Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan
pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain
menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, Stroke juga menjadi
beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.\
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan
masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk
mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan Stroke yang
mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.
Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi
sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita Stroke yang terus
meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan Stroke yang cepat,
tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah
penulis menyusun makalah mengenai Stroke yang menunjukan masih menjadi salah
satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia.

1.2. RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH


Dengan melihat latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka beberapa
masalah yang akan dirumuskan dalam makalah ini adalah:
1. Pengertian Stroke
2. Jenis/ Bentuk/ Klasifikasi Stroke
3. Faktor Resiko
4. Mekanisme Kausal Terjadinya Penyakit
5. Tanda dan Gejala Klinis
6. Diagnosis
7. Upaya Pencegahan
8. Pengobatan

1
1. 3. TUJUAN

1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Epidemiologi Kesehatan


2. Untuk mengetahui factor penyebab terjadinya Stroke

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengembalian kesehatan orang yang


terkena Stroke

4. Untuk mengetahui cara penyembuhan Stroke.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Definisi
1. Stroke adalah keadaan di mana sel-sel otak mengalami kerusakan karena tidak
mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup. Sel-sel otak harus selalu
mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup agar tetap hidup dan dapat
menjalankan fungsinya dengan baik. Oksigen dan nutrisi ini dibawa oleh
darah yang mengalir di dalam pembuluh-pembuluh darah yang menuju sel-sel
otak. Apabila karena sesuatu hal aliran darah atau aliran pasokan oksigen dan
nutrisi ini terhambat selama beberapa menit saja, maka dapat terjadi stroke.
Penghambatan aliran oksigen ke sel-sel otak selama 3 atau 4 menit saja sudah
mulai menyebabkan kerusakan sel-sel otak. Makin lama penghambatan ini
terjadi, efeknya akan makin parah dan makin sukar dipulihkan. Sehingga
tindakan yang cepat dalam mengantisipasi dan mengatasi serangan stroke
sangat menentukan kesembuhan dan pemulihan kesehatan penderita stroke.
2. Stroke Hemorrhagic meliputi pendarahan di dalam otak (intracerebral
hemorrhage) dan pendarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada
jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage).
3. Stroke haemorrhagic , yaitu stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah di otak, sehingga terjadi perdarahan di otak. Haemorrhagic stroke
umumnya terjadi karena tekanan darah yang terlalu tinggi. Hampir 70 persen
kasus haemorrhagic stroke terjadi pada penderita hipertensi (tekanan darah
tinggi). Hipertensi menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding
pembuluh darah, sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan
pembuluh darah rentan pecah. Namun demikian, hemorrhagic stroke juga
dapat terjadi pada bukan penderita hipertensi. Pada kasus seperti ini biasanya
pembuluh darah pecah karena lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-
tiba karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan atau faktor
emosional.

3
Terdapat dua jenis utama pada stroke yang mengeluarkan darah :
(intracerebral hemorrhage dan (subarachnoid hemorrhage. Gangguan lain yang
meliputi pendarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural,
yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang
berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke.

2. Faktor Resiko :
 Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga,
riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan
heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria.
 Yang dapat diubah : hypertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan
obat dan alcohol, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis,
hyperurisemia dan dislidemia.

3. Patofisiologi
Otak sendiri merupakan 2% dari berat tubuh total. Dalam keadaan istirahat
otak menerima seperenam dari curah jantung. Otak mempergunakan 20%
dari oksigen tubuh. Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi
anoksia seperti yang terjadi pada CVA di otak mengalami perubahan
metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3
sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling
sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.

4
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau
cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau
penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian
otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-
perubahan iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat
menimbulkan nekrosis.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
kejaringan (hemorrhage).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan
pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui
batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu
arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak
normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha
membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan
awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah
gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit
dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini.
Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi
sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan
darah arteri. Di samping itu reaktivitas serebrovaskuler terhadap PCO2
terganggu. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan
memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan
secara permanen
Skema :
 Perdarahan arteri / oklusi

5
 Penurunan tekanan perfusi vaskularisasi distal
 Iskemia Pelebaran kontara lateral
 Anoksia Aktivitas elektrik terhenti
 Metabolisme Anaerob Pompa natrium dan kalium gagal
 Metabolisme Asam Natrium dan air masuk ke sel
 Asidosis lokal Edema intra sel
 Pompa natrium gagal Edema ekstra sel
 Edema dan nekrosis jaringan Perfusi jaringan serebral
 Sel mati secara progresif (defisit fungsi otak) ( Satyanegara, 1998)

4. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran :
1. Breathing (Pernapasan)
- Usahakan jalan napas lancar.
- Lakukan penghisapan lendir jika sesak.
- Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk.
- Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar.
2. Blood (Tekanan Darah)
- Usahakan otak mendapat cukup darah.
- Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut.
3. Brain (Fungsi otak)
- Atasi kejang yang timbul.
- Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi.
4. Bladder (Kandung Kemih)
- Pasang katheter bila terjadi retensi urine
5. Bowel (Pencernaan)
- Defekasi supaya lancar.
- Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde.

6
b. Menurunkan kerusakan sistemik.
Dengan infark serebral terdapat kehilangan irreversible inti sentral
jaringan otak. Di sekitar zona jaringan yang mati mungkin ada jaringan
yang masih harus diselamatkan. Tindakan awal yang harus difokuskan
untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga unsur yang
paling penting untuk area tersebut adalah oksigen, glukosa dan aliran
darah yang adekuat. Kadar oksigen dapat dipantau melalui gas-gas arteri
dan oksigen dapat diberikan pada pasien jika ada indikasi. Hypoglikemia
dapat dievaluasi dengan serangkaian pemeriksaan glukosa darah.

c. Mengendalikan Hypertensi dan Peningkatan Tekanan Intra Kranial


Kontrol hypertensi, TIK dan perfusi serebral dapat membutuhkan upaya
dokter maupun perawat. Perawat harus mengkaji masalah-masalah ini,
mengenalinya dan memastikan bahwa tindakan medis telah dilakukan.
Pasien dengan hypertensi sedang biasanya tidak ditangani secara akut.
Jika tekanan darah lebih rendah setelah otak terbiasa dengan hypertensi
karena perfusi yang adekuat, maka tekanan perfusi otak akan turun
sejalan dengan tekanan darah. Jika tekanan darah diastolic diatas kira-
kira 105 mmHg, maka tekanan tersebut harus diturunkan secara
bertahap. Tindakan ini harus disesuaikan dengan efektif menggunakan
nitropusid.
Jika TIK meningkat pada pasien stroke, maka hal tersebut biasanya
terjadi setelah hari pertama. Meskipun ini merupakan respons alamiah
otak terhadap beberapa lesi serebrovaskular, namun hal ini merusak
otak. Metoda yang lazim dalam mengontrol PTIK mungkin dilakukan
seperti hyperventilasi, retensi cairan, meninggikan kepala, menghindari
fleksi kepala, dan rotasi kepala yang berlebihan yang dapat
membahayakan aliran balik vena ke kepala. Gunakan diuretik osmotik

7
seperti manitol dan mungkin pemberian deksamethasone meskipun
penggunaannya masih merupakan kontroversial.
d. Terapi Farmakologi
Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragik, meskipun
heparinisasi pada pasien stroke iskemik akut mempunyai potensi untuk
menyebabkan komplikasi haemoragik. Heparinoid dengan berat molekul
rendah (HBMR) menawarkan alternatif pada penggunaan heparin dan
dapat menurunkan kecendrungan perdarahan pada penggunaannya. Jika
pasien tidak mengalami stroke, sebaliknya mengalami TIA, maka dapat
diberikan obat anti platelet. Obat-obat untuk mengurangi perlekatan
platelet dapat diberikan dengan harapan dapat mencegah peristiwa
trombotik atau embolitik di masa mendatang. Obat-obat antiplatelet
merupakan kontraindikasi dalam keadaan adanya stroke hemoragi
seperti pada halnya heparin.
e. Pembedahan
Beberapa tindakan pembedahan kini dilakukan untuk menangani
penderita stroke. Sulit sekali untuk menentukan penderita mana yang
menguntungkan untuk dibedah. Tujuan utama pembedahan adalah untuk
memperbaiki aliran darah serebral.
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah
otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita
beberapa penyulit seperti hypertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskuler yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum
sehingga saluran pernapasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat
dipertahankan.

5. Komplikasi
a. TIK meningkat
b. Aspirasi
c. Atelektasis

8
d. Kontraktur
e. Disritmia jantung
f. Malnutrisi
g. Gagal napas

B. Clinical Nursing Pathway


1. Definisi
Clinical pathway adalah konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum
setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan, standar
asuhan keperawatan, dan standar pelayanan tenaga kesehatan lainnya, yang berbasis
bukti dengan hasil yang dapat diukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di
rumah sakit clinical pathway merupakan rencana multidisiplin yang memerlukan
praktik kolaborasi dengan pendekatan tim, melalui kegiatan day to day, berfokus pada
pasien dengan kegiatan yang sistematik memasukkan standar outcome (Adisasmito,
2008). Tujuan pelaksanaan clinical pathwayadalah menyediakan pelayanan terbaik
ketika gaya praktik harus dibedakan secara signifikan dan menyediakan kerangka
kerja untuk mengumpulkan dan menganalisis data proses perawatan sehingga
provider mengerti seberapa sering dan mengapa pasien tidak mengikuti program yang
diinginkan selama masa hospitalisasi (Cheah, 2000).
Menurut Marelli (2000) clinical pathway merupakan pedoman kolaboratif untuk
merawat pasien yang berfokus pada diagnosis, masalah klinis dan tahapan
pelayanan.clinical pathway menggabungkan standar asuhan setiap tenaga kesehatan
secara sistematik. Tindakan yang diberikan diseragamkan dalam suatu standar
asuhan, namun tetap memperhatikan aspek individu dari pasien.
2. Tujuan
Tujuan pemberlakuan clinical pathwaymenurut Luttman (2002) yaitu:
a. Meningkatkan mutu pelayanan medis dengan proses pelayanan yang lebih
terstandarisasi dan terkoordinasi dengan baik.
b. Meningkatkan mutu dokumentasi.
c. Meningkatkan pengukuran proses dan luaran pelayanan klinis.

9
d. Meningkatkan koordinasi

3. Komponen
Feuth dan Claes (2008) mengemukakan bahwa ada 4 komponen utama clinical
pathway, yaitu meliputi:
a. Kerangka waktu
kerangka waktu menggambarkan tahapan berdasarkan pada hari perawatan atau
berdasarkan tahapan pelayanan seperti: fase pre-operasi, intraoperasi dan
pascaoperasi.b. Kategori asuhan
kategori asuhan berisi aktivitas yang menggambarkan asuhan seluruh tim kesehatan
yang diberikan kepada pasien.
c. Kriteria hasil
kriteria hasil memuat hasil yang diharapkan dari standar asuhan yang diberikan,
meliputi kriteria jangka panjang yaitu menggambarkan kriteria hasil dari keseluruhan
asuhan dan jangka pendek, yaitu menggambarkan kriteria hasil pada setiap tahapan
pelayanan pada jangka waktu tertentu.
d. Pencatatan varian
lembaran varian mencatat dan menganalisis deviasi dari standar yang
ditetapkan dalam clinical pathway. Kondisi pasien yang tidak sesuai dengan standar
asuhan atau standar yang tidak bisa dilakukan dicatat dalam lembar varian.
4. Prinsip-prinsip

Prinsip - prinsip dalam menyusun Clinical Pathway, dalam membuat


Clinical Pathway penanganan kasus pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
harus bersifat :

1. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara terpadu,


integrasi dan berfokus terhadap pasien (patient focused care)
serta bekesinambungan (continuing of care)

10
2. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat, bidan, piñata,
laboratories dan farmasis)

3. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan


keadaan perjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk
periode harian (untuk kasus rawat inap) atau jam (untuk gawat
darurat di IGD)

4. Pencatatan Clinical Pathway seluruh kegiatan pelayanan yang


diberikan kepada pasien secara terpadu dan berkesinambungan
tersebut dalam bentuk dokumen yang merupakan bagian dari
rekam medis.

5. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan Clinical Pathway


dicatat sevagai varians dan dilakukan kajian analisa dalam bentuk
audit

6. Varians tersebut dapat terjadi karena kondisi perjalanan penyakit,


penyakit penyerta atau

7. Komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors) dan


dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan

5. Langkah-Langkah Penyusunan Clinical Pathway

Langkah-langkah dalam penyusunan Format Clinical Pathway yang harus


diperhatikan :

11
1. Komponen yang harus dicakup sebagaimana definisi dari Clinical
Pathway
2. Memanfaatkan dana yang telah ada di lapangan dan disesuaikan
kondisi setempat seperti data laporan Rl. 2 (data keadaan
morbiditas pasien) yang dibuat setiap Rumah Sakit berdasarkan
petunjuk pengisian, pengolahan dan penyajian data Rumah Sakit
dan sensus harian untuk penetapan judul / topic Clinical Pathway
yang akan dibuat dan penetapan lama hari rawat

3. Untuk variable tindakan dan obat-obatan mengacu kepada


standar pelayanan medis, standar operasional prosedur, dan
daftar standar formularium yang telah ada di Rumah Sakit
setempat. Bila perlu standar-standar tersebut dapat dilakukan
revisi

4. Dengan menggunakan buku ICD 10 untuk hal kodifikasi diagnosis


dan ICD 9-CM untuk hal tindakan prosedur sesuai dengan profesi
masing-masing

12
13

Anda mungkin juga menyukai