PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima
berarti darah dan philia berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah suatu penyakit
yang diturunkandari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan. Darah pada
seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal.
Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak
orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses
pembekuan darahnya.
2. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi hemofilia.
2. Untuk mengetahui etiologi hemofilia.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis hemofilia.
4. Untuk mengetahui patofisiologi hemofilia.
5. Untuk mengetahui komplikasi hemofilia.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan hemofilia.
7. Untuk mengetahui konsep keperawatan dari hemofilia.
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Hemofilia merupakan gangguan pendarahan turun-temurun yang disebabkan oleh
defisiensi factor penggumpalan khusus (Nursing The Series For Clinical Excellence,
2011).
Hemofilia merupakan kelainan pendarahan hereditas terikat seks resesif yang
dikarakteristikan oleh defisiensi faktor pembekuan emosional yang diakibatkan oleh
mutasi pada kromosom X ( Handayani dan Haribowo, 2008).
Hemofilia adalah kelompok kelainan pembekuan darah dengan karakteristik sex
linked resesif dan autosomal resesif, dimana perdarahan dapat terjadi tanpa penyebab
trauma yang jelas atau berupa perdarahan spontan (Yoshua & Angliadi, 2013).
Angka kejadian hemofilia A adalah 1 dari 10.000 kelahiran, sedangkan hemofilia
B 1 dari 60.000 kelahiran.Hemofilia dapat terjadi dalam bentuk ringan, sedang, dan berat
berkaitan dengan kadar faktor plasma. Hemofilia ringan memiliki kadar faktor plasma 6-
40%, sedang 1-5% dan berat kurang dari 1%. Secara umum, semakin sedikit kadar faktor
koagulasi dalam darah, maka semakin besar risiko terjadi perdarahan.Terapi hemofilia
dengan pemberian FVIII telah meningkatkan harapan hidup secara bermakna. Pada awal
tahun 1900 harapan hidup hanya sekitar 11,3 tahun, sedangkan saat ini harapan hidup
pasien hemofilia berkisar antara 60-70 tahun.
Perdarahan berulang, terutama pada sendi, merupakan gejala utama hemofilia.
Pada akhirnya, perdarahan sendi yang berulang ini akan menyebabkan artropati yang
berat dan menimbulkan kecacatan. Pada dekade terakhir, terapi profilaksis konsentrat
faktor pembekuan telah diperkenalkan guna mencegah perdarahan sendi dan artropati
pada pasien dengan hemofilia berat.Terapi profilaksis ini memberikan hasil yang baik
sehingga organisasi kesehatan dunia World Health Organisation(WHO) telah menetapkan
terapi profilaksis sebagai terapi pilihan bagi semua anak dengan hemofilia berat. Namun,
karena konsentrat faktor pembekuan membutuhkan biaya tinggi, sulit bagi beberapa
negara, termasuk Indonesia, untuk menjadikan terapi profilaksis dengan konsentrat faktor
pembekuan sebagai terapi standar ( Prasetyawati Findy , dkk. 2016).
Prevalensi hemofilia di Indonesia untuk pada tahun 2006 ialah 4,1 per 1 juta
kasus. Kasus hemofilia A lebih serinditemukan dibandingkan dengan hemofilia B yaitu
tercatat sebanyak 1 per 10 ribu kasus sedangkan kasus hemofilia B 1 per 20-30 ribu
kasus. Untuk kasus hemofilia C di Indonesia belum terdapat data resmi karena kasus ini
jarangditemukan, diper-kirakan 1 per 100 ribu kasus hemofilia(Yoshua & Angliadi,
2013).
B. Etiologi
Hemofilia dapat disebabkan defesiensi pembekuan darah (VIII, IX dan XI).
Menurut Adele Pillitteri (2007), Hemofili dapat dibedakan menjadi :
1. Hemofilia A
Yaitu hemofilia yang disebabkan oleh defisiensi faktor VIII (Faktor antihemofilik)
2. Hemofilia B (penyakit natal christmas)
Yaitu hemofilia akibat kekurangan / defektivitas faktor IX (PCT
= Plasma Tromboplastin Antecedent)
3. Hemofilia C
Yaitu suatu gangguan pembekuan, umumnya diturunkan sebagaisifat resesif autosom
akibat defisiensi faktor XI.
C. Patofisiologi
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat seksi resesif yang
dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial yang diakibatkan oleh
mutasi pada kromosom X (Handayani & Haribowo, 2008). Faktor terjadinya hemofilia
atau etiologi hemofilia adalah genetik dan defisit dari faktor VIII, IX dan XI.
Ketika terjadi trauma tumpul misalnya pada lutut yang terbentur maka akan
terjadi robekan pada vaskular kemudian trombosit pecah dan megeluarkan enzim
trombokinase atau tromboplastin tetapi pada hemofilia enzim tersebut menurun karena
tidak ada faktor pembekuan darah sehingga trombin tidak terbentuk, benang-benang
fibrin tidak memadai sehingga tidak akan terjadi pembekuan darah dan menyebabkan
pendarahan lama. Perdaarahan lama menyebabkan konsentrasi hemoglobin menurun,
suplai oksigen dalam tubuh pun ikut menurun, sehingga terjadi hipoksiaterutama pada
jaringan yang mengakibatkan penurunan sirkulasi darah ke jaringan, penurunan sirkulasi
darah tersebut menyebabkan iskemik jaringan, karena adanya iskemik akan terjadi
infark13 pada jaringan, sehingga pada penderita hemofilia tampak pucat maka dari itu
diambil diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.
Perdarahan lama juga dapat menyebabkan darah akan masuk ke sendi yang akan
mengakibatkan hemartrosis sehingga sendi akan membengkak (edema). Jika terjadi
pembekakan maka akan terjadi penurunan refleks spasme otot dan inflammasi.inflamasi
maka akan dilepaskan mediator kimia berupa bradikinin, histamin, dan prostaglandin3
yang mengaktifkan nosiseptor4 pada hipotalamus 5
sehingga dipersepsikan nyeri, maka
dari itu diangkat diagnosa nyeri akut.
D. Manifestasi Klinis
1. Hemartrosis (perdarahan sendi) yang dapat timbul kembali oleh trauma dan
kontraktur sendi
2. Hematoma pada jaringan lunak atau perdarahan pada jaringan bagian dalam
3. Keletihan
4. Konsentrasi hemoglobin menurun
5. Hemofilia berat, perdarahan lama terjadi secara spontan tanpa cedera
6. Pembengkakan
7. Nyeri
8. Keterbatasan gerak
9. Pucat
10. TGT (Thromboplastin Generation Test) menurun
Pada hemofilia ringan, jumlah faktor pembekuan darah berkisar antara 5-50%. Gejala
berupa perdarahan berkepanjangan baru muncul saat penderita mengalami luka atau
prosedur pasca operasi
Pada hemofilia sedang, jumlah faktor pembekuan berkisar antara 1-15%. Gejala yang
dapat muncul meliputi :
1. Kulit mudah memar
2. Perdarahan di sekitar area sendi
3. Kesemutan dan nyeri ringan pada lutut, siku, dan pergelangan kaki
E. Komplikasi
Menurut Cecily L. Betz (2002) komplikasi hemofili adalah :
Artropati progresif, melumpuhkan
1. Kontraktur otot
2. Paralis
3. Perdarahan intrakranial
4. HT ( Hipertensi )
5. Kerusakan ginjal
6. Hipertensi
7. Splenomegali
8. Hepatitis
9. HIV ( karena terpajan produk darah yang terkontaminasi )
10. Anemi hemolitik
11. Trombosis/ tromboembolisme
F. Penatalaksanaan Medis
Tatalaksanaan penderita hemofilia harus dilakukan secara komprenhensif meliputi
pemberian faktor pemganti yaitu F VIII untuk hemofilia A dan V IX untuk hemofilia B,
perawatan dan rehabilitasi terutama bila ada kerusakan sendi, edukasi dan dukungan
sikososial bagi penderita dan keluarganya.
Bila terjadinya perdarahan akut terutama daerah sendi maka tindakan RICE (rest, ice,
compression, elevation) segera dilakukan. Sendi yang mengalami perdarahan
diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres dengan es atau handuk basah yang dingin,
kemudian yang dilakukan penekanan atau pembebasan dan meninggikan daerah
perdarahan. Penderita sebaiknya diberikan faktor pengganti dalam dua jam setelah
pendarahan.
Untuk hemofilia A diberikan konsetrat FVIII dengan dosis 0,5xBB (kg)x kadar yang
diinginkan (%). F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan F IX diberikan tiap 24 jam untuk
hemofilia B. Kadar F VIII atau IX yang diinginkan tergantung pada lokasi perdarahan
dimana untuk perdarahan sendi,otot,mukosa mulut dan hidung kadar 30-50% diperlukan.
Perdarahan saluran cerna,saluran kemih,daerah retroperitoneal dan susunan saraf pusat
maupun trauma dan tindakan operasi di anjurkan kadar 60-100%. Lama pemberian
tergantung pada beratnya perdarahan atau jenis tindakan. Untuk pencabutan gigi atau
epistaksis,diberikan selama 2-5 hari,sedangkan operasi atau laserasi luas diberikan 7-14
hari. Untuk rehabilitasi seperti pada hemarthorosis dapat diberikan lebih lama lagi.
Kriopresipitat juga dapat diberikan untuk hemofilia A dimana satu kantung
kriopresipitat mengandung sekitar 80 U F VIII. Demikian juga dengan obat
antifibrinolitik seperti asam epsilon amino-kaproat atau asam traneksamat. Aspirin dan
obat antiinflamasi non steroid harus dihindari karena dapat mengganggu hemostatis.
Profilaksis F VIII atau IX dapat diberikan secara kepada penderita hemofilia berat
dengan tujuan mengurangi kejadian hemartrosis dan kecacatan sendi. WHO dan WFH
merekomendasikan profilaksis primer dimulai pada usia 1-2 tahun dan dilanjutkan
seumur hidup. Profilaksis diberikan berdasarkan protokol malmo yang pertama kali
dikembalikan di swedia yaitu pemberian F VIII 20-40 U/kg selang sehari minimal 3 hari
per minggu atau F IX 20-40 U/kg dua kali per minggu.
Untuk penderita hemoflia ringan dan sedang,desmopressin (1-deamino-8-arginine
vasopressin,DDAVP) suatu anolog vasopressin dapat digunakan untuk meningkatkan
kadar F VIII endogen kedalam sirkulasi,namun tidak dianjurkan untuk hemofilia berat.
Mekanisme kerja sampai saat ini masih belum jelas, diduga obat ini merangsang
pengeluaran vWF dari tempat simpananya (weibel-palade bodies) sehingga menstabilkan
F VIII di plasma. DDAVP dapat diberikan secara intravena,subkutan atau intranasal.
Penderita hemofilia dianjurkan untuk berohlaraga rutin,memakai peralatan pelindung
yang sesuai untuk olahraga,menghindari olahraga berat atau kontak fisik. Berat badan
harus dijaga terutama bila ada kelainan sendi karena berat badan yang berlebih dapat
memperberat arthritis. Kebersihan mulut dan gigi juga harus diperhatikan. Vaksinasi
diberikan sebagaimana anak normal terutama terhadap hepatitis A dan B. Vaksin
diberikan melalui jalur subkutan,bukan intramuskular. Pihak sekolah sebaiknya
diberitahu bila seorang anak menderita hemofilia supaya dapat membantu penderita bila
diperlukan.
Upaya mengetahui status pembawa sifat hemofilia dan konseling genetik merupakan
hal yang terpadu dalam tatalaksana hemofilia. Konseling genetik perlu diberikan kepada
penderita dan keluarga. Konseling meliputi penyakit hemofilia itu sendiri,terapi dan
prognosis,pola keturunan,deteksi pembawa sifat dan implikasinya terhadap masa depan
penderita dan pembawa sifat. Deteksi hemofilia pada janin dapat dilakukan terutama bila
jenis mutasi gen sudah diketahui. Sampel dapat diperoleh melalui tindakan sampling
villus khorionik atau amnionsintesis (Nurarif & Kusuma, 2015).
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
kategori dan Sub kategori DS dan DO
2. Diagnosis Keperawatan
Definisi : Penurunan volume cairan Intravaskuler, Interstisiel, dan atau intra seluler
2. pathway
Gangguan Defisiensi
Faktor Genetik
resesif Faktor VIII, Hemofilia
kromosom X IX, & XI
Trombosit pecah
Darah masuk kedalam sendi
Enzim trombokinase/tromboplastin
Hemartrosis
Iskemik jaringan
Infark jaringan
Pucat
Dx.
Ketidakefektifan
Perfusi jaringan
perifer
4. Intervensi
No SDKI SLKI SIKI Rasional
1. Nyeri Akut ( D.0077) 1. Tingkat nyeri 1. Manajemen nyeri 1. Manajemen
Kategori : Psikologis Setelah dilakukan Observasi nyeri
Subkategori : Nyeri dan tindakan keperawatan 3x 1. Identifikasi lokasi, Observasi
kenyamanan 24 jam maka tingkat nyeri karakteristik, durasi, 1. untuk dapat
menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas, mengetahui lokasi,
Definisi hasil : intensitas nyeri karakteristik,
Pengalaman sensori atau 1 . keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skla nyeri durasi, frekuensi,
emosional yang berkaitan 2. Meringis menurun 3. Identifikasi respon kualitas, intensitas
dengan kerusakan jaringan 3. Tekanan darah nyeri non verbal nyeri
aktual atau fungsional, dengan membaik 4. Identifikasi faktor yang 2. untuk menilai
onset mendadak atau lambat memperberat dan tingkat rasa nyeri
dan berintensitas ringan memperingan nyeri yang dialami
hingga berat yang berlangsung 5. Monitor efek samping pasien dan
kurang dari 3 bulan. penggunaan analgetik membedakan
Terapeutik tingkat beratnya
Penyebab 1. Berikan teknik-teknik sehingga dapat
1. Agen pencedera fisiologis non farmakologis untuk diagnosis yang
( inflamasi ). mengurangi rasa nyeri akurat
2. Agen pencedera kimiawi 2. Kontrol lingkungan 3. untuk mengetahui
(mis. Terbakar, bahan yang memperberat rasa skala nyeri non
kimia iritan) nyeri(mis.suhu ruangan verbal pasien yang
3. Agen pencedera fisik ,pencahayaan, mengalami limitasi
(mis. Abses, amputasi, kebisingan) verbal
terbakar, terpotong, 3. Fasilitasi istirahat dan 4. untuk mengetahui
mengangkat berat, tidur skala nyeri
prosedur operasi, trauma, 4. Pertimbangkan jenis edukasi
latihan fisik berlebihan). dan sumber nyeri dalam 1. untuk mengetahui
pemilihan strategi penyebab, periode,
Gejala dan tanda mayor meredakan nyeri dan pemicu nyeri
Subjektif : klien mengeluh Edukasi 2. agar pasien
nyeri 1. Jelaskan penyebab, mengetahuin
Objektif periode, dan pemicu strategi meredakan
1. Tampak meringis nyeri nyeri
2. bersikap protektif ( 2. Jelaskan strategi 3. agar pasien dapat
mis. Waspada, posisi meredakan nyeri melakukan monitor
menghindari nyeri) 3. Anjurkan memonitor nyeri secara
3. gelisa nyeri secara mandiri mandiri
4. Frekuensi nadi 4. Anjurkan menggunakan 4. untuk mengurangi
meningkat analgetik secara tepat rasa nyeri
5. Sulit tidur 5. Ajarkan teknik non 5. agar pasien tidak
farmakologi untuk ketergantungan
mengurangi rasa nyeri pada obat obatan
Gejala dan tanda minor Kolaborasi
Subjektif : - Kolaborasi pemberian kolaborasi
Objektif analgetik jika perlu agar penanganan nyeri
1. Tekanan darah 2. Pemberian analgesik lebih cepat teratasi
meningkat Observasi 2. Pemberian
2. Pola napas berubah 1. Identifikasi karakter analgesik
3. Nafsu makan berubah nyeri Observasi
4. Proses berpikir 2. Identifikasi kesesuaian 1. Untuk
terganggu jenis analgesik dengan mengetahui
5. Menarik diri tingkat keparahan nyeri tingkat karakter
6. Berfokus pada diri 3. Monitor tanda-tanda nyeri
sendiri vital sebelum dan 2. Untuk dapat
7. Diaforosis sesudah pemberian memberikan
anlgesik analgetik yang
4. Monitor efektivitas sesuai dengan
analgesik tingkat nyeri
Terapeutik 3. Untuk
1. Diskusikan jenis mengetahui
analgesik yang disukai apakah terjadi
untuk mencapai perubahan
analgesik optimal jika setelah
perlu pemberian obat
2. Tetapkan target 4. Untuk dapat
efektivitas analgesik mengetahui
untuk mengoptimalkan tingkat
respon pasien keefektifan
3. Dokumentasikan respon analgetik yang
terhadap efek analgesik diberikan
dan efek yang tidak Terapeutik
diinginkan 1. Untuk
Edukasi mengetahuin
Jelaskan efek terapi dan apakah pasien
efek samping obat memiliki alergi
Kolaborasi atau tidak
Kolaborasi pemberian dosis 2. Untuk
dan jenis analgesik, sesuai mengoptimalka
indikasi n efektivitas
analgetik
3. Untuk dapat
mengetahui efek
yang telah
diberikan oleh
obat yang telah
diberikan
2. Pola Nafas Tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi Pemantauan respirasi
( D.0005) keperawatan 3x 24 jam maka Observasi Observasi
Kategori : Psiologis pola nafas membaik dengan 1. Monitor frekuensi, 1. Untuk
Subkategori: Sirkulasi kriteria hasil : irama, kedalaman, mengetahui
1. Dispnea menurun dan upaya nafas frekuensi,
Definisi 2. Tekana ekspirasi 2. Monitor pola nafas irama,
Inspirasi dan atau ekspirasi membaik (seperti bradipnea, kedalaman, dan
yang tidak memberikan 3. Tekanan inspirasi takipnea, upaya nafas
ventilasi edukuat. membaik hiperventilasi, 2. Untuk
kusmaul, cheyne- mengetahui
Penyebab stokes, biot, ataksik) apakah terdapat
1. Defresi pusat 3. Palpasi kesimetrisan seperti
pernafasan ekspansi paru bradipnea,
2. Hambatan upaya napas 4. Monitor saturasi takipnea,
(mis. Nyeri saat oksigen hiperventilasi,
bernapas, kelemahan Terapeutik kusmaul,
otot pernafasan). 1. Atur interval cheyne-stokes,
3. Defermitas dinding pemantauan respirasi biot, ataksik
dada sesuai kondisi pasien 3. Untuk dapat
4. Defermitas tulang dada 2. Dokumentasikan mengetahui
5. Gangguan hasil pemantauan apakah ekspansi
neuromuscular Edukasi paru simetris
6. Gangguan neurologis 1. Jelaskan tujuan dan atau tidak
(mis. prosedur 4. Untuk dapat
Elekatroensefalogram( pemantauan memantau
EEG) positif, cedera 2. Informasikan hasil peningkatan dan
kepala, gangguan pemantauan jika penurunan
kejang ) perlu saturasi oksigen
7. Imaturitas neurologis Terapeutik
8. Penurunan energy 1. Untuk dapat
9. Obesitas mengetahui
10. Posisi tubuh yang kenormalan
menghambat ekspansi respirasi pasien
paru 2. Untuk dapat
11. Sindrom hipoventilasi memantau hasil
12. Kerusakan inervansi perawatan
diafragma (kerusakan pasien
saraf C5 ke atas) Edukasi
13. Cedera pada medula 1. Untuk
spinalis menambah
14. Efek agen pengetahuan
farmakologis pasien
15. Kecemasan 2. Agar pasien
mengetahui
Gejala dan Tanda Mayor kondisinya
Subjektif : Dispnea
Objektif
1. Penggunaan otot bantu
pernapasan
2. Fase ekspirasi
memanjang
3. Pola napas abnormal
(mis. Takibnea,
bradifnea,
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
strokes)
4. Gangguan Mobilitas Fisik setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi Dukungan mobilisasi
(D.0054) keperawatan selama 3 X 24 Observasi Observasi
Kategori : Fisiologis jam masalah mobilitas fisik 1. Identifikasi atau 1. Untuk dapat
Subkategori : teratasi dengan krirteria hasil : keluhan fisik lainnya mengetahui
Aktivitas/Istirahat 1. Pergerakan ekstermitas 2. Identifikasi toleransi keluhaan fisik
meningkat fisik melakukan pasien
Definisi 2. Kekuatan otot pergerakan 2. Untuk dapat
Keterbatasan dalam gerakan meningkat 3. Monitor frekuensi mengetahui
fisik dari satu atau lebih 3. Rentang gerak (ROM) jantung dan tekanan toleransi
ekstremitas secara mandiri. meningkat darah sebelum pergerakan fisik
4. Nyeri menurun memulai mobilisasi 3. Untuk dapat
Penyebab 5. 4. Monitor kondisi mengetahui
4. Kerusakan integritas umum selama frekuensi
struktur tulang melakukan jantung dan
5. Perubahan metabolism mobilisasi tekanan darah
6. Ketidakbugaran fisik Terapeutik sebelum
7. Penurunan kendali otot 1. Fasilitasi melakukan memulai
8. Penurunan masa otot pergerakan jika mobilisasi
9. Penurunan kekuatan otot perlu Terapeutik
10. Keterlambatan 2. Libatkan keluarga 1. Untuk dapat
perkembangan pasien untuk melakukan
11. Kekakuan sendi membantu pasien pergerakan
12. Kontraktur dalam meningkatkan dengan
13. Malnutrisi pergerakan maksimal
14. Gangguan Edukasi 2. Agar keluarga
muskulokeletal 1. Jelaskan tujuan dan dapat memantau
15. Gangguan prosedur mobilisasi langsung dan
neuromuscular 2. Ajarkan mbilisasi membantu
16. Indeks masa tubuh di sederhan yang harus kesembuhan
atas persentil ke 75 dilakukan(mis. pasien
sesuai usia Duduk di tempat Edukasi
17. Efek agen farmakologis tidur, duduk di sisi 1. Agar pasien
18. Program pembatasan tempat tidur, pindah dapat
gerak dari tempat tidur ke mengetahui
19. Nyeri kursi) tujuan dan
20. Kurang terpapar prosedur
informasi tentang mobilisasi
aktivitas fisik 2. Agar pasien
21. Kecemasan dapat
22. Gangguan kognitif melakukan
23. Keengganan melakukan tindakan
pergerakan mobilisasi
24. Gangguan mandiri
sensoripersepsi
Objektif
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak
terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
Objektif
1. Pengisian vena
menurun
2. Status mental berubah
3. Suhu tubuh meningkat
4. Konsentrasi urin
meningkat
5. Beratbadan turun tiba-
tiba
1. Simpulan
Hemofilia adalah kelompok kelainan pembekuan darah dengan karakteristik sex linked resesif dan autosomal resesif, dimana
perdarahan dapat terjadi tanpa penyebab trauma yang jelas atau berupa perdarahan spontan (Yoshua & Angliadi, 2013).
Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan dibawah kulit, seperti luka memar jika sedikit mengalami
benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktivitas yang berat, pembengkakan pada
persendian, seperti lutut, pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para penderita hemofilia dapat membahayakan jiwanya
jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak.
2. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi
kami maupun pihak lain yang membutuhkannya.
DAFTAR PUSTAKA