Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Koagulasi intravaskuler diseminata (KID) atau Disseminated
Intravaskuler Coagulation (DIC) adalah suatu mekanisme antara pada
penyakit. DIC merupakan sindrom multifaset, sindrom kompleks dimana
homeostatik normal dan sistem fisiologik yang mempertahankan darah agar
tetap cair berubah menjadi sistem yang patologik sehingga terjadi trombi
fibrin yang menyumbat mikrovaskuler dari tubuh.
DIC biasanya dihubungkan dengan adanya penyakit klinis yang jelas
dan dapat muncul sebagai spektrum klinis yang luas. Tidak semua DIC
digolongkan dalam darurat medis, hanya DIC fulminan atau akut, sedang DIC
derajat yang terendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun
perlu diwaspadai bahwa DIC derajat rendah dapat berubah menjadi DIC
fulminan, sehingga memerlukan pengobatan segera.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat dilihat sebagai
petekie, ekimosis dan hematoma di kulit, hematuria, melena, epistaksis,
perdarahan gusi, hemoptisis dan kesadaran yang menurun sampai koma
akibat perdarahan otak. Gejala akibat trombosis mikrovaskuler dapat berupa
kesadaran menurun samapi koma, gagal ginjal akut, gagal napas akut dan
iskemia fokal dan gangren pada kulit.
Mengatasi perdarahan pada DIC sering lebih mudah daripada
mengobati akibat trombosis pada mikrovaskuler yang, menyebabkan
gangguan aliran darah, iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang
menyebabkan kematian.
Jadi DIC mewakili suatu spektrum temuan klinis yang luas, yang
pasiennya berada di antara garis lurus trombosis dan perdarahan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Pembekuan darah Normal?
2. Apa saja gangguan pembekuan darah?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mempermudah
mahasiswa dalam mempelajari gangguan pembekuan darah pada kehamilan.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pembekuan darah normal

Biasanya keseimbangan (homeostasis) berada diantara perdarahan dan


sistem fibrinolitik. Sistem hemostatik mengehntikan aliran darah dari
pembuluh yang cedera, pertama penutupan oleh trombosit, lalu diikuti
olehpembentukan gumpalan fibrin. Proses koagulasi melibatkan interaksi dari
faktor koagulasi yang teruss menerus beredar dalam aliran darah dimana
masing-masing faktor secara berurutan mengaktifkan faktor berikutnya, “efek
kaskade”.sistem fibrinolitik adalah proses dimana gumpalan fibrin terbelah
menjadi turunan produk fibrinolitik dan sirkulasi dipulihkan.

2.2 Masalah pembekuan


1. Koagulasi intravaskuler diseminata (KID)
Koagulasi intravaskuler diseminata (KID) atau Disseminated
Intravaskuler Coagulation (DIC) adalah suatu mekanisme antara pada
penyakit. DIC merupakan sindrom multifaset, sindrom kompleks dimana
homeostatik normal dan sistem fisiologik yang mempertahankan darah
agar tetap cair berubah menjadi sistem yang patologik sehingga terjadi
trombi fibrin yang menyumbat mikrovaskuler dari tubuh. DIC adalah suatu

3
sindrom yang ditandai dengan adanya perdarahan akibat trombin
bersirkulasi dalam darah pada daerah tertentu.dasarnya adalah
pembentukan bekuan darah dalam pembuluh–pembuluh darah kapiler
diduga karena masuknya tromboplastin jaringan kedalam darah. Akibat
pembekuan ini terjadi trombositopenia, pemakaian faktor-faktor
pembekuan darah, fibrinolisis. DIC merupakan salah satu kedaruratan
medis, karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.
DIC biasanya dihubungkan dengan adanya penyakit klinis yang
jelas dan dapat muncul sebagai spektrum klinis yang luas. Tidak semua
DIC digolongkan dalam darurat medis, hanya DIC fulminan atau akut,
sedang DIC derajat yang terendah atau kompensasi bukan suatu keadaan
darurat. Namun perlu diwaspadai bahwa DIC derajat rendah dapat berubah
menjadi DIC fulminan, sehingga memerlukan pengobatan segera.

2. Etiologi
Berbagai penyakit dapat mencetuskan DIC fulminan atau derajat
rendah seperti dibawah ini:
DIC dapat terjadi pada penyakit-penyakit:
a. Infeksi (demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat,
malaria tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia).
b. Komplikasi kehamilan (solusio plasentae, kematian janin intrauterin,
emboli cairan amnion).
c. Setelah operasi (operasi paru) by passcardiopulmonal, lobektomi,
gastrektomi, splenektomi).
d. Keganasan (karsinoma prostat, karsinoma paru, leukemia akut)

Untuk lebih jelasnya lihat pada tabel di bawah ini:


Penyakit yang disertai DIC fulminan Penyakit disertai DIC derajat rendah
1. Bidang obstetri: emboli cairn 1. Penyakit keganasan
amnion, abrupsi plasenta, eklamsia, 2. Penyakit kardiovaskuler
abortus. 3. Penyakit autoimun

4
2. Bidang hematologi: reaksi transfusi 4. Penyakit ginjal menahun
darah, hemolisis berat, transfusi 5. Peradangan
masif, leukemia M3 dan M4. 6. Graft versus Host disease
3. Infeksi
7. Penyakit hati menahun
a. Septikemia, gram negatif
(endoktosin), gram positif
(mikro-polisakarida)
b. Viremia: HIV, hepatitis, varisela,
virus sitomegalo, demam dengue.
c. Parasit : malaria
d. Trauma
e. Penyakit hati akut : gagal hati
akut, ikterus obstruktif
f. Luka bakar
g. Alat prostesis : shunt Leveen atan
shunt Denver, alat bantu balon
aorta
h. Kelainan vaskuler

Emboli cairan amnion yang disertai DIC sering mengancam nyawa


dan dapat menyebabkan kematian. Gejala DIC karena emboli cairan
amnion yaitu gagal napas akut dan renjatan. Biasanya pada permulaan
hanya DIC derajat rendah dan kemudian dapat berkembang cepat menjadi
fulminan. Dalam keadaan ini nekrosis jaringan janin dan enzim jaringan
nekrosis tersebut akan masuk dalam sirkulasi ibu dan mengaktifkan sistem
koagulasi dan fibrinolisis dan terjadi DIC fulminan.
Pada kehamilan dengan eklamsia ditemukan DIC derajat rendah dan
sering pada organ khusus seperti ginjal dan mikrosirkulasi palsenta.
Abortus yang diinduksi dengan garam hipertonik juga sering disertai DIC
derajat rendah sampai abortus komplet namun kadang dapat menjadi
fulminan.
Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem
koagulasi sehingga terjadi DIC. Akibat hemolisis, sel darh merh

5
melepaskan adenosin difosfat (ADP) atau membran fosfolipid SDM yang
mengaktifkan sistem koagulasi baik sendiri maupun secara bersamaan dan
meyebabkan DIC. Pada septikimia DIC terjadi akibat endoktosin atau
mantel polisakarida bakteri memulai koagulasi dengn cara mengaktifkan
faktor F XII menjadi F XIIa dan pelepasan materi prokoagulan dari
granulasit dan semuanya ini dapat mencetusakan DIC.
Perdarahan terjadi karena:
1) Hipofibrinogenemia
2) Trombositopenia
3) Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah (hasil perombakan
fibrinogen)
4) Fibrinolisis berlebihan

Tanda dan gejala kehilangan darah


Kehilangan volume
Tanda Klinis
ml % VDT
500 10 Takada: kadang-kadang sinkope
vasovagal pada pendonor darah.

1000 20 Pada saat istirahat mungkin takada bukti


klinis kehilangan darah; terlihat sedikit
turun pada TD postural; takikardi pada
saat latihan.

1500 30 TD dan N saat istirahat telentang


mungkin normal; vena leher datar bila
telentang; hipotensi postural; takikardi
saat latihan.

2000 40 Tekanan vena sentral, curah jantung dan


tekanan darah arteri di bawah normal
bahkan bila telentang dan istirahat; sesak
napas, nadi cepat halus, kulit lembab

6
dingin.

2500 50 Asidosis laktat, syok berat, kematian.

3. Manifestasi Klinis
Gejala klinis DIC bergantung pada penyakit dasar, akut atau kronik
dan proses patologis yang paling utama adalah apakah akibat trombosis
mikroaskuler atau diastesis hemoragik.
Terdapat keadaan yang bertentangan yaitu trombosis dan pendarahan
bersama-sama. Perdarahan lebih umum terjadi daripada trombosis, tetapi
trombosis dapat mendominasi bila koagulasi lebih teraktivasi daripada
fibrinolisis. Trombosis umumnya ditandai dengan iskemia jari-jari tangan
dan ganggren, mungkin pula nekrosis kortekrenal dan infark adrenal
hemoragik. Secara sekunder dapat mengakibatkan anemia hemolitik
mikroangiopati.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat dilihat sebagai
petekie, ekimosis dan hematoma di kulit, hematuria, melena, epistaksis,
perdarahan gusi, hemoptisis dan kesadaran yang menurun sampai koma
akibat perdarahan otak. Gejala akibat trombosis mikrovaskuler dapat
berupa kesadaran menurun samapi koma, gagal ginjal akut, gagal napas
akut dan iskemia fokal dan gangren pada kulit.
Mengatasi perdarahan pada DIC sering lebih mudah daripada
mengobati akibat trombosis pada mikrovaskuler yang, menyebabkan
gangguan aliran darah, iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang
menyebabkan kematian. Jadi DIC mewakili suatu spektrum temuan klinis
yang luas, yang pasiennya berada di antara garis lurus trombosis dan
perdarahan.

4. DIC pada Kehamilan


Banyak kasus DIC berhubungan dengan kehamilan. DIC disebabkan
oleh eclampsia/preeclampsia, perdarahan post partum, sepsis, solusio
plasenta, missed septic abortion, ruptur uterus, emboli air ketuban, Intra
Uterine Fetal Death (IUFD), penyakit trofoblas, dan Sickle Cell Crisis.

7
Penyebab obstretri terbanyak pada DIC adalah solusio plasenta. Pada
pasien dengan solusio plasenta berat yang disertai kematian janin, DIC
terjadi pada 25% pasien. Pada pasien dengan IUFD dan mussed abortion
DIC terjadi pada 25% pasien, dan timbul 5 – 6 minggu sesudah kematian
janin, dengan hasil perubahan laboratorium pada beberapa kasus sudah
nyata berubah sejak awal. Pada Hellp syndrome DIC terjadi pada 92 dari
442 pasien (21%).
Pada kasus obstetri DIC selalu merupakan akibat adanya proses yang
lain. Aktifasi sistem koagulasi terjadi dengan cara:
1. Pelepasan sistem tromboplastin kedalam sirkulasi maternal dari
plasenta dan jaringan desidua. Mekanisme ini terjadi secara cepat pada
kasus solusio plasenta, pada kasus IUFD dan missed abortion.
2. Kerusakan pada sel endotelial membuka kolagen utama kedalam
plasma dan mengaktifkan faktor koagulasi. Eklamsia dan
preeclampsia termasuk dalam kategori ini.
3. Kerusakan pada sel darah merah dan trombosit melepaskan
pospolipid. Hal ini terjadi pada reaksi transfusi.

Kesalahan memperkirakan jumlah perdarahan pada persalinan dengan


cairan pengganti yang tidak adekuat dengan kristaloid atau koloid
menyebabkan terjadinya vasospasme, menyebabkan kerusakan endotel,
dan memicu terjadinya DIC. Hipotensi menurunkan perfusi sehingga
terjadi hipoksia lokal dan asidosis pada tingkat jaringan memicu terjadinya
DIC. DIC bisa dihindari dengan mengganti cairan yang cukup, meskipun
pada anemia yang berat. Gambaran klinis DIC pada kehamilan seringkali
gejala dan tanda komplikasi obstreti yang mendasari terjadinya DIC.
Manifestasi perdarahan yang muncul bisa berupa hematom, purpura,
epitaksis, bekas injeksi yang berdarah, atau yang lebih dramatis terjadinya
perdarahan aktif dari luka operasi dan perdarahan post partum. Perdarahan
bisa berupa hematuria, perdarahan gastrointestinal, intracarnial dan
internal bleeding. Gejala sisa adanya trombosis jarang ada pada DIC yang
terjadi secara akut, gejala lebih banyak ditutupi oleh kecenderungan
terjadinya perdarahan. Manifestasi adanya trombosis adalah disfungsi
ginjal, hepar, dan paru.

8
5. Beberapa kondisi-kondisi klinis yang berkaitan dengan DIC
1) Peristiwa-peristiwa obstetri
a. Sindrom janin bertahan
Bila janin mati tetap berada didalam rahim lebih lama dari 5
minggu, kejadian DIC mendekati 50% yang dianggap pencetusnya
adalah jaringan janin mati yang dilepaskan ke dalam rahim
kemudian ke dalam sirkulasi sistemik ibu. Jaringan janin yang mati
yang mempunyai aktifitas prokoagulan dan mengawali rangkaian
pembekuan.
b. Emboli cairan amnion
Cairan amnion mempunyai aktifitas sebagai prokoagulan
(meningkatkan pembekuan) dan dapat mengawali urut-urutan
pembekuan, hingga menimbulkan DIC.
c. Blasio plasenta
Jaringan atau enzim plasenta yang mempunyai aktifitas
prokoagulan atau keduanya dapat dilepaskan ke dalam rahim
kemudian ke dalam sirkulasi sistemik ibu untuk memulai rangkaian
pembekuan.
2) Hemolisis
Pelepasan ADP sel darah merah dapat memulai suatu reaksi
pelepasan trombosit dengan membangkitkan aktifitas faktor III
trombosis dan kemudian mengaktifkan sistem pembekuan.
3) Septikemia
a. Gram negatif (endoroksin)
Organisme-organisme gram negatif lainnya terbukti ada
hubungannya dengan DIC. Jadi dianggap bahwa bakterektia
mencetuskan DIC dengan pelepasan endoktosin yang menginduksi
pembekuan dan reaksi pelepasan trombosit.
b. Gram positif (mukopolisakarida mantel bakteri)
DIC telah ditemukan dengan organisme gram positif sehingga
seharusnya ada mekanisme lain yang terjadi, selain itu endotoksin

9
kemungkinan mekanisme lain untuk memulai DIC pada septikemis
gram positif melibatkan pelepasan trombosit atau aktivitas
pembekuan.
4) Viremia
Viremia dapat memulai DIC dengan pengaktifan kompleks
antigen-antibodi dapat merusak endotel yang selanjutnya dapat
memulai pelepasan trombosit.
5) Keganasan menyebar
Keganasan menunjukkan suatu keadaan khusus yang DIC nya
mungkin akut, subakut atau kronis. Keganasan menyebar dapat terjadi
pada paru-paru, kandung empedu, lambung, kolon, ovarium, prostat,
payudara.
6) Luka bakar, luka bentur, nekrosis jaringan
Dikaitkan dengan DIC akut pada pasien yang menderita nekrosis
jaringan masif karena kecelakaan, pelepasan jaringan nekrotik atau
enzim jaringan yang mempunyai aktifitas koagulan.

6. Patofisiologi
XI
Kerusakan endotel kolagen Prekalikren kininogens

10
XIIa
Kompleks Ag-Ab Kalikrein kinins
XI
Endotoksin
XIa
Kerusakan jaringan Plasminogen plasmin
Aktivitas X Xa
Kerusakan trombosit tromboplastin Protombin aktivitas
P.F. 1.2 komplemen

ADP fosfolipid fibrinogen


Trombin FDP
Kerusakan sel darah merah fibrin D. Dimer

7. Bagan Mekanisme Pencetus DIC


Apabila sistem koagulasi diaktifkan oleh berbagai hal, misalnya
tromboplastin yang dikeluarkan akibat kerusakan jaringan, trombin dan
plasma beredar dalam sirkulasi darah. Trombin memecahkan fibrinogen
hingga terbentuk fibrinopeptida A dan B dan fibrin monomer. Fibrin
monomer mengalami polimerisasi membentuk fibrin yang beredar dalam
sirkulasi membentuk trombus dalam mikrovaskuler, sehingga mengganggu
aliran darah dan menyebabkan terjadi iskemia perifer dan berakhir dengan
kerusakan organ. Karena fibrin dideposit di dalam mikrosirkulasi,
trombosit terperangkap dan diikuti trombositopenia. Plasmin beredar
dalam sirkulasi dan memecahkan akhir terminal karboksi fibrinogen
menjadi Fibrinogen Degradation Product (FDP/ hasil degradasi
fibrinogen), membentuk fragmen yang dikenal dengan fragmen X, Y, D
dan E. Hasil degradasi fibrinogen (FDP) dapat bergabung dengan fibrin
monomer. Kompleks FDP dan fibrin monomer ini disebut fibrinogen
monomer larut yang merupakan dasar reaksi parakoagulasi untuk uji galasi
etanol, dan uji protamin sulfat.

11
FDP dalam sirkulasi sistemis akan mengganggu polimerasasi
monomer, yang selanjutnya mengganggu pembekuan dan menyebabkan
perdarahan. Fragmen D dan E mempunyai afinitas terhadap membran
trombosit dan menyebabkan fungsi trombosit terganggu sehingga
menyebabkan atau memperberat perdarahan yang sudah ada pada DIC.
Plasmin adalah suatu enzim proteolitik global dan mempunyai
afinitas yang sama terhadap fibrinogen dan trombin. Plasmin juga efektif
menghancurkan (biodegradasi) F V, VIII, IX dan X dan protein plasma
lain, termasuk hormon pertumbuhan, kortikotropin dan insulin. Plasmin
menghancurkan fibrin ikat silang (cross-linked fibrin) dan menghasilkan
D-Dimer. Fibrin ikat silang merupakan hasil akhir sistem koagulasi yaitu
fibrin yang tidak larut karena diaktifkan oleh F XIIIa. Bila D-Dimer positif
brarti terjadi fibrinolisis skunder yang secara klinis menunjukkan ada
trombosis atau DIC.
F XIIa mengubah preklarikrein menjadi klarikrein dan kalikrein
mengubah kininogen berat molekul tinggi menjadi kinin. Kinin beredar
dalam sirkulasi akan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga dapat
menyebabkan hipotensi dan renjatan. Plasmin menyebabkan lisis faktor
pembekuan F V, VII dan X sehingga terjadi defisiensi faktor pembekuan
yang menyebabkan perdarahan.
Jadi dapat disimpulkan pada DIC terjadi:
1) Aktivasi sistem koagulan
2) Aktivitas sistem fibrinolisis
3) Konsumsi penghambat
4) Hipoksia atau kerusakan organ
Keempat patofisologi ini penting untuk tolok ukur laboratorium yang tepat
untuk suatu diagnosis DIC secara obyektif.

8. Manajemen DIC pada kehamilan

12
Pada kehamilan DIC berlangsung sangat cepat. Terapi harus
diutamakan, proses dan perkembangan DIC sangat dinamis sehingga
hasil laboratorium mungkin tidak menggambarkan situasi yang
sebenarnya. Namun ini tidak berarti tidak harus mengikuti hasil
laboratorium dan pertolongan dari ahli hematologi bila memang tersedia.
Bagaimanapun tanda hasil hematologi yang lengkap, harus punya
rencana manajemen yang dapat mengatasi maslah yang bisa
menimbulkan komplikasi yang membahayakan.
Manajemen yang pertama adalah mengatasi penyebab timbulnya
DIC. Umumnya hal ini dilakukan dengan melahirkan produk kehamilan,
kemudian dilanjutkan dengan menjaga perfusi organ. Pada pasien yang
direncanakan dilakukan terminasi secara seksio sesarea pada kondisi
trombositopenia berat terdapat beberapa saran, Jika secara klinis terdapat
tanda-tanda perdarahan nyata dilakukan incisi linea mediana, namun jika
tidak dapat dilakukan incisi pfanensteal, penggunaan cauter boleh
dilakukan lebih bebas, tutup uterus dengan 2 lapis,membiarkan plica
vesicouterina tetao terbuka, peritoneum ditutup untuk mencegah
perdarahan dari pembuluh darah yang kadang tidak terlihat dan
memberikan tempat untuk pemasangan drain, pemakaian skin staples,
tutup luka dengan balut tekan pada tempat incisi. Selain hal diatas Sibai
menambahkan perlunya dipilih anestesi secara general, pemberian
trombosit 10 unit sebelum operasi bila angka trombosit <50.000µL,
penutupan luka secara sekunder atau pemasangan drain subkutan,
transfusi diberikan sesuai kebutuhan dan monitoring intensif dilakukan
selama 48 jam sesudah persalinan.
Pada pasien dimana penyebab dan gejala DIC adalah perdarahan,
perfusi organ merupakan hal yang sangat penting, infus cepat dengan
Ringer laktat atau NaCl dan mengganti perdarahan dengan whole blood.
Fresh whole blood merupakan yang terbaik karena kandungan faktor
koagulasi dan trombosit. Oksigenasi dengan sungkup atau intubasi
endotracheal diberikan untuk mencapai oksigenasi arterial yang

13
memuaskan. Monitor dengan pemasangan CVP untuk menjaga produksi
urin 30 – 60 ml/jam dan hematokrit >30%.
Penggantian faktor koagulasi sebaiknya dilakukan oleh ahli
hematologi. Fresh frozen plasma (FFP) mengganti hampir semua faktor
pembekuan dan mempunyai risiko paling rendah menularkan hepatitis.
Satu unit diberikan setelah 4 – 6 unit whole blood, dilanjutkan 1 unit tiap
2 unit hole blood yang diperlukan. FFP diberikan dengan indikasi
perdarahan masif, defisiensi faktor koagulasi tertentu, melawan
pemberian warfarin sebelumnya, defisiensi antitrombin time lebih dari
1,5 kali nilai kontrol normal. Tujuan transfusi FFP sampai menjaga angka
protombin time dalam selisih 2 – 3 detik dari kontrol FFP mengandung
semua faktor koagulan, tidak mengandung trombosit. Crioprecipitates
mungkin diperlukan bila fibrinogen sangat rendah (fibrinogen
<100mg/dl). 10 unit criopresipitat biasanya diberikan sesudan pemberian
2 – 3 unit plasma. Criopresipitates mengandung fibrinogen, faktor VIII,
XIII. Trombosit dapat ditransfusi pada kondisi tromsitopenia berat,
dimana satu unit dapat menaikkan angka trombosit 5.000/µL – 10.000µL.
transfusi trombosit diberikan apabila terdapat perdarahan aktif dengan
angka trombosit <50.000/µL pada pasien dengan rencana dilakukan
tindakan operasi (seksio sesarea), dan sebagai tindakan profilaktik
dengan angka trombosit 20.000/µL – 30.000/µL. Trombosit biasanya
diberikan 1 – 3 unit/10 kg/hari.
Vitamin K dan folat diberikan mengingat pasien dengan DIC
seringkali kekurangan kedua vitamin ini. Sedang perkembangan bukti
pemberian antitrombin III konsentrat pada pasien DIC dapat
memperbaiki kondisi dan mempercepat penyembuhan.
Penggunaan heparin merupakan metode untuk menghentikan
proses DIC. Heparin dipertimbangkan apabila terdapat disfungsi ginjal
berat, gangrene jari-jari. Heparin diberikan pada dosis 5.000 – 1.000
µ/jam intravena dengan dosis awal 5000 unit. Kontrol untuk terapi
heparin sulit dilakukan, namun kecuali jika fibrinogen sangat rendah dan
terapi adekuat diperoleh dengan melihat peningkatan Trombin time atau

14
Partial tromboplastin time satu sampai satu setengah kali dari kontrol.
Heparin merupakan suatu mukopolisakarida sulfat yang mampu
mengikat diri dengan antitrombin III, sehingga sifat antikoagulan
molekul Antitrombin III dilipatgandakan (dipercepat sampai 2000 kali).
Heparin barangkali tidak selalu bermanfaat pada pasien dengan DIC,
oleh karena kadar antitrombin III bervariasi pada tiap pasien, bahkan
kadarnya bisa berkurang, terutama pada DIC yang terjadi secara akut.
Penelitian lebih lanjut pemakaian terapi pengganti antitrombin III secara
randomisasi sedang berlangsung.
Pemberian Heparin terutama direkomendasikan pada kasus DIC
kronik seperti IUFD, dan tidak direkomendasikan pada pasien dengan
perdarahan yang masif. Epsilon aminocaproic acid (EACA) menghambat
perubahan plasminogen menjadi plasmin, dan digunakan untuk
mencegah proses sekunder fibrinolisis. Namun pemakaiannya tidak
direkomendasikan. Masih diragukan penggunaan kedua agen itu
dibenarkan atau tidak untuk mengatasi DIC. Pemakaiannya hanya pada
tingkatan teori, pemakaian praktis penggunaannya masig kurang.
Terapi logis kedepan yang bisa dipikerkan pada kasus DIC adalah
penghambatan aktifitas faktor jaringan. Salah satu penghambatnya adalah
nematode rekombinan antikoagulan protein C2, yang merupakan
inhibitor spesifik yang kuat terhadap pembentukan komplek dari faktor
jaringan dan faktor VII a dengan faktor Xa. Pemberian TFPI juga dapat
menghambat aktivitas faktor jaringan sehingga dapat mencegah aktifasi
sistem koagulasi. Pemberian protein C mungkin nuga akan memberikan
manfaat seperti yang ditemykan pada binatang dengan kelainan ini.

9. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Hemostasis pada DIC
a. Masa Protrombin
Masa protrombin bergantung pada perubahan fibrinogen
menjadi fibrin. Masa protrombin yang memanjang bisa karena
hipofibrinogenemia, gangguan FDP pada polimerisasi fibrin

15
monomer dan karena plasmin menginduksi lisis faktor V dan faktor
IX. Normal atau memendeknya masa protrombin terjadi karena:
b. Beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau F Xa yang
dapat mempercepat pembentukan fibrin
c. Hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh trombin
dan sistem pembentukan gel yang cepat.
2) Partial Thrombin Time (PTT)
PTT yang diaktifkan seharusnya memanjang pada DIC fulminan
karena berbagai sebab sehingga parameter ini lebih berguna daripada
masa protrombin. Plasmin menginduksi biodegradasi F V, VIII, IX
dan XI, yang seharusnya juga menyebabkan PTT memanjang. PTT
akan memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg%.
3) Kadar Faktor Pembekuan
Pada kebanyakan pasien DIC fulminan faktor pembekuan yang
akif beredar dalam sirkulasi terutama F Xa, Ixa dan trombin. Sebagai
contoh jika F VIII diperiksa dengan pada pasien DIC dengan disertai
peningkatan F Xa, jelas F VIII dicatat akan tinggi karena dalam uji
sistem ini F Xa memintas kebutuhanF VIII sehingga terjadi perubahan
fibrinogen menjadi fibrin dengan cepat dan waktu yang dicatat dalam
kurva standar pendek dan ini akan diinterprestasi sebagai kadar F VIII
yang tinggi.
4) FDP
Hasil degradasi adalah akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin
oleh plasmin jadi secara tidak langsung menunjukkan bahwa jumlah
plasmin melebihi jumlah normal dalm darah. Tes protamin sulfat atau
etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin monomer
solubel.
5) D-Dimer
D-Dimer merupakan hasil degradasi fibrin ikat silang yaitu
fibrinogen yang diubah menjadi fibrin dan kemudian diaktifkan oleh
faktor XIII. D-Dimer merupakan tes yang paling dapat dipercaya
untuk menilai kemungkinan DIC.

16
6) Plasmin
Pemeriksaan sistem fibrinolisis daalam laboratorium klinis yang
berguna pada DIC adalah pemeriksaan plasminogen dan plasmin.
Fibrinolisis sekunder merupakan respons tubuh untuk mencegah
trombosis, dalam upaya tubuh menghindarkan kerusakan organ yang
irreversibel pada pasien dengan DIC.
7) Trombosit
Jumlah trombosit bervariasi mulai dari yang paling rendah 2000-
3000 sampai lebih dari 100.000/mm3. Pada pasien DIC dalam sediaan
apus dari tepi jumlahnya rata-rata 60.000/mm3.
Uji fungsi trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit
biasanya mengganggu pada DIC. Gangguan ini disebabkan FDP
menyelubungi membran trombosit.
Faktor 4 trombosit (PF4) dan β-tromboglobulin merupakan
petanda terjadinya reaktivasi dan penglepasan trombosit dan biasanya
meningkat pada DIC. Bila pada DIC kadar PF4 dan β-tromboglubulin
meningkat dan kemudian menurun sesudah pengobatan, hal ini
menunjukkan pengobatan berhasil.
Diagnosis laboratorium DIC dapat dibagi dalam 4 kelompok:
1) Aktivasi sistem prokoagulan meliputi, protrombin, fragmen 1+2,
fibrinopeptida A, fibrinopeptida B, kompleks trombin-anti
trombin (TAT) dan D-Dimer. Semuanya meningkat pada DIC
2) Aktivasi sistem fibrinolisis meliputi D-Dimer, FDP, plasmin dan
plasmin antiplasmin kompleks (PAP), semuanya meningkat
pada DIC.
3) Konsumsi penghambat ada yang meningkat dan ada yang
menurun. Yang meningkat: kompleks TAT, kompleks PAP. Yang
menurun: L. antitrombin, α2 antiplasmin, heparin, kofaktor II,
protein C dan S.
4) Kerusakan atau kegagalan organ. Yang meningkat adalah laktat
dehidrogenase, kreatinin, dan ang menurun pH dan PaO2.

17
Untuk menentukan derajat berat DIC dapat dipakai sistem skor.
Sistem skor didasarkan atas nilai uji laboratorium keempat kelompok
di atas, ditambah keadaan klinis dan hemodinamik pasien.
Kriteria derajat berat DIC:
1) Skor >90, DIC tidak mungkin
2) Skor 75-89, DIC ringan
3) Skor 50-79, DIC sedang
4) Skor < 49, DIC berat
Manfaat skor dalam menilai dan menentukan pengobatan:
1) Ada respons pengobatan. Skor bertambah 10 atau lebih dalam
48 jam. DIC ada perbaikan. Pengobatan dengan antikoagulan
diteruskan (heparin atau AT III)
2) DIC menetap. Kenaikan skor ≤ 9 selama 48 jam DIC menetap.
Antikoagulan (heparin, AT III) diteruskan. Evaluasi 48 jam lagi
3) Terapi gagal. Skor berkurang selama 72 jam. Antikoagulan
dihentikan, demikian juga pengobatan substitusi.

10. Diagnosis
Diagnosis klinis pembekuan intravaskuler tersebar tidak begitu
sulit. Sebuah kunci untuk petunjuk kuat kecurigaan adalah hanya
observasi jenis perdarahan yang tepat dalam situasi klinis yang tepat.
Kalau pasien mempunyai salah satu keadaan klinis tersebut disertai
perdarahan/trombosis. DIC hendaknya dicurigai jenis perdarahan yang
muncul pada kebanyakan pasien dengan DIC akut/subakut memberi
kesan adanya cacat beberapa kompartemen hemostatis. Kebanyakan
pasien dengan DIC akut akan mengalami perdarahan paling tidak di tiga
tempat yang berlainan. Pada kebanyakan kasus DIC akut, terdapat
trombositopenia yang cukup berat, yang dapat ditemukan dengan
pengamatan yang diteliti pada sediaan hapus darah tepi atau waktu
dilakukan hitung trombosit.

18
11. Pengobatan DIC
Dalam pengobatan pasien ada 2 prinsip yang perlu diperhatikan:
1) Khusus pengobatan individu : mengatasi keadaan yang khusus dan
yang mengancam nyawa
2) Bersifat umum :
a. Mengobati atau menghilangkan proses pencetus
b. Menghentikan proses patologis pembekuan intravaskuler
c. Terapi komponen atau substitusi
d. Menghentikan sisa fibrinolisis
1) Terapi individu
Pengobatan harus didasarkan atas etiologi DIC, umur, keadaan
hemodinamik, tempat dan beratnya perdarahan dan gejala klinis
yang ada hubungannya.
a. Pengobatan Faktor Pencetus
Pengobatan yang sangat penting pada DIC fulminan yaitu
mengobati secara progresif dan menghilangkan penyakit
pencetus DIC. Mengatasi renjatan, mengeluarkan janin mati,
memberantas infeksi (sepsis) dan mengembalikan volume dapat
menghentikan proses DIC.
b. Menghentikan Proses Koagulasi
Menghentikan atau menghambat proses koagulasi dapat
dilakukan dengan memberikan antikoagulan misalnya heparin.
Indikasi pemberian heparin adalah:
a) Bila penyakit dasar tidak dapat dihilangkan dalam waktu
yang singkat
b) Pasien yang masih disertai perdarahan walaupun penyakit
dasar sudah dihilangkan.
c) Bila ada tanda/ditakutkan terjadi trombosis dalam
mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati, sindrom gagal
napas.
Heparin yang dianjurkan adalah heparin subkutan dosis 80-
100 μ/kg tiap 4-6 jam, bergantung pada keadaan klinis, tempat

19
dan beratnya perdarahan, trombosis dan berat badan pasien.
Heparin dapat diberikan dengan kombinasi AT III atau
antiagregasi trombosit. Pemberian heparin intravena kontinu
20000-30000/24 jam, segera menghentikan perdarahan.
Kontraindikasi pemberian heparin subkutan maupun
intravena pada DIC yaitu pasien dengan perdarahan susunan
saraf pusat, gagal hati fulminan dan kasus kebidanan tertentu.
DIC fulminan dilaporkan berhasil diobati dengan
pemberian AT III tiap 8 jam. Dosis yang dibutuhkan dapat
dihitung dengan:
Jumlah total yang diberikan = (kenaikan kadar yang diinginkan
- kadar permulaan) x 0,6 x berat badan. Kadar yang diinginkan
biasanya ≥ 125%.
c. Terapi Substitusi
Penurunan komponen darah yaitu kekurangan faktor
pembekuan, dapat diberikan plasma beku segar (fresh frozen
plasma) atau kriopresipital. Trombosit turun sampai 25.000 atau
kurang pemberian trombosit konstrat perlu diberikan.
d. Antifibrinolisis
Antifibrinolisis seperti asam traneksamik, atau epsilon
amino caproic acid (EACA) hanya diberikan bila jelas trombosis
tidak ada dan fibrinolisis yang sangat nyata. Anti fibrinolisis
tidak diberikan bila DIC masih berlangsung dan bahkan
merupakan indikasi.

12. Penatalaksanaan
1) Atasi penyakit primer yang menimbulkan DIC.
2) Pemberian heparin. Heparin dapat diberikan 200 u/kg BB IV tiap 4-6
jam. Kenaikan kadar fibrinogen plasma nyata dalam 6-8 jam, setelah
24-48 jam sesudah mencapai harga normal.
3) Terapi pengganti. Darah atau packed red cell diberikan untuk
mengganti darah yang keluar. Bila dengan pengobatan yang baik,

20
jumlah trombosit tetap rendah dalam waktu sampai seminggu,bearti
tetap mungkin terjadi perdarahan terus atau ulangan, sehingga dalam
keadaan ini perlu diberikan platelet concentrate.
4) Obat penghambat fibrinolitik. Pemakaian epsilon amino caproic acid
(EACA) atau asam traneksamat untuk menghambat fibrinolisis sama
sekali tidak boleh dilakukan, karena akan menyebabkan trombosis.

2.3 Gangguan Pembekuan Lain


Purpura trombositopenia autoimun (ATP) merupakan gangguan
autoimun dimana antibody antitrombosit menurunkan rentang hidup
trombosit. Trombositopenia, kerentanan kapiler, dan peningkatan waktu
perdarahan merupakan tanda diagnostic gangguan ini.
ATP dapat menyebabkan perdarahan setelah kelahiran sesaria atau
akibat laserasi vagina atau laserasi serviks. Insiden perdarahan
pascapartum di uterus atau hematoma vagina juga meningkat pada ATP.
Transfusi trombosit diberikan untuk mempertahankan hitung
trombosit 100.000/mm3. Kortikosteroid diberikan jiga diagnosis
ditegakkan sebelum atau selama kehamilan. Splenektomi, jika
dibutuhkan, ditunda sampai setelah masa nifas. Trombositopenia
neonates, suatu akibat proses penyakit maternal, terjadi pada sekitar 50%
kasus dan diasosiasikan dengan mortilitas yang tinggi.
Penyakit von Willebrand, suatu tipe hemophilia, kemungkinan yang
paling umum terjadi (Cunningham, dkk,1993). Penyakit ini merupakan
akibat faktor defisiensi VIII dan disfungsi trombosit. Penyakit ini
ditransmisi sebagai sifat dominan autosom pada kedua jenis kelamin.
Walaupun penyakit Willebrand jarang ditemukan, penyakit ini
merupakan salah satu defek pembekuan congenital yang umum dialami
wanita usia subur di Amerika. Karena faktor VIII meningkat selama masa
hamil, peningkatan ini cukup untuk menghindari bahaya akibat perdarah
selama melahirkan. Namun, wanita harus diobservasu selama sekurag-
kurangnya satu minggu pascapastum. Terapi penyakit von Willbrand

21
tediri dari penggantian faktor VIII melalui pemberian kryopresipitat atu
plasma beku-segar.
1. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada semua kasus KID melibatkan
koreksi dari penyebab yang mendasari (misalnya, pengeluaran janin
mati, pengobatan infeksi yang ada atau pre-eklamsia atau eklampsia,
atau pelepasan abrupsio plasenta). Penggantian cairan, terapi
komponen darah, optimalisasi oksigenasi dan status perfusi, serta
pengkajian ulang terhadap parameter laboratorium adalah bentuk
tindakan yang biasa dilakukan (Francois & Foley, 2007). Pemberian
vitamin K dan rekombinan faktor VII A teraktivasi juga dapat
dianggap sebagai terapi adjuvant (Francois &Foley).
Intervensi keperawatan meliputi, mengkaji tanda-tanda
perdarahan serta tanda-tanda komplikasi dari transfuse darah dan
produk darah; memberikan cairan atau penggantian darah seperti yang
diinstrusikan; memonitor jantung dan gemodinamika; serta
melindungi ibu dari cedera. Oleh karena gagal ginjal merupakan salah
satu konsekuensi DIC, keluaran urine dimonitor secara ketat dengan
menggunakan kateter Foley. Keluaran urine harus dipertahankan lebih
dari 30 ml/jam (Gillbert, 2007). Tanda-tanda vital dikaji. Jika KID
berkembang sebelum kelahiran, ibu harus dipertahankan dalam sisi
miring untuk memaksimalkan aliran darah ke uterus. Oksigen dapat
diberikan melalui masker wajah nonrebreather pada 8-10 L/menit atau
protocol rumah sakit atau perintah dokter. Pengkajian janin ini
dilakukan untuk memantau kesejahteraan janin (Labelle & Kitchens,
2005). Dengan kelahiran, DIC serta kelainan pembekuan darah dapat
“terobati”dan teratasi.
Para ibu dan keluarganya akan merasa cemas dan khawatir
tentang kondisi dan prognosisnya. Perawat dapat menjelaskan tentang
perawatan KID dan memberikan dukungan emosional untuk melewati
saat-saat kritis tersebut.

22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Observasi/temuan
Perdarahan abnormal pada semua system dan pada sisi prosedur invasive
1. Kulit dan mukosa membrane
1) Perembesan difusi darah atau plasma
2) Petekie
3) Purpura yang teraba : pada awalnya pada dada dan abdomen
4) Bula hemoragi
5) Hemoragi subkutan
6) Hematoma
7) Luka baker karena plester
8) Sianosis akral

2. System Gastrointestinal
1) Mual, muntah
2) Uji guaiak positif pada emesis/aspirasi nasogastrik dan feses
3) Nyeri hebat pada abdomen
4) Peningkatan lingkar abdomen

3. System ginjal
1) Hematuria
2) Oliguria

4. System pernafasan
1) Dispnea
2) Takipnea
3) Sputum mengandung darah

23
5. System kardiovaskuler
1) Hipotensi meningkat
2) Hipontesi postural
3) Frekuensi jantung meningkat
4) Nadi perifer takteraba

6. System saraf perifer


1) Perubahan tingkat kesadaran
2) Gelisah
3) Ketidakstabilan vasomotor

7. System musculoskeletal
1) Nyeri : otot, sendi, punggung

8. Perdarahan sampai hemoragi


1) Insisi operasi
2) Uterus postpartum
3) Fundus mata : perubahan visual
4) Pada posisi procedur invasive : suntikan, IV, kateter arterial dan
selang nasogastrik atau dada

Pemeriksaan diagnostic/laboratorium
1. Pemeriksaan seri
1) PT > 15 detik
2) Fibrinogen < 160 mg/ml
3) Produk degradasi fibrin (FDP) > 1/8
4) Trombosit < 100.000/mm3

2. Dengan penyakit hati signifikan


1) PT > 25 detik
2) Fibrinogen < 125 mg/ml
3) FDP > 1/64

24
4) Trombosit < 50.000

3. Penurunan faktor-faktor esai : V, VII, VIII, X, XIII


4. PTT > 60 sampai 80 detik
5. Penurunan Ht tanpa perdarahan klinis
6. Terlihat skistosis pada SDM
7. Asidosis repiratorik

Potensial komplikasi
1. Syok
2. Nekrosis tubuler akut
3. Edema pulmoner
4. GJK
5. Konvulasi
6. Koma
7. Gagal system organ besar

Penatalaksanaan
1. Pengobatan gangguan dasar
2. Terapi antikoagulan : IV heparin
3. Plasma segar beku, trombosit, faktor-faktor pembekuan, produk darah lain
dan cairan parenteral
4. Terapi trombolitik
5. Terapi oksigen

3.2 Diagnosa Keperawatan


1.Perubahan perfusi jaringan: ginjal, serebral, kardiopulmoner,
gastrointestinal, atau perifer yang berhubungan dengan terganggunya
aliran dibuktikan oleh perdarahan
2.Nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan
3.Ansietas yang berhubungan dengan ancaman kematian

25
3.3 Intervensi
Intervensi evaluasi
Diagnosa : Perubahan perfusi jaringan : ginjal, serebral, kardiopulmoner,
gastrointestinal, atau perifer yang berhubungan dengan terganggunya
aliran dibuktikan oleh perdarahan
 Pertahankan akses vena dengan Tanda vital pasien stabil; tidak ada tanda
menggunakan teknik aseptic ketat perdarahan lanjut; sisi bekas pungsi
 Berikan heparin IV dan plasma segar pulih
beku, trombosit, dan produk darah lain.
 Lakukan tranfusi tukar untuk neonatus
 Observasi terhadap perdarahan pada
sisi fungsi vena atau bekuan pada ujung
kateter.
 Pantau titer FDP dan laporkan pada
dokter untuk perubahan dosis heparin
 Pantau tekanan arterial, EKG, TD, S,
N,dan P setiap 30 menit sampai 60
menit,
 Kaji status neorologi setiap 30 sampai
60 menit
 Auskultasi dada dan jantung serta bunyi
nafas setiap jam
 Pantau efek terapi oksigen bila
diberikan
 Pantau gas darah arteri
 Kaji terhadap peningkatan perdarahan
dan hemoragi pada sisi yang baru di
semua system tubuh.
 Ukur masukan dan haluan setiap 1 jam.
 Ukur lingkar abdomen bila dicurigai
terjadi perdarahan GI
 Berikan dengan hati-hati perawatan
sesuai kebutuhan

26
 Oleskan busa jeli atau balutan trombin
pada area dengan perdarahan yang jelas
 Berikan higien oral setiap 2jam sampai
4 jam
 Timbang pasien setiap hari dengan
pakaian yang sama dan alat penimbang
yang sama.
 Lindungi dari trauma
Diagnosa : Nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan
 Kaji lokasi, kualitas dan intensitas Pasien mengatakan merasa nyaman;
nyeri; gunakan skala tingkat nyeri postur tubuh dan wajah relaks
 Baringkan pasien pada posisi yang
nyaman; berikan penyangga dengan
bantal untuk mencegah tekanan pada
bagian tubuh
 Bantu dengan memberikan perawatan
ketika pasien mengalami perdarahan
hebat atau mengalami rasa tidak
nyaman
 Pertahankan lingkungan yang tenang
 Berikan waktu istirahat yang cukup;
buat jadwal aktivitas dan pemeriksaan
diagnostic, bila memungkinkan, sesuai
dengan toleransi pasien
 Bantu pasien dengan pilihan tindakan
yang nyaman seperti terapi musik,
imajinasi atau distraksi lainnya
 Berikan analgesic sesuai pesanan; kaji
kefektifannya
Diagnosa : Ansietas yang berhubungan dengan ancaman kematian
 Kaji tingkat ketakutan pasien dan Pasien mengungkapkan pemahaman
pemahamannya tentang kondisi tentang kondisi; berpartisipasi dalam
sekarang bila memungkinkan perawatan; menggunakan tindakan

27
 Pertahankan lingkungan yang tenang; koping positif; gejala ansietas takada
dan tidak menimbulkan stress
 Siapkan keluarga atau orang terdekat
untuk penampila pasien
 Tetaplah bersama pasien atau sertakan
orang terdekat bersama pasien; gunakan
sentuhan, keyakinan dan bahasa tubuh
yang positif
 Berikan informasi tentang kondisi,
prosedur dan pemeriksaan diagnosis
dalam bahasa yang dimengerti oleh
pasien
 Berikan dorongan untuk bertanya;
jawab dengan jelas dan konsisten serta
berikan klarifikasi bila mungkin
 Perhatika kemajuan fisik yang positif
bila memungkinkan
 Berikan lingkungan yang kondusif
untuk membicarakan dan
mengekpresikan perasaan, kekuatiran,
katakutan dan kehilangan
 Bersikap sensitif terhadap kebutuhan;
dengarkan pada isyarat nonverbal
 Pertahankan dan bantu dalam strategi
koping
 Berikan kemudahan untuk
menghubungi orang lain yang dapat
membantu pasien : petugas, ahli
psikologi, pekerja sosial

BAB IV
PENUTUP

28
4.1 Kesimpulan
Biasanya keseimbangan (homeostasis) berada diantara perdarahan
dan sistem fibrinolitik. Sistem hemostatik mengehntikan aliran darah dari
pembuluh yang cedera, pertama penutupan oleh trombosit, lalu diikuti
olehpembentukan gumpalan fibrin. Proses koagulasi melibatkan interaksi
dari faktor koagulasi yang teruss menerus beredar dalam aliran darah
dimana masing-masing faktor secara berurutan mengaktifkan faktor
berikutnya, “efek kaskade”.sistem fibrinolitik adalah proses dimana
gumpalan fibrin terbelah menjadi turunan produk fibrinolitik dan sirkulasi
dipulihkan.
DIC adalah suatu sindrom yang ditandai dengan adanya perdarahan
akibat trombin bersirkulasi dalam darah pada daerah tertentu.dasarnya
adalah pembentukan bekuan darah dalam pembuluh–pembuluh darah
kapiler diduga karena masuknya tromboplastin jaringan kedalam darah.
Akibat pembekuan ini terjadi trombositopenia, pemakaian faktor-faktor
pembekuan darah, fibrinolisis.

4.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan
atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-
kesempatan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

29
Tambunan, K. L, Sudoyo, A. Mustoffa, Pudjiadji, A. Chen, K. 2001. Tatalaksana
Koagulasi Intravaskular Diseminat (DIC), Konsensus Nasional.
Suparman. 1993. Ilmu Penyakit Dalam, Balai penerbit Fakultas Kedokteran
Indonesia, cetakan pertama, 2001.
Sibal, B,M. 1999. Diagnosis and management of women with hemolysis, elevated
liver enzimes and low platelet Count Syndrom. Hospital Phisicia.

30

Anda mungkin juga menyukai