Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu
haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia
adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada
anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan. Hemofilia seringkali disebut dengan
"The Royal Diseases" atau penyakit kerajaan. Ini di sebabkan Ratu Inggris, Ratu
Victoria (1837 - 1901) adalah seorang pembawa sifat/carrier hemofilia. Anaknya
yang ke delapan, Leopold adalah seorang hemofilia dan sering mengalami
perdarahan. Keadaan ini di beritakan pada British Medical Journal pada tahun 1868.
Leopold meninggal dunia akibat perdarahan otak pada saat ia berumur 31 tahun1.
Hemofilia adalah penyakit atau gangguan perdarahan yang bersifat herediter
akibat kekurangan faktor pembekuan VIII atau IX. Saat ini, dikenal 2 bentuk
hemofilia, yaitu : hemofilia A dan hemofilia B. Penyakit ini ditandai dengan
perdarahan spontan yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun. Darah
pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara
normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan
sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk
proses pembekuan darahnya1. Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan
perdarahan di bawah kulit; seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau
luka memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang
berat; pembengkakan pada persendian, seperti lutut, pergelangan kaki atau siku
tangan.
Secara umum, insiden hemofilia pada populasi cukup rendah yaitu sekitar
0,091% dan 85 % nya adalah hemofilia A. Disebutkan pada sumber lain insiden pada
hemofilia A 4-8 kali lebih sering dari hemofilia B. Angka kejadian hemofilia A
sekitar 1:10.000 dari penduduk laki-laki yang lahir hidup, tersebar di seluruh dunia
tidak tergantung ras, budaya, sosial ekonomi maupun letak geografi2. Insiden
hemofilia A di Indonesia belum banyak dilaporkan, sampai pertengahan 2001
disebutkan sebanyak 314 kasus hemofilia A. Sedangkan insiden hemofilia B
diperkirakan 1:25.000 laki-laki lahir hidup.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hemofilia adalah gangguan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi
herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi2,3.

2.2 Etiologi
1. Faktor kongenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis
faktor pembekuan darah menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul
kebiruan pada kulit atau perdarahan spontan atau perdarahan yang berlebihan
setelah suatu trauma.
2. Faktor didapat
Biasanya disebabkan oleh defisiensi faktor II (protrombin) yang terdapat
pada keadaan berikut :
1. Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan
faktor darah khususnya faktor II mengalami gangguan.
2. Defisiensi vitamin K, hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus
obstruktif, fistula biliaris, absorbsi vitamin K dari usus yang tidak
sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri usus.
3. Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-
lain
4. Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat
antagonistik terhadap protrombin.
5. Disseminated intravascular coagulation (DIC).

2.3 Patofisiologi4
Mekanisme terjadi hemofilia karena adanya gangguan selama proses
pembekuan darah, dimana mekanisme pembekuan darah yang normal pada
dasarnya dibagi menjadi 3 jalur yaitu : (i) jalur intrinsik (dimulai aktivasi faktor
XII sampai faktor Xa), (ii) jalur ekstrinsik (mulai aktivasi faktor VII sampai
2
terbentuk faktor Xa), (iii) jalur bersama (common pathway) dimulai dari aktivasi
faktor X sampai terbentuk fibrin yang stabil.
Penderita hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang dibutuhkan untuk
proses pembekuan darah yaitu pengaruh vaskuler dan trombosit (platelet) yang
dapat memperpanjang periode perdarahan, tetapi tidak pada tingat yang lebih
cepat. Defisiensi faktor VIII dan IX dapat menyebabkan perdarahan yang lama
karena stabilisasi fibrin yang tidak memadai. Masa perdarahan yang memanjang,
dengan adanya defisiensi faktor VIII, merupakan petunjuk terhadap penyakit
von willebrand. Perdarahan pada jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi
perdahan pada sendi dan otot merupakan tipe yang paling sering terjadi pada
perdarahan internal
Pada orang normal, proses pembekuan darah, sebagai berikut :
a. Ketika mengalami perdarahan berarti
terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu
saluran tempat darah mengalir keseluruh
tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/mengecil.
c. Trombosit akan menutup luka pada
pembuluh.
d. Faktor-faktor pembekuan darah bekerja
Gambar 1. Proses pembekuan
membuat darah pada orang
benang-benang fibrin normal
yang akan
Sedangkan pada penderita hemofilia, proses pembekuan darah,
sebagai berikut :
a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi
luka pada pembuluh darah (yaitu saluran
tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu
darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Trombosit akan menutup luka pada pembuluh.
d. Kekurangan jumlah factor pembeku darah
tertentu, mengakibatkan benang-benang fibrin
tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak
berhenti mengalir keluar pembuluh.

3
Tabel 1. Perbedaan hemofilia A, B dan van wildebrand

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala khas pada penderita hemofilia, yaitu2,5 :
a. Hemarthrosis
Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis yaitu perdarahan
ke dalam ruang sinovia sendi, misalnya pada sendi lutut. Persendian besar
lainnya seperti lengan dan bahu juga dapat terkena. Perdarahan ini bisa
dimulai dengan luka kecil atau spontan dalam sendi. Darah berasal dari
pembuluh darah sinovia yang mengalir dengan cepat mengisi ruangan sendi.
Penderita dapat merasakan permulaan timbulnya perdarahan pada sendi ini
karena ada rasa panas. Akibat perdarahan, timbul rasa sakit yang hebat,
menetap disertai dengan spasme otot, dan gerakan sendi yang terbatas.
Karena perdarahan berlanjut, tekanan di dalam ruangan sendi terus meningkat
dan menyebabkan iskemia sinovia dan pembuluh-pembuluh darah kondral.
Keadaan ini merupakan permulaan kerusakan sendi yang permanen. Akibat
perdarahan yang berulang pada sendi yang sama, sering terjadi peradangan
dan penebalan pada jaringan sinovia, kemudian terdjadi atrofi otot. Keadaan

4
kontraksi sendi yang stabil ini merupakan predisposisi kerusakan selanjutnya,
dan akhirnya, kartilago dan substansi tulang hilang.
b. Fenomena perdarahan yang terlambat (delayed bleeding)
Fenomena ini merupakan gejala khas dari hemofilia A. Peristiwa ini
biasanya ditemukan sesudah tindakan ekstraksi gigi. Pada permulaan
perdarahan berhenti dan sesudah beberpa jam sampai beberapa hari kemudian
perdarahan akan timbul kembali. Hal ini terjadi karena permulaan trombosit
dan pembuluh darah dapat menghentikan perdarahan tetapi karena jringan
fibrin tidak ada atau kurang terbentuk untuk menutup luka, maka akan timbul
perdarahan kembali.
c. Perdarahan bawah kulit atau di dalam otot
Lesi ini biasanya dimulai akibat trauma dan menyebar mengenai suatu
daerah yaneg luas dan sering tanpa ada perbedaan warna kulit di atasnya.
Perdarahan jaringan lunak di daerah leher karena trauma kecil bisa
menyebabkan komplikasi yang serius karena jalan napas bisa tertekan dan
menyebabkan kematian

2.5 Diagnosis
Diagnosis hemofilia meliputi 3 tahap, yaitu4,5,6:
a. Anamnesis, ditanyakan daftar riwayat kesehatan keluarga yang berkaitan
dengan hemofilia, riwayat kehamilan dan riwayat kematian neonatal dini. 
b. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda – tanda perdarahan bawah kulit
c. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan laboratorium
-
Konsentrasi faktor VIII atau faktor IX di dalam plasma.
-
Waktu perdarahan, prothrombin time (PT), activated partial
thromboplastin time (aPTT), dan thrombin time (TT).
Pemeriksaan pencitraan
-
Pemeriksaan rontgen digunakan untuk menilai adanya hipertropi
sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis, dan kerusakan pada kartilago
yang progresif.

5
-
Pemeriksaan USG digunakan untuk evaluasi sendi yang berkaitan
dengan efusi akut dan kronik tetapi tidak dapat digunakan untuk
evaluasi tulang atau kartilago.
-
Peneriksaan MRI digunakan untuk evaluasi kartilago, sinovial dan
hubungan antara sendi.
Pemeriksaan histologis :
- Perdarahan sendi yang berulang dengan pemeriksaan histologis
akan memperlihatkan adanya hipertrofi sinovial, deposit
hemosiderin, fibrosis, dan kerusakan dari kartilago.
Pada hemofilia A atau B akan ditemukan pemanjangan aPTT, sedangkan hitung
trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT, dan TT masih dalam batas
normal. Pemanjangan aPTT dan TT menunjukkan adanya gangguan pada jalur
intrinsik sistem pembekuan darah. Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur
intrinsik sehingga defisiensi salah satu dari faktor pembekuan ini akan
mengakibatkan pemanjangan aPTT, yaitu tes yang menguji jalur intrinsik
sistem pembekuan darah.

2.6 Klasifikasi
Klasifikasi hemofilia tergantung pada kadar faktor VIII atau faktor IX dalam
plasma. Dalam keadaan normal, kadar faktor VIII dan faktor IX berkisar antara
50 - 150 U/dl atau 50 - 150%4.
Berdasarkan kekurangan faktor, hemofilia dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Hemofilia A
Hemofilia A terjadi karena kekurangan faktor VIII (anti-hemophilic factor).
Hemofilia ini lebih banyak dijumpai dibandingkan dengan hemofilia B dan
hemofilia C.
b. Hemofilia B
Hemofilia B terjadi karena kekurangan faktor IX (plasma thromboplastin
component atau Christmas factor).
c. Hemofilia C
Hemofilia C terjadi karena kekurangan faktor XI (plasma thromboplastin
antecedent). Hemofilia ini jarang terjadi.

6
Berdasarkan tingkat keparahannya hemofilia, dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Hemofillia berat
- Kadar faktor VIII atau IX < 1%.
- Perdarahan spontan sering terjadi.
- Perdarahan pada sendi-sendi (hemarthrosis) sering terjadi.
- Perdarahan akibat luka atau trauma dapat mengancam jiwa.
b. Hemofilia sedang
 Kadar faktor VIII atau IX 1 - 5%.
 Perdarahan terjadi karena trauma yang lebih berat.
 Hemarthrosis dapat terjadi meskipun jarang, biala ada biasanya tanpa
kecacatan.
c. Hemofilia ringan
- Kadar faktor VIII atau IX 5 - 30%.
- Perdarahan spontan biasanya tidak terjadi.
- Hemarthrosis tidak ditemukan.
- Perdarahan biasanya ditemukan pada saat tindakan operasi ringan seperti
cabut gigi atau sirkumsisi

2.7 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Pada dasarnya, pengobatan hemofilia ialah mengganti atau menambah
faktor antihemofilia yang kurang. Pada hemofilia A diberikan infus
kriopresipitas yang mengandung 8 sampai 100 unit faktor VIII setiap
kantongnya. Karena waktu paruh faktor VIII adalah 12 jam sampai
pendarahan berhenti dan keadaan menjadi stabil. Pada defisiensi faktor IX
memiliki waktu paruh 24 jam, maka diberikan terapi pengganti dengan
menggunakan plasma atau konsentrat factor IX yang diberikan setiap hari
sampai perdarahan berhenti. Penghambat antibody yang ditunjukkan untuk
melawan faktor pembekuan tertentu timbul pada 5% sampai 10% penderita
defisiensi faktor VIII dan lebih jarang pada faktor IX.
Produk sintetik yang baru yaitu: DDAVP (1-deamino 8-Dargirin
vasopressin) sudah tersedia untuk menangani penderita hemofilia sedang.
Pemberiannya secara intravena (IV), dapat merangsang aktivitas faktor VIII

7
sebanyak tiga kali sampai enam kali lipat. Karena DDAVP merupakan
produk sintetik maka resiko transmisi virus yang merugikan dapat terhindari
Hematosis bisa dikontrol jika klien diberi AHF pada awal perdarahan.
Immobilisasi sendi dan udara dingin (seperti kantong es yang mengelilingi
sendi) bisa memberi pertolongan. Jika terjadi nyeri maka sangat penting untuk
mengakspirasi darah dan sendi. Ketika perdarahan berhenti dan kemerahan
mu;ai menghilang klien harus aktif dalam melakukan gerakan tanpa berat
badan untuk mencegah komplikasi seperti deformitas dan atrofi otot. Prognosis
untuk seorang yang menderita hemofilia semakin bertambah baik ketika
ditemukannya AHF. 50% dari penderita hemofilia meninggal sebelum
mencapai umur 5 tahun. Pada saat ini kejadian kematian jarang terjadi setelah
trauma minor. Infusi di rumah menggunakan AHF meyakinkan pengobatan
bahwa manifestasi pertama dari perdarahan dan komplikasi diatasi. Program
training dengan panduan yang ketat. Ketika panduan ini diikuti dengan baik
seseorang yang menderita hemofili akan sangat jarang berkunjung ke ruang
imergensi.
Analgesik dan kortikosteroid dapat mengurangi nyeri sendi dan kemerahan
pada hemofilia ringan pengguna hemopresin intra vena mungkin tidak
diperlukan untuk AHF.  sistem pembekuan darah yang sifatnya hanya
sementara, sehingga tidak perlu dilakukan transfusi. Biasanya pengobatan
meliputi transfuse untuk menggantikan kekurangan faktor pembekuan. 
Faktor-faktor ini ditemukan di dalam plasma dan dalam jumlah yang lebih
besar ditemukan dalam plasma konsentrat

b. Non Medikamentosa
Perawatan kesehatan secara umum yang dibutuhkan oleh seorang
penderita hemofilia untuk menjaga kondisi tubuh yang baik
1. Mengkonsumsi makanan/minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh
tidak berlebihan. Karena berat berlebih dapat mengakibatkan perdarahan
pada sendi-sendi di bagian kaki (terutama pada kasus hemofilia berat).
2. Melakukan kegiatan olahraga. Berkaitan dengan olah raga, perhatikan
beberapa hal berikut :

8
a.  Olah raga akan membuat kondisi otot yang kuat, sehingga bila terbentur
otot tidak mudah terluka dan perdarahan dapat dihindari.
b. Bimbingan seorang fisio-terapis atau pelatih olah raga yang memahami
hemofilia akan sangat bermanfaat.
c. Bersikap bijaksana dalam memilih jenis olah raga; olah raga yang
beresiko adu fisik seperti sepak bola atau gulat sebaiknya dihindari.
Olah raga yang sangat di anjurkan adalah renang.
d. Bimbingan seorang fisio-terapis dari klinik rehabilitasi medis diperlukan
pula dalam kegiatan melatih otot pasca perdarahan.
3. Rajin merawat gigi dan gusi dan melakukan pemeriksaan kesehatan gigi
dan gusi secara berkala/rutin, paling tidak setengah tahun sekali, ke klinik
gigi
4. Mengikuti program imunisasi. Catatan bagi petugas medis adalah suntikan
imunisasi harus dilakukan dibawah kulit (Subkutan) dan tidak ke dalam
otot, diikuti penekanan lubang bekas suntikan paling sedikit 5 menit.
5. Menghindari penggunaan Aspirin, karena aspirin dapat meningkatkan
perdarahan. Penderita hemofilia dianjurkan jangan sembarang
mengkonsumsi obat-obatan. Langkah terbaik adalah mengkonsultasikan
lebih dulu kepada dokter.
6. Memberi informasi kepada pihak-pihak tertentu mengenai kondisi
hemofilia yang ada, misalnya kepada pihak sekolah, dokter dimana
penderita berobat, dan teman-teman di lingkungan terdekat secara
bijaksana.
7. Memberi lingkungan hidup yang mendukung bagi tumbuhnya kepribadian
yang sehat agar dapat optimis dan berprestasi bersama hemofilia.
8. Perawatan kesehatan khusus diberikan ketika penderita hemofilia
mengalami luka atau perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di bagian dalam
dan luar tubuh. Perdarahan di bagian dalam tubuh umumnya sulit atau
tidak terlihat mata.
9. Kewaspadaan lainnya yang harus dilakukan apabila terjadi benturan keras
pada kepala penderita. Penderita hendaknya segera dibawa kerumah sakit
terdekat untuk dapat dirawat secara khusus dan seksama oleh dokter.

9
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien


Nama :IWW
Umur : 16 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Pendidikan : Tamat SD
Status perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jl. Pratanama, Gang Bidadari No. 10 Nusa Dua
Tanggal Periksa : 26 September 2013
Tanggal Kunjungan : 2013

3.2 Anamnesis
Keluhan umum : Perdarahan pada gusi
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan pendarahan pada gusi yang terjadi secara spontan
tanpa didahului oleh kegiatan menggosok gigi. Pasien menyatakan pendarahan gusi
ini sudah terjadi secara berulang dan sering dialami sejak berusia 6 tahun.
Pendarahan dikatakan tidak terlalu banyak, akan tetapi terjadi terus-menerus dan sulit
berhenti. Pendarahan pada daerah lain seperti pendarahan di hidung dan saluran
cerna disangkal. Selama ini pasien sering merasa lemas, letih, lesu dan pucat. Lemas
dikatakan dirasakan di seluruh badan dan membuat pasien malas beraktivitas. Lemas
dikatakan tidak membaik meski pasien makan atau minum. Pasien menyangkal
adanya demam, batuk, nyeri kepala dan sesak nafas. Buang air kecil dikatakan
pasien normal dengan warna kekuningan, frekuensi 3-4x/hari dengan volume
setengah gelas air mineral. Buang air besar juga dikatakan normal dengan warna
kecoklatan, frekuensi 1-2x/hari. Pasien menyangkal pernah kencing darah ataupun
buang air besar berdarah.
10
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU DAN PENGOBATAN
Pasien memiliki riwayat penyakit hemophilia A sejak berusia 6 tahun. Keadaan
ini diketahui saat pasien cabut gigi, dimana setelah cabut gigi pendarahan gusi terjadi
secara menetap selama 30-60 menit. Selanjutnya pasien sering mengalami
pendarahan menetap setiap kali mencabut gigi. Saat itu pasien juga pernah
mengalami bengkak dan kebiruan pada lutut dan pergelangan kaki yang membuat
pasien tidak bisa berjalan karena terasa nyeri. Pasien sudah sering masuk rumah sakit
karena keluhan pendarahan spontan pada gusi sejak usia 6 tahun hingga sekarang.
Selama perawatan di rumah sakit pasien mendapat transfusi darah dan beberapa kali
mendapat terapi koate. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit kuning, asma,
DM, jantung

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa. Riwayat
penyakit kuning, asma, diabetes, jantung pada keluarga disangkal. Ayah dan ibu
pasien menikah dikatakan masih ada hubungan keluarga.

RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL


Pasien merupakan pelajar dan terakhir menamatkan pendidikan di sekolah dasar.
Sekarang pasien sudah tidak bersekolah lagi karena sakit yang dideritanya. Sejak
sering mengalami pendarahan gusi, pasien tidak pernah lagi menggosok gigi guna
mencegah terjadinya pendarahan gusi. Pasien dikatakan senang bermain sepak bola
dan layang-layang. Pasien juga tidak diijinkan mengendarai sepeda motor karena
takut terjatuh dan menimbulkan pendarahan yang berat.

3. 3 PEMERIKSAAN FISIK
Tanda- tanda vital
Kedaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4 V5 M6)
Gizi : kurang
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x / menit
RR : 20 x/ menit

11
Tax : 36,7 0C
VAS : 0 dari 10
Berat badan : 35 kg
Tinggi badan : 155 cm
BMI : 15,01 kg/m2

Pemeriksaan Khusus
Mata : anemis +/+, ikterus -/-, reflek pupil +/+ Isokor, Edema palpebra - /-
THT :Telinga : Sekret - / -, hiperemis - / -
Hidung : sekret (-)
Tenggorok : tonsil T1/T1, hiperemis (-), atrofi papil lidah (-)
Mulut : Lidah : plak (-), atropi papil lidah (-)
Bibir : sianosis (-)
Perdarahan gusi (+)
Leher : JVP + 0 cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-),
Thorak :
Cor :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Parkusi : batas atas jantung ICS 2 sinistra
Batas kanan jantung parasternal line dekstra
Batas kiri jantung midclavicula line sinistra ICS 5
Auskultasi : S1S2 tunggal regular murmur (-)
Pulmoner :
Inspeksi : simetris
Palpasi : vokal fremitus N/N, nyeri tekan (-).
Parkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Hepar : tak teraba, nyeri tekan (-)
Lien : tak teraba
Balotement : -/-

12
Perkusi : timpani (+), ascites (-)
Nyeri ketok CVA (-)
Ekstremitas :
Hangat : +/+ / +/+
Edema : -/- / -/-
Hematome : -/-
3. 4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Darah Lengkap (24/09/2013)
Parameter Nilai Unit Remarks Nilai Normal
WBC 4,61 103/μL 4,10-11,00
Ne% 58,5 % 47.00 – 89.00
Lym% 28,5 % 13.00 – 40.00
Mo% 10,2 % 2.00 – 11.00
Eo% 1,53 % 0.00 – 5.00
Ba% 1,20 % 0.00 – 2.00
#Ne 2,70 103/μL 2,50-7,50
#Lym 1,31 103/μL 1,00-4,00
#Mo 0,471 103/μL 0,10-1,20
3
#Eo 0,071 10 /μL 0,00 – 0,50
#Ba 0,055 103/μL 0,00 – 0,10
RBC 1,92 103/μL Rendah 4,00 – 5,20
HGB 2,24 g/dl Rendah 13,50 – 17,50
HCT 10,3 % Rendah 36,00 – 46,00
MCV 53,8 fl Rendah 80,00 – 100,00
MCH 11,7 pg Rendah 26,00 – 34,00
MCHC 21,7 g/dl Rendah 31,00 – 36,00
RDW 17,0 % Tinggi 11,60 – 14,80
PLT 334 103/μL 150 – 440
MPV 4,53 fL Rendah 6,8 – 10
PT 14,4 detik Normal = perbedaan
dengan kontrol < 2
dtk
INR 1,29 - Tinggi 0,9 – 1,10
Kontrol PT 13,1 -
aPTT 77,9 detik Memanjang Normal = perbedaan
dengan kontrol < 7
dtk
Kontrol 34,2
APTT
13
B. BT/CT (24/9/2013)
Parameter Nilai Remarks Nilai Normal
BT 1’30’’ 1’00-3’00
CT 9’30’’ 5’00’’-15’00

C. Kimia Klinik (24/09/2013)


Parameter Nilai Remarks Nilai Normal
SGOT 17.1 U/L 0,00-33,00
SGPT 6,9 U/L 0,00-50,00
BUN 6 mg/dL Rendah 8,00 – 23,00
Creatinin 0,56 mg/dL Rendah 0,70 – 01,20
GDP 76 mg/dL Rendah 80 – 100
Ureum 12,8 mg/dL 0 – 50

D. Radiologi (24/9/2013)

Foto Thorax AP
 Cor : kesan membesar, pinggang jantung melurus
 Pulmo: tidak tampak infiltrate/nodul. Corakan bronchovaskuler normal
 Sinus pleura kanan kiri tajam
 Diapragma kanan kiri normal
 Tulang-tulang tidak tampak kelainan
Kesan: Kardiomegali
3.5 DIAGNOSIS
Hemofilia A

3.6 PENATALAKSANAAN
- Masuk Rumah Sakit (MRS)
14
- IVFD NaCl 0,9 % 20 tetes per menit
- Diet TKTP lunak 1600 kkal
- Transfusi PRC s/d Hb ≥ 10 gr/dL

Monitoring : vital sign, keluhan, tanda-tanda perdarahan

15
BAB IV

KUNJUNGAN RUMAH

4.1 Alur Kunjungan Lapangan


Kunjungan dilakukan pada tanggal 7 Maret 2013 langsung ke tempat
tinggal pasien yang berada dilingkungan JL. Gunung Soputan no 63 Denpasar.
Kami mendapat sambutan yang baik dari pasien dan keluarga. Prinsip- prinsip
umum pengelolaan hemofilia bukan hanya terbatas pada pemakaian pengganti
faktor pembekuan saja, namun perlu pendekatan holistik yaitu pendekatan bio-
psiko – sosial. Penulis melakukan kunjungan ke rumah pasien dengan tujuan
untuk mengidentifikasi masalah dan mendalami langsung keadaan riil yang ada
pada pasien, serta menemukan permasalahan yang ada serta mencari solusi
penyelesaiannya. Pada dasarnya pasien hemofilia memerlukan informasi yang
benar dan dukungan dari sekitarnya dengan maksud agar dapat hidup mandiri.
Adapun intervensi yang kami lakukan adalah :
a. Edukasi pada pasien untuk meningkatkan pengetahuan pasien atau
keluarga tentang hemofilia, terutama hemofilia B (penjelasan apa itu
hemofilia dan penyebabnya, gejala, aktivitas fisik, dll)
b. Memberikan motivasi moril kepada pasien dan keluarga terkait
hemofilia dan berbagai permasalahannya.
c. Menyadarkan pasien atau keluarga akan pentingnya menjaga
kesehatan pasien dengan memenuhi kebutuhan nutrisi serta
beraktivitas dengan baik.
Pada saat kunjungan, keadaan pasien sudah membaik. Keluhan perdarahan
pada gusi dan lemas sudah tidak dirasakan.. Pasien merasakan kondisinya lebih baik
setelah ditransfusi kurang lebih 2 hari yang lalu. Nafsu makan pasien dikatakan
sudah kembali seperti biasa. Pasien juga tidak mengalami kendala dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Pasien hanya merasakan kondisinya tetap stagnan selama 11
tahun setelah mengetahui menderita penyakit ini.

16
4.2 Daftar Permasalahan
Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala pasien dalam hal
menghadapi penyakitnya :
1. Pasien mengeluhkan tidak ada perbaikan berarti terhadap penyakit yang
dideritanya. Setidaknya dalam setahun pasien pernah masuk rumah sakit
sekali karena keluhan perdarahan yang tidak kunjung berhenti. Keluhan ini
dirasakan sangat mengganggu aktivitas sehari-sehari pasien.
2. Pasien masih kurang memahami penyakit yang dideritanya terutama, etiologi
dan kemungkinan keluhan-keluhan yang mungkin muncul.
3. Pasien merasakan membebani keluarganya karena harus sering kontrol dan
mengeluarkan biaya ke rumah sakit. Selama ini biaya pengobatan
menggunakan jamkesmas akan tetapi dikatakan dari pihak kelurahan , untuk
tahun depan tidak ditanggung lagi.
4. Pasien mengeluhkan dirinya kesepian. Ayah pasien meninggal kurang lebih
satu tahun yang lalu akibat kecelakaan yang menyebabkan ibu pasien
terpaksa kembali bekerja.
5. Pasien mengeluhkan akibat kondisinya pasien tidak dapat beraktivitas dan
sekolah seperti normal. Saat ini pasien sudah berhenti sekolah dan hanya
menamatkan tingkat SD dan tidak melanjutkan ke SLTP.

4.3 Analisis Kebutuhan Pasien


1. Kebutuhan fisik-biomedis
a. Kecukupan Gizi
Pasien selalu mengkonsumsi nasi dan sayur-sayuran setiap hari tetapi dalam prsi
yang sedikit. Pasien juga memakan daging setidaknya lebih dari 3 kali seminggu,
Pasien mengkonsumsi daging ayam, babi, dan ikan. Pasien tidak suka makan
buah dan jarang mengkonsumsi buah – buahan. Dari data nutrisi harian pasien,
dapat diketahui bahwa asupan harian pasien mengandung karbohidrat, vitamin,
mineral dan protein tetapi jumlahnya kurang memadai. KIE diberikan kepada
pasien dan dianjurkan untuk menjaga variasi dan jumlah porsi makanan setiap
harinya. Hal ini bertujuan untuk menjaga stamina dan daya tahan tubuh bukan
hanya untuk kebaikan pasien tetapi juga untuk seluruh anggota keluarga agar
tidak rentan terkena penyakit lain.

17
Tabel 1. Nutrisi Harian
Jenis Jumlah Jadwal/hari Jadwal/minggu
Karbohidrat
Nasi 1/2 piring 1-2 kali 7-14 kali
Roti - - Kadang - kadang
Mie - - Kadang-kadang
Lainnya - - -
Protein
Hewani
Ayam 1/2 potong - 3 kali
Telur 1 butir - 2 kali
Ikan laut 1/2 potong - 3 kali
Babi 1/2 potong - 1 kali
Nabati
Tahu 1 potong 2 kali Setiap hari
Tempe 1 potong 2 kali Setiap hari

Susu - - -
Buah - - -

Sayur ¼ piring 1 kali 7 kali


Lainnya - - -

Perhitungan kebutuhan kalori bagi penderita ini dihitung dengan menggunakan


rumus Brocca sebagai berikut :
Berat badan ideal = (TB cm – 100) kg – 10%
= (155-100) kg - 10%
= 49,5 kg
Jadi berat badan ideal untuk pasien ini adalah 63 kg.
Status gizi = (BB aktual : BB ideal) x 100%
= (35 kg : 49,5 kg) x 100%
= 70,07%
Jadi status gizi pasien termasuk berat badan kurang.
Jumlah kebutuhan kalori perhari:
- Kebutuhan kalori basal = BB ideal (kg) x 30 kalori
= 49,5 kg x 30 kalori
= 1485 kal
- Kebutuhan aktivitas ditambah 10% = 10% x 1485 = 148,5 kal
- Berat badan kurang, ditambah 30% = 30% x 1485 = 445,5 kal

18
Jadi total kebutuhan kalori per hari untuk pasien adalah 2079 kalori. Untuk
mempermudah dibulatkan menjadi 2100 kalori

Distribusi makanan :
1. Karbohidrat 60% = 60% x 2100 kalori = 1260 kalori dari karbohidrat setara
dengan 315 gram karbohidrat (1080 kalori : 4 kalori/gram karbohidrat).
2. Protein 20% = 20% x 2100 kalori = 420 kalori dari protein setara dengan
105 gram protein (420 kalori : 4 kalori/gram protein).
3. Lemak 20% = 20% x 2100 kalori = 420 kalori dari lemak setara dengan
47 gram lemak (420 kalori : 9 kalori/gram lemak).

b. Akses pelayanan kesehatan


Hemofilia merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pemeriksaan klinis
dan laboratorium rutin untuk memantau kondisi pasien, mencegah perburukan
penyakit dan timbulnya komplikasi, sehingga hendaknya pasien tinggal di tempat
yang mudah menjangkau pusat pelayanan kesehatan terdekat. Pasien yang
bertempat tinggal di jl. Gunung soputan mengaku tidak sulit mengakses
pelayanan kesehatan. Pasien lebih memilih berobat ke RSUP Sanglah karena
dekat dan fasilitasnya lengkap.

c. Lingkungan
Pasien berasal dari Bali, tinggal dengan orang tua (ibunya), dan adiknya di
lingkungan keluarga besar. Secara umum keadaan lingkungan tempat tinggal
pasien bersih dan akses jalan masuk baik. Rumah pasien seluas ± 2 are
tergolong permanen dimana atap, dinding dan lantai dibuat dari bahan
permanen. Di lingkungan tesebut, terdapat tiga rumah, dengan satu bale
bengong, satu garasi, satu dapur dan dua kamar mandi. Ketiga bangunan rumah
terdiri dari 1 lantai. Masing- masing rumah terdapat ruang tidur. Kamar mandi
dibuat terpisah . Rumah-rumah tersebut cukup luas dan terdapat ventilasi yang
mencukupi. Diluar rumah terdapat halaman dan tempat menjemur pakaian.
Sumber air untuk minum, keperluan memasak, mandi dan mencuci baju berasal
dari air PAM dan air sumur.

19
2. Kebutuhan bio-psikososial
a. Lingkungan biologis
Dalam lingkungan biologis, kakek dari pihak ibu dan sepupu dari ibu memiliki
penyakit yang sama dengan pasien. Kualitas hidup pasien dapat dikatakan baik
karena mampu melakukan aktivitas dasar seperti BAB, BAK dan membersihkan
diri sendiri. Pasien mampu melakukan aktivitas fisik ringan hingga sedang

b. Faktor psikososial
Dalam keadaan sakit ini pasien sangat membutuhkan pengertian dan
dukungan dari keluarga dalam menjalani aktivitas sehari-hari dan menjalani
pengobatannya termasuk untuk menjaga aktivitas pasien dan pengaturan dietnya.
Pasien saat ini tinggal bersama keluarga yang cukup memperhatikan kondisi
kesehatannya. Pasien pada dasarnya sudah menerima keadaanya sebagai
penderita hemofilia walaupun terkadang merasa sedih karena penyakit yang
dialaminya, pasien berusaha untuk menerima. Pasien juga berkata tidak akan
menikah agar tidak ada anaknya yang mengalama hal yang sama

4.4 Saran
Saran kepada pasien :
 Secara rutin mengontrol kesehatan ke tenaga kesehatan untuk mengetahui
perkembangan penyakit yang diderita.
 Makan makanan yang bergizi serta sayur dan buah – buahan dalam jumlah
yang lebih banyak agar pasien memiliki status gizi yang cukup.
 Tetap aktif dalam kegiatan kekeluargaan dan di masyarakat.
 Meningkatkan asupan protein hewani dan nabati dengan meningkatkan
konsumsi makanan.
 Meningkatkan konsumsi vitamin melalui suplemen makanan.
 Melanjutkan sekolah lagi bila kondisinya sudah membaik
 Menjauhi aktivitas fisik yang kemungkinan bisa menyebabkan benturan dan
tetap berolahraga seperti biasa.
 Rajin merawat gigi dan gusi dan melakukan pemeriksaan kesehatan gisi dan
gusi secara berkala/rutin, paling tidak setengah tahun sekali, ke klinik gigi
20
 Segera ke rumah sakit atau puskesmas jika keluhannya kembali kambuh.

Saran kepada keluarga :


 Agar keluarga selalu ikut mengingatkan pasien mengenai makanan yang
dikonsumsi setiap harinya agar sesuai dengan kebutuhan nutrisi yang telah
disarankan.
 Selalu memberikan dukungan moril kepada pasien agar selalu menjaga
kesehatan, aktivitas dan spirit hidupnya.
 Agar dapat menyediakan bahan – bahan makanan yang mengandung tinggi
protein dan tinggi karbohidrat.
 Menghindari penggunaan aspirin, karena aspirin dapat meningkatkan
perdarahan. Keluarga dianjurkan jangan sembarang memberikan obat untuk
dikonsumsi pasien . Langkah terbaik adalah mengkonsultasikan lebih dulu
kepada dokter

21
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
1. Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan perdarahan dan lemas saat
dilakukan kunjungan ke rumahnya
2. Permasalahan yang didapat dari pasien pada saat kunjungan ke rumah
pasien antara lain: pasien masih kurang memahami penyakitnya, pasien
merasa kesepian dan menjadi beban keluarga.
3. Pasien tidak mengalami kesulitan untuk melakukan pengobatan ke RSUP
Sanglah. Selain itu, orang tua pasien juga memperhatikan kebutuhan
makanan dan mengontrol kesehatan pasien dengan menemani pasien ke RS
sesuai dengan anjuran dokter.
4. Lingkungan rumah pasien berada di lingkungan yang luas dan bersih.
Keluarga besar pasien juga sangat memerhatikan kondisi pasien dan
memberi dukungan yang positif kepada pasien.

22
Dokumentasi kunjungan Rumah

23
DENAH RUMAH PASIEN

SANGGAH

KAMAR

KAMAR TIDUR
TIDUR

KAMAR TIDUR DAPUR KAMAR


MANDI

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Handayani,Wiwik & Sulistyo, Andi Hariwibowo. 2008. Perawatan Pada Klien


dengan Gangguan Sistem Hematologi. Penerbit Salemba Medika:Jakarta
2. Young NS, Maciejewski J. The Pathophysiology Haemophilia. In : Eipsten FH,
editor. New English Medical Journal, vol.336. Massachusetts Medical Society,
2001.
3. Bakta, IM. Hematologi Klinik Ringkas. Denpasar :
Laboratorium/SMF Penyakit Dalam FK Universitas Udayana, 2003. p. 3-40.
4. Linda W.A. Roty. Hemofilia A dan B. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001. p. 737-745.
5. Hilman RS, Kenneth AA. Hematology in Clinical Practice. Third edition. New
York: Mc-Graw Hill, 2002. p. 27-40.
6. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Dalam RSUP Denpasar. Denpasar :
Lab / SMF Penyakit Dalam FK UNUD / RSUP Denpasar Bali, 1994.

25
26

Anda mungkin juga menyukai