Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN CVA BLEDDING

Dosen Fasilitator :

Nasrul Hadi Purwanto., S.Kep.Ners., M.Kes

Nama Mahasiswa :

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO 2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan kesempatan,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang diharapkan walaupun dalam
bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini membahas tentang “Asuhan Keperawatan
Kritis Pada Pasien CVA Bledding” dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan
kita khususnya tentang bagaimana konsep keperawatan bencana.
Dengan adanya makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan minat
baca teman-teman. Selain itu, kami juga berharap semua dapat mengetahui dan memahami
tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu kita.
kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat minim,
sehingga saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih kami harapkan
demi perbaikan makalah ini. Kami ucapkan terimakaih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini

Mojokerto, 14 September 2021

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. KONSEP MEDIS
a. DEFINISI

b. ETIOLOGI
c. PATOFISIOLOGI/ WOC
d. TANDA DAN GEJALA
e. KOMPLIKASI
f. PEMERIKSAAN PENUNJANG
g. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI

B. KONSEP KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
c. INTERVENSI
d. IMPLEMENTASI
e. EVALUASI
DAFTAR PUSTAKA

KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
CVA Bleeding adalah pendarahan keluarnya darah dari pembuluh darah yang
terluka pengeluaran darah. Stroke hemoragik adalah kondisi pecahnya salah satu
arteri dalam otak yang memicu perdarahan di sekitar organ tersebut sehingga aliran
darah pada sebagian otak berkurang atau terputus. Tanpa pasokan oksigen yang
dibawa sel darah, sel otak dapat cepat mati sehingga fungsi otak dapat terganggu
secara permanen.
Perdarahan saat pecahnya pembuluh darah dalam otak disebut dengan
perdarahan intraserebral, sedangkan perdarahan pada pembuluh darah pada ruang di
antara lapisan pembungkus otak bagian tengah dan dalam disebut dengan perdarahan
subarachnoid.

2. ETIOLOGI
Stroke hemoragik terjadi ketika pembuluh darah di dalam atau di sekitar otak pecah.
Kondisi ini menyebabkan darah mengalir ke dalam rongga di dalam tengkorak, bukan
ke jaringan otak. Akibatnya, tekanan di dalam kepala meningkat dan jaringan otak
mengalami kerusakan.
Ada beberapa penyebab pecahnya pembuluh darah, yaitu:
- Cedera kepala berat
- Tekanan darah tinggi (hipertensi)
- Aneurisma otak, yaitu penggembungan dinding pembuluh darah otak yang lemah
akibat tekanan darah atau akibat kelainan sejak lahir
- Malformasi arteri vena otak, yaitu kelainan lahir di mana pembuluh darah arteri
dan vena dalam otak terhubung tanpa kapiler
- Kelainan darah yang meningkatkan risiko perdarahan, seperti penyakit anemia sel
sabit dan hemophilia
- Tumor otak, baik ganas maupun jinak, yang berdampak ke pembuluh darah otak

3. TANDA DAN GEJALA


Gejala stroke hemoragik umumnya terjadi ketika penderitanya melakukan aktivitas
fisik dengan intensitas yang tinggi. Hal ini berkaitan erat dengan faktor pemicu stroke
yang paling umum, yakni tekanan darah tinggi.
Gejala yang muncul akibat stroke hemoragik dapat berbeda-beda, tergantung pada
seberapa besar jaringan yang terganggu, lokasi, dan tingkat keparahan perdarahan.
Berikut ini adalah penjelasannya:
a. Stroke hemoragik intraserebral
Stroke hemoragik intraserebral biasanya terjadi secara tiba-tiba. Gejala yang
dapat terjadi pada perdarahan intraserebral antara lain:
- Sakit kepala tak tertahankan
- Mual dan muntah
- Penurunan kesadaran
- Lemah atau lumpuh di salah satu sisi tubuh
- Mati rasa pada satu sisi tubuh
- Sulit mengucapkan kata-kata (pelo), kata-kata yang diucapkan jadi
tidak relevan, atau tidak bisa berbicara sama sekali
- Tidak bisa mengerti perkataan orang lain dan terlihat bingung
- Kejang
b. Stroke hemoragik subarachnoid
Stroke hemoragik subarachnoid menimbulkan gejala awal berupa penglihatan
ganda, nyeri di mata, dan sakit kepala atau pusing berputar. Gejala awal
tersebut dapat terjadi beberapa menit hingga beberapa minggu sebelum
pembuluh darah pecah.
Setelah pembuluh darah pecah, beberapa gejala yang dapat muncul adalah:
- Sakit kepala yang sangat parah, yang bisa dideskripsikan sebagai sakit
kepala terparah yang pernah dialami seumur hidup
- Mual dan muntah
- Kaku di leher bagian belakang
- Penglihatan kabur atau terasa silau
- Pusing berputar atau seperti melayang
- Bicara pelo dan kelemahan di satu sisi tubuh
- Penurunan kesadaran yang terjadi dengan cepat
- Kejang

4. KOMPLIKASI
Penderita stroke hemoragik berisiko mengalami komplikasi yang serius. Komplikasi
ini dapat terjadi dalam hitungan hari atau minggu setelah stroke terjadi. Beberapa
komplikasi yang sering terjadi adalah:
- Hidrosefalus, yaitu penumpukan cairan pada otak yang bisa meningkatkan
tekanan di dalam kepala dan merusak jaringan otak
- Vasospasme, yaitu penyempitan pembuluh darah yang dapat menurunkan
aliran darah yang membawa oksigen ke dalam otak
- Stroke hemoragik kembali terjadi
- Kejang
Gangguan akibat kerusakan otak juga dapat menyulitkan pasien dalam waktu yang
cukup lama, bahkan seumur hidup. Gangguan yang dapat terjadi antara lain:
- Tidak mampu menggerakkan bagian tubuh (lumpuh)
- Mati rasa atau kelemahan di bagian tubuh
- Sakit kepala jangka panjang
- Gangguan penglihatan
- Kesulitan dalam berbicara atau memahami kata-kata yang diucapkan atau
ditulis
- Gangguan dalam berpikir dan mengingat
- Kesulitan dalam menelan, makan, atau minum
- Perubahan kepribadian atau gangguan emosi
Gangguan-gangguan di atas dapat berdampak besar pada kualitas hidup penderita dan
keluarganya. Selain itu, gangguan tersebut juga dapat menyebabkan komplikasi lain,
seperti:
- Deep vein thrombosis, akibat tidak bisa bergerak dalam waktu yang lama
- Kekurangan gizi, akibat sulit menelan makanan
- Pneumonia aspirasi, akibat tersedak saat berusaha makan
- Kecemasan dan depresi, yang dapat berkembang akibat gangguan emosi
Meski begitu, tidak semua penderita stroke hemoragik mengalami gangguan di atas
untuk seumur hidup. Kondisi ini dapat membaik dengan kontrol ke dokter dan
menjalani terapi rehabilitasi pascastroke secara rutin.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Seseorang menderita stroke hemoragik melalui analisis gejala, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan saraf, serta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan antara lain:
- CT scan atau MRI, untuk mengetahui lokasi perdarahan, seberapa besar
kerusakan jaringan pada otak, dan untuk melihat apakah ada kelainan lain pada
jaringan otak, seperti tumor
- Angiografi otak, yakni pemeriksaan dengan menggunakan sinar-X untuk
menemukan pembuluh darah yang pecah dan mendeteksi kelainan bentuk
pembuluh darah
- Pemeriksaan darah lengkap, untuk memeriksa seberapa cepat pembekuan
darah bisa terjadi
- Pungsi lumbal, untuk memastikan apakah cairan serebrospinal bercampur
dengan darah (tanda positif stroke hemoragik subarachnoid)

6. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI


Penderita stroke hemoragik akan dirawat di unit rawat intensif agar kondisinya dapat
dipantau secara ketat. Penanganan umumnya akan berfokus untuk mengendalikan
perdarahan dan mencegah terjadinya komplikasi.
a. Kondisi gawat darurat
Pada tahap awal, dokter akan bertindak cepat untuk menyelamatkan pasien.
Tindakan yang dapat dilakukan oleh dokter antara lain:
- Memberikan obat untuk membantu pembekuan darah, seperti
pemberian vitamin K, transfusi darah trombosit, atau faktor pembeku darah,
jika diketahui bahwa pasien mengonsumsi pengencer darah
- Menurunkan tekanan darah secara perlahan dengan obat-obatan
- Menurunkan tekanan dalam kepala, misalnya dengan pemberian obat
diuretik atau kortikosteroid melalui infus
- Memberikan obat antikejang (antikonvulsan), untuk mengatasi atau mencegah
kejang
Untuk kasus stroke hemoragik dengan perdarahan yang sangat banyak, diperlukan
tindakan operasi guna mengeluarkan kumpulan darah yang terjebak di dalam otak
dan menurunkan tekanan di dalam kepala. Operasi juga bertujuan untuk
menghentikan perdarahan.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah:
- Neurosurgical clipping, yaitu dengan menjepit aneurisma yang pecah agar
tidak terjadi perdarahan berulang.
- Endovascular coiling, yaitu dengan menyumbat pembuluh darah untuk
menghalangi aliran darah ke area aneurisma dan menggumpalkan darah untuk
menghentikan perdarahan.
b. Masa pengawasan dan pemulihan
Penderita stroke hemoragik yang perdarahannya tidak terlalu banyak dan
pasien yang telah menjalani operasi akan menjalani masa pengawasan serta
pemulihan.
Petugas medis akan memantau pasien secara ketat setidaknya selama 1 hari.
Selama masa pemulihan, pemberian obat-obatan seperti penurun tekanan
darah, antikonvulsan, atau vitamin K, dapat diteruskan sesuai kebutuhan untuk
menjaga kondisi pasien tetap stabil.
Obat pereda nyeri juga bisa diberikan pada pasien guna meredakan sakit
kepala. Namun, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) tidak dianjurkan pada
pasien stroke hemoragik, karena dapat memperburuk perdarahan.
Obat pencahar juga dapat diberikan guna mencegah pasien mengejan terlalu
keras saat BAB, yang dapat meningkatkan tekanan di dalam kepala.
Setelah kesadaran pasien sudah kembali, terapi rehabilitasi dapat dilakukan
sesegera mungkin. Terapi pascastroke yang dapat dilakukan antara
lain fisioterapi, terapi okupasi, atau terapi bicara. Terapi-terapi ini tidak hanya
dilakukan di rumah sakit, tetapi juga perlu diteruskan meski pasien sudah
kembali ke rumah.

7. Pathway
KONSEP KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
1. Identitas
Pada penderita CVA Bleeding, umur menjadi pengaruh dalam munculnya
serangan karena insiden meningkat sejalan dengan meningkatnya umur,
biasanya pada seseorang yang usia diatas 55 tahun, seorang yang obesitas
biasanya mempunyai resiko lebih tinggi karena memiliki kolesterol tinggi dan
hipertensi, gaya hidup yang buruk seperti merokok dan konsumsi alcohol juga
berpengaruh dalam terbentuknya aterosklerosis yang akan mengakibatkan stroke.
Biasanya lebih banyak pria dari pada wanita yang terkena CVA Bleeding karena
faktor hormonal.
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus CVA Bleeding adalah nyeri
kepala hebat disertai dengan penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang biasanya mengalami penurunan kesadaran gangguan persepsi,
kehilangan komunikasi, kehilangan motoric, merasa kesulitan melakukan
aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis, merasa mduah lelah
dan susah beristirahat.
4. Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah penderita mempunyai penyakit hipertensi, riwayat penyakit
kardiovaskuler, riwayat tinggi kolesterol dan diabetes melitus karena merupakan
faktor resiko terjadi stroke.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarganya ada yang pernah menderita stroke,
apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit hipertensi dan diabetes
melitus karena merupakan faktor stroke.
6. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Perlu dikaji apakah penderita CVA Bleeding antara lain :
- Merokok
- Konsumsi terlalu banyak alcohol
- Penggunaan obat-obat terlarang
7. Pemerikasaan fisik
- System pernafasan (Breath)
Pada dada terbentuk normal, inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas dan
peningkatan frekuensi pernafasan, auskultasi didapatkan bunyi nafas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun sering didapatkan pada klien dengan
penurunan tingkat kesadaran koma, pada klien yang kesadaran compos mentis
sering kali tidak didapati kelainan pada system pernafasan.
- System kardiovaskuler (Blood)
Pada klien dengan CVA Bleeding tekanan darah cenderung meningkat, denyut
nadi nornal , CRT <3 detik, akral hangat, S1 dan S2 tunggal, tidak ada suara
tambahan.
- System persarafan (Brain)
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat. Periksa adanya pupil, unilateral,
observasi tingkat kesadaran. Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologi,
tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat) ukuran
area perfusinya tidak adekuat, ada aliran darah koleteral (sekunder dan
asesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan dengan pemeriksaan lain:

Pengkajian tingkat kesadaran:


Kualitas kesadaran pada klien merupakan parameter yang paling mendasar
dan paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tngkat keterjagaan klien
dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem pernafasan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien
stroke biasanya berkisaran dalam tingkat latargi, stupor dan semikomatosa.
Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian Glasgow Coma Scale
(GCS) sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan. Penilaian GCS :
Penurunan kesadaran merupakan tanda utama trauma kapitis, saat ini
penurunan kesadaran dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS),
dan merupakan keseharusan untu dikuasai oleh para medik.
Nilai Normal Glasgow Coma Scale (GCS):
a. Menilai respon membuka mata (E)
4 : Spontan membuka mata
3 : Membuka mata dengan perintah
2 : Membuka mata dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak membuka mata dengan rangsangan apapun
b. Menilai respon verbal/respon bicara (V)
5 : Berorientasi dengan baik
4 : Bingung berbicara mengacau, disorientasi tempat dan waktu
3 : Bisa membentuk kata tetapi tidak bisa membentuk kalimat
2 : Bisa mengeluarkan suara tanpa hati (mengerang)
1 : Tidak bersuara
c. Menilai respon motoric (M)
6 : Mengikuti perintah
5 : Melokalisir nyeri (menjangkau dan menjauhkan stimulus saat
diberikan rangsangan nyeri)
4 : Withdraws (menghindar/menarik ekstremitas atau tubuh
menjauh stimulus saat diberi rangsangan nyeri)
3 : Menjauhi rangsangan nyeri
2 : Okstensi spontan
1 : Tidak ada gerakan

- Sistem Perkemihan (Bladder)


Pada klien dengan CVA Bleeding didapatkan incontensia urine tetapi
pada bladder terkadang penuh. Biasanya klien menggunakan selang kateter.

- Sistem Pencernaan (Bowel)


Pada perut terdapat kembung dan juga terdapat penurunan peristaltic
usus, adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah,
nafsu makan yang menurun, mual muntah pada fase akut. Pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.

- Sistem Integumen & Muskuloskeletal (Bone)


Adanya kelemahan, kelupuhan dan menurunnya persepsi/kognitif akibat
adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi/control
otot. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/hemiplegi, mudah lelah biasanya klien mengalami
kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot, perabahan/sentuhan
menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit.
- Sistem Integumen & Muskuloskeletal (Bone)
Adanya kelemahan, kelupuhan dan menurunnya persepsi/kognitif akibat
adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi/control
otot. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/hemiplegi, mudah lelah biasanya klien mengalami
kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot, perabahan/sentuhan
menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit.

- Sistem Penginderaan
Biasanya penglihatan klien terjadi gangguan penglihatan atau kekaburan, pada
hidung klien biasanya simetris dan ketajaman penciuman normal, pada telinga
klien biasanya simetris kanan kiri dan tes pendengaran normal, pada indra
perasa terkadang tidak bisa merasakan atau membedakan pahit, manis, asin,
asam. Pada indera peraba biasanya hanya terjadi kelumpuhan saja yang tdak
teraba.

- Sistem Endokrin
Biasanya klien tidak terjadi pembesaran kelenjar apapun dan biasanya
tidak memiliki luka gangrene.

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis dibuktikan
dengan dispnea, penggunaan otot bantu nafas, pola nafas abnormal. (D.0005)
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neurologis
dibuktikan dengan tidak mampu bicara dan mendengar, afasia, disfasia,
apraksia, disartia, pelo (D.0054)
3. Risiko jatuh dibuktikan dengan kekuatan otot menurun, gangguan
pendengaran, gangguan keseimbangan. (D.0143)
c. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Criteria hasil Intervensi
1 Pola nafas Setelah Pola nafas : Manajemen jalan
tidakefektif diakukan (L.01004) nafas : (I.01011)
berhubungangguan asuhan - Dispnea Observasi:
neurologis keperawatan menurun - Monitor jalan nafas
dibuktikan dengan 2x24jam - Penggunaan - Monitor bunyi
dispnea, penggunaan diharapkan otot bantu nafas tambahan
otot bantu nafas, pola nafas nafas - Monitor sputum
pola nafas abnormal membaik menurun Terapeutik :
(D.0005) - Pemanjanga - Posisikan semi
fase fowler atau
ekspresi fowler
menurun - Berikan minum
- frekuensi hangat
nafas - Lakukan
membaik fisioterapi dada,
jika perlu
- Lakukan
penghisapan
lendir kurang
dari 15 detik
- Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
- Berikan oksigen
Edukasi :
- Anjurkan asupan
cairan
- Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborassi
pemberian
bronkodilator,eksp
ektoran, mukolitik
2 Gangguan Setelah Komunikasi verbal Promosi komunikasi
komunikasi verbal diakukan (L.13118) defisit bicara (I.13492)
berhubungan dengan asuhan - Kemampua Observasi
gangguan neurologis keperawatan n berbicara - Monitor
dibuktikan dengan 2x24jam meningkat kecepatan,
tidak mampu bicara diharapkan - Kemampua tekanan, dan
dan mendengar, komunikasi n diksi bicara
afasia, disfasia, verbal mendengar - Monitor proses
apraksia, disartia, meningkat meningkat kognitif,
pelo (D.0054) - Afasia anatomis,
menurun fisiologi yang
- Disfasia berkaitan
menurun dengan bicara
- Apraksia - Identifikasi
menurun perilau
- Disatria emosional
menurun Terapeutik
- Pelo - Gunakann
menurun metode
komunikasi
alternatif
- Sesuaikan gaya
komunikasi
sesuai
kebutuhan
- Berikan
dukungan
psikologis
- Gunakan juru
bicara
Edukasi
- Anjurkan
berbicara
perlahan
- Ajarkan pasien
dan keluarga
proses kognitif,
berhubungan
denga n
kemampuan
berbicara
Kolaborasi
- Rujuk ke ahli
patologi bicara
atau terapis
3 Resiko jatuh Setelah Tingkat jatuh Pencegahan jatuh
dibuktikan dengan diakukan (L.14138) (I.14540)
kekuatan otot asuhan - Jatuh dari Observasi
menurun, gangguan keperawata n tempat tidur - Identifikasi
pendengaran, 2x24jam menurun resiko jatuh
gangguan diharapkan - Jatuh saat - Identifikasi
keseimbangan. tingkat jatuh berdiri faktor
(D.0143) menurun menurun lingkungan yang
meningkatkan
resiko jatuh
- Monitor
kemampuan
berpindah dari
tempat tidur ke
kursi roda
Terapeutik
- Orientasi
ruangan pada
pasien dan
keluarga
- Pastikan roda
tepat tidur
terkunci
- Gunakan alat
bantu berjalan
Edukasi
- Anjurkan
memanggil
perawat jika
membutuhkan
bantuaan untuk
berpindah
- Anjurkan
berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan
tubuh

d. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka
membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau
respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan.

e. EVALUASI

Setelah dilakukan implementasi, langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi.


Evaluasi terdiri dari SOAP yaitu Subjective Data, Objektive Data, Analisis, dan
Planning, yakni :
S = berisi infomasi tentang keluhan pasien saat dilakukan evaluasi
O = berisi data hasil pemeriksaan fisik ketika dilakuakn evaluasi
A = berisi kesimpulan apakah masalah teratasi atau masalah teratasi sebagian atau
masalah belum teratasi
P = merupakan planning atau perencanaan setelah melihat hasil analisis
data.planning juga dapat berupa intervensi lanjutan, intervensi dihentikan, atau
intervensi dimodifikasi.

Anda mungkin juga menyukai