Anda di halaman 1dari 13

TUTORIAL OKTOBER 2018

HEMOFILIA A

Nama : Ari Setiyawan Nugraha


No. Stambuk :N 111 18 013
Pembimbing :dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2018
KASUS TUTORIAL

Anak laki-laki berusia 3 tahun 11 bulan masuk Rumah Sakit Daerah


UNDATA Palu dengan keluhan perdarahan pada gusi. Saat tiba di Rumah Sakit
Daerah UNDATA Palu perdarahan pada gusi masih aktif. Menurut ibu pasien
perdarahan aktif terjadi sekitar 6 jam sebelum masuk rumah sakit setelah pasien
melakukan pencabutan gigi. Menurut ayah pasien memiliki riwayat penyakit
hemofilia tipe A, dimana sebelumnya pasien telah dilakukan tes untuk menguji
kadar faktor VIII di salah salah satu rumah sakit di Makassar dan didapatkan
hasilnya kadar faktor VIII hanya 20%. Menurut ayah pasien, kakek dari keluarga
ibu pasien mengalami penyakit yang sama seperti pasien. Pasien tidak mengalami
demam, tidak mengalami batuk, tidak mengalami kejang, serta buang air besar
dan buang air kecil biasa.
Pada saat dilakukan pengukuran didapatkan berat badan 16 kg, tinggi
badan 105 cm, lingkar lengan atas 16 cm, lingkar kepala 48 cm, lingkar dada 53
cm dan lingkar perut 48 cm. Pemeriksaan tanda vital diperoleh nadi 100 x/menit,
pernapasan 24 x/menit dan suhu badan 36,50C.
Dalam pemeriksaan fisik didapatkan pada pemeriksaan kepala yaitu
normocephal, edema pada palpebra (-/-), ikterus (-/-), anemis (+/+), tonus otot
baik, turgor kulit kembali cepat, otorhea (-/-), rhinorhea (-/-), napas cuping hidung
(-), mulut perdarahan aktif (+), tonsil : T1/T1, hiperemis (-). Pemeriksaan thoraks
didapatkan pada paru-paru gerakan dada simetris, retraksi dada (-/-),
vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-), BJ I/II murni reguler, murmur (-).
Pemeriksaan abdomen didapatkan peristaltik usus (+) kesan normal, tympani (+),
nyeri tekan (+). Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC 16,2 x
103/mm3, RBC 4,51 x 106/mm3, HGB 11,5 g/dL, HCT 34,7%, PLT 424 x 103/mm3

1
A. Definisi
Hemofilia adalah penyakit kongenital herediter yang disebabkan
karena gangguan sintesis faktor pembekuan darah. Faktor-faktor pembekuan
berjumlah 13 dan diberi nomor dengan angka Romawi (I-XIII).
Ada 3 jenis Hemofilia :
1. Hemofilia A : defek pada faktor VIII (AHF)
2. Hemofilia B : defek pada faktor IX (pravelensi hemofilia A : B = (5-8) :
1)
3. Hemofilia C : defek pada faktor XI (jarang)3,4

B. Epidemiologi
Hemofilia, terutama hemophilia A, tersebar di seluruh dunia dan
umumnya tidak mengenai ras tertentu. Angka kejadiannya diperkirakan 1
diantara 5 ribu-10 ribu kelahiran bayi laki-laki. Sedangkan hemofilia B,
sekitar 1 diantara 25 ribu-30 ribu kelahiran bayi laki-laki. Sebagian besar
(sekitar 80%) merupakan hemofilia A.5

C. Etio-patogenesis
Hemofilia diturunkan oleh ibu sebagai pembawa sifat yang
mempunyai 1 kromosom X normal dan 1 kromosom X hemofilia. Penderita
hemofilia, mempunyai kromosom Y dan 1 kromosom X hemofilia. Seorang
wanita diduga membawa sifat jika:
1. Ayahnya pengidap hemophilia
2. Mempunyai saudara laki-laki dan 1 anak laki-laki hemofilia, dan
3. Mempunyai lebih dari 1 anak laki-laki hemophilia
Karena sifatnya menurun, gejala klinis hemofilia A atau B dapat
timbul sejak bayi, tergantung beratnya penyakit. Hemofilia A atau B dibagi
tiga kelompok:
1. Berat (kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%)
2. Sedang (faktor VIII/IX antara 1%-5%) dan
3. Ringan (faktor VIII/X antara 5%-30%).

2
Proses pembekuan darah diperankan oleh pembuluh darah, trombosit
dan faktor pembekuan darah. Berikut ini bagan kaskade pembekuan darah
yang apabila salah satu faktornya hilang/isufisiensi atau tidak berfungsi maka
kasakade pembekuan darah akan terganggu sehingga proses koagulasi darah
menjadi memanjang.4,6

Pada hemophilia defisiensi faktor VIII, IX dan XI akan menyebabkan


uji APTT memanjang karena kurangnya faktor pembekuan intrinsik.

D. Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan riwayat perdarahan, gejala
klinik yang ditemukan, dan pemeriksaan laboratorium secara khusus.
1. Anamnesis :
a. keluhan yang muncul saat lahir yaitu perdarahan tali pusat.
b. anak yang lebih besar : perdarahan sendi akibat jatuh saat belajar
berjalan.
c. ada riwayat lebam-lebam apabila terbentur.7,8

3
2. Pemeriksaan Fisik :
a. Hematom pada kepala atau extremitas
b. Hamarthrosis
c. Dijumpainya perdarahan interstitial yang menyebabkan atrofi otot,
pergerakan terganggu, dan kontraktur sendi. Sendi yang sering
terkena adalah sendi siku, lutut, pergelangan kaki, paha dan sendi
bahu.9

E. Pemeriksaan Penunjang
1. APTT memanjang
Activated Partial tromboplastin Time (APTT) sama dengan Partial
Tromboplastin Time (PTT) merupakan pemeriksaan yang digunakan
untuk menilai semua faktor pembekuan darah dalam jalur intrinsik kecuali
trombosit, termasuk faktor VIII, IX, XI, XII. Nilai normal bekuan fibrin
terbentuk dalam waktu 21 – 35 detik. APTT memanjang pada keadaan
defisiensi faktor pembekuan, pemberian heparin, adanya hasil pemecahan
fibrin fibrinolisin, dan adanya antibodi terhadap faktor pembekuan yang
spesifik.8,9
2. PPT normal
Protrombin Time (PT) merupakan pemeriksaan yang digunakan
untuk mengukur waktu yang diperlukan untuk membentuk bekuan fibrin
dalam sample plasma yang telah dicampur dengan sitrat yang
menggambarkan fungsi dari faktor pembekuan jalur ekstrinsik (faktor V,
VII, X, protrombin dan fibrinogen). Nilai normal 10 – 14 detik.

F. Diagnosis Banding
1. Hemofilia A dan B dengan defisiensi faktor XI dan XII.
2. Penyakit Von Willebrand
Penyakit von Willebrand atau hemofilia vaskuler adalah suatu
gangguan hemostatik yang diwariskan sebagai sifat dominan autosomal
dengan penetrasi bervariasi dan derajat klinis yang bervariasi juga, yang

4
dikenal dan diuraikan antara tahun 1926 dan 1931. Karena diwariskan
sebagai suatu sifat autosom dominan maka diatesis hemoragik ini terlihat
pada kedua jenis kelamin. Penyakit von Willebrand biasanya ditandai
dengan penurunan yang ringan atau sedang dari faktor VIII dengan
kelainan thrombosit atau vaskuler. Purpura karena perdarahan dalam kulit
dan selaput lendir adalah sebagai akibat kelainan thrombosit vaskuler.
Masa perdarahan yang memanjang, test pembendungan yang positif dan
berkurangnya pelekatan thrombosit juga menandakan terlibatnya
kelainan-kelainan thrombosit dan vaskuler. Epitaksis dan menoragia
sering terjadi, hemartrosis jarang timbul dan hanya terjadi bila kadar
faktor VIII mendekati kadar seperti penderita hemofilia A.
Penyakit Von Willebrand dengan gejala penyakit yang bervariasi
dan penyakit ini terdapat baik pada pria maupun wanita. Karena kadar
faktor VIII pada penyakit ini rendah, penyakit ini disebut juga
pseudohemofilia. Penyakit ini sering membingungkan mereka yang belum
berpengalaman menangani hemofilia. Teori molekuler yang berhubungan
dengan penyakit ini juga masih belum jelas. Disamping kadar faktor VIII
yang menurun, masa perdarahan pada penderita ini juga memanjang
sehingga penyakit ini disebut hemofilia vaskuler.
Secara genetika penyakit von Willebrand dibedakan 2 jenis :
a. Autosomal Dominan tipe klasik
Penyakit ini familial dengan penetrasi dan ekspresi yang sangat
berbeda-beda.
b. Autosomal Resesif
Dalam keluarga biasanya tidak ada yang menderita penyakit ini.
Sering ada perkawinan consanguin. Pada kasus homozigot gejala-
gejala klinik lebih berat. Orang tua penderita biasanya tidak ada
gejala-gejala perdarahan / asimptomatik.
3. Hemofilia B dengan penyakit hari, pemakaian warfarin, defisiensi
vitamin K, sangat jarang inhibitor F IX yang didapat.4

5
G. Penatalaksanaan
Apabila terjadi perdarahan, misalnya perdarahan sendi, tindakan
sementara yang dapat segera dilakukan ialah RICE.
 R (Rest) : sendi yang mengalami perdarahan diistirahatkan
 I (Ice) : dikompres es
 C (Compression) : ditekan/dibebat
 E (Elevation) : ditinggikan
Kemudian, dalam dua jam, sudah harus diberikan pengobatan
komprehensif dengan memberikan faktor pembekuan yang kurang (faktor
VIII atau IX).
Sumber factor VIII adalah konsentrat factor VIII dan kriopresipitat,
sedangkan sumber factor IX adalah konsentrat factor IX dan FFP.
Replacement therapy diutamakan menggunakan konsentrat factor VIII/IX.
Apabila konsentrat tidak tersedia, dapat diberikan kriopresipitat atau FFP.
Transfusi konsentrat faktor VIII dengan dosis BB dalam kg x target
faktor yang diinginkan dalam IU / dl x 0.5. Waktu paruh konsentrat faktor
VIII adalah 8 – 12 jam. Sediaan yang ada dalam satu vial mengandung
konsentrat faktor VIII sebanyak 250-3000 IU.
Transfusi faktor IX dengan dosis BB dalam Kg x target faktor yang
diinginkan dalam IU/dl. Waktu paruh konsentrat faktor IX adalah 18-24 jam.
Sediaan yang ada dalam satu vial mengandung konsentrat faktor sebanyak
250-2000 IU.
Pada kasus ini kebutuhan faktor VIII untuk pasien dengan berat badan
16 kg adalah sebagai berikut:
BB dalam kg x target faktor yang diinginkan dalam IU / dl x 0.5
= 16 x (40-20) % x 0,5
= 16 x 20 x 0,5
=16 x 10
= 160 IU

6
REKOMENDASI No.: 003/Rek/PP IDAI/VI/2013 tentang Penanganan
Perdarahan Akut pada Hemofilia 7

Instruksi untuk menyiapkan solusi:


1. Jangan gunakan produk langsung dari kulkas. Biarkan pelarut dan bubuk
dalam botol tertutup untuk mencapai suhu kamar.
2. Lepaskan penutup sandal dari kedua vial dan bersihkan sumbat karet
dengan salah satu penyeka alkohol yang disediakan.
3. The Mix2vial ™ digambarkan pada Gambar. 1. Tempatkan botol pelarut
pada permukaan datar dan pegang dengan kuat. Ambil Mix2Vial ™ dan putar
terbalik. Tempatkan bagian biru Mix2Vial ™ di atas botol pelarut dan tekan
dengan kuat ke bawah sampai terkunci (Gbr. 2 + 3).

7
4. Tempatkan bubuk botol pada permukaan
yang rata dan pegang dengan kuat. Ambil botol
pelarut dengan Mix2Vial ™ yang terpasang dan
mengubahnya terbalik. Tempatkan bagian
transparan di atas botol bubuk dan tekan dengan
kuat ke bawah sampai terkunci (Gbr. 4). Pelarut
mengalir secara otomatis ke dalam botol bubuk.
 
 
 
 
 
 
 
5. Dengan kedua vial masih menempel, dengan
lembut putar bubuk vial sampai produk
dilarutkan.
Pelarutan selesai dalam waktu kurang dari 10
menit pada suhu kamar. Sedikit berbusa
mungkin terjadi selama persiapan. Lepaskan
Mix2Vial ™ menjadi dua bagian (Gbr.
5). Berbusa akan hilang.
Buang botol pelarut kosong dengan bagian biru
Mix2Vial ™.

Instruksi untuk injeksi:


Sebagai tindakan pencegahan, denyut nadi Anda harus diambil sebelum dan
selama injeksi. Jika peningkatan yang ditandai dalam denyut nadi Anda
terjadi, kurangi kecepatan injeksi atau interupsi administrasi untuk waktu
yang singkat.
1. Pasang spuit ke bagian transparan Mix2Vial ™. Balikkan vial dan tarik
larutan ke dalam syringe (Gbr. 6).
Solusi dalam jarum suntik harus jelas atau sedikit berkilau seperti mutiara.

8
Setelah solusinya dipindahkan, pegang plunger jarum suntik dengan kuat
(jagalah agar tetap menghadap ke bawah) dan cabut syringe dari Mix2Vial ™
(Gbr. 7). Buang Mix2Vial ™ dan botol kosong.

2. Bersihkan tempat suntikan yang dipilih dengan salah satu penyeka alkohol
yang disediakan.
3. Pasang set suntikan yang disediakan ke jarum suntik
4. Masukkan jarum suntik ke dalam pembuluh darah yang dipilih. Jika Anda
telah menggunakan tourniquet untuk membuat vena lebih mudah dilihat,
tourniquet ini harus dilepaskan sebelum Anda mulai menyuntikkan Octanate
LV.
Tidak ada darah yang harus mengalir ke syringe karena risiko pembentukan
bekuan fibrin.
5. Masukkan larutan ke dalam pembuluh darah dengan kecepatan lambat,
tidak lebih cepat dari 2-3 ml per menit.
Jika Anda menggunakan lebih dari satu botol bubuk Octanate LV untuk satu
perawatan, Anda dapat menggunakan suntikan dan suntikan yang sama
lagi. The Mix2Vial ™ hanya untuk sekali pakai.
Setiap produk obat yang tidak digunakan atau bahan limbah harus dibuang
sesuai dengan persyaratan setempat.

Selain replacement therapy, dapat diberikan terapi adjuvant untuk pasien


hemophilia, yaitu:
a. Desmopressin (I-deamino-8-D-arginine vasopressin atau DDAVP)
 Mekanisme kerja: meningkatkan kadar F VIII dengan cara
melepaskan F VIII dari pool nya
 Indikasi: Hemofilia ringan-sedang, yang mengalami perdarahan
ringan atau akan menjalani prosedur minor
 Penyakit von willebrand (berusia diatas 2 tahun)

9
 Dosis: 0,3 ug/kg (meningkatkan kadar FVIII 3-6x dari baseline)
 Cara pemberian: DDAVP dilarutkan dalam 50-100 mL saline
normal, diberikan melalui infus secara perlahan selama 20-30 menit.
DDAVP juga dapat diberikan secara intranasal dengan menggunakan
DDAVP nasal-spray. Dosis intranasal yaitu 300 ug setara dengan
dosis intravena 0,3 ug/kg. DDAVP berguna untuk penatlaksanaan
perdarahan ringan di rumah.
 Efek samping: takikardi, flusihing, tremrm dan nyeri perut (terutama
pemberian intravena yang terlalu cepat), retensi cairan, dan
hyponatremia.6
b. Asam traneksamat
 Indikasi: perdarahan mukosa seperti epistaksis, perdarahan gusi
 Kontraindikasi: perdarahan saluran kemih (resiko obstruksi saluran
kemih akibat bekuan darah)
 Dosis: 25 mg/kgBB/kali, 3 x sehari, oral/intravena, dapat diberikan
selama 5-10 hari.6
Rujuk spesialis lain atau subsepesialis bila telah terjadi komplikasi
hemartrosis kronis dengan kontraktur sendi.4

H. Komplikasi
1. Perdarahan
2. Hamarhrosis
3. Atrofi otot
4. Deformitas sendi
5. Kontraktur

I. Prognosis
Harapan hidup penderita hemofilia berat pada usia 35, 55 dan 75 tahun
adalah 89%, 68% dan 23%, dengan rata-rata usia harapan hidup 63 tahun.
Untuk penderita hemofilia sedang harapan hidup untuk kategori usia yang
sama adalah 96%, 88% dan 49% dengan rata-rata usia harapan hidup 75

10
tahun. Sebagai perbandingan harapan hidup rerata pria di Inggris adalah 97%,
92% dan 59% dengan rata-rata usia harapan hidup 78 tahun. Meskipun angka
harapan hidupnya cukup baik namun cacat sendi sering kali muncul sebagai
morbiditas utama pada hemophilia.5
Pada kasus ini prognosis pasien dubia ad bonam untuk ad vitam dan ad
functionam tapi dubia ad malam untuk ad sananctionam, hal ini dikarenakan
pasien dengan hemofilia memiliki kelainan pada kromosomnya yang
membuatnya tidak bisa untuk disembuhkan.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland. 2002. Kamus Kedokteran, edisi 26, Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Pp 523,638,1119
2. Price, Sylvia Anderson.2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. (Edisi VI). Jakarta: EGC.Pp. 340-84
3. Robbins.2002. Buku Ajar Patologi Anatomi.Jakarta : EGC. Pp. 862-89
4. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi 1.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2004.
5. Hardiono, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak.ED.1.2004. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
6. Antonius, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid.1.2010. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
7. Williams; Wilkins;. 2010. Buku Pegangan Uji Diagnostik
Edisi 3. Jakarta: EGC.
8. REKOMENDASI No.: 003/Rek/PP IDAI/VI/2013 tentang Penanganan
Perdarahan Akut pada Hemofilia
9. Gatot, D. 2006. Hemofilia. Retrieved Januari 20, 2014, from
IDAI:
http://www.hemofilia.or.id/file_upload/IDAI_Ikatan_Dokter_An
ak_Indonesia.pdf

Anda mungkin juga menyukai