Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KASUS HEMOFILIA

Disusun oleh:

Sarciani Suhartini Kase

200714901313

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Hemofilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering
dan serius, berhubungan dengan defisiensi  faktor VII, IX atau XI. Biasanya
hanya terdapat pada pada anak laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat
resesif (Perkapita Selekta Jilid 2). Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah
congenital karena anak kekurangan factor pembekuan VIII (hemofilia A) atau
factor IX (Hemofilia B atau penyakit chritmas), (Cacily L. Betz & Linda A.
Sowden). Hemofilia adalah kelainan pembekuan yang diturunkan, baik
hemofilia A (kurang factor VIII) maupun hemofilia B sebagai penyakit
Christmas (kekurangan factor IX) adalah turunan yang merupakan kelainan
menerima rantai sek dan hampir terbatas pada kaum pria saja, (Barbara E.
Long Vol. 2)

B. Klasifikasi
1. Hemofilia A
Merupakan hemofili klasil terjadi karena defisiensi factor VIII.
2. Hemofilia B
Terjadi karena defisiensi factor IX. Faktor IX diproduksi hati dan
merupakan salah satu factor pembekuan dependen vitamin K.
3. Penyakit van willebrand

C. Etiologi
1. Faktor Kongenital. Bersifat resesif autosomal herediter,kelainan timbul
akibat sintesis faktor pembekuan darah menurun. Gejalanya berupa
mudahnya timbul kebiruan pada kulit / perdarahan spontan atau
perdarahan yang berlebihan setelah suatu trauma.
2. Faktor Didapat. Biasanya disebabkan oleh defisiensi factor II
(protrombin)  yang terdapat pada keadaan berikut:
a. Hemofilia A.
Hemofilia A dikenal juga dengan nama Hemofilia Klasik : karena jenis
hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor
pembekuan pada darah. Kekurangan faktor VIII protein pada darah
yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
b. Hemofilia B.
Hemofilia B dikenal juga dengan nama Chrismas disease : karena
ditemukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven
Chrismas asal kanada. Hemofilia ini di sebabkan karena kurangnya
faktor pembekuan IX . dapat muncul dengan bentuk yang sama
dengan tipe A. Gejala ke dua tipe hemofilia adalah sama, namun
yang membedakan tipe A / B adalah dari pengukuran waktu
tromboplastin partial deferensial.Hemophilia A atau Hemofilia B
adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, hemophilia A terjadi
sekurang – kurangnya 1 di antara 10.000 orang, Hemofilia B lebih
jarang ditemukan , yaitu 1 di antara 50.000 orang. Dapat muncul
dengan bentuk ringan, berat, dan sedang.

 Berat (kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%)


 Sedang (faktor VIII/IX antara 1%-5%) dan
 Ringan (faktor VIII/X antara 5%-30%).

D. Patofisiologi
Keadaan ini adalah penyakit congenital yang diturunka oleh gen
resesif X-linked dari pihak ibu. Factor VIII dan factor IX adalah protein plasma
yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah. Fakto-
faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan untuk pembekuan fibrin pada
tempat pembuluh cedera. Hemofilia berat terjadi bila konsentrasi factor VIII
dan IX plasma antara 1% dan 5% dan hemofilia ringan terjadi bila
konsentrasi plasma antara 5% dan 25% dari kadar normal. Manifestasi
klinisnya bergantung pada umur anak dan hebatnya defisiensi factor VIII dan
IX. Hemofilia berat ditandai perdarahan kambuhan, timbul spontan atau
setelah trauma yang relatif ringan. Tempat perdarahan paling umum adalah
di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan pangkal paha.
Otot yang paling sering terkena adalah heksor lengan bawah, gastroknemius
dan iliopsoas. Karena kemajuan dalam bidang pengobatan, hampir semua
pasien hemofilia diperkirakan dapat hidup normal.
Pathway

Kerusakan darah atau berkontrak dengan kolagen

XIII XII teraktivasi

(HMW, kinogen, prekalikren


XII XII teraktivasi
II
Ca++II

Hemofilia Tanpa IX IX tidak teraktivasi


Tanpa VIII

Fasfolipid trombosit

Trombin tidak terbentuk

perdarahan

Jaringan&sendi Sintesa energi terganggu

nyeri Mobilitas terganggu

Syok Resiko injury

Infektif Koping Keluarga


E. Manifestasi Klinis
Masa bayi (untuk diagnosis)
 Perpanjangan perdarahan setelah sirkumsisi
 Ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4
bulan)
 Hematoma besar setelah infeksi
 Perdarahan dari mukosa oral
 Perdarahan jaringan lunak

Episode perdarahan (selama rentang hidup)


 Gejala awal yaitu nyeri
 Setelah nyeri yaitu bengkak,hangat dan penurunan mobilitas

Secara umum hemophilia ditandai dengan gejala klinis sebagai berikut.

 Perdarahan terjadi pada periode neonatal (karena factor VIII tidak


melewati plasenta)
 Kelainan diketahui setelah tindakan sirkumsisi atau suntikan.
 Pada usia anak-anak sering terjadi memar atau hematom.
 Laserasi kecil (luka di lidah atau bibir)
 Gejala khasnya : hematrosis (perdarahan sendi) yang nyeri dan
menimbulkan keterbatasan gerak.
 Persendian yang bengkak, nyeri atau pembengkakan pada tungkai
atau lengan (terutama lutut atau siku) bila perdarahan terjadi.
 Perdarahan hebat karena luka potong yang kecil.
 Darah dalam urin (kadang-kadang).

F. Komplikasi
 Atropati progresif, melumpuhkan.
 Kontraktur otot.
 Paralisis.
 Perdarahan intrakranial.
 Hipertensi
 Kerusakan ginjal.
 Splenomegali.
 Hepatitis.
 HIV (karena terpajan produk darah yang terkontaminasi).
 Antibodi terbentuk sebagai antagonis terhadap factor VIII dan IX.
 Reaksi tranfusi alergi terhadap produk darah.
 Anemia hematolik
 Thrombosis atau thromboembolisme

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji skrinning untuk koagulasi darah.
 Jumlah thrombosit (normal)
 Masa protrombin (normal)
 Masa thromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan
factor koagulasi intrinsic)
 Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan
thrombosit dalam kapiler)
 Assys fungsional terhadap factor VIII dan IX (memastikan
diagnosis)
 Masa pembekuan thrombin
b. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur.
c. Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya
penyakit hati penyakit hati. Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT), Serum Glutamic Oxaloacetic Tansaminase (SGOT), Fosfatase
alkali, bilirubin.
d. Venogram (menunjukkan sisi actual dari thrombus)
e. Ultrasonograph Dopples / Pletismografi (menandakan aliran darah lambat
melalui pembuluh darah)
H. Penatalaksanaan
1. Pada hemophilia A.
Pengobatan dilakukan dengan meningkatkan kadar factor anti
hemofili sehingga perdarahan berhanti. Factor anti hemofili terdapat di
dalam plasma orang sehat tetapi mudah rusak bila disimpan di dalam
bangk darah sehingga untuk menghentikan perdarahan pada hemofili A
perlu ditranfusikan plasma segar.
Penatalaksanaan secara umumperlu dihindari trauma, pada masa
bayi lapisi tempat tidur dan bermain dengan busa. Awasi anak dengan
ketat saat belajar berjalan. Saat anak semakin besar perkenalkan denga
aktivitas fisik yang tidak beresiko trauma. Hindari obat yang
mempengaruhi fungsi platelet dan dapat mencetuskan perdarahan
(seperti : aspirin). Therapy pengganti dilakukan dengan memberikan
kriopresipitat atau konsentrat factor VIII melalui infus.
2. Pada hemophilia B
Perlu ditingkatkan kadar factor IX atau thromboplastin.
Thromboplastin tahan disimpan dalam bank darah sehingga untuk
menolong hemofilia B tidak perlu tranfusi plasma segar. Bila ada
perdarahan dalam sendi harus istirahat di tempat tidur dan dikompres
dengan es. Untuk menghilangkan rasa sakit diberi aspirin (biasanya
3-5 hari perdarahan dapat dihentikan) lalu diadakan latihan gerakan
sendi bila otot sendi sudah kuat dilatih berjalan.
Penatalaksanaannya sama dengan hemofilia A. Therapy
pengganti dilakukan dengan memberikan Fresh Frozen Plasma (FFP)
atau konsentrat factor IX. Cara lain yang dapt dipakai adalah
pemberian Desmopresin (DD AVP) untuk pengobatan non tranfusi
untuk pasien dengan hemofili ringan atau sedang.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. TTV (nadi,pernafasan)
b. Tampilan umum (tanda dan gagal jantung kongesti, gelisah)
c. Kulit (warna kulit, petekia, memar, perdarahan)
d. Abdomen (pembesaran hati dan limpa)
e. Kaji anak terhadap perilaku verbal dan non verbal yang
mengindikasikan nyeri.
f. Kaji tempat tempat terkait untuk menilai luasnya perdarahan
dan luasnya kerusakan sensori, saraf dan motoris.
g. Kaji kemampuan anak untuk melakukan aktivitas perawatan
diri (missal : menyikat gigi).
h. Kaji tingkat perkembangan anak.
i. Kaji kesiapan anak dan keluarga untuk pemulangan dan
kemampuan penatalaksanaan program pengobatan di rumah.
j. Tanyakan riwayat keluarga mengenai kelaina perdarahan.
k. Tanyakan perdarahan yang tak biasanya.
l. Pemeriksaan fisik selama periode eksaserbasi :
 Pembentukan hematoma (subkutan / intramuskular)
 Neuropati perifer.
 Hemorragi intrakranial : sakit kepala, gangguan
penglihatan, perubahan tingkat kesadaran,
peningkatan TD, nadi lemah, ketidaksamaan pupil.
 Hemrthrosis : perdarahan pada sendi
 Hematuria
 Epistaksis.
m. Kaji kemampuan pasien dan keluarga tentang kondisi dan
tindakan.
n. Kaji dampak kondisi pada gaya hidup baru.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan proteksi berhubungan dengan resiko perdarahan
sekunder terhadap defisiensi factor pembekuan.
2. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit dan kerusakan
integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi
darah jaringan sekunder terhadap perdarahan.
3. Nyeri berhubungan dengan hematosis (sendi bengkak)
4. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan factor :
perdarahan faktor kontrol sekunder terhadap hemofilia.

C. Intervensi Keperawatan
1. Perubahan proteksi berhubungan dengan resiko perdarahan
sekunder terhadap defisiensi factor pembekuan.
Tujuan / Hasil yang diperkirakan :
Pasien bebas dari perdarahan ditandai dengan TD systole ?
90 mmHg. RR : 12-20 x / menit, sejresi and ekskresi negatif
terhadap darah.
Intervensi :
 Pantau TTV terhadap tanda perdarahan termasuk
hipotensi.
 Pantau pasien terhadap adanya perdarahan (sendi
bengkak, nyeri abdomen, hematuria, hematemesis, melena
dan epitaksis)
 Jika perdarahan terjadi elevasikan area yang sakit jika
mungkin dan beri kompres dingin dan tekanan lembut pada
sisi tersebut.
 Bila diindikasikan lakukan tindakan untuk meminimalkan
resiko perdarahan akibat trauma.
 Anjurkan pasien untuk menggunakan pencukur listrik dan
sikat gigi berbulu halus.
 Beri factor pembekuan sesuai program
 Ajarkan pasien pentingnya tindak lanjut medis dan tranfusi
factor reguler seumur hidup.
2. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit dan kerusakan
integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi
darah jaringan sekunder terhadap perdarahan.
Tujuan / Hasil yang diperkirakan :
Kulit dan jaringan pasien tetap utuh dan tidak menunjukan
memar dan bengkak.
Intervensi :
 Inspeksi kulit pasien sedikitnya 4 jam, waspadai memar,
area tertekan dan bengkak.
 Berikan es atau tekanan di atas sisis perdarahan
intradermal untuk meningkatkan vasokontriksi.
 Tangani pasien dengan perlahan untuk meminimlkan resiko
trauma jaringan.
 Bantu pasien untuk melekukan latihan rentang gerak setiap
hari untuk meningkatkan mobilitas sendi dan perfusi ke
jaringan.
 Bantu pasien ambulasi jika ditoleransi untuk meningkatkan
sirkulasi ke jaringan.
3. Nyeri berhubungan dengan hematosis (sendi bengkak)
Tujuan / Hasil yang diperkirakan :
Nyeri berkurang / hilang.
Intervensi :
 Pantau pasien terhadap ketidak nyamanan sendi (skala
nyeri ?)
 Pasang bebar atau alat penyokong lain pada sendi,
imobilisasikan sendi pada sedikit fleksi.
 Elevasikan atau tempatkan bantal di bawah sendi yang
sakit untuk meningkatkan kenyamanan.
 Berikan analgesik sesuai program.
 Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. 
4. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan factor :
perdarahan faktor kontrol sekunder terhadap hemofilia.
Tujuan / Hasil yang diperkirakan :
Mobilitas sendi normal, tidak ada memar, tidak ada defisit
neurologis permanen.
Intervensi :
1. Untuk cedera kepala :
 Pantau status neurologis terdeteksi, misalnya : sakit kepala,
mual, muntah, ketidaktepatan afek, kerusakan memori,
perubahan tingkat kesadaran.
 Beri factor pembekuan yang ditentukan dan elevasi
keefektifannya.
 Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler atau
fowler
3. Untuk hemartrosis :
 Pantau status neurovaskuler dari ekstremitas yang sakit.
 Beri tahu dokter bila pembengkakan sendi berlanjut, atau
nutrisi menetap atau kebas dan kesemutan terjadi pada
saat tindakan telah dimulai selama 24 jam.
 Pertahankan tirah baring pada sendi yang sakit ditinggikan.
 Beri kompres es sesuai pesanan.
 Berikan factor pembekuan yang diresepkan dan dievaluasi
keefektifannya.
 Mulai latihan rentang gerak gerak pasif bila pembengkakan
telah berkurang.
 Beri alat Bantu untuk ambulasi.
 Berikan analgesik yang diresepkan untuk mengontrol nyeri
sendi dan evaluasi keefektifannya.
DAFTAR PUSTAKA

 Engram Barbara  1998. ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH VOL.


2, Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
 L. Betz Ceciely, A. Sowden Linda. 2002. BUKU SAKU KEPERAWATAN
PEDIATRI, Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
 KAPITA SELEKTA  Edisi 3 Jilid 2, 2000. Media Aesculapius. Fakultas
Kedokteran UI. Jakarta.
 H. Winter Griffith M. D. 1994. BUKU PINTAR KESEHATAN 769 GEJALA 520
PENYAKIT 160 PENGOBATAN, Arcana
 PENYAKIT & PENANGGULANGANNYA, PT. Gramedia. Jakarta.
 Swearing. 2000. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH EDISI 2. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai