1. DEFENISI
Hemostasis atau haemostasis berasal dari bahasa Yunani: aimstasis (), yang
terdiri dari dua kata yaitu ama () yang berarti darah" dan stsis () yang berarti
"stagnasi".
Hemostasis adalah peristiwa berhentinya mengalirnya darah dari pembuluh darah yang
mengalami trauma.
2. PROSES HEMOSTASIS
Proses hemostasis terjadi melalui tiga proses yaitu :
a. Fase vascular
Terjadi karena akibat dari adanya trauma pada pembuluh darah maka respon yang
pertama kali adalah respon dari vaskuler/kapiler yaitu terjadinya kontraksi dari kapiler
disertai dengan extra-vasasi dari pembuluh darah, akibat dari extra vasasi ini akan
memberikan tekanan pada kapiler tersebut (adanya timbunan darah disekitar kapiler).
b. Fase Platelet/trombosit
Pada saat terjadinya pengecilan lumen kapiler (vasokontriksi) dan extra vasasi ada
darah yang melalui permukaan asar (jaringan kolagen) dengan akibatnya trombosit.
Akibat dari bertemunya trombosit dengan permukaan kasar maka trombosit tersebut
akan mengalami adhesi serta agregasi.
Setelah terjadinya adhesi maka dengan pengaruh ATP akan terjadilah agregasi yaitu
saling melekat dan desintegrasi sehingga terbentuklah suatu massa yang melekat.
Peristiwa trombosit yang mulai pecah/lepas- lepas hingga menjadi suatu massa yang
melekat disebut Viscous metamorphosis. Akibat dari terjadinya semua proses ini maka
terjadilah gumpalan plug (sumbatan) baru kemudian terjadi fase yang ketiga.
c. Fase koagulasi
a. Hemofilia A
Hemofilia A dikenal juga dengan nama :
1. Hemofilia Klasik ; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak
kekurangan faktor pembekuan pada darah ( FAH = Factor Anti Hemophilia )
2. Hemofilia FVIII : yaitu penyakit hemofilia yang terjadi karena kekurangan faktor 8
(FVIII) protein pada darah yag menyebabkan masalah pada proses pembekuan
darah.
b. Hemofilia B
Hemofilia B terjadi karena penderita tidak mempunyai faktor KPT ( Komponen
Plasma Tromboplastin ). Hemofilia B juga dikenal dengan nama :
1. Christmas Desease ; ditemukan pertama kali pada seorang yang bernama Steven
Christmas yang berasal dari Kanada. Penyakit hemofilia yang dideritanya
diwariskan dari ibunya yaitu Ratu Victoria.
2. Hemophilia kekurangan faktor IX ; merupakan penyakit hemofilia yang terjadi
karena kekurangan faktor 9 ( FIX ) protein pada darah yang menyebabkan
masalah pada proses pembekuan darah.
Tingkatan Hemofilia
Pada dasarnya penyakit hemofilia mempunyai tinkatan yang berbeda beda.
Hemofilia A dan B dapat digolongkan dalam 3 tingkatan yaitu :
1. Berat
2. Sedang
3. Ringan
Klasifikasi
Berat
Sedang
Ringan
Berikut adalah penjabaran mengenai pembagian tinkatan dalam hemofilia A dan Hemofilia
B:
1. Hemofilia Parah / Berat
Penderita hemofilia pada tinkatan ini hanya memiliki faktor VIII dan faktor IX kurang
dari 1 % dari jumlah normal di dalam darahnya. Dalam artian bahwa penderita hemofilia
pada tingkatan ini akan megalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang
kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang jelas.
2. Hemofilia Sedang
Seseorang yang menderita hemofilia tingkat sedang lebih jarang mengalami perdarahan
dibanding hemofilia tingkat berat. Perdarahan kadang terjadi akibat dari aktivitas tubuh
yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.
3. Hemofilia Ringan
Penderita hemofilia tingkat ringan ini lebih jarang sekali mengalami perdarahan
dibandingkan dengan hemofilia tingkat berat dan hemofilia tingkat sednag. Yang
menderita hemofilia tingkat ringan mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi
tertentu, seperti operasi, cabut gigi, atau mengalami luka yang serius. Jika wanita
mengalami hemofilia tingkat ringan kemungkinan akan mengalami perdarahn lebih pada
saat wanita tersebut mengalami menstruasi.
Pada hemofilia berat, perdarahan dapat terjadi spontan tanpa trauma. Sedangkan yang
sedang, biasanya perdarahan didahului trauma ringan. Hemofilia ringan umumnya tanpa
gejala atau dapat terjadi perdarahan akibat trauma berat.
a. Definisi
Purpura trombositopenia idiopatik (autoimmune thrombocytopenic purpura; morbus
Wirlhof; purpura hemorrhagica) merupakan sindrom klinis berupa manifestasi
perdarahan (purpura, petekie, perdarahan retina, atau perdarahan nyata lain) disertai
trombositopenia (penurunan jumlah trombosit). PTI merupakan gangguan perdarahan
yang sering dijumpai pada anak usia 2-4 tahun, lebih sering pada wanita. PTI dapat
dibagi menjadi akut dan kronik. PTI akut biasanya sembuh sendiri dalam 6 bulan,
sedangkan PTI kronik, sering ditemukan pada usia < 1 tahun atau > 10 tahun,
umumnya dihubungkan dengan kelainan imun yang umum.
b. Gejala dan Tanda
Biasanya didahului oleh infeksi bakteri atau virus (misalnya rubella, rubeola, varisela), atau
setelah vaksinasi dengan virus hidup 1-3 minggu sebelum trombositopenia.
c. Riwayat pendarahan
Riwayat pemberian obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid, kuinidin/kuinin,
aspirin.
Riwayat ibu menderita HIV, riwayat keluarga yang menderita trombositopenia atau
kelainan hematologi.
d. Epidemiologi
Purpura trombositopenia idiopatik akut paling sering terjadi pada anak antara umur 2
8 tahun, dan lebih sering pada anak wanita.
e. Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui. Adapun berbagai kemungkinan penyebab yang dapat
dikemukakan adalah:
Akibat hiperspenisme
Intoksikasi makanan atau obat [asetosal, para amino salisilat (PAS),
f. Gejala Klinis
Gejala klinis pada penderita ITP akut dapat berupa :
Perdarahan kulit dan selaput lendir
Petekie dan ekimosis
Melena, hematuri
Perdarahan alat dalam jarang
Trombositopeni berat perdarahan otak
g. Prognosis
Sebagian besar ( 85 90 % ) dapat sembuh. Sedangkan 10 15 % lainnya dapat
berubah menjadi ITP kronis.
h. Pemeriksaan penunjang :
Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal.
Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal.
Trombositopenia, besar trombosit normal atau lebih besar (giant platelets).
Masa perdarahan memanjang.
2. Kasus Epistaksis
a. Definisi
Epistaksis anterior adalah perdarahan yang berasal dari septum (pemisah lubang
hidung kiri dan kanan) bagian depan, yaitu dari pleksus kiesselbach atau arteri
etmoidalis anterior.
b. Etiologi
Penyebab Epistaksis :
1) Lokal
Trauma misalnya trauma maksilofasial waktu mengeluarkan ingus dengan
kuat, bersin, mengorek hidung, terjatuh, terpukul, iritasi oleh gas yang
merangsang.
Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan mimisan ringan disertai ingus
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang.
Umur
Keadaan umum
Tensi dan nadi
Trauma
Tumor
Deviasi septum/spina septum
Infeksi
Kelainan kongenital
Hipertensi
Kelainan darah
Perubahan tekanan atmosfir mendadak
Gangguan endokrin
d. Penatalaksanaan
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu :
1) Menghentikan perdarahan
2) Mencegah komplikasi
3) Mencegah berulangnya epistaksis