I. KONSEP DASAR
A. Defenisi
Stroke adalah suatu penyakit cerebrovascular dimana terjadinya gangguan fungsi
otak yang berhubungan dengan penyakit pembuluhdarah yang mensuplai darah ke otak.
Stroke terjadi karena terganggunya suplai darah ke otak yang dikarenakan pecahnya
pembuluh darah atau karena tersumbatnya pembuluh darah. Tersumbatnya pembuluh darah
menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada jaringan otak (Widyaswara Suwaryo et al., 2019).
B. Etiologi
stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu sebagai berikut. (Ariani,
2012) dalam (Virda, 2019).
1. Trombosis serebral.
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama
trombosis serebral yang merupakan penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis
serebral berfariasi. Sakit kepala adalah onset yang tidak umum. Beberapa pasien dapat
mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami onset yang
tidak dapat dibedakan dari hemoragik intraserebral atau embolisme serebral. Secara
umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara,
hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahuli onset paralisis berat
pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral.
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabang nya
sehingga merusak sirkulasi serebral. Onset hemiparisi atau hemipalgia tiba-tiba dengan
afasia, tanpa afasia, atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau
pulmonal adalah karakteristik dari emobolisme serebral
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Hemoragi serebral.
a. Hemoragi ekstra dural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak
dengan robekan arteri tengah dan arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi
dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.
b. Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Oleh karena itu, periode
pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.
Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa
menunjukan tanda atau gejala.
b. Hemoragi subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi
dan malformasi arterikongenital pada otak.
c. Hemorahi intra serebral adalah perdarahan substansi dalam otak, paling umum
terjadi pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral di sebabkan oleh
perubahan degeneratif karena penyakit ini biasa menyebabkan ruptur pembuluh
darah. Biasanya onset tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi
membesar makin jelas defisit neurologi yang terjadi dalam bentuk penurunan
kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
C. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
local ( thrombus, emboli, perdarahan, dan spasme vascular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pada otak. Thrombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada area stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan atau terjadi
turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang di suplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar dari pada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadang-kadang sesduah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus 13 menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septic infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau rupture.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh rupture arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intra serebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskular, karena perdarahan yang
luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat
dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nucleus kaudatus, thalamus,
dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversible untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh
karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim
otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan mengakibatkan peningkatan
tekanan intracranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak.
Elemenelemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena 14 tekanan intracranial dan
penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin,
2008).
pathway
- factor pencetus hipertensi
- merokok, stress, gaya hidup yg tidak baik
- factor obesitas dan kolesterol yg meningkat dalam darah
Tanda Dan Gejala Umum Stroke Menurut (Tarwoto, 2013) Adapun beberapa tanda gejalanya
adalah:
1. Aktifitas
Tanda: Gangguan tonus otot, paralitik (hemiplagia) terjadi kelemahan umum,
gangguan pengelihatan gangguan tingkat kesadaran.
Gejala: Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilanga
sensasi atau paralis, merasa mudah lelah, susah untuk istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda: Frekuensi nadi dapat berfariasi (karena ketidak stabilan fungsi jantung),
disritmia, perubahan EKG, desiran pada karotis.
Gejala: Adanya penyakit jantung, polisitemia.
3. Integritas ego
Tanda: Emosi yang labil dan ketidak siapan untuk marah, sedih, dan gembira,
kesulitan mengekspresikan diri.
Gejala: Perasaan tidak berdaya atau tidak puas.
4. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih.
5. Makanan
Gejala: Napsu makan hilang, mual muntah selama fase aku (peningkatan TIK),
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah pipi dan tengkorak, adanya riwayat
diabetes, peningkatan lemak darah. Tanda: Kesulitan menelan (gangguan pada reflek
palatum dan faringeal), obesitas.
6. Neurosensori
Tanda: Status mental dan tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal,
pada wajah terjadi paralis, kehilangan kemampuan untuk mengenali, kehilangan
kemampuan untuk menggunakan motorik saat pasien ingin bergerak.
Gejala: Pusing (sebelum seangan / selama TIA), sakit kepala, kesemutan, kebas,
pengelihatan menurun, hilangnya rangsangan sensorik, gangguan rasa pengecapan
dan penciuman.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Fransisca (2013) dalam (Janah, 2019), pemeriksaan yang dapat dilakukan pada
pasien stroke sebagai berikut:
1. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya
pertahankan atau sumbatan arteri.
2. Skan tomografi komputer (computer tomography scan-CT). Mengetahui adanya
tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan intrakranial
(TIK). peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan subarakhnoid dan perdarahan intrakranial. Kadar protein total meningkat,
beberapa kasus trombosis disertai proses inflamasi.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI). menunjukan daerah infark, pendarahan,
malformasi arteriovenosa (AVM) 2.1.6.4 Ultrasonografi doppler (USG doppler).
mengidentifikasi penyakit arteriovera (masalah sistem arteri karotis [aliran darah atau
timbulnya plak]) dan arteriosklerosis.
4. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG). mengindentifikasi masalah pada
gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
5. Sinar tengkorak menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan 13 dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada pendarahan
subarakhnoid
G. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA Infark (muttaqin, 2008):
Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV:
o Mempertahankan saluran nafas yang paten
o Kontrol tekanan darah
o Merawat kandung kemih, tidak memakai kateter
o Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2jam, latihan gerak pasif
Terapi Konservatif
o Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
o Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah userasi alteroma
o Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler 4) Menghindari batuk dan
mengejan 5) Berikan posisi terlentang
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan
Diagnose yang muncul pada pasien CVA adalah :
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular (TIM
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
C. INTERVENSI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan
Diagnosa Luaran SLKI Keperawatan SIKI
Keperawatan Perencanaan
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan
fisik berhubungan asuhan keperawatan mobilisasi
dengan gangguan selama 3 kali 24 jam, Observasi
neuromuscular maka diharapkan 1) Identifikasi
gangguan mobilitas adanya nyeri atau
fisik dapat teratasi, keluhan fisik
dengan kriteria lainnya
hasil : 2) Identifikasi
1) Pergerakan adanya toleransi
ekstremitas fisik saat
meningkat melakukan
2) Kekuatan otot pergerakan
meningkat 3) Monitor tekanan
3) Rentang gerak darah sebelum
(ROM) memulai mobilitas
meningkat 4) Monitor keadaan
4) Nyeri menurun umum selama
5) Kecemasan melakukan
menurun mobilisasi
6) Kaku sendi Terapeutik
menurun 1) Fasilitasi
7) Gerakan tidak aktivitas mobilisasi
terkoordinasi dengan alat bantu
menurun (misalnya pagar
8) Gerakan tempat tidur)
terbatas 2) Fasilitasi
menurun melakukan
9) Kelemahan fisik pergerakan , jika
menurun perlu
3) Libatkan
keluarga untuk
membantu pasien
dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
2) Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
3) Ajarkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(misalnya duduk
ditempat tidur,
duduk di sisi
tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)
(TIM POKJA SIKI DPP PPNI, 2018)
D. IMPLEMENTASI
E. EVALUASI
Untuk evaluasi dibagi menjadi dua macam, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif ialah evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, yang
berorientasi pada etiologi dan dilakuakn secara terus menerus sampai tujuan yang
telah dilakukan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan
setelah akhir tindakan keperawatan secara menyeluruh, yang berorientasi pada
masalah keperawatan, menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan proses
keperawatan dan rekapitulasi serta kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan
kerangka waktu yang ditetapkan Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau
mematau perkembangan klien, digunakan komponen SOAP/SOAPIE/SOAPIER.
DAFTAR PUSTAKA
Janah, V. N. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Stroke Non Hemoragikdi Rsud. Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda. Karya Tulis Ilmiah, 1–132.
muttaqin. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. selemba
medika.
Pajri, R. N., Safri, & Dewi, Y. I. (2018). Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Stroke.
Jurnal Online Mahasiswa, 5(1), 436–444.
Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (ganggaun sistem persyarafan). cv agung seto.
TIM Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). STANDAR DIAGNOSA KEPERAWATAN INDONESIA.
DPP PPNI.
Wayunah, W., & Saefulloh, M. (2017). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Stroke Di Rsud Indramayu. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 2(2), 65.
https://doi.org/10.17509/jpki.v2i2.4741
Widyaswara Suwaryo, P. A., Widodo, W. T., & Setianingsih, E. (2019). Faktor Risiko yang
Mempengaruhi Kejadian Stroke. Jurnal Keperawatan, 11(4), 251–260.
https://doi.org/10.32583/keperawatan.v11i4.530