Anda di halaman 1dari 10

TASK READING

HEMOFILIA

BY
KELOMPOK 3
I NYOMAN YOGI PRAWIRADINATA (011.06.0005)
ANNISA RAHMANI (011.06.0036)
SITI SRI SURYANI (011.06.0045)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ISLAM AL-AZHAR MATARAM
Pada awal abad ke-19 sejarah modern hemofilia baru dimulai dengan
dituliskannya silsilah keluarga Kerajaan Inggris mengenai penyakit ini oleh Otto
(1803). Sejak itu hemofilia dikenal sebagai kelainan pembekuan darah yang
diturunkan secara X-linked recessive, sekitar setengah abad sebelum hukum Mendel
diperkenalkan.
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah dan diturunkan
(herediter) melalui kromoson X secara sex linked recessive. Jadi, hemofilia
diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan. Meskipun
hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki
riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga dapat terjadi
mutasi spontan akibat lingkungan endogen ataupun eksogen.
Sebagai penyakit yang di turunkan, orang akan terkena hemofilia sejak ia
dilahirkan, akan tetapi pada kenyataannya hemofilia selalu terdeteksi di tahun
pertama kelahirannya. Pada seorang penderita hemofilia, darah tidak dapat membeku
dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita
hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak
membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.
Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A
sekitar 1: 10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1:25.000-30.000 orang. Belum ada
data mengenai angka kekerapan di Indonesia, namun diperkirakan sekitar 20.000
kasus dari 200 juta penduduk Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering
dijumpai dibandingkan hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-
15% tanpa memandang ras, geografi dan keadaan social ekonomi.
Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (FVIII) atau faktor IX
(FIX). Faktor VIII adalah suatu glikoprotein yang dibentuk di sel sinusoidal hati.
Produksi F VIII dikode oleh gen yang terletak pada kromosom X. Di dalam sirkulasi
F VIII akan membentuk kompleks dengan faktor von Willebrand. Faktor von
Willebrand adalah protein dengan berat molekul besar yang dibentuk di sel endotel
dan megakariosit. Fungsinya sebagai protein pembawa F VIII dan melindunginya
dari degradasi proteolisis (pemecahan protein melalui hidrolisis ikatan peptida dengan
pembentukan senyawa-senyawa polipeptida yang lebih kecil). Di samping itu faktor
von Willebrand juga berperan pada proses adhesi (bersatunya satu bagian dengan
bagian yang lain) trombosit. Faktor VIII berfungsi pada jalur intrinsik system
koagulasi yaitu sebagai kofaktor untuk faktor IXa dalam proses aktivasi faktor X.
Pada orang normal aktivitas faktor VIII berkisar antara 50 150%. Pada hemofilia A,
aktivitas faktor VIII rendah. Faktor VIII termasuk protein fase akut yaitu protein yang
kadarnya meningkat jika terdapat kerusakan jaringan, peradangan, dan infeksi. Kadar
faktor VIII yang tinggi merupakan faktor resiko trombosis.
Faktor IX adalah faktor pembekuan yang dibentuk di hati dan memerlukan
vitamin K untuk proses pembuatannya. Jika tidak tersedia cukup vitamin K atau ada
antagonis vitamin K, maka yang terbentuk adalah protein yang mirip faktor IX tetapi
tidak dapat berfungsi. Gen yang mengatur sintesis faktor IX juga terletak pada
kromosom X. Faktor IX berfungsi pada jalur intrinsik system koagulasi yaitu
mengaktifkan faktor X. Nilai rujukan aktivitas faktor IX berkisar antara 50 150%.
Aktivitas faktor IX yang rendah bisa dijumpai pada hemofilia B, defisiensi vitamin K,
pemberian antikoagulan oral dan penyakit hati.
Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit
resesif terkait X. Oleh karena itu, semua anak perempuan dari laki-laki yang
mendertita hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Dapat
terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier) yang mana
wanita hemofilia bersifat letal (mati) sejak masih dalam kandungan karena pada
waktu embrio masih terbentuk organ-organ embrio, sehingga wanita
hemofilia ada hanya terdapat teoritis.
Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor
pembekuan (FVIII atau FIX) dalam plasma. Kadar faktor pembekuan normal sekitar
0,5-1,5 U/dl (50-150%). Dua jenis utama hemofilia yang secara klinis identik yakni
hemofilia klasik atau hemofilia A, yang ditemukan adanya defisiensi atau tidak
adanya aktivitas faktor antihemofilia VIII dan penyakit Christmas atau hemofilia B,
yang ditemukan adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX. Hemofilia
diklasifikasikan sebagai berat, sedang dan ringan. Hemofilia diklasifikasikan berat
dengan kadar aktivitas faktor kurang dari 1% yang mana dapat mengalami beberapa
kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa
sebab yang jelas. Sedangkan hemofilia sedang dengan kadar aktivitas diantara 1%
dan 5% yang mana perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu
berat, seperti olah raga yang berlebihan dan hemofilia ringan jika aktivitas faktor
pada kadar 5% atau lebih. Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami
perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu,
seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius.
Manifestasi klinis meliputi perdarahan. Perdarahan dapat timbul secara
spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang serta dapat timbul saat bayi mulai
belajar merangkak. Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa hemartrosis
(ekstravasasi darah ke dalam sendi atau rongga sinovial sendi), hematom
(pengumpulan darah yang terlokalisasi, umumnya menggumpal pada organ, rongga,
atau jaringan akibat pecahnya dinding pembuluh darah), subkutan/intramuscular,
perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial (terletak di dalam kranium),
epistaksis (perdarahan dari dalam hidung) dan hematuria (darah/urin di dalam urin).
Sering pula pula dijumpai perdarahan yang berkelanjutan pascaoperasi kecil
(sirkumsisi, ekstraksi gigi).
Perdarahan tersebut meliputi jaringan lunak, otot dan sendi, terutama sendi-
sendi yang menopang berat badan, disebut hemartrosis (pendarahan sendi). Sendi
yang paling sering terkena perdarahan, dengan urutan kekerapan sebagai berikut
sendi lutut, sendi siku, sendi bahu, sendi pergelangan kaki, sendi pergelangan tangan
dan sendi panggul. Perdarahan berulang ke dalam sendi menyebabkan degenerasi
(perubahan dari bentuk yang tinggi ke bentuk yang rendah, terutama perubahan
jaringan menjadi bentuk yang berfungsi kurang aktif) kartilago artikularis disertai
gejala-gejala artritis.
Sendi engsel lebih sering mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi
peluru, karena ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada
saat gerakan volunter (yang dikerjakan sesuai dengan kehendak) maupun involunter
(tidak bergantung kehendak), sedangkan sendi peluru lebih mampu menahan beban
tersebut karena fungsinya. Hematoma intramuscular terjadi pada otot-otot fleksor
besar, khususnya pada otot betis, otot-otot region iliopsoas (sering pada panggul) dan
lengan bawah. Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata.
Sindrom kompartemen, kompresi (tindakan menekan secara bersamaan) saraf dan
kontraktur otot. Sedangkan perdarahan intrakranial merupakan penyebab utama
kematian, dapat terjadi spontan atau sesudah trauma. Perdarahan retroperitoneal dan
retrofaringeal yang membahayakan jalan napas dapat mengancam kehidupan.
Patofisiologis hemofilia yakni, ketika mengalami perdarahan berarti terjadi
luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh),
lalu darah keluar dari pembuluh, pembuluh darah mengerut atau mengecil lalu keping
darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh. Kekurangan jumlah faktor
pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk
sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh. Perdarahan akan
terus berlangsung sampai tekanan hidrostatik intra artikuler melebihi tekanan arteri
dan kapiler dalam sinovium sendi.
Derajat perdarahan berkaitan dengan banyaknya aktivitas faktor dan beratnya
cedera. Perdarahan dapat terjadi segera atau berjam-jam setelah cedera. Perdarahan
dengan karena pembedahan sering terjadi pada semua pasien hemofilia, dan segala
prosedur pembedahan yang diantisipasi memerlukan penggantian faktor secara
agresif sewaktu praoperasi dan pascaoperasi sebanyak lebih dari 50% tingkat
aktivitas. Sedangkan gambaran radiologis dari sendi hemofilia dapat ditemukan
bermacam-macam kelainan, mulai dari pembengkakan jaringan lunak, osteoporosis
pada tulang, pembesaran epifisis, kista subkhondral, penyempitan selah sendi dan
pembentukan oteofit.
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis terdiri dari keluhan penyakit yang dapat timbul
pada saat lahir dengan perdarahan lewat tali pusat dan perdarahan sendi sebagai
akibat jatuh pada saat belajar berjalan pada anak yang lebih besar serta ada riwayat
timbulnya biru-biru bila terbentur (perdarahan abnormal). Pemeriksaan fisis
diantaranya, hematom (pengumpulan darah) di kepala atau tungkai atas/bawah,
hemarthrosis (ekstravasasi darah ke dalam sendi atau rongga synovial sendi), sering
dijumpai perdarahan interstitial yang akan menyebabkan atrofi dari otot, pergerakan
terganggu dan terjadi kontraktur sendi. Sedangkan pemeriksaan laboratorium yang
perlu diminta adalah pemeriksaan penyaring hemostasis yang terdiri atas hitung
trimbosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT (prothrombin time-masa
protrombin plasma), APTT (activated partial thromboplastin time-masa tromboplastin
parsial teraktivasi) dan TT (thrombin time-masa trombin). Pada hemofilia A atau B
akan dijumpai pemanjangan APTT sedangkan pemerikasaan hemostasis lain yaitu
hitung trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT dan TT dalam batas
normal. Pemanjangan APTT dengan PT yang normal menunjukkan adanya gangguan
pada jalur intrinsik sistem pembekuan darah. Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur
intrinsik sehingga defisiensi salah satu dari faktor pembekuan ini akan
mengakibatkan pemanjangan APTT yaitu tes yang menguji jalur intrinsik sistem
pembekuan darah.

Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan faktor
mana yang kurang dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation
test) atau dengan diferensial APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan
aktivitas masing - masing faktor. Untuk mengetahui aktivitas F VIII dan IX perlu
dilakukan assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A aktivitas F VIII rendah sedang pada
hemofilia B aktivitas F IX rendah.
Perdarahan pada hemofilia, seringkali menuntut pertolongan yang disebut
Replacement Therapy, yaitu pemberian faktor pembeku darah sesuai yang
dibutuhkan, baik dalam bentuk transfusi plasma. Transfusi plasma tersebut adalah
Cryoprecipitate untuk plasma yang mengandung faktor VIII atau Fresh Frozen
Plasma (Plasma Segar Beku) yang mengandung faktor IX. Keduanya melalui
pembuluh darah vena. Pemberian dosis dan jadwal replace therapy berdasarkan
analisa dokter hematologi. Adapun menurut Prof. Dr. Djajadiman Gatot, SpA (K)
menerangkan, pengobatan definitif yang bisa dilakukan oleh penderita Hemofilia
adalah dengan metode RICE, singkatan dari Rest, Ice, Compression, dan Elevation.
Rest, penderita harus senantiasa beristirahat, dan jangan banyak melakukan kegiatan
berat atau yang sifatnya kontak fisik. Ice, jika terjadi luka segera perdarahan itu
dibekukan dengan mengkompresnya dengan es. Compression, dalam hal ini luka itu
juga harus dibebat atau dibalut dengan perban. Elevation, berbaring dan meninggikan
luka tersebut lebih tinggi dari posisi jantung. Selain itu dapat juga dengan melakukan
pencegahan baik menghindari luka atau benturan.
Pemberian faktor pembekuan darah tersebut dilakukan tiga kali seminggu untuk
menghindari kecacatan fisik sehingga pasien hemofilia dapat melakukan aktivitas
normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan faktor anti hemofilia
(AHF) yang cukup banya. Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia
dilakukan dengan memberikan F VIII atau FIX, baik rekombinan, konsentrat maupun
komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan tersebut.
Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan
membaik serta khususnya selama fisioterapi. Pengobatan juga dapat dilakukan
dengan terapi gen dengan menggunakan vector retrovirus, adenovirus dan adeno
associated virus. Terapi ini dilakukan dengan memindahkan vector adenovirus yang
membawa gen antihemofilia ke dalam sel hati.
Dalam pengobatan tersebut terdapat penyulit yakni antibody poliklonal
terhadap F VIII atau F IX. Antibodi ini akan menghambat aktivitas faktor
pembekuan, sehingga pemberian pengganti terapi kurang efektif atau bahkan tidak
efektif sama sekali. Mekanisme pembentukan antibody ini belum diketahui secara
menyeluruh, kemungkinan sensitisasi berulang akibat pemberian komponen darah
atau konsentrat faktor pembekuan, namun ternyata inhibitor ini dapat ditemukan pada
anak-anak hemofilia Ayang hanya diberi faktor pembekuan rekombinan atau bahkan
pada mereka yang tidak pernah diterapi. Angka kejadian terbentuknya inhibitor
terhadap faktor pembekuan pada hemofilia A sedang dan berat sekitar 20-33%,
sedangkan pada hemofilia B hanya 1-4%.
Hemofilia salah satu penyakit yang berbahaya sehingga penderita harus
mendapatkan perawatan diantaranya. Pertama, mengkonsumsi makanan/minuman
yang sehat dan menjaga berat tubuh tidak berlebihan. Karena berat berlebih dapat
mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki (terutama pada kasus
hemofilia berat). Kedua, melakukan kegiatan olahraga sebab otot yang kuat tidak
mudah terluka dan perdarahan dapat dihindari. Ketiga, rajin merawat gigi dan gusi
dan melakukan pemeriksaan kesehatan gisi dan gusi secara berkala/rutin, paling tidak
setengah tahun sekali ke klinik gigi karena kalau giginya bermasalah misal harus
dicabut, tentunya dapat menimbulkan perdarahan. Keempat, memberi lingkungan
hidup yang mendukung bagi tumbuhnya kepribadian yang sehat agar dapat optimis
dan berprestasi bersama hemofilia dan yang kelima yakni menghindari penggunaan
aspirin, karena aspirin dapat meningkatkan perdarahan. Penderita hemofilia
dianjurkan jangan sembarang mengkonsumsi obat-obatan. Langkah terbaik adalah
mengkonsultasikan lebih dulu kepada dokter.






















DAFTAR PUSTAKA
1. Sylvia A.price, Lorraine M.Wilson.2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi 6.EGC: Jakarta.
2. Sudoyo, Aru W.2009. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5.Interna Publishing:
Jakarta.
3. Guyton dan Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.EGC: Jakarta
4. Dorland, Newman W.A. 2010.Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. EGC:
Jakarta.
5. http.www.hemofilia/index.php.htm
6. http.www.hemofilia/DIAGNOSIS.htm
7. http.www.hemofilia/perawatan.php.htm

Anda mungkin juga menyukai