Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
DIC adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan
koagulasi simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi
normal sehingga selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebar luas dan
kehabisan faktor pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti
sepsis, trauma multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai
dua proses koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi terakselerasi dan
tidak terkendali.
Disseminated intravascular coagulation atau DIC adalah gangguan serius yang
terjadi pada mekanisme pembekuan darah pada tubuh.Normalnya tubuh membentuk
bekuan darah sebagai reaksi terhadap trauma. Dengan DIC, tubuh membentuk
bekuan darah kecil secara berlebihan, mengurangi jumlah factor pembekuan dan
trombosit dalam tubuh. Bekuan-bekuan darah kecil ini berbahaya, dan dapat
mempengaruhi suplai darah ke organ tubuh, menyebabkan disfungsi dan kerusakan
organ.Perdarahan secara besar-besaran dapat terjadi karena kurangnya factor
pembekuan dan trombosit pada tubuh.DIC dapat mengancam nyawa dan harus
diterapi secara cepat. (Kellicker, 2005; Wikipedia, 2006)
DIC adalah sindrom multifaset, sindrom kompleks dimana homeostatik
normal dan sistem fisiologik yang mempertahankan darah agar tetap cair berubah
menjadi sistem yang patologik sehingga terjadi trombi fibrin yang menyumbat
mikrovaskular dari tubuh.System fibrinolitik yang teraktivasi ini mengakibatkan
terjadinya perdarahan yang difus. DIC bukanlah penyakit, tapi merupakan akibat
dari hal lain yang mendasarinya. (Price, 1995).Peran perawat sangat diperlukan
untuk mencegah terjadinya perburukan lebih lanjut yang dapat menyebabkan
kematian, maka kelompok tertarik untuk membahas tentang “asuhan keperawatan
pada pasien DIC”.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Secara umum perawat dapat mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan
pada pasien DIC
2. Tujuan Khusus
Perawat mampu memahami dan menjelaskan tentang teoritis DIC, meliputi
defenisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, pemeriksaan diagnostik,
penatalaksanaan, pencegahan, management keperawatan. Perawat mampu
melakukan asuhan keperawatan pada pasien DIC, yang meliputi pengkajian,
merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun intervensi, melakukan
implementasi dan evaluasi.

C. Ruang Lingkup Masalah


Dalam makalah ini penulis membahas penyakit DIC secara teoritis, meliputi :
1. Apa pengertian DIC?
2. Bagaimana mekanisme hemostasis normal?
3. Bagaimana etiologi DIC?
4. Bagaimana manifestasi klinis DIC?
5. Bagaimana patofisiologi DIC?
6. Bagaimana komplikasi DIC?
7. Bagaimana pemeriksaan penujang dari DIC?
8. Bagaimana penatalaksanaan DIC?
9. Bagaimana asuhan keperawatan DIC?

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
DIC merupakan suatu keadaan unik yang ditandai oleh pembentukan emboli
multiple diseluruh mikrovaskular. DIC dikarateristikan oleh akselerasi proses
koagulasi dimana thrombosis dan hemoragi terjadi secara simultan (Handayani,
2008:126). DIC merupakan suatu keadaan dimana system koagulasi dan atau
fibrinotik teraktivasi secara sistematik, menyebabkan koagulasi intravaskuler luas
dan melebihi mekanisme antikoagulan alamiah.KID merupakan kejadian antara
yang disebabkan oleh kelainan yang jelas dengan patofisiologi dan manisfestasi
klinis yang berfariasi. (Sukrisman, 2006:767).
Disseminated Intravascular Coagulation memiliki karakteristik dengan
meningkatnya aktivasi dari sistem koagulasi, yang memberikan pengaruh pada
formasi fibrin di dalam intravaskular yang pada akhirnya menyebabkan
penyumbatan dari trombosit pada pembuluh darah kecil maupun sedang. Koagulasi
intravaskular dapat mempengaruhi suplai darah ke organ, dan berhubungan dengan
hemodinamik dan kekacauan metabolik, dan memiliki kontribusi terhadap
kerusakan dari berbagai organ. Pada saat yang sama, penggunaan dan pengurangan
trombosit yang terjadi sesudah itu dan juga koagulasi protein dari koagulasi yang
berlangsung dapat menyebabkan perdarahan yang hebat. Perdarahan dapat
melukiskan gejala pada pasien dengan Disseminated Intravascular Coagulation,
sebuah faktor yang dapat menyulitkan pengambilan keputusan mengenai terapi yang
akan diberikan. (Levi, 1999)
Aktivasi sistemik dari koagulasi menyebabkan perubahan deposisi
intravascular dari fibrin dan penipisan jumlah trombosit dan juga factor koagulasi.
Sebagai hasilnya, terjadi trombosis pada pembuluh darah sedang dan kecil, yang
berpengaruh pada kerusakan organ, dan dapat menyebabkan perdarahan hebat.
(Levi, 1999)
DIC terjadi pada pasien dengan kondisi buruk yang bermanifestasi sebagai
perdarahan yang terjadi pada kulit (purpura) dan jaringan lainnya. Hal tersebut
timbul sebagai komplikasi dari berbagai penyakit serius yang bahkan mengancam

3
nyawa. Merupakan kelajutan dari peristiwa yang terjadi pada jalur koagulasi. Pada
permulaannya terdapat aktivasi yang tidak terkontrol dari faktor pembekuan pada
pembuluh darah, yang menyebabkan pembekuan darah pada seluruh tubuh.
Penurunan jumlah trombosit tubuh dan faktor koagulasi meningkatkan terjadinya
resiko perdarahan. DIC bukan merupakan suatu diagnosa yang spesifik, tapi
biasanya merupakan indikasi adanya penyakit yang mendasari. (Ngan, 2005)
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana
bekuan- bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang
diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. (medicastore.com).
Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai
dengan adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh karena
terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai
fibrinolitik yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy Cau’s)
Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan
sebagai kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang
berlebihan pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap
jejas/injury (Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele)
Kesimpulan : DIC adalah penyakit dimana faktor pembekuan dalam tubuh
berkurang sehingga terbentuk bekuan-bekuan darah yang tersebar di seluruh
pembuluh darah.

B. Fisiologis Hemostasis
Hemostasis adalah upaya tubuh untuk mencegah terjadinya perdarahan dan
mempertahankan keenceran darah di dalam sirkulasi supaya tetap bisa mengalir
dengan baik. Proses hemostasis ada empat mekanisme utama, yaitu:
1. konstriksi pembuluh darah
2. pembentukan sumbatan platelet/ trombosit
3. pembekuan darah
4. pembentukan jaringan fibrosa

4
Konstriksi pembuluh darah terjadi seketika apabila pembuluh darah
mengalami cedera akibat trauma.Prosesnya itu terjadi akibat spasme miogenik lokal
pembuluh darah, faktor autakoid lokal yang berasal dari jaringan yang mengalami
trauma, kemudian akibat refleks saraf terutama saraf-saraf nyeri di sekitar area
trauma.Selain itu konstriksi juga terjadi karena trombosit yang pecah melepaskan
vasokonstriktor bernama tromboksan A2 pada sekitar area trauma tsb, sehingga
pembuluh darahnya berkonstriksi.
Setelah pembuluh darah mulai berkonstriksi, secara bersamaan sebenarnya
trombosit di sekitar area yang cedera tersebut akan segera melekat menutupi lubang
pada pembuluh darah yang robek tsb. Hal ini bisa terjadi karena di membran
trombosit itu terdapat senyawa glikoprotein yang hanya akan melekat pada
pembuluh yang mengalami cedera, sedangkan ia ntar malah mencegah trombosit
untuk melekat di pembuluh darah yang normal. Nah, ketika trombosit ini
bersinggungan dengan epitel pembuluh darah yang cedera tadi, ia kemudian
menjadi lengket pada protein yang disebut faktor von Willebrand yang bocor dari
plasma menuju jaringan yang cedera tadi. Seketika itu morfologinya berubah
drastis.Trombosit yang tadinya berbentuk cakram, tiba-tiba menjadi ireguler dan
bengkak. Tonjolan-tonjolan akan mencuat keluar permukaannya dan akhirnya
protein kontraktil di membrannya akan berkontraksi dengan kuat sehingga lepaslah
granula-granula yang mengandung faktor pembekuan aktif, diantaranya ADP dan
tromboksan A2 tadi. Secara umum, proses ini disebut dengan adhesi trombosit.
Ketika trombosit melepas ADP dan tromboksan A2, zat-zat ini akan
mengaktifkan trombosit lain yang berdekatan. Ia seolah-olah menarik perhatian
trombosit lainnya untuk mendekat. Karena itu, kerumunan trombosit akan seketika
memenuhi area tersebut dan melengket satu sama lain. Semakin lama semakin
banyak hingga terbentuklah sumbat trombosit hingga seluruh lobang luka tertutup
olehnya.Peristiwa ini disebut agregasi trombosit.
Jadi, setelah terbentuk sumbat trombosit, dalam waktu 15 sampai 20 menit
bila perdarahannya hebat, atau 1 sampai 2 menit bila perdarahannya kecil, zat-zat
aktivator dari pembuluh darah yang rusak dan trombosit tadi akan menyebabkan
pembekuan darah setempat. Prosesnya sangat kompleks, berupa kaskade yang
saling mengaktifkan satu sama lain hingga sampai terbentuknya benang fibrin untuk

5
menutup luka. Jika satu saja komponen penghatif itu terganggu, proses
keseluruhannya dapat terganggu. Mekanismenya adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan aktivator protrombin
Pembentukan aktivator protrombin berasal dari dua mekanisme kompleks yang
melibatkan berbagai faktor pembekuan, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur instrinsik.
a. Jalur ekstrinsik
Ketika dinding vaskuler mengalami cedera, ia akan melepaskan berbagai
faktor jaringan atau tromboplastin jaringan atau faktor III teraktivasi. Faktor
ini terdiri dari kompleks fosfolipid dan lipoprotein yang terutama berfungsi
sebagai enzim proteolitik. Nah, faktor jaringan ini nantinya akan
mengaktifkan faktor VII menjadi faktor VII teraktivasi (VIIa). Bersama-
sama, faktor jaringan dan faktor VII teraktivasi serta dengan bantuan ion
Kalsium (Ca2+/ faktor IV) akan merubah faktor X menjadi faktor X
teraktivasi (Xa). Kemudian, faktor Xa itu akan berikatan dengan pada faktor
jaringan tadi (atau dengan fosfolipid tambahan yang dilepas trombosit), dan
mereka bergabung dengan faktor V untuk membentuk aktivator protrombin.
b. Jalur instrinsik
Untuk jalur instrinsik, dimulai ketika darah itu sendiri mengalami
trauma atau darah itu berkontak dengan jaringan yang mengalami trauma.
Hal ini akan menyebabkan faktor XII inaktif berubah menjadi aktif, atau
faktor XII teraktivasi (XIIa). Selain itu, trombosit yang hancur juga akan
melepaskan fosfolipid yang mengandung lipoprotein yang disebut faktor 3
trombosit. Faktor XIIa akan mengaktifkan faktor XI menjadi faktor XI
teraktivasi (XIa) dengan bantuan senyawa bernama kininogen HMW. Faktor
XIa ini dengan bantuan Ca2+ akan mengaktifkan faktor IX menjadi faktor
IX teraktivasi (IXa). Nah, kemudian faktor IXa ini akan bekerja sama
dengan faktor VIII teraktivasi* , faktor 3 trombosit tadi serta dengan Ca2+,
untuk mengubah faktor X menjadi faktor X teraktivasi (Xa). Sama dengan
jalur ekstrinsik, faktor Xa ini akan bergabung dengan fosfolipid dan faktor V
untuk membentuk aktivator protrombin.
Perbedaan antara jalur ekstrinsik dan instrinsik adalah, jalur ekstrinsik
prosesnya lebih cepat, bisa berlangsung dalam 15 detik, sedangkan instrinsik

6
lebih lambat, biasanya perlu waktu 1 sampai 6 menit untuk menghasilkan
pembekuan.
c. Pembentukan Benang-Benang Fibrin
Setelah aktivator protrombin terbentuk, langkah selanjutnya adalah..
Aktivator protrombin ini akan mengaktifkan protrombin. Protrombin akan
aktif menjadi trombin. Prosesnya lagi-lagi membutuhkan peranan ion
kalsium (Ca2+). Nantinya, trombin ini akan menyebabkan polimerisasi dari
molekul-molekul fibrinogen menjadi benang-benang fibrin dalam waktu 10
– 15 detik. Prosesnya, trombin ini akan melepas 4 molekul peptida kecil dari
setiap molekul fibrinogen, sehingga membentuk satu fibrin monomer,
selanjutnya fibrin monomer ini secara otomatis mampu berpolimerisasi
dengan sesamanya membentuk benang fibrin. setelah beberapa detik, akan
muncul banyak benang-benang fibrin yang panjang. Tapi benang-benang ini
ikatannya masih lemah, karena cuma berikatan secara ikatan hidrogen.
Untuk itu, trombin akan mengaktivasi suatu zat yang disebut faktor
stabilisasi fibrin. Faktor inilah yang nantinya akan memperkuat ikatan
benang-benang fibrin tadi menjadi lebih kuat, yakni dengan cara
menimbulkan ikatan kovalen pada benang-benang tersebut.
Jika benang-benang fibrin terbentuk, perdarahan akan berhenti. Tapi,
bagaimana jika ia terus menerus dibentuk? Untungnya Allah swt sudah
membuatkan mekanisme yang sempurna. Pada jaringan dan endotel
pembuluh darah yang teluka, akan dilepaskan suatu aktivator kuat yang
disebut aktivator plasminogen jaringan (t-PA). t-PA ini akan mengaktifkan
plasminogen menjadi plasmin. Plasmin ini adalah zat anti-koagulan dalam
darah. Plasmin bekerja dengan cara mencerna benang-benang fibrin dan
protein koagulan lain seperti fibrinogen, faktor V, faktor VIII, protrombin
dan faktor XII. Dan canggihnya, t-PA ini hanya akan dihasilkan pada hari-
hari berikutnya, jika pembuluh darah yang luka sudah tertutup. Sehingga,
proses pembentukan benang-benang fibrin juga akan terhenti.
Dan setelah terbentuk benang-benang fibrin tersebut secara sempurna,
dan darah juga membentuk bekuan, bekuan itu akan diinvasi oleh fibroblas
yang kemudian membentuk jaringan ikat pada seluruh bekuan tersebut, atau

7
dapat juga bekuan itu dihancurkan. Proses ini didukung oleh faktor
pertumbuhan yang disekresikan oleh trombosit, dan akan berlangsung
berkelanjutan hingga bekuan tersebut akan menjadi jaringan fibrosa dalam
waktu sekitar 1 sampai 2 minggu. Struktur jaringan sekitar trauma akan
bekerja sedemikian rupa untuk memperbaiki kondisinya seperti semula.
d. Faktor-faktor pembekuan plasma
I. Fibrinogen : prekursor fibrin (protein polimer)
II. Protombin : prekursor dari trombin enzim porteolitik dan mungkin
akselerator-akselerator dari konversi protombin lain
III. Tromboplastin : suatu lipoprotein jaringan aktivator dari protombin
IV. Kalsium : diperlukan untuk pengaktifan protombin dan pembentukan
fibrin
V. Plasma ekselerator globulin : suatu faktor plasma yang mempercepat
perubahan protombin menjadi trombin
VI. –
VII. akselerator konversi protombin serum : suatu faktor serum yang
mempercepat perubahan protombin
VIII. globulin antihemolitik (AHG) : suatu faktor plasma yang berkaitan
dengan faktor III trombosit dan faktor christmas (IX) mengaktifkan
protombin
IX. faktor christmas : faktor serum yang berkaitan dengan faktor III
trombosit dan VIIIAHG; mengaktifkan protombin
X. faktor Stuart-Power : suatu faktor plasma dan serum; akselerator
konversi protombin
XI. plasma tromboplastin antecedent (PTA) : suatu faktor plasma yang
diaktifkan oleh faktor Hageman (XII); akselerator pembentukan
trombin
XII. Faktor Hageman : suatu faktor plasma; mengaktifkan PTA (XI)
XIII. Faktor yang menstabilkan fibrin : faktor plasma; menimbulkan bekuan
fibrin yang lebih kuat yang tidak larut dalam urea.

8
a. Faktor Fletcher (prekalikrein) : faktor pengaktivasi kontak
b. Faktor Fitzgerald (kininogen berat molekul tinggi): faktor
pengaktivasi kontak
Faktor-faktor pembekuan, kecuali faktor III (tromboplastin jaringan)
dan faktor IV (ion kalsium), merupakan protein plasma. Faktor-faktor ini
bersirkulasi dalam darah sebagai molekul-molekul yang tidak aktif.
Prekalikrein dan kininogen berat molekul tinggi, bersama-sama dengan
faktor XI dan XII dinamakan faktor-faktor kontak. Pada saat cedera
faktor-faktor kontak akan diaktifkan karena terjadi kontak pada
permukaan jaringan. Setelah mereka terbentuk, mereka juga berperan.

C. Etiologi
Penyebab paling umum adalah sepsis, yang merupakan peradangan besar di
seluruh tubuh karena adanya etiologi menular.Penyebab umum lainnya termasuk
trauma dan kerusakan jaringan, serta keganasan Kandungan juga dapat
menyebabkan DIC.
Infeksi bakteri, terutama septikemia, memegang peranan penting dalam
terjadinya DIC, baik itu infeksi gram positif atau gram negatif. Selain itu infeksi
virus dan parasit juga dapat memicu terjadinya DIC. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan DIC pada pasien dengan infeksi biasanya berkaitan spesifik
dengan komponen membran sel mikroorganisme tersebut. Sebagaimana kita tahu,
bakteri memiliki endotoksin dan eksotoksin yang menyebabkan inflamasi, jika
inflamasinya sudah sangat berat dan sistemik, akan mengaktivasi sitokin-sitokin
proinflamatori.
Trauma berat juga merupakan kondisi klinis lain yang sering menyebabkan
DIC. Pada trauma berat akan terjadi pelepasan materi jaringan dalam jumlah besar
ke aliran pembuluh darah. Pelepasan ini berbarengan dengan hemolisis dan
kerusakan endotel sehingga akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah dalam
jumlah besar kemudian mengakivasi pembekuan darah secara sistemik.

9
Jalur Intrinsik
Jalur Ektrinsik

Faktor XII
Tromboplastin (Faktor III a)

Faktor III

Faktor VIIa
Faktor XI Kininogen Faktor XIa Fospolipi
d dan Faktor VII
lipotrotein

Faktor IX Ca 2+ Faktor IXa


Ca 2+ IV

Ca +
Faktor III
Faktor X

Calcium 2+ dan Faktor IV

Faktor Xa
membantu

Protrombin Fospolipid Thrombin


dan faktor V

Fibrinogren Soluble fibrin Insoluble Fibrin


Ca2+
Faktor stabiliasisi fibrin

10
a. Perdarahan ini terjadi karena hal-hal sebagai berikut :
1) Hipofibrinogenemia
2) Trombositopenia
3) beredarnya anti koagulan dalam sirkulasi darah
4) fibrinolisis berlebihan
b. Penyakit-penyakit yang menjadi presdiposisi DIC adalah sebagai berikut :
1) Infeksi(demam berdarah Dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat,
malaria tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia).
2) Komplikasi kehamilan(solusio plasenta, kematian janin intraunterin, emboli
cairan amnion)
3) Setelah operasi (operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi,
gastrektomi, spleknetomi).
4) Keganasan (karsinoma prostat, karsinoma paru, dan leukemia akut).
(Handayani, 2008:126)

D. Manifestasi Klinis
Gejala yang sering timbulpada klien DIC adalah sebagai berikut :
1) Perdarahan dari tempat-tempat fungsi, luka, dan membrane mukosa pada klien
dengan syok, komplikasi persalinan, sepsis/ kanker.
2) Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum.
3) Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna.
4) Sianosis dan takipnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan
5) Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal.
6) Rembesan pada kulit
7) Petekie
8) Ekimosis
9) Nyeri

11
E. Patofisiologi
Lembar terpisah

12
Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma multipel, luka
bakar, dan neoplasma.
Patofisiologi 1: Consumptive Coagulopathy
Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem
pembekuan darah secara sistemik. Trombosit yang menurun terus-menerus,
komponen fibrin bebas yang terus berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan
merupakan tanda dasar yang mengarah kecurigaan ke DIC. Karena dipicu
penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi pembekuan darah, terbentuk fibrin dan
deposisi dalam pembuluh darah, sehingga menyebabkan trombus mikrovaskular
pada berbagai organ yang mengarah pada kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat
koagulasi protein dan platelet tersebut, akan terjadi komplikasi perdarahan.
Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi
sistem fibrinolitik yang menyebabkan terjadi bekuan intravaskular. Dalam sebagian
kasus, terjadinya fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-antiplasmin) juga justru dapat
menyebabkan perdarahan. Karenanya, pasien dengan DIC dapat terjadi trombosis
sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan
untuk dikenali dan ditatalaksana.
Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup
kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan trombin
dengan perantara faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat disfungsi fisiologis
antikoagulan, misalnya pada sistem antitrombin dan sistem protein C, yang
membuat pembentukan trombin secara terus-menerus. Sebenarnya ada juga jalur
ketiga, yakni terdapat depresi sistem fibrinolitik sehingga menyebabkan gangguan
fibrinolisis, akibatnya endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah. Jadi sistem-
sistem yang tidak berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya kadar
inhibitor fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa kasus DIC
dapat terjadi peningkatan aktivitas fibrinolitik yang menyebabkan perdarahan.
Sepintas nampak membingungkan, namun karena penatalaksanaan DIC relatif
suportif dan relatif mirip dengan model konvensional, maka tulisan ini akan
membahas lebih dalam tentang patofisiologi DIC.
Patofisiologi 2: Depresi Prokoagulan

13
DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah
penyebab utamanya. Karena banyak sekali kemungkinan gangguan produksi faktor
pembekuan darah, banyak pula penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan
kelainan ini. Garis start jalur pembekuan darah ialah tersedianya protrombin
(diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan darah,
sampai garis akhir terbentuknya trombin sebagai tanda telah terjadi pembekuan
darah.
Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah
terjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi.
Faktor koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem VII(a) yang memulai
pembentukan trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi
pembekuan darah sangat dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada
jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam
pembentukan trombin. Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari sel-sel
mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian penelitian juga mengungkapkan
bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel polimorfonuklear.
Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi
faktor-faktor pembekuan darah dapat melipat gandakan pembentukan trombin dan
ikut andil dalam membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III,
terdeteksi menurun di plasma pasien DIC. Penurunan kadar ini disebabkan
kombinasi dari konsumsi pada pembentukan trombin, degradasi oleh enzim elastasi,
sebuah substansi yang dilepaskan oleh netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang
abnormal. Besarnya kadar antitrombin III pada pasien DIC berhubungan dengan
peningkatan mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang rendah juga diduga
berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai gagal organ.
Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi
sistem protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini
disebabkan down regulation trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari sel-
sel endotelial, misalnya tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan interleukin 1b (IL-
1b). Keadaan ini dibarengi rendahnya zimogen pembentuk protein C akan
menyebabkan total protein C menjadi sangat rendah, sehingga bekuan darah akan

14
terus menumpuk. Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah menunjukkan bahwa
protein C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas DIC.
Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang
memang berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah.
Senyawa ini dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini
memblok pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itu
sendiri), sehingga kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun
jarang sekali kita kenal dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan
TFPI rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi
meningkat dari angka normal, ternyata akan menurunkan mortalitas akibat infeksi
dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh senyawa ini pada DIC, namun
sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor pembekuan darah, TFPI dapat
dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di masa depan.
Patofisiologi 3: Defek Fibrinolisis
Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan
berhenti, karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah.
Namun pada keadaan bakteremia atau endotoksemia, sel-sel endotel akan
menghasilkan Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC yang
umum, kelainan sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C, dan
aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan terus
menumpuk di pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya
DIC akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe
adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis, meskipun
trombosis masih ditemukan di mana-mana serta perdarahan tetap berlangsung.
Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh
darah, trombosit akan menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat
endapan fibrin yang dapat menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan
kematian.
F. Komplikasi
Bekuan yang banyak terbentuk akan menyebabkan hambatan aliran darah
disemua organ tubuh. Dapat terjadi kegagalan organ yang luas.Seperti: gagal ginjal
akut,koma,gagal nafas akut,dan iskemia.

15
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Diagnostik laboratorium
Gambaran hasil pemeriksan laboratorium pada KID sangat bervariasi dan dapat
dipengaruhi oleh penyakit yang mendasarinya. Leukositosis sering ditemukan,
granulositopenia juga dapat terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang
belakang untuk mengimbangi kerusakan neutrofil. Trombositopenia.
2. Pemeriksaan hemostatis yang secara rutin dapat dilakukan adalah: masa
protrombin(PT) masa tromboplastin parsial teraktivasi (aPPT), D-dimer
antitrombin-III, fibrinogen dan masa protombin.
3. Pemeriksaan fragmen protombin 1+2, fibrinogen degradation product (FDP).
Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipofibrigenemia, peningkatan produk
hasil degradasi fibrin, trombositopenia, dan waktu protombin yang memanjang.
4. Pemeriksaan Laju Endap Darah
5. laju endap darah bukan dinyatakan tinggi/ rendah tapi cepat atau lambat.
Kasarnya kecepatan darah itu mengendap dalam 1 jam (mm/jam) kalau lebih
cepat mengendap berarti eritrosit atau sel darah merahnya sedikit, atau ukuran
eritrositnya besar dibandingkan orang normal, laju endap darah normalnya 1 -15
mm/jam.

H. Penatalaksanaan Medis
Fokus utama dalam penatalaksanaan medis DIC adalah mengatasi penyakit
primer atau cedera yang mengawali koagulopati.Dengan mengatasi masalah yang
mendasari, DIC dapat dikendalikan sehingga koagulasi normal dapat pulih
kembali.Pengobatan terhadap infeksi, syok, asidosis, dan hipoksia harus dijadikan
prioritas.Terapi penggantian cairan dengan kristaloid sangat penting dilakukan
dalam tahap awal syok. Meskipun terapi penggantian darah dengan darah lengkap,
kriopresipitat, sel darah merah, plasma beku segar, dan trombosit sering kali
diperlukan, tetapi hal ini tetap saja berisiko, karena produk-produk ini dapat
meningkatkan proses pembekuan. Terapi heparin telah dianjurkan karena heparin
mengganggu proses koagulasi dan melawan produk trombin. Namun, terapi ini
masih sangat kontroversial dan dapat meningkatkan perdarahan.Secara keseluruhan,
terapi harus disesuaikan dengan data klinis dan data laboratorium yang ada.

16
A. Pengkajian
Pengkajian data dasar
Data dasar dan data fokus yang dapat ditemukan meliputi perdarahan abnormal pada
semua sistem dan prosedur invasif, antara lain :
1. Sistem pernafasan : Dispnea, Takipnea, sputum mengadung darah
2. Sistem kardiovaskular : Hipotensi meningkat, Hipotensi postural, Frekwensi
jantung meningkat, Nadi perifer tak teraba
3. Kulit dan membran mukosa : Perembesan difusi darah atau plasma, ptekiae,
purpura yang teraba (pada awalnya di dada dan abdomen), bula hemoragi,
hemoragi subkutan, hematoma, luka bakar karena plester, sianosis akral
4. Sistem GI : mual, muntah, uji guaiak positif pada emesis/aspirasi, nasogastrik
dan feses, nyeri hebat pada abdomen, peningkatan lingkar abdomen
5. Sistem Ginjal : hematuria, oliguria
6. Sistem syaraf perifer : perubahan tingkat kesadaran, gelisah, ketidastabilan
vasomotor
7. Sistem muskuloskeletal : nyeri otot, sendi dan punggung.
8. Perdarahan sampai hemoragi : insisi operasi, uterus postpartum, fundus mata
(perubahan visual)
9. Prosedur invasif suntikan, iv, kateter arterial dan selang nasogastrik atau dada.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan defisit volume intravaskuler,
trombosis, dan hemoragic intravaskuler
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan hemoragic, rembesan darah,
kongesti jaringan, dan perlambatan volume darah bersirkulasi.
3. Gangguan pertukran gas berhubungan dengan trombus mikrovaskuler
4. Nyeri berhubungaan dengan trauma jaringan
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit erhubungan dengan keadaan
syock, hemoragic, kongesti jaringan dan penurunan perfusi jaringan
6. Ansietas berhubungan dengan takut meninggal karena adanya perdarahan,
kehilangan beberapa aspek kemandirian karena penyakit kronis yang diderita
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi

17
C. Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan defisit volume intravaskuler,
trombosis, dan hemoragic intravaskuler.
Tujuan : perfusi jaringan dapat dipertahankan atau ditingkatkan secara adekuat
Kriteria hasil:
a. Menunjukan tidak adanya manifestasi syock
b. Pasien sadar dan berorientasi
c. Tidak adanya pendarahan
d. Nilai-nilai lab normal
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 1. Pantau pemeriksaan 1. membantu memastikan diagnosa
laboratorium yang akan muncul
2. Pertahankan tirah baring, 2. agar aliran darah tetap lancar dan
bantu dengan aktivitas tidak terganggu
perawatan
3. Pantau tekanan darah, 3. untuk mengetahui perkembangan
frewensi dan irama jantung, keadaan pasien
kesadaran
4. Kaji kulit terhadap perubahan
warna, suhu kelembaban, 4. untuk mengetahui adanya tanda
capillary refill tanda dehidrasi ringan/ berat

5. Pertahankan oksigen sesuai


5. memaksimalkan transport O2 ke
instruksi
jaringan
6. Kaji kulit terhadap ptekie,
6. adanya pendarahan
ekimosis, atau rembesab
mengidentifikasi gejala dini
darah
7. mempertahankan volume
7. Berikan transfusi darah
sirkulasi untuk memaksimalkan
seperti yg diminta dan sesuai
perpusi jaringan.
dengan penatalaksanaan
medis

18
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan hemoragic, rembesan darah,
kongesti jaringan, dan perlambatan volume darah bersirkulasi.
Tujuan : Menjaga keseimbangan cairan
Kriteria hasil :
a. Volume sirkulasi adekuat
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal
c. Urine output dalam batas aman
d. Membran mukosa lembab
e. Turgor kulit baik atau elastis
f. PT/APTT normal
g. Elektrolit dalam batas normal
h. Intake dan output seimbang
Intervensi
No intervensi Rasional
2 1. Kaji tanda-tanda vital setiap 15 1. perubahan TD dan nadidapat
menit dan kwalitas nadi perifer digunakan untuk perkiraan kasar
Setiap 1 jam kehilangan darah
2. Kaji dan pantau jantung terhadap 2. perubahan dapat menunjukan efek
frekuensi dan irama jantung hipovolemi (pendarahan/dehidrasi)
3. Evaluasi pengeluaran urine setiap 3. Penurunan sirkulasi sekunder
3 jam, jumlah berat jenis. distruksidan pencetusnya pada
tubulus ginjal
4. Pertahankan masukan dan 4. Memberikan pedoman untuk
pengeluaran yang akurat mengganti cairan
5. Berikan cairan IV sesuai 5. Mempertahankan keseimbangan
instruksi cairan elektrolit,pada tidak adanya
masukan melalui oral
6. Berikan produk darah sesuai 6. Memperbaiki jumlah SDM dan
instruksi kapasitas pembawa oksigen,berguna
untuk mencegah/mengobati
pendarahan.

19
7. Evaluasi nilai-nilai laboratorium 7. Bila jumlah trombosit kurang dari
50.000klien cenderungpendarahan
spontan yang mengancam hidup

3. Gangguan pertukran gas berhubungan dengan trombus mikrovaskuler


Tujuan : tidak terjadi gangguan pertukaran gas
Kriteria hasil : kebutuhan oksigen terpenuhi
Intervensi
No Intervensi Rasional
3 1. Posisikan klien agar ventilasi 1. Meningakatkan oksigenasi yang
udara efektif adekuat antara kebutuhan dan
suplai
2. Berikan oksigen dan pantau 2. Meningakatkan oksigenasi yang
respon nya adekuat antara kebutuhan dan
suplai
3. Lakukan pengkajian 3. Memperoleh data yang akurat
pernafasan dengan sering untuk menyeimba Meningakatkan
oksigenasi yang adekuat antara
kebutuhan dan suplai
4. Kurangi kebutuhan oksigen
4. Meningakatkan oksigenasi yang
dengan mengurangi aktivitas
adekuat antara kebutuhan dan
yang berlebihan
suplai
5. Kendalikan stimulus dari
5. Meningakatkan oksigenasi yang
lingkungan
adekuat antara kebutuhan dan
suplai

20
4. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan : nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria hasil :klien tampak rileks dan tenang
Intervensi
No Intervensi Rasional
4 1. Kaji lokasi, kualitas, dan 1. Mengetahui tingkat nyeri klien
intensitas nyeri. Gunakan untuk mengetahuai tindakan
skala tingkat nyeri. selanjutnya
2. Baringkan klien pada posisi 2. Menjaga kenyamanan dan
yang nyaman, berikan mencegah tekanan pada bagian
penyanggah bantal. bagian tubuh tertentu.
3. Bantu memberikan 3. Mencegah bertambah parahnya
perawaztan ketika klien kondisi klien.
mengalami perdarahan hebat
atau rasa tidak nyaman.
4. Pertahankan lingkungan yang 4. Menjaga kenyamanan klien
nyaman.
5. Berikan waktu istirahat yang 5. Meningkatkan istirahat dan

cukup, buat jadwal aktivitas meningkatkan kemampuan

dan pemeriksaan diagnostik, koping.

bila memungkinkan sesuaikan


dengan toleransi klien.
6. Memudhkan relaksaasi, terapi
6. Dorong menggunakan tehnik
farmakologis tambahan, dan
management nyeri, contoh
meningkatkan kemampuan
latihan relaksai atau napas
koping.
dalam, bimbingan ijaminasi,
visualisasi, sentuhan
terapeutik.

21
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan keadaan
syock hemoragic, kongesti jaringan dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan : integritas kulit dapat dipertahankan atau ditingkatkan secara baik
Kriteria hasil: kulit akan tetap utuh, tanpa ada bagian yang mengalami memar
atau lecet.
Intervensi
No Intervensi Rasional
5. 1. Kaji semua permukaan kulit 1. Menentukan gaaris dasar dimana
setiap 4 jam. perubahan pada status dapat
dibandingkan dan melalukan
intervensi yang tepat
2. angkat, periksa, dan gantikan 2. Balutan basah meningkatkan
semua balutan yang menekan resiko kerusakan jaringan atau
setiap 4 sampai 8 jam sesuai infeksi.
instruksi
3. atur posisi pasien setiap 2 3. Meningkatkan sirkulasi dan
jam. mencegah tekanan pada kulit atau
jaringan yang tidak perlu.
4. evaluasi semua keluhan– 4. Mempercepat penanganan klien
keluhan agar tidak sakit berkelanjutan
5. beri obat sesuai instruksi 5. Untuk memberikan rasa nyaman
6. gunakan aliran arterian atau 6. Hindari funksi berlebihan untuk
akses iv pada pembuluh darah keperluan pemeriksaan
besar untuk pengambilan laboratorium.
darah
7. gunakan bantalan restrain 7. Memberikan kenyamanan dalam
empuk jika diperlukan mengurangi tekanan pada luka
8. untuk kenyamanan bantu 8. Menurunkan tekananan pada kulit
semua gerakan untuk turun dari istirahat lama di tempat tidur.
dari tempat tidur
9. lakukan oral higine tiap 4 jam 9. Mengurangi rasa tidak nyaman,
menimgkatkan rasa sehat dan

22
mencegah pembentukan asam
yang di kaitkan dengan partikel
makanan yang tertinggal

6. Ansietas berhubungan dengan takut meninggal karena adanya perdarahan,


kehilangan beberapa aspek kemandirian karena penyakit kronis yang diderita
Tujuan. Tidak terjadi ansietas akibat kehilangan beberapa kemandirian
Kriteria hasil :
a. Klien menunjukkan rileks dan melaporkan penurunan ansietas samapi
tingkat dapat ditangani
b. Klien mengatakan kesadaran ansietas dan cara sehat menerimanya
Intervensi
No Intervensi Rasional
6. 1. Catat petunjuk perilaku, mis 1. Indikator derajat ansietas atau
gelisah, peka rangsang, stres, misalnya: pasien merasa
kurang kontak mata,perilaku tidak dapat terkontrol di rumah,
menarik perhatian. kerja atau masalah. Stres dapat
gangguan fisik juga reaksi lain
2. Dorong menyatakan perasaan, 2. Membuat hubungan teraupetik,
beri umpan balik. membantu klien mengidentifikasi
penyebab stres.
3. Akui bahwa masalah ansietas 3. Validasi bahwa perasaan normal
dan masalah mirip dengan dapat membantu menurunkan
ekspresikan orang lain, stres
tingkatkat perhatian
mendengarkan klien
4. Berikan informasi yang 4. Keterlibatan klien dalam
adekuat dan nyata tentang apa perencanaan keperawatan
yang akan dilakukan, memberikan rasa kontrol dan
misalnya tirah baring, membantu menurunkan ansietas
pembatasan masukan per oral
dan prosedur tindakan yang

23
lain
5. Berikan lingkungan yang 5. Memindahkan klien dari stres
tenang untuk istirahat luar, meningkatkan relaksasi, dan
membantu menurunkan ansietas
6. Dorong klien atau orag 6. Tindakan dukungan dapat
terdekat untuk menyatakan membantu klien untuk
perhatian meringankan energi, untuk
dituangkan pada penyembuhan
7. Bantu klien untuk 7. Perilaku yang berhasil dapat
mengidentifikasi perilaku dikuatkan pada penerimaan
kooping yang dilakukan pada masalah atau stres saat ini,
masa lalu meningkatkan rasa kontrol diri
klien
8. Belajar cara untuk mengatasi
8. Bantu klien belajar masalah dapat membantu dalam
mekanisme kooping paru, mis: menurunkan stres, meningkatkan
teknik mengatasi stres dan kontrol penyakit
keterampilan berorganisasi
9. Kolaborasi: berikan obat 9. Dapat digunakan untuk
sesuai indikasi sedatif, mis: menurunkan ansietas dan
barbiturat, agen anti ansietas memudahkan istirahat
dan diazepam 10. Dibutuhkan bantuan untuk
10. Rujuk pada perawat spesialis, meningkatkan kontrol dan
pelayanan sosial dan ekstraserbasi
penasehat agama

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi


Tujuan : pasien mengerti tentang penyakitnya
Kriteria hasil :
1) Ekspresi wajah klien menunjukan rileks, perasaan gugup dan cemas
berkurang
2) Menunjukan pemahaman tentang rencana teraupetik
24
Intervensi
No Intervensi Rasional
7 1. Gunakan pendekatan yang 1. Penjelasan yang jelas dan
tenang yang dapat sederhana dan mengunakan istilah
menenangkan klien sewaktu –istilah non medis dan umum,
memberi informasi. Beri dapat mengurangi tingakat
dorongan untuk bertanya. kecemasan dan rasa bingung
klien. Rasa ansietas tersebut dapat
mengganggu kegiatan belajar dari
persepsi klien
2. Jelaskan mengenai gambaran 2. Penjelasan tentang apa yang
singkat test, tujuan test, diharapkan membantu
persiapan test, dan perawatan mengurangi ansietas
setelah test.

D. Evaluasi
Penilaian sesuai dengan criteria standart yang telah ditetapkan dengan perencanaan.
DX 1 : Perfusi jaringan adequat yang ditandai dengan tidak adanya manifestasi
syock, pasien sadar dan berorientasi, tidak adanya perdarahan, nilai nilai
laboratorium normal
DX 2 : Volume cairan adequat dan terpenuhi ditandai dengan intake dan output
mendekati seimbang, nadi perifer teraba atau kuat, membran mukosa
lembab, turgor kulit baik atau elastis, tanda tanda vital stabil, produksi urine
adequat, PT/APTT normal, elektrolit dalam batas normal.
DX 3 : Gangguan pertukran gas berhubungan dengan trombus mikrovaskuler,
kebutuhan oksigen terpenuhi
DX 4 : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dapat teratasi
DX 5 : Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
keadaan syock hemoragic, kongesti jaringan dan penurunan perfusi
jaringan, kulit akan tetap utuh, tanpa ada bagian yang mengalami memar
atau lecet.

25
DX 6 :Kurang pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi, ekspresi
wajah klien menunjukan rileks, perasaan gugup dan cemas berkurang,
Menunjukan pemahaman tentang rencana teraupetik
DX 7: Ansietas berhubungan dengan takut meninggal karena adanya perdarahan,
kehilangan beberapa aspek kemandirian karena penyakit kronis yang
diderita, klien menunjukkan rileks dan melaporkan penurunan ansietas
samapi tingkat dapat ditangani, Klien mengatakan kesadaran ansietas
dan cara sehat menerimanya

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
DIC adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan
koagulasi simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi
normal sehingga selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebar luas dan
kehabisan faktor pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti
sepsis, trauma multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai
dua proses koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi terakselerasi dan
tidak terkendali. Diposkan oleh Anto Sugiarto di Selasa, November 23, 2010
DIC adalah sindrom multifaset, sindrom kompleks dimana homeostatik
normal dan sistem fisiologik yang mempertahankan darah agar tetap cair berubah
menjadi sistem yang patologiksehingga terjadi trombi fibrin yang menyumbat
mikrovaskular dari tubuh. System fibrinolitik yang teraktivasi ini mengakibatkan
terjadinya perdarahan yang difus. DIC bukanlah penyakit, tapi merupakan akibat
dari hal lain yang mendasarinya. DIC dapat mempengaruhi suplai darah ke organ
tubuh, menyebabkan disfungsi dan kerusakan organ. Perdarahan secara besar-
besaran dapat terjadi karena kurangnya factor pembekuan dan trombosit pada tubuh.
Aktivasi sistemik dari koagulasi menyebabkan perubahan deposisi
intravascular dari fibrin dan penipisan jumlah trombosit dan juga factor koagulasi.
Sebagai hasilnya, terjadi trombosis pada pembuluh darah sedang dan kecil, yang
berpengaruh pada kerusakan organ, dan dapat menyebabkan perdarahan hebat.
Karena plasenta banyak mengandung tromboplastin jaringan, maka salah satu
penyebab DIC yang paling sering adalah solsio plasenta (pelepasan plasenta yang
prematur). Keadaan ini menyebabkan tertahannya hasil-hasil konsepsi (plasenta,
fetus) yang mengakibatkan nekrosis dan kerusakan jaringan lebih lanjut.
Penyebab DIC dapat dibedakan menjadi penyebab akut atau kronik, penyebab
sistemik atau local. DIC dapat merupakan suatu hasil dari satu atau lebih kondisi
yang terjadi.
Manifestasi klinisnya tergantung dari luas dan lamanya pembentukan trombi
fibrin, organ-organ yang terlibat, dan nekrosis serta perdarahan yang ditimbulkan.

27
Organ-organ yang paling sering terlibat adalah ginjal, otak, hipofise, paru-paru, dan
adrenal, dan mukosa saluran cerna. Semua gejala yang terjadi berkaitan dengan
proses penyakit yang mendasari.
Diagnosis dari DIC akut dapat ditegakkan tanpa harus disertai semua hasil dari
tes laboratorium yang kita ketahui memiliki nilai abnormal yang biasa ditemukan
pada kebanyakan kasus. Hal ini terutama benar apabila kriteria klinis yang
didapatkan sesuai dengan DIC dan juga tes rutin. Tidak ada single test yang dapat
digunakan untuk mendiagnosa DIC.
Landasan dari manajemen DIC adalah terapi penyakit yang mendasarinya.
Terapi terhadap DIC tanpa terapi terhadap penyakit yang mendasari akan mengarah
pada kegagalan.
Prognosis dari DIC sangat dipengaruhi oleh kondisi yang mendasari yang
menyebabkan DIC dan juga dipengaruhi seberapa beratnya DIC yang terjadi.

B. Saran
Adapun saran dari kelompok kami adalah agar penanganan DIC harus sedini
mungkin agar tidak menyebabkan akibat buruk seperti kematian dan tenaga
kesehatan harus memberi penyuluhan tentang penyakit ini.

28

Anda mungkin juga menyukai