Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

DIC

NAMA:RYAN SEPTYANI
NPM:2030702028
LOKAL:B1

UNIVESITAS BORNEO TARAKAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI D3 KEPERAWATAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul “makalah asuhan keperawatan pada
DIC”. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad
SAW sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan lancar tanpa ada halangan suatu
apapun. Dan tidak lupa saya ucapkan banyak terimakasih kepada ibu Maria Imaculata Ose
M.Kep selaku dosen pengampu KMB I yang telah memberikan kami ilmu yang bermanfaat
dalam bidang yang kami tekuni saat ini.
Saya menyadari dalam tugas ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kesalahan yang perlu dikoreksi dan diperbaiki. Oleh karena itu kritik dan saran sangat
diharapkan untuk dikemudian hari.

Tarakan 9, Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL…………...…………………………………………………………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR …..………………………………………………………………………………………………………………….
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG…………………………………………………………………………………………………………………
1.2. RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………………………………………………………
1.3 TUJUAN PENULISAN……………………………………………………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI…………………………………………………………………………………………………………………………………
2.2 ETIOLOGI……………………………………………………………………………………………………………………………….
2.3 INSIDENSI………………………………………………………………………………………………………………………………
2.4 PATOFISIOLOGI……………………………………………………………………………………………………………………..
2.5 MANIFESTASI KLINIK……………………………………………………………………………………………………………..
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG………………………………………………………………………………………………….
2.7 TERAPI…………………………………………………………………………………………………………………………………..
2.8. PENGKAJIAN KEPERAWATAN………………………………………………………………………………………………..
2.9. DIAGNOSA KEPERAWATAN…………………………………………………………………………………………………..
2.10. INTERVENSI…………………………………………………………………………………………………………………………
2.11. PENYIMPANGAN KDM…………………………………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

DIC atau KID adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan koagulasi
simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi normal sehingga selanjutnya
terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebar luas dan kehabisan faktor pembekuan. Sindrom ini
dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC
dapat dijelaskan sebagai dua proses koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi
terakselerasi dan tidak terkendali. Koagulasi intravascular diseminata (KID) merupakan salah satu
kedaruratan medis,karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera. Tetapi tidak
semua KID digolongkan dalam darurat medis,hanya KID fulminan atau akut sedang KID derajat
yang terendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun perlu di waspadai bahwa
KID derajat rendah dapat berubah menjadi KID fulminan,sehingga memerlukan pengobatan segera.

Banyak penyakit yang sudah di kenal dan sering mencetuskn KID. Akibat banyaknya penyakit yang
dapat mencetuskannya gejala klinis KID menjadi sangat bervariasi pula. Hal ini juga mungkin salah
satu penyabab mengapa banyak istilah yang dipakai untuk KID seperti konsumsi koagulopati,
hiperfibrinolisis, defibrinasi dan sindrom trombohemoragik. Istilah yang paling akhir ini lebih
menggambarkan gejala klinis karena dihubungkan dengan patofisiologis. Istilah yang paling umum
diterima sekarang ini adalah KID. Trombohemoragik menggambarkan terjadinya thrombosis
bersamaan dengan perdarahan. Kedua manifestasi klinik ini dapat terjadi bersamaan pada KID.
Tetapi para dokter lebih sering memperhatikan perdarahan daripada akibat thrombosis padahal
morbiditas dan mortalitas lebih banyak dipengaruhi thrombosi. Keberhasilan pengobatan selain
ditentukan keberhasilan mengatasi penyakit dasar yang mencetuskan KID juga ditentukan oleh
akibat KID itu sendiri. Dalam makalah ini akan disajikan penanganan yang obyektif mengenai
diagnosis klinis dan laboratorium,etiologi,patofisiologi,menentukan berat KID,menilai respons
terhadap pengobatan,dan tatalaksana pada umumnya.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa itu definisi DIC?
2. Apa itu etiologi DIC?
3. Apa itu insidensi DIC?
4. Apa saja patofisiologi DIC?
5. Apa manifestasi klinik DIC?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada DIC?
7. Apa dan bagaimana terapi pada DIC?
8. Bagaimana pengkajian keperawatan DIC?
9. Apa saja diagnosa DIC?
10. Apa saja intervensi DIC
11. bagaimana penyimpangan KDM DIC?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk memenuhi tugas mingguan KMB I
2. agar pembaca mengetahui DIC, sehingga dapat berguna di tengah tengah masyarakat saat
menjumpai kasus DIC.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Koagulasi intravaskuler diseminata ( KID ) atau Disseminated Intravaskuler Coagulation
( DIC ) adalah suatu mekanisme antara pada penyakit. DIC merupakan sindrom multifaset, sindrom
kompleks dimana homeostatik normal dan sistem fisiologik yang mempertahankan darah agar
tetap cair berubah menjadi sistem yang patologik sehingga terjadi trombi fibrin yang menyumbat
mikrovaskuler dari tubuh DIC adalah suatu sindrom yang ditandai dengan adanya perdarahan
akibat trombin bersirkulasi dalam darah pada daerah tertentu.dasarnya adalah pembentukan
bekuan darah dalam pembuluh–pembuluh darah kapiler diduga karena masuknya tromboplastin
jaringan kedalam darah.
Akibat pembekuan ini terjadi trombositopenia, pemakaian faktor-faktor pembekuan darah,
fibrinolisis. DIC merupakan salah satu kedaruratan medis, karena mengancam nyawa dan
memerlukan penanganan segera.DIC biasanya dihubungkan dengan adanya penyakit klinis yang
jelas dan dapat muncul sebagai spektrum klinis yang luas. Tidak semua DIC digolongkan dalam
darurat medis, hanya DIC fulminan atau akut, sedang DIC derajat yang terendah atau kompensasi
bukan suatu keadaan darurat. Namun perlu diwaspadai bahwa DIC derajat rendah dapat berubah
menjadi DIC fulminan, sehingga memerlukan pengobatan segera.

2.2 ETIOLOGI
Berbagai penyakit dapat mencetuskan DIC fulminan atau derajat rendah seperti dibawah ini :
DIC dapat terjadi pada penyakit – penyakit :
 Infeksi (demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria tropika, infeksi
oleh beberapa jenis riketsia ).
 Komplikasi kehamilan (solusio plasentae, kematian janin intrauterin,emboli cairan amnion).
 Setelah operasi (operasi paru) by passcardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi, splenektomi).
 Keganasan ( karsinoma prostat, karsinoma paru, leukemia akut )

Untuk lebih jelasnya lihat pada tabel di bawah ini :

Penyakit yang disertai DIC fulminant Penyakit disertai DIC derajat rendah
1. Bidang obstetri : emboli cairan amnion, 1. Penyakit keganasan
abrupsi plasenta, eklamsia, abortus 2. Penyakit kardiovaskuler
3. Penyakit autoimun
4. Penyakit ginjal menahun
5. Peradangan
6. Graft versus Host disease
7. Penyakit hati menahun
2. Bidang hematologi : reaksi transfusi darah,
hemolisis berat, transfusi masif, leukemia M3
dan M4
3. Infeksi
a. Septikemia, gram negatif ( endoktosin ),gram
positif (mikro-polisakarida)
b. Viremia : HIV, hepatitis, varisela, virus
sitomegalo, demam dengue
c. Parasit : malaria
d. Trauma
e. Penyakit hati akut : gagal hati akut, ikterus
obstruktif
f. Luka bakar
g. Alat prostesis : shunt Leveen atan shunt
Denver, alat bantu balon aorta
h. Kelainan vaskuler

Emboli cairan amnion yang disertai DIC sering mengancam nyawa dan dapat menyebabkan
kematian. Gejala DIC karena emboli cairan amnion yaitu gagal napas akut dan renjatan. Biasanya
pada permulaan hanya DIC derajat rendah dan kemudian dapat berkembang cepat menjadi
fulminan. Dalam keadaan ini nekrosis jaringan janin dan enzim jaringan nekrosis tersebut akan
masuk dalam sirkulasi ibu dan mengaktifkan sistem koagulasi dan fibrinolisis dan terjadi DIC
fulminan.
Pada kehamilan dengan eklamsia ditemukan DIC derajat rendah dan sering pada organ
khusus seperti ginjal dan mikrosirkulasi palsenta. Abortus yang diinduksi dengan garam hipertonik
juga sering disertai DIC derajat rendah sampai abortus komplet namun kadang dapat menjadi
fulminan. Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem koagulasi sehingga terjadi
DIC. Akibat hemolisis, sel darh merh melepaskan adenosin difosfat (ADP) atau membran fosfolipid
SDM yang mengaktifkan sistem koagulasi baik sendiri maupun secara bersamaan dan meyebabkan
DIC. Pada septikimia DIC terjadi akibat endoktosin atau mantel polisakarida bakteri memulai
koagulasi dengn cara mengaktifkan faktor F XII menjadi F XIIa dan pelepasan materi prokoagulan
dari granulasit dan semuanya ini dapat mencetusakan DIC.

Perdarahan terjadi karena :

 Hipofibrinogenemia
 Trombositopenia
 Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah (hasil perombakan fibrinogen)
 Fibrinolisis berlebihan
Tanda dan gejala kehilangan darah

Kehilangan volume Tanda Klinis


Ml % VDT
500 10 Takada : kadang-kadang sinkope
vasovagal pada pendonor darah

1000 20 Pada saat istirahat mungkin takada bukti klinis


kehilangan darah; terlihat sedikit turun pada
TD postural; takikardi pada saat latihan

1500 30 TD dan N saat istirahat telentang


mungkin normal; vena leher datar bila
telentang; hipotensi postural; takikardi saat
latihan

2000 40 Tekanan vena sentral, curah jantung dan


tekanan darah arteri di bawah normal bahkan
bila telentang dan istirahat; sesak
napas, nadi cepat halus, kulit lembab dingin

2500 50 Asidosis laktat, syok berat, kematian

2.3 INSIDENSI
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu sindrom yang ditandai dengan
terjadinya aktivasi jalur koagulasi sistemik yang menyebabkan peningkatan aktivitas platelet,
faktor koagulasi, serta deposisi fibrin intravaskular. Keadaan ini akan menghasilkan trombus
mikrovaskular yang dapat berakhir pada iskemik jaringan dan kegagalan multiorgan. Selain itu, DIC
juga dapat menimbulkan manifestasi perdarahan yang serius karena penurunan jumlah platelet
dan faktor koagulasi akibat konsumsi berlebihan secara sistemik.
DIC dapat terjadi sebagai proses yang akut dan mengancam nyawa, maupun proses yang kronis dan
subklinis. Hal ini bergantung pada derajat, waktu, serta penyebab yang mendasari.
DIC akut terjadi ketika darah terpapar oleh tissue factor dengan jumlah yang besar dan
dalam waktu yang singkat, sehingga mekanisme kompensasi hemostasis tidak mampu mengatasi
status hiperkoagulasi yang sedang terjadi. Penyebab DIC akut misalnya sepsis dan trauma mayor.
DIC kronis terjadi akibat paparan tissue factor yang lebih kecil namun dalam jangka waktu yang
lama sehingga tubuh masih dapat mengkompensasi sebagian dengan meningkatkan faktor
koagulasi, platelet, antithrombin, dan antiplasmin. Penyebab DIC kronik misalnya penyakit
Raynaud dan keganasan, seperti leukemia.
2.4 PATOFISIOLOGI
Perjalanan terjadinya sepsis merupakan mekanisme yang kompleks, antara
mikrooraganisme penginfeksi, dan imunitas tubuh manusia sebagai pejamu. Saat ini
sepsis tidak hanya dipandang sebagai respon inflamasi yang kacau tetapi juga
meliputi ketidakseimbangan proses koagulasi dan fibrinolisis. Hal ini merupakan
mekanisme-mekanisme penting dari patofisiologi sepsis yang dikenal dengan kaskade
sepsis.
Mikroorganisme penyebab sepsis terutama bakteri gram negatif dapat melepaskan
endotoksinnya ke dalam plasma yang kemudian akan berikatan dengan Lipopolysaccaride binding
protein (LBP). Kompleks yang terbentuk dari ikatan tersebut akan menempel pada reseptor CD14
yang terdapat di permukaan monosit, makrofag, dan neutrofil, sehingga sel-sel tadi menjadi
teraktivasi. Makrofag, monosit, atau neutrofil yang teraktivasi inilah yang melepaskan mediator
inflamasi atau sitokin proinflamatory seperti TNF α dan IL-1β, IL-2, IL-6, interferon gamma, platelet

activating factor (PAF), dimana dalam klinis akan ditandai dengan timbulnya gejala- gejala SIRS.
Sitokin proinflamasi ini akan mempengaruhi beberapa organ dan sel seperti di hipotalamus
yang kemudian menimbulkan demam, takikardi, dan takipneu. Terjadinya hipotensi dikarenakan
mediator inflamasi juga mempengaruhi dinding pembuluh darah dengan menginduksi proses
sintesis Nitrit oxide (NO). Akibat NO yang berlebih ini terjadi vasodilatasi dan kebocoran plasma
kapiler, sel-sel yang terkait hipoksia yang bila berlangsung lama dapat terjadi disfungsi organ,
biasanya hal ini sering terjadi bila syok septik yang ditangani dengan baik. Selain respon inflamasi
yang sistemik, sepsis juga menimbulkan kekacauan dari sistem koagulasi dan fibrinolisis. Paparan
sitokin proinflamasi (TNF-α, IL-1β, IL-6) juga menyebabkan keruskan endotel, akibatnya neutrofil
dapat migrasi, platelet mudah adhesi ke lokasi jejas. Rusaknya endotel yang berlebihan ini akan
mengekspresikan atau mengaktifasi TF, yang kita ketahui dapat menstimulasi cascade koagulasi
dari jalur ekstrinsik memproduksi trombin dan fibrin.
Pembentukan trombin selain menginduksi perubahan fibronogen menjadi fibrin, juga
memiliki efek inflamasi pada sel endotel, makrofag, dan monosit sehingga terjadi pelepasan TF,
TNF-α yang lebih banyak lagi. Selain itu trombin juga menstimulasi degranulasi sel mast yang
kemudian meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan menyebabkan kebocoran kapiler.
Bila sistem koagulasi teraktivasi secara otomatis tubuh juga akan mengaktifasi sistem fibrinolisis
untuk menegah terjadinya koagulasi yang berlebihan. Akan tetapi dalam sepsis, TNF-α
mempengaruhi sistem antikoagulan alamiah tubuh dengan mengganggu aktivitas dari antitrombin
III, protein C, protein S, Tissue Factor Protein Inhibitor (TFPI) dan Plasminogen Activator Inhibitor-
1 (PAI-1) sehingga bekuan yang terbentuk tidak dapat didegradasi. Akibatnya formasi fibrin akan
terus tertimbun di pembuluh darah, membentuk sumbatan yang mengurangi pasokan darah ke sel
sehingga terjadi kegagalan organ.

2.5 MANIFESTASI KLINIK


Gejala klinis DIC bergantung pada penyakit dasar, akut atau kronik dan proses patologis
yang paling utama adalah apakah akibat trombosis mikroaskuler atau diastesis hemoragik.
Terdapat keadaan yang bertentangan yaitu trombosis dan pendarahan bersama-sama. Perdarahan
lebih umum terjadi daripada trombosis, tetapi trombosis dapat mendominasi bila koagulasi lebih
teraktivasi daripada fibrinolisis. Trombosis umumnya ditandai dengan iskemia jari – jari tangan
dan ganggren, mungkin pula nekrosis kortekrenal dan infark adrenal hemoragik. Secara sekunder
dapat mengakibatkan anemia hemolitik mikroangiopati. Perdarahan dapat terjadi pada semua
tempat. Dapat dilihat sebagai petekie, ekimosis dan hematoma di kulit, hematuria, melena,
epistaksis, perdarahan gusi, hemoptisis dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat
perdarahan otak. Gejala akibat trombosis mikrovaskuler dapat berupa kesadaran menurun samapi
koma, gagal ginjal akut, gagal napas akut dan iskemia fokal dan gangren pada kulit.
Mengatasi perdarahan pada DIC sering lebih mudah daripada mengobati akibat trombosis
pada mikrovaskuler yang, menyebabkan gangguan aliran darah, iskemia dan berakhir dengan
kerusakan organ yang menyebabkan kematian.
Jadi DIC mewakili suatu spektrum temuan klinis yang luas, yang pasiennya berada di antara
garis lurus trombosis dan perdarahan.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Hemostasis pada DIC

a. Masa Protrombin
Masa protrombin bergantung pada perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Masa protrombin
yang memanjang bisa karena hipofibrinogenemia, gangguan FDP pada polimerisasi fibrin
monomer dan karena plasmin menginduksi lisis faktor V dan faktor IX. Normal atau memendeknya
masa protrombin terjadi karena :
a) Beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau F Xa yang dapat mempercepat
pembentukan fibrin
b) Hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh trombin dan sistem
pembentukan gel yang cepat.

b. Partial Thrombin Time (PTT)


PTT yang diaktifkan seharusnya memanjang pada DIC fulminan karena berbagai sebab
sehingga parameter ini lebih berguna daripada masa protrombin. Plasmin menginduksi
biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang seharusnya juga menyebabkan PTT memanjang. PTT akan
memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg%.

c. Kadar Faktor Pembekuan


Pada kebanyakan pasien DIC fulminan faktor pembekuan yang akif beredar dalam sirkulasi
terutama F Xa, Ixa dan trombin. Sebagai contoh jika F VIII diperiksa dengan pada pasien DIC dengan
disertai peningkatan F Xa, jelas F VIII dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem ini F Xa memintas
kebutuhanF VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan cepat dan waktu
yang dicatat dalam kurva standar pendek dan ini akan diinterprestasi sebagai kadar F VIII yang
tinggi.

d. FDP
Hasil degradasi adalah akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin jadi secara
tidak langsung menunjukkan bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalm darah. Tes
protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin monomer solubel.

e. D-Dimer
D-Dimer merupakan hasil degradasi fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi
fibrin dan kemudian diaktifkan oleh faktor XIII. D-Dimer merupakan tes yang paling dapat
dipercaya untuk menilai kemungkinan DIC.

f. Plasmin
Pemeriksaan sistem fibrinolisis daalam laboratorium klinis yang berguna pada DIC adalah
pemeriksaan plasminogen dan plasmin. Fibrinolisis sekunder merupakan respons tubuh untuk
mencegah trombosis, dalam upaya tubuh menghindarkan kerusakan organ yang irreversibel pada
pasien dengan DIC.

g. Trombosit
Jumlah trombosit bervariasi mulai dari yang paling rendah 2000-3000 sampai lebih dari
100.000/mm3. Pada pasien DIC dalam sediaan apus dari tepi jumlahnya rata-rata 60.000/mm3.
Uji fungsi trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit biasanya mengganggu pada DIC.
Gangguan ini disebabkan FDP menyelubungi membran trombosit. Faktor 4 trombosit (PF4)
dan β-tromboglobulin merupakan petanda terjadinya reaktivasi dan penglepasan trombosit dan
biasanya meningkat pada DIC. Bila pada DIC kadar PF4 dan β-tromboglubulin meningkat dan
kemudian menurun sesudah pengobatan, hal ini menunjukkan pengobatan berhasil.

2.7 TERAPI
Dalam pengobatan pasien ada 2 prinsip yang perlu diperhatikan :
1. Khusus pengobatan individu :
mengatasi keadaan yang khusus dan yang mengancam nyawa
2. Bersifat umum :
1) Mengobati atau menghilangkan proses pencetus
2) Menghentikan proses patologis pembekuan intravaskuler
3) Terapi komponen atau substitusi
4) Menghentikan sisa fibrinolisis

Terapi individu
Pengobatan harus didasarkan atas etiologi DIC, umur, keadaan hemodinamik, tempat dan
beratnya perdarahan dan gejala klinis yang ada hubungannya.

a) Pengobatan Faktor Pencetus


Pengobatan yang sangat penting pada DIC fulminan yaitu mengobati secara progresif dan
menghilangkan penyakit pencetus DIC. Mengatasi renjatan, mengeluarkan janin mati, memberantas
infeksi (sepsis) dan mengembalikan volume dapat menghentikan proses DIC.
b) Menghentikan Proses Koagulasi
Menghentikan atau menghambat proses koagulasi dapat dilakukan dengan memberikan
antikoagulan misalnya heparin. Indikasi pemberian heparin adalah :
 Bila penyakit dasar tidak dapat dihilangkan dalam waktu yang singkat
 Pasien yang masih disertai perdarahan walaupun penyakit dasar sudah dihilangkan.
 Bila ada tanda/ditakutkan terjadi trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati,
sindrom gagal napas.
Heparin yang dianjurkan adalah heparin subkutan dosis 80-100 μ/kg tiap 4-6 jam, bergantung pada
keadaan klinis, tempat dan beratnya perdarahan, trombosis dan berat badan pasien. Heparin dapat
diberikan dengan kombinasi AT III atau antiagregasi trombosit. Pemberian heparin intravena
kontinu 20000-30000/24 jam, segera menghentikan perdarahan. Kontraindikasi pemberian
heparin subkutan maupun intravena pada DIC yaitu pasien dengan perdarahan susunan saraf
pusat, gagal hati fulminan dan kasus kebidanan tertentu. DIC fulminan dilaporkan berhasil diobati
dengan pemberian AT III tiap 8 jam.
Dosis yang dibutuhkan dapat dihitung dengan :
Jumlah total yang diberikan = (kenaikan kadar yang diinginkan - kadar permulaan) x 0,6 x berat
badan. Kadar yang diinginkan biasanya ≥ 125%.

c) Terapi Substitusi
Penurunan komponen darah yaitu kekurangan faktor pembekuan, dapat diberikan plasma
beku segar (fresh frozen plasma) atau kriopresipital. Trombosit turun sampai 25.000 atau kurang
pemberian trombosit konstrat perlu diberikan.

d) Antifibrinolisis
Antifibrinolisis seperti asam traneksamik, atau epsilon amino caproic acid (EACA) hanya
diberikan bila jelas trombosis tidak ada dan fibrinolisis yang sangat nyata. Anti fibrinolisis tidak
diberikan bila DIC masih berlangsung dan bahkan merupakan indikasi

2.8. PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Observasi:
Perdarahan abnormal pada semua system dan pada sisi prosedur invasive

1.Kulit dan mukosa membrane


 Perembesan difusi darah atau plasma
 Petekie
 Purpura yang teraba : pada awalnya pada dada dan abdomen
 Bula hemoragi
 Hemoragi subkutan
 Hematoma
 Luka baker karena plester
 Sianosis akral

2.System Gastrointestinal
 Mual, muntah
 Uji guaiak positif pada emesis/aspirasi nasogastrik dan feses
 Nyeri hebat pada abdomen
 Peningkatan lingkar abdomen

3.System ginjal
 Hematuria
 Oliguria

4.System pernafasan
 Dispnea
 Takipnea
 Sputum mengandung darah

5.System kardiovaskuler
 Hipotensi meningkat
 Hipontesi postural
 Frekuensi jantung meningkat
 Nadi perifer takteraba

6.System saraf perifer


 Perubahan tingkat kesadaran
 Gelisah
 Ketidakstabilan vasomotor

7.System musculoskeletal
 Nyeri : otot, sendi, punggung

8.Perdarahan sampai hemoragi


 Insisi operasi Uterus postpartum
 Fundus mata : perubahan visual
 Pada posisi procedur invasive : suntikan, IV, kateter arterial dan selang nasogastrik atau
dada

Pemeriksaan diagnostic/laboratorium

1.Pemeriksaan seri
 PT > 15 detik Fibrinogen < 160 mg/ml
 Produk degradasi fibrin (FDP) > 1/8
 Trombosit < 100.000/mm3

2.Dengan penyakit hati signifikan


 PT > 25 detik
 Fibrinogen < 125 mg/ml
 FDP > 1/64 Trombosit < 50.000
 Penurunan faktor-faktor esai : V, VII, VIII, X, XIII
 PTT > 60 sampai 80 detik
 Penurunan Ht tanpa perdarahan klinis
 Terlihat skistosis pada SDM
 Asidosis repiratorik

Potensial komplikasi
1.Syok
2. Nekrosis tubuler akut
3. Edema pulmoner
4. GJK
5. Konvulasi
6. Koma
7. Gagal system organ besar

Penatalaksanaan
1. Pengobatan gangguan dasar
2. Terapi antikoagulan : IV heparin
3. Plasma segar beku, trombosit, faktor-faktor pembekuan, produk darah lain dan cairan
parenteral
4. Terapi trombolitik
5. Terapi oksigen

2.9. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri yang berhubungan dengan agen psikologi
2. intoleransi aktivitas berhubugan dengan aktivitas dan istirahat
3. Ansietas yang berhubugan dengan integritas ego
4. gangguan hipertermi yang berhubungan dengan keamanan dan proteksi
2.10. INTERVENSI

No dx Diagnose Implementasi Intervensi


1. Nyeri yang Setelah dilakuan tindaka keperawatan Observasi:
berhubungan dengan selama 2×24 jam diharapkan tingkatan -identifikasi klasifikasi nyeri
agen psikologi nyeri menurun dengan kriteria hasil: -identifikasi skala nyeri
-kemampuan menuntaskan aktivitas Teraupetik:
meningkat. -Fasilitasi istirahat dan tidur
-Keluhan nyeri menurun Edukasi:
- Meringis menurun -Jelaskan strategi meredakan
-Gelisah menurun nyeri
-Kesulitan tidur menurun -Anjurkan memonitor nyeri
mandiri
Kolaborasi:
-kolaborasi peberian
analgetik,jika perlu
2. intoleransi aktivitas Setelah dilakuan tindaka keperawatan Observasi:
berhubugan dengan selama 2×24 jam diharapkan intoleransi -identifikasi kesiapan dan
aktivitas dan istirahat aktivitas dapat meningkat dengan kriteria kemampuan menerima
hasil: informasi
-Frekuensi nadi meningkat Edukasi:
-Keluhan lelah menurun -jelaskan pentingnya
-Dispnea saat aktivitas menurun melakukan aktivitas fisik
- Dispnea setelah aktivitas menurun -anjurkan menyusun aktivitas
dan istirahat
3. Ansietas yang Setelah dilakuan tindaka keperawatan Observasi:
berhubugan dengan selama 2×24 jam diharapkan tingkat -Identifikasi tingkat ansietas
integritas ego ansietas dapat menurun dengan kriteria berubah
hasil: -Monitor tanda-tanda ansietas
-Verbalisasi kebingugan menurun Teraupetik:
-Perilaku gelisah menuru -Temani pasien untuk
-_pola tidur membaik mengurangi kecemasan
-Konsentrasi membaik -Pahami situasi yang membuat
ansietas
Edukasi:
-latihan teknik releksasi
Kolaborasi:
-Pemberian obat
antlasientas,jika perlu
4. gangguan hipertermi Setelah dilakuan tindaka keperawatan Observasi:
yang berhubungan selama 1×24 jam diharapkan tingkat -identifikasi penyebab
dengan keamanan hipertermi dapat membaik dengan kriteria hipertermi
dan proteksi hasil: -monitor suhu tubuh
-menggigil menurun -monitor kadar elektralit
-suhu tubuh membaik Teraupetik:
-suhu kulit membaik -sediakan ruangan dingin
-basahi dan kipasi permukaan
tubuh
-beri cairan oral
Edukasi:
-anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
-kolaborasi berikan cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
2.11. PENYIMPANGAN KDM

Hemolysis, septikum abortus,bedah pulmonal

Membentuk plasmin dalam sirkulasi

Fibrinolysis

Sirkulasi darah terganggu

Kerusakan jaringan

Inflamasi Eritrosit Perdarahan semua organ


(neuro,kulit,ginjal,mukosa) infeksi
Pelepasan mediator kimia Hb Perubahan status kesehatan
Inflamasi
Suplai O2 ke jaringan
Merangsang reseptor nyeri Terpajan informasi
Suplai O2 Suhu tubuh
Ketidakseimbangan suplai O2 dengan
Produksi atp kebutuhan Kurang pengetahuan
Persepsi nyeri pengetahuan hipertermi
Penurunan komponen selular
Kelemahan tubuh
nyeri Yang diperlukan untuk
pengiriman O2/nutrisi ke sel Mekanisme koping in adekuat
Intoleransi aktivitas

Ansietas
Gangguan perfusi jaringan
DAFTAR PUSTAKA

 Levi M, Toh CH, Thachil J, W atson HG. Guideline for the diagnosis and management of
disseminated intravascular coagulation. 2009. Blackwell Publishing Ltd, British Journal of
Haematology.
 Suyono Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga.Balai Penerbit FKUI: Jakarta
 Dianec Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
 Baker WF. 1989. Clinical of disseminated intravascular coagulation syndrome. Balai
Penerbit FKUI: Jakarta
 Tim Pokja SLKI DPP PPNI
 Tim Pokja SDKI PPNI
 Tim Pokja SIKI PPNI

Anda mungkin juga menyukai