Anda di halaman 1dari 17

Format ASKEP

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I MAHASISWA


PRODI D3 KEPERAWATAN MALANG POLTEKKES KEMENKES MALANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

Nama : Latifatul Hasanah


NIM : P17220193063
Tingkat : 3B
Kelompok : 4B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN 2021
FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KLINIK KMB I

I. KONSEP DASAR
A. Defenisi
Stroke adalah suatu penyakit cerebrovascular dimana terjadinya gangguan fungsi
otak yang berhubungan dengan penyakit pembuluhdarah yang mensuplai darah ke otak.
Stroke terjadi karena terganggunya suplai darah ke otak yang dikarenakan pecahnya
pembuluh darah atau karena tersumbatnya pembuluh darah. Tersumbatnya pembuluh darah
menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada jaringan otak (Widyaswara Suwaryo et al., 2019).

B. Etiologi
stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu sebagai berikut. (Ariani,
2012) dalam (Virda, 2019).
1. Trombosis serebral.
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama
trombosis serebral yang merupakan penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis
serebral berfariasi. Sakit kepala adalah onset yang tidak umum. Beberapa pasien dapat
mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami onset yang
tidak dapat dibedakan dari hemoragik intraserebral atau embolisme serebral. Secara
umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara,
hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahuli onset paralisis berat
pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral.
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabang nya
sehingga merusak sirkulasi serebral. Onset hemiparisi atau hemipalgia tiba-tiba dengan
afasia, tanpa afasia, atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau
pulmonal adalah karakteristik dari emobolisme serebral
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Hemoragi serebral.
a. Hemoragi ekstra dural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak
dengan robekan arteri tengah dan arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi
dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.
b. Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Oleh karena itu, periode
pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.
Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa
menunjukan tanda atau gejala.
b. Hemoragi subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi
dan malformasi arterikongenital pada otak.
c. Hemorahi intra serebral adalah perdarahan substansi dalam otak, paling umum
terjadi pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral di sebabkan oleh
perubahan degeneratif karena penyakit ini biasa menyebabkan ruptur pembuluh
darah. Biasanya onset tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi
membesar makin jelas defisit neurologi yang terjadi dalam bentuk penurunan
kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.

C. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
local ( thrombus, emboli, perdarahan, dan spasme vascular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pada otak. Thrombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada area stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan atau terjadi
turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang di suplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar dari pada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadang-kadang sesduah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus 13 menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septic infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau rupture.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh rupture arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intra serebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskular, karena perdarahan yang
luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat
dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nucleus kaudatus, thalamus,
dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversible untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh
karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim
otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan mengakibatkan peningkatan
tekanan intracranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak.
Elemenelemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena 14 tekanan intracranial dan
penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin,
2008).
pathway
- factor pencetus hipertensi
- merokok, stress, gaya hidup yg tidak baik
- factor obesitas dan kolesterol yg meningkat dalam darah

Penimbunan lemak/kolesterol yang meningkat dalam darah

Pembuluh darah infark dan iskemik

Arterosclerosis Pembuluh darah menjadi kaku


(Penyempitan pembuluh darah
karena lemak)

Pembuluh darah menjadi pecah

Pembekuan darah di cerebral


Stroke Hemoragic

Stroke non Hemoragic


Peningkatan tekanan sistemik

Perfusi jaringan cerebral tidak adekuat

Vasospasme arteri cerebral


` Hemisfer kanan Hemisfer kiri

Hemifarase kanan Hemifarase kiri

Gangguan mobilitas fisik


12 SYARAF KRANIAL
1. Nervus olfaktori (N. I):
- Ffungsi : saraf sensorik, untuk penciuman
- Cara pemeriksaan : pasien memejamkan mata, disuruh membedakan bau yag dirasakan (kopi,
the, dll)
2. Nervus Optikus (N. II)
- Fungsi: saraf sensorik, untuk penglihatan
- Cara pemeriksaan: Dengan snelend card, dan periksa lapang pandang
3. Nervus okulomotoris (N. III)
- Fungsi: saraf motoric, untuk mengangkat kelopak mata keatas, kontriksi pupil, dan sebagian
gerakan ekstraokuler
- Cara pemeriksaan: Tes putaran bola mata, menggerakan konjungtiva, reflex pupil, dan
inspeksi kelopak mata
4. Nervus torchlearis (N. IV)
- Fungsi: saraf motoric, gerakan mata kebawah dan kedalam
- Cara pemeriksaan: Sama seperti nervus III
5. Nervus Trigeminus (N. V)
- Fungsi: saraf motoric, gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan
refleks kedip
- Cara pemeriksaan: menggerakan rahang kesemua sisi, pasien memejamkan mata, sentuh
dengan kapas pada dahi atau pipi. Menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
6. Nervus Abdusen (N. VI)
- Fungsi: saraf motoric, deviasi mata ke lateral
- Cara pemeriksaan: sama seperti nervus III
7. Nervus Fasialis (N. VII)
- Fungsi: saraf motorik, untuk ekspresi wajah
- Cara pemeriksaan: senyum, bersiul, mengangkat alis mata, menutup kelopak mata dengan
tahanan, menjulurkan lidah untuk membedakan gula dan garam
8. Nervus Verstibulocochlearis (N. VIII)
- Fungsi: saraf sensorik, untuk pendengaran dan keseimbangan
- Cara pemeriksaan: tes webber dan rinne
9. Nervus Glosofaringeus (N. IV)
- Fungsi: saraf sensorik dan motoric, untuk sensasi rasa
- Cara pemeriksaan: membedakan rasa manis dan asam
10. Nervus Vagus (N. X)
- Fungsi: saraf sensorik dan motoric, refleks muntah dan menelan
- Cara pemeriksaan: menyentuh faring posterior, pasien menelan saliva, disuruh mengucap
ah…
11. Nervus Asesoris (N. XI)
- Fungsi : saraf motoric, untuk menggerakan bahu
- Cara pemeriksaan: suruh pasien untuk menggerakan bahu dan lakukan tahanan sambil pasien
melawan tahanan tersebut.
12. Nervus Hipoglosus
- Fungsi: saraf motoric, untuk menggerakan lidah
- Cara pemeriksaan: pasien disuruh menjulurkan lidah menggerakan dari sisi ke sisi
D. Klasifikasi
Ada 2 jenis stroke yaitu Stroke iskemik dan stroke hemorrhagic
Stroke iskemik banyak disebabkan karena trombotik atau sumbatan emboli, sedangkan
stroke hemorhagic disebabkan oleh perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah di suatu
bagian otak (Wayunah & Saefulloh, 2017).
Stroke iskemik sebagian besar merupakan komplikasi dari beberapa penyakit vaskuler
yang ditandai dengan gejala penurunan tekanan darah yang mendadak, takikardia, pucat,
dan pernapasan yang tidak teratur, sementara stroke hemoragic umumnya disebabkan
oleh adanya perdarahan intracranial dengan gejala peningkatan tekanan darah systole
>200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada nonmotonik, bradikardi, wajah
keunguan, sianosis, dan pernapasan mengorok (Fransisca, 2011) dalam (Pajri et al.,
2018).

E. Manifestasi klinis, tanda & gejala


Menurut (Tarwoto, 2013) manifestasi klinis stroke adalah sebagai berikut :
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) atau hemiplegia
(paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi akibat adanya
kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat
kontralateral artinya jika terjadi kerusakan hemisfer kanan maka kelumpuhan otot
pada sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik
sehingga pasien tidak dapat melakukan ektensi maupun fleksi.
2. Gangguan stebilitas pada satu atau lebih anggota badan. Gangguan stenbilitas terjadi
karena kerusakan system saraf otonom dan gangguan saraf sensorik
3. Punurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma), terjadi akibat
perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau terjadinya gangguan
metabolik otak akibat hipoksia
4. Afasia (kesuliatan dalam berbicara) afasia adalah defisit kemampuan komunikasi
bicara, termasuk dalam memmbaca, menulis, memahami bahasa. Afasia ini terjadi
jika ada kerusakan area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri dan
biasanya terjadi pda stroke dengan gangguan pada arteri middle serebral kiri. Afasia
dibagi menjadi 3 yaitu afasia motorik, sensorik dan global. Fasia motorik atau
ekspresif terjadi jika pada area broca yang terletak di lobus frontal otak. Pada afasia
jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak bisa
mengungkapkan dan kesulitan mengungkapkan bicara. Afasia sensorik terjadi karena
kerusakan pada area wirnicke yang terletak didaerah temporal. Pada afasia ini pasien
tidak mampu menerima stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan
pembicaraan sehingga bicara tidak nyambung atau konheren. Pada afasi global pasien
dapat merepson pembicaran baik menerimamaupun merespon mengungkapkan
pembicaraan
5. Disatria (bicara cadel atau pelo) merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi
sehingga ucapannya menjadi tidak jelas. Namun demikian pasien dapat memahami
pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca. Disatria terjadi karena
kerusakan nervus kranial sehingga erjadi kelemahan dari otot bibir,lidah dan laring.
Pasien juga terdapat kesulitan dalm memngunyah.
6. Gangguan penglihatan, diplopia.pasien dapat mengalmi gangguan penglihatan atau
pandnagn menjadi ganda. Hal ini terjdi karena kerusakan pada lobus temporal atau
pariental yang dapat menghambat saraf optic pada korteks oksipital.
7. Disfagia, atau kesulitan menelan terjadi karena kerusalakan nervus IX. Selama
menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup kemudian makanan masuk ke
esofagus
8. Inkontinensia,baik bowel maupun bladder sering terjadi karena hal ini terjadi
terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel
9. Vertigo, mual, muntal dan nyeri kepala, terjadi karena peningkatan tekanan
intrakranial,edema serbri

Tanda Dan Gejala Umum Stroke Menurut (Tarwoto, 2013) Adapun beberapa tanda gejalanya
adalah:
1. Aktifitas
Tanda: Gangguan tonus otot, paralitik (hemiplagia) terjadi kelemahan umum,
gangguan pengelihatan gangguan tingkat kesadaran.
Gejala: Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilanga
sensasi atau paralis, merasa mudah lelah, susah untuk istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda: Frekuensi nadi dapat berfariasi (karena ketidak stabilan fungsi jantung),
disritmia, perubahan EKG, desiran pada karotis.
Gejala: Adanya penyakit jantung, polisitemia.
3. Integritas ego
Tanda: Emosi yang labil dan ketidak siapan untuk marah, sedih, dan gembira,
kesulitan mengekspresikan diri.
Gejala: Perasaan tidak berdaya atau tidak puas.
4. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih.
5. Makanan
Gejala: Napsu makan hilang, mual muntah selama fase aku (peningkatan TIK),
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah pipi dan tengkorak, adanya riwayat
diabetes, peningkatan lemak darah. Tanda: Kesulitan menelan (gangguan pada reflek
palatum dan faringeal), obesitas.
6. Neurosensori
Tanda: Status mental dan tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal,
pada wajah terjadi paralis, kehilangan kemampuan untuk mengenali, kehilangan
kemampuan untuk menggunakan motorik saat pasien ingin bergerak.
Gejala: Pusing (sebelum seangan / selama TIA), sakit kepala, kesemutan, kebas,
pengelihatan menurun, hilangnya rangsangan sensorik, gangguan rasa pengecapan
dan penciuman.

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Fransisca (2013) dalam (Janah, 2019), pemeriksaan yang dapat dilakukan pada
pasien stroke sebagai berikut:
1. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya
pertahankan atau sumbatan arteri.
2. Skan tomografi komputer (computer tomography scan-CT). Mengetahui adanya
tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan intrakranial
(TIK). peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan subarakhnoid dan perdarahan intrakranial. Kadar protein total meningkat,
beberapa kasus trombosis disertai proses inflamasi.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI). menunjukan daerah infark, pendarahan,
malformasi arteriovenosa (AVM) 2.1.6.4 Ultrasonografi doppler (USG doppler).
mengidentifikasi penyakit arteriovera (masalah sistem arteri karotis [aliran darah atau
timbulnya plak]) dan arteriosklerosis.
4. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG). mengindentifikasi masalah pada
gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
5. Sinar tengkorak menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan 13 dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada pendarahan
subarakhnoid

G. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA Infark (muttaqin, 2008):
Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV:
o Mempertahankan saluran nafas yang paten
o Kontrol tekanan darah
o Merawat kandung kemih, tidak memakai kateter
o Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2jam, latihan gerak pasif
Terapi Konservatif
o Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
o Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah userasi alteroma
o Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler 4) Menghindari batuk dan
mengejan 5) Berikan posisi terlentang

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien CVA Infark menurut Muttaqin (2008), yaitu:
 Pengumpulan Data
1. Identitas Meliputi: umur (dari berbagai penelitian, diketahui bahwa usia semakin
tua semakin besar pula resiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan proses
degenerasi/penuaan yang terjadi secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia,
pembuluh darah lebih kaku karena adanya plak), jenis kelamin (laki-laki memiliki
resiko lebih besar untuk terkena stroke 19 dibandingkan dengan perempuan. Hal
ini mungkin terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok dapat merusak
lapisan dari pembuluh darah tubuh), pekerjaan (misalnya pekerjaan dengan
tingkat stress yang tinggi dan membutuhkan tenaga ekstra khususnya pikiran),
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien.
3. Riwayat Penyakit Sekarang Kronologis peristiwa CVA Infark sering setelah
melakukan aktifitas tiba-tiba terjadi keluhan neurologis misal: sakit kepala hebat,
penurunan kesadaran seperti koma.
4. Riwayat Penyakit Dahulu Perlu dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit
DM, CVA, Hipertensi, Kelainan jantung, Pernah TIA, Policitemia karena hal ini
berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah.
5. Riwayat Penyakit Keluarga Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes mellitus, atau adanya riwayat CVA pada generasi terdahulu.
6. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Pernafasan (B1/Breathing) Batuk, peningkatam produksi sputum,
sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan
kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi secret dan
penurunan 20 kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak
didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
2. Sistem Peredaran Darah (B2/Blood) Dapat terjadi hipotensi atau hipertensi,
denyut jantung irreguler, adanya murmur.
3. Sistem Persyarafan (B3/Brain) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai
terjadi koma. Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesdaran klien. Reflek
Patologis: Reflek babinski positif menunjukkan adanya perdarahan di
otak/perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis CVA yang ada
apakah bleeding atau infark. Pemeriksaan saraf kranial Saraf 1: biasanya pada
klien dengan CVA tidak ada kelainan pada fungsi penciuman. Saraf 11:
disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara
sudut mata dan kortek visual. Gangguan hubungan visual-spasial sering
terlihat pada klien dengan hemiplegi kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke
bagian tubuh. Saraf 111, 1V, dan V1 apabila akibat CVA mengakibatkan
paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampaun gerakan
konjugat unilateral disisi yang sakit. Saraf V11 persepsi pengecapan dalam
batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. 21
Saraf X11 lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
4. Sistem Perkemihan (B4/Bladder) Terjadi inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk megendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang, sehingga selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologi luas.
5. Sistem Pencernaan (B5/Bowel) Adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia
alvi atau terjadinya konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya
gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan CVA menyebabkan
paralisis saraf trigeminus, di dapatkan penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan
kelumpuhan seisin otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu
kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
6. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6/Bone) Kehiangan kontrol
volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparese ekstremitas,
kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik. 22
7. Sistem Penginderaan (B7) Pada pengindraan pasien biasanya tidak mengalami
masalah.
8. Sistem Endokrin (B8) Ada atau tidaknya pembesaran kelenjar endokrin,
biasanya tidak mengalami pembesaran kelenjar endokrin.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan
Diagnose yang muncul pada pasien CVA adalah :
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular (TIM
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

C. INTERVENSI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan
Diagnosa Luaran SLKI Keperawatan SIKI
Keperawatan Perencanaan
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan
fisik berhubungan asuhan keperawatan mobilisasi
dengan gangguan selama 3 kali 24 jam, Observasi
neuromuscular maka diharapkan 1) Identifikasi
gangguan mobilitas adanya nyeri atau
fisik dapat teratasi, keluhan fisik
dengan kriteria lainnya
hasil : 2) Identifikasi
1) Pergerakan adanya toleransi
ekstremitas fisik saat
meningkat melakukan
2) Kekuatan otot pergerakan
meningkat 3) Monitor tekanan
3) Rentang gerak darah sebelum
(ROM) memulai mobilitas
meningkat 4) Monitor keadaan
4) Nyeri menurun umum selama
5) Kecemasan melakukan
menurun mobilisasi
6) Kaku sendi Terapeutik
menurun 1) Fasilitasi
7) Gerakan tidak aktivitas mobilisasi
terkoordinasi dengan alat bantu
menurun (misalnya pagar
8) Gerakan tempat tidur)
terbatas 2) Fasilitasi
menurun melakukan
9) Kelemahan fisik pergerakan , jika
menurun perlu
3) Libatkan
keluarga untuk
membantu pasien
dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
2) Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
3) Ajarkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(misalnya duduk
ditempat tidur,
duduk di sisi
tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)
(TIM POKJA SIKI DPP PPNI, 2018)

D. IMPLEMENTASI

Selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan.Instruksi


keperawatan diimplementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil. Dalam
implementasi terdapat tiga komponen tahap implementasi, yaitu: tindakan keperawatan
mandiri, tindakan keperawatan kolaboratif, dan dokumentasi tindakan keperawatan dan
respons klien terhadap asuhan keperawatan (Allen, 1998) dalam (Puspitasari, 2019)

E. EVALUASI
Untuk evaluasi dibagi menjadi dua macam, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif ialah evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, yang
berorientasi pada etiologi dan dilakuakn secara terus menerus sampai tujuan yang
telah dilakukan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan
setelah akhir tindakan keperawatan secara menyeluruh, yang berorientasi pada
masalah keperawatan, menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan proses
keperawatan dan rekapitulasi serta kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan
kerangka waktu yang ditetapkan Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau
mematau perkembangan klien, digunakan komponen SOAP/SOAPIE/SOAPIER.
DAFTAR PUSTAKA

Janah, V. N. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Stroke Non Hemoragikdi Rsud. Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda. Karya Tulis Ilmiah, 1–132.

muttaqin. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. selemba
medika.

Pajri, R. N., Safri, & Dewi, Y. I. (2018). Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Stroke.
Jurnal Online Mahasiswa, 5(1), 436–444.

Puspitasari, kristia ayu indah. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


PENYAKIT GINJAL KRONIK DI RSUD. ABDUL WAHAB SJAHRANIE
SAMARINDA. Sustainability (Switzerland), 11(1), 19.
http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng-8ene.pdf?
sequence=12&isAllowed=y
%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.regsciurbeco.2008.06.005%0Ahttps://www.researchgate.net
/publication/305320484_SISTEM_PEMBETUNGAN_TERPUSAT_STRATEGI_MELEST
ARI

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (ganggaun sistem persyarafan). cv agung seto.

TIM Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). STANDAR DIAGNOSA KEPERAWATAN INDONESIA.
DPP PPNI.

TIM POKJA SIKI DPP PPNI. (2018). STANDART INTERVENSI KEPERAWATAN


INDONESIA. persatuan perawat nasional indonesia.

Virda, N. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. K DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CEREBRO VASKULER ACCIDENT (CVA) INFARK DI RUANG ICU CENTRAL
RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA. Jurnal Keperawatan, 52(1), 1–5.

Wayunah, W., & Saefulloh, M. (2017). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Stroke Di Rsud Indramayu. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 2(2), 65.
https://doi.org/10.17509/jpki.v2i2.4741

Widyaswara Suwaryo, P. A., Widodo, W. T., & Setianingsih, E. (2019). Faktor Risiko yang
Mempengaruhi Kejadian Stroke. Jurnal Keperawatan, 11(4), 251–260.
https://doi.org/10.32583/keperawatan.v11i4.530

Anda mungkin juga menyukai