengan atau tanpa gejala klinik, dengan bukti
laboratorium. Pada kasus hematologi selain keganasan, penyakit lain
sering disertai DIC derajat rendah seperti polisitemia vera, sedang pada
paroksimal noktural hemoglobinuria (PNH) ditemukan DIC yang lebih
bermanifestasi sebagai thrombosis

D. Patofisiologi dan Pathway


Patofisiologi
1. Consumptive Coagulopathy
Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem
pembekuan darah secara sistemik. Trombosit yang menurun terus-
menerus, komponen fibrin bebas yang terus berkurang, disertai tanda-
tanda perdarahan merupakan tanda dasar yang mengarah kecurigaan ke
DIC. Karena dipicu penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi
pembekuan darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam pembuluh darah,
sehingga menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai organ yang
mengarah pada kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi
protein dan platelet tersebut, akan terjadi komplikasi perdarahan.
Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan
mengaktivasi sistem fibrinolitik yang menyebabkan terjadi bekuan
intravaskular. Dalam sebagian kasus, terjadinya fibrinolisis (akibat
pemakaian alfa2-antiplasmin) juga justru dapat menyebabkan perdarahan.
Karenanya, pasien dengan DIC dapat terjadi trombosis sekaligus
perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan
untuk dikenali dan ditatalaksana
Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup
kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan
trombin dengan perantara faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat

5
disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya pada sistem antitrombin dan
sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin secara terus-
menerus. Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem
fibrinolitik sehingga menyebabkan gangguan fibrinolisis, akibatnya
endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah. Jadi sistem-sistem yang
tidak berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya kadar inhibitor
fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa
kasus DIC dapat terjadi peningkatan aktivitas fibrinolitik yang
menyebabkan perdarahan. Sepintas nampak membingungkan, namun
karena penatalaksanaan DIC relatif suportif dan relatif mirip dengan
model konvensional, maka tulisan ini akan membahas lebih dalam
tentang patofisiologi DIC

2. Depresi Prokoagulan
DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah
penyebab utamanya. Karena banyak sekali kemungkinan gangguan
produksi faktor pembekuan darah, banyak pula penyakit yang akhirnya
dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start jalur pembekuan darah ialah
tersedianya protrombin (diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh
faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin
sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah.
Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam
setelah terjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme
antigen-antibodi. Faktor koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal ialah
sistem VII(a) yang memulai pembentukan trombin, jalur ini dikenal
dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan darah sangat
dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur ekstrinsik.
Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam
pembentukan trombin. Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari
sel-sel mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian penelitian juga
mengungkapkan bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel
polimorfonuklear.
Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur
aktivasi faktor-faktor pembekuan darah dapat melipat gandakan
pembentukan trombin dan ikut andil dalam membentuk fibrin. Kadar
inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di plasma pasien DIC.
Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi pada
pembentukan trombin, degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi
yang dilepaskan oleh netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang
abnormal. Besarnya kadar antitrombin III pada pasien DIC berhubungan
dengan peningkatan mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang
6
rendah juga diduga berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga
mencapai gagal organ.
Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi
depresi sistem protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur
protein C ini disebabkan down regulation trombomodulin akibat sitokin
proinflamatori dari sel-sel endotelial, misalnya tumor necrosis factor-
alpha (TNF-α) dan interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi
rendahnya zimogen pembentuk protein C akan menyebabkan total protein
C menjadi sangat rendah, sehingga bekuan darah akan terus menumpuk.
Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah menunjukkan bahwa protein
C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas DIC.
Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah
yang memang berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor
pembekuan darah. Senyawa ini dinamakan tissue factor pathway inhibitor
(TFPI). Kerja senyawa ini memblok pembentukan faktor pembekuan
(bukan memblok jalur pembekuan itu sendiri), sehingga kadar senyawa
ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun jarang sekali kita kenal
dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI
rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi
meningkat dari angka normal, ternyata akan menurunkan mortalitas
akibat infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh senyawa ini
pada DIC, namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor
pembekuan darah, TFPI dapat dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC
dan kelainan koagulasi di masa depan

3. Defek Fibrinolisis
Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis
akan berhenti, karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di
pembuluh darah. Namun pada keadaan bakteremia atau endotoksemia,
sel-sel endotel akan menghasilkan Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1
(PAI-1). Pada kasus DIC yang umum, kelainan sistem fibrinolisis alami
(dengan antitrombin III, protein C, dan aktivator plasminogen) tidak
berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan terus menumpuk di
pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya DIC
akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe
adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis,
meskipun trombosis masih ditemukan di mana-mana serta perdarahan
tetap berlangsung. Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi
berlebih pada pembuluh darah, trombosit akan menurun drastis dan
terbentuk kompleks trombus akibat endapan fibrin yang dapat
menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan kematian.
7
Pathway
Etiologi
Fetus mati dalam kandungan Auto imun asidosis
extrakorporeal sirkulasi
Keganasan Abortus
hemolisis
trauma bisa
Faktor ekstrinsik Faktor instrinsik

Aktivasi faktor pembekuan darah

Kelainan fibrinolisis alami (antitrombin III, protein


Kadar inhibitor Consumptive coagulopaty
fibrinolitik PAI
Depresi prokoagulan Defek fibrinolisis
Disfungsi fisiologis
Depresi system fibrinolitik antikoagulan

Fibrin >> Kelainan aktivasi


Faktor VIIA <<,,, Aktivasi koagulan Sel endotel
Bakteremia/endotoksemia
Aktivasi trombin
endotel

Deposisi fibrin Thrombus mikrovaskular


Dispnea,ta kipnea Thrombin +fibrin >> Plasminogen activator tipe 1 (PAI)

Aktivasi fibrinolitik Thrombosis


Gangg. pertukaran gas Koagulasi meningkat
Polanafas tidak efektif
iskemi
Perdarahan
Endapan fibrin
ansietas Multi organ failure Perfusi perifer tidak efektif
Resti perubahan perfusi jaringan
Kompleks trombus
Nyeri Hipovolemia
Nyeri
kehilangan
Resti kerusakan integritas kulit Kurang pengetahuan
Gangguan konsep
diri
Kelemahan

15 | P a g e
Intoleransi aktivitas

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari sindrom ini beragam tergantung pada sistem
organ yang terlibat dalam thrombus/ infark atau episode perdarahan. DIC
kronis bisa menimbulkan sedikit gejala, seperti mudah memar, perdarahan
lama dari tempat tusukan pungsi vena, perdarahan gusi, dan perdarahan
gastrointestinal lambat, atau tidak ada gejala yang tidak dapat diamati.
Manifestasi klinis bergantung pada penyakit dasar, akut atau kronik,
dan proses patologis yang mana lebih utama, apakah akibat thrombosis
mikrovaskular atau diathesis hemoragik. Kedua proses patologis ini
menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu
yang bersamaan.
Pada DIC terdapat keadaan yang bertentangan, yaitu trombosis dan
perdarahan bersama-sama. Perdarahan lebih umum terjadi daripada
trombosis, tetapi trombosis dapat mendominasi bila koagulasi lebih
teraktivasi daripada fibrinolisis. Perdarahan dapat terjadi dimana saja.
Perhatikan terutama bila terjadi perdarahan spontan dan hematoma pada
luka atau pengambilan darah vena. Trombosis umumnya ditandai dengan
iskemia jari-jari tangan dan gangreng, mungkin pula nekrosis korteks renal
dan infark adrenal hemoragik. Secara sekunder dapat mengakibatkan anemia
hemolitik mikroangiopati.
Tanda-tanda yang dapat dilihat pada penderita DIC yang disertai
dengan perdarahan misalnya: petekie, ekimosis, hematuria, melena,
epistaksis, hemoptisis, perdarahan gusi, penurunan kesadaran hingga terjadi
koma yang disebabkan oleh perdarahan otak
Sementara tanda-tanda yang dapat dilihat pada trombosis
mikrovaskular adalah gangguan aliran darah yang mengakibatkan terjadi
iskemia pada organ dan berakibat pada kegagalan fungsi organ tersebut,
seperti: gagal ginjal akut, gagal nafas akut, iskemia fokal, gangren pada
kulit. Mengatasi perdarahan pada DIC sering lebih mudah daripada
mengobati akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan
gangguan aliran darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang
menyebabkan gangguan aliran darah, iskemia dan berakhir dengan
kerusakan organ dan kematian.
F. Komplikasi
 Nekrosis tubular akut
 Gagal ginjal kronis
 Syok/hipoperfusi
 Syok/hipoperfusi
 Koma
 Edema pulmoner
 Konvulsi
 Gagal system organ besar
 Trombosis vena dalam

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1. D- Dimer
Tes darah ini membantu menetukan proses pembekuan darah dengan
mengukur fibrin yang dilepaskan. D-Dimer pada orang yang
mempunyai kelainan biasanya lebih tinggi dibanding dengan keadaan
normal.

2. Prothrombin Time (PTT)


Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa lama waktu yang
diperlukan dalam proses pembekuan darah .Sedikitnya ada belasan
protein darah, atau faktor pembekuan yang diperlukan untuk pembekuan darah
dan menghentikan perdarahan. Protrombin atau faktor II adalah
salah satu dari faktor pembekuan yang dihasilkan oleh hati. PTT yang
memanjang dapat digunakan sebagai tanda dari DIC

3. Fibrinogen
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa banyak fibrinogen
dalam darah. Fibrinogen merupakan protein yang mempunyai peran
dalam proses pembekuan darah. Tingkat fibrinogen yang rendah dapat
menjadi tanda DIC. Hal ini terjadi ketika tubuh menggunakafibrinogen
lebih cepat dari yang di produksi

4. Complete Blood Count (CBC)


CBC merupakan pengambilan sampel darah dan menghitung jumlah sel
darah merah dan sel darah putih. Hasil pemeriksaan CBC tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosa DIC, namun dapat memberikan
informasi seseorang tenaga medis untuk menegakkan diagnose

5. Hapusan darah
Pada tes ini darah dioleskan pada slide dan di warnai dengan pewarna
khusus. Slide ini kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk jumlah
ukuran dan bentuk sel darah merah sel darah putih dan platelet dapat
diidentifikasi. Sel darah sering terlihat rusak dan tidak normal pada
pasien dengan DIC

6. Trombosit
Trombositopenia khas pada DIC, jumlah trombosit bervariasi mulai
yang paling rendah 2000-3000/mm3 hingga >100.000/mm3 . Pada
kebanyakan pasien DIC, trombosit yang diperiksa dalam sediaan apus
darah tepi pada umumnya jumlahnya rata-rata 6000/mm3 . Uji fungsi
trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit biasanya
bergantung padaDIC. Gangguan ini disebabkan FDP menyelubungi
membran trombosit. Jadi tidak ada alasan dan tidak perlu melakukan uji
trombosit pada DIC. Faktor 4 trombosit (PF4) dan beta-tromboglobulin
merupakan petanda terjadinya re-aktivitas dan pelepasan trombosit dan
biasanya meningkat pada DIC. Bila padaDIC kadar PF4 dan beta-
tromboglobulin meningkat dan kemudian menurun sesudah pengobatan,
hal ini menunjukkan pengobatan berhasil. Meningkatnya PF4 dan
betatromboglobulin pada DIC selain merupakan bukti tidak langsung
adanya aktivasi prokoagulan, juga bermanfaat pada pemantauan
pengobatan

H. Penatalaksanaan Dan Terapi


1. Antikoagulan
Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan
proses pembekuan, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh
penyebab lain. Meski pemberian heparin juga banyak yang
diperdebatkan akan menimbulkan perdarahan, namun dalam penelitian
klinik pada pasien dengan DIC, heparin tidak menunjukkan kompleks
perdarahan yang signifikan.
Dosis heparin yang diberikan adalah 300-500 iu/jam dalam infuse
continue Indikasi:
1) Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat
2) Terjadi tanda-tanda thrombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal,
gagal hati, sindroma gagal nafas
Dosis: 100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25iu/kgBB/jam 9750-
1250 iu/jam) continue, dosis selanjutnya disesuaikan untuk mencapai
APTT 1,5-2 kali kontrol.

2. Plasma dan trombosit


Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif.
Trombosit diberikan hanya kepada pasien DIC dengan perdarahan atau
pada prosedur invasive dengan kecenderungan perdarahan. Pemberian
plasma juga patut dipertimbankan, karena didalam plasma hanya berisi faktor-
faktor pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien DIC
terjadi gangguan seluruh faktor pembekuan

3. Penghambat pembekuan (AT III)


Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien DIC, meski biaya
pengobatan ini cukup mahal.Direkomendasikan sebagai terapi substitusi
bila AT III <70%. Dosis: Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500
iu setiap 8 jam dengan infuse continue selama 3-5 hari

4. Obat-obat antifibrinolitik
Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, tetapi
pada pasien dengan DIC pemberian antifibrinolitik tidak dianjukan.
Karena obat ini akan menghambat proses fibrinolisis sehingga fibrin
yang terbentuk akan semakin bertambah, akibatnya DIC yang terjadi
akan semakin berat.

2.2 Konsep ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

 Anamnesa
1. Identitas
Meliputi nama, jenis kelmain, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
pendidikan, pekerjaan, golongan darah, nomor register, dan tanggal masuk rumah
sakit
2. Keluhan Utama
Nyeri, Demam dengan suhu tinggi, Terdapat petekie, Kesadaran yang menurun
sampai koma
3. Riwayat Penyakit sekarang
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam
melengkapi pengkajian.Dari pasien datang yang mengeluhkan yang mengacu pada
manifestasi klinis
4. Riwayat penyakit dahulu
dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah atau sedang menderita penyakit
menahun. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat yang meliputi penghilang rasa
nyeri tersebut.
5. Riwayat Penyakit Keluarga

Adanya riwayat DM dalam anggota keluarga, Penyakit diabetik dikenal sebagai


penyakit yang diturunkan (herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada
setiap keturunan atau timbul sejak kecil (kongenital). Genogram mungkin
diperlukan untuk menguatkan diagnosis

6. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran umum lemah, penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi enurun
b. Kesadaran
pasien biasanya mengalami kesadaran delirium. Dimana pasien mengalami
penuruna kesadaran yang disertai dengan kekacauan motorik
c. Tanda tanda vital
 Tekanan Darah : 90/60 mmHg biasanya hipotensi (sistole turun 20
mmHg atau lebih saat berdiri) = (normal : sistolik = 90-120 dan
diastolic=60-79 mmHg) atau hipotensi ortostatik (penurunan tekanan
darah yang secara tiba – tiba)
 Nadi : takikardia (denyut jantung lebih cepat > 100/menit)
 RR / Pernapasan : takipnea sampai pernapasan kusmaul (pernapasan
cepat dan dangkal, biasanya >60 x/menit)
 Suhu : Suhu biasanya meningkat (infeksi) atau menurun : normal : 36-
37◦ C
 Pengkajian Primer
a. Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas, dyspnea, takipnea, sputum
mengandung darah, hipotensi frekuensi jantung meningkat, nadi
perifer tidak teraba.
b. Breathing
Frekuensi pernapasan meningkat, merasa kekurangan oksigen,
takipnea.
c. Circulation
Perubahan tekan darah postural, hipertensi, sesak napas, nadi yang
menurun hingga tidak ada, disritmia krekels, distensi vena
jugularis, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.
B. Diagnosa Keperawatan

 Hipovolemia berhubungan dengan pengeluaran cairan (perdarahan, muntah)


 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan curah jantung
 Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan iskemia perifer
C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan criteria Intervensi


hasil
1 Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen
berhubungan dengan intervensi Hipovolemia
pengeluaran cairan keperawatan (1.03116) :
(perdarahan, selama 1x24 jam, Observasi
muntah) maka - Periksa tanda dan
status cairan gejala
meningkat hipovolemia (mis :
dengan kriteria hasil: frekuensi
- Status cairan nadi meningkat, nadi
meningkat teraba
- Integritas kulit dan lemah, tekanan darah
jaringan membaik menurun, tekanan
- Keseimbangan nadi
asam basa menyempit, turgor
meningkat kulit
- Keseimbangan menurun, membran
cairan meningkat mukosa
-Keseimbangan kering, volume urin
elektrolit menurun, hematokrit
meningkat meningkat, haus,
- Penyembuhan luka lemah)
meningkat - Monitor intake dan
- Perfusi perifer output
membaik cairan
-Status nutrisi Terapeutik
meningkat - Hitung kebutuhan
-Termoregulasi cairan
membaik Tingkat - Berikan posisi
modified
trendelenburg
- Berikan asupan
cairan oral
Edukasi
- Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
- Anjurkan
menghindari
perubahan posisi
mendadak

Edukasi
- Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
- Anjurkan
menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian cairan
IV isotonis (mis :
NaCl, RL)
2 Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan
efektif berhubungan intervensi Napas
dengan penurunan keperawatan (1.01011) :
curah jantung selama 1x24 jam, Observasi
maka - Monitor pola napas
pola napas membaik (mis :
dengan kriteria hasil: frekuensi,
- Pola napas kedalaman, usaha
membaik napas)
- Berat badan - Monitor bunyi
meningkat napas
- Keseimbangan tambahan (mis :
asam gurgling,
basa membaik mengi, wheezing,
- Konsevasi energi ronkhi
membaik kering)
- Status neurologis - Monitor sputum
membaik (jumlah,
- Tingkat ansietas warna, aroma)
menurun Terapeutik
- Tingkat keletihan - Pertahankan
menurun kepatenan jalan
-Tingkat nyeri napas dengan head
menurun tilt and
chin lift (jaw thrust
jika
curiga trauma
servikal)
- Posisikan semi
fowler atau
fowler
- Berikan minum
hangat
- Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
- Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakheal
- Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan
cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3 Perfusi jaringan Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
tidak intervensi (I.02079)
efektif berhubungan keperawatan Observasi
dengan iskemia selama 1x24 jam, - Periksa sirkulasi
perifer maka perifer(mis. Nadi
pola napas membaik perifer, edema,
dengan kriteria hasil: pengisian kalpiler,
- Perfusi perifer warna, suhu, angkle
membaik brachial index)
- Fungsi sensori - Identifikasi faktor
membaik resiko gangguan
- Mobilitas fisik sirkulasi (mis.
membaik Diabetes, perokok,
- Penyembuhan luka orang tua, hipertensi
membaik dan kadar kolesterol
- Status sirkulasi tinggi)
normal - Monitor panas,
- Tingkat cidera kemerahan, nyeri,
menurun atau bengkak pada
- Tingkat perdarahan ekstremitas
menurun Terapeutik
- Hindari
pemasangan infus
atau pengambilan
darah di area
keterbatasan perfusi
- Hindari
pengukuran tekanan
darah pada
ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan
dan pemasangan
torniquet pada area
yang cidera
- Lakukan
pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan
kaki dan kuku
- Lakukan hidrasi
Edukasi
- Anjurkan berhenti
merokok
- Anjurkan
berolahraga rutin
- Anjurkan
mengecek air mandi
untuk menghindari
kulit terbakar
- Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan
darah, antikoagulan,
dan penurun
kolesterol, jika perlu
- Anjurkan minum
obat pengontrol
tekakan darah secara
teratur
- Anjurkan
menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
- Ajurkan
melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis.
Melembabkan kulit
kering pada
kaki)

D. Implementasi

E. Evaluasi

Merupakan tindakan penelitian akhir dalam setiap tindakan yang dilakukan dengan
melihat respond dan dilakukan pendokumentasian yang jelas

Anda mungkin juga menyukai