Anda di halaman 1dari 18

TUTORIAL APRIL 2019

ANEMIA DEFISIENSI BESI

PADA ANAK CEREBRAL PALSY

Nama : Nur Asia


No. Stambuk : N 111 18 044
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2019
KASUS TUTORIAL

Anak perempuan berusia 7 tahun 10 bulan masuk Rumah Sakit Daerah


UNDATA Palu dengan keluhan demam. Demam dirasakan sejak 7 hari sebelum
masuk rumah sakit. Demam disertai dengan batuk berlendir dan flu yang muncul
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga muntah berisikan susu dan
bercampur lender. Ayah dari pasien mengatakan pasien sempat sesak sekitar 12 jam
sebelum masuk rumah sakit. Buang air kecil dan buang air besar lancar. Ayah pasien
mengatakan badan anaknya sering kaku, dimana kaku badan anaknya pertama kali
muncul sejak umur 7 bulan. Riwayat penyakit dalam keluarga didapatkan ibu pasien
menderita penyakit stroke, hipertensi dan diabetes mellitus.
Pada saat dilakukan pengukuran didapatkan berat badan 10 kg, tinggi badan
105 cm, lingkar lengan atas 13 cm, lingkar kepala 44 cm, lingkar dada 54 cm dan
lingkar perut 43 cm dan didapatkan status gizi buruk. Pemeriksaan tanda vital
diperoleh nadi 112 x/menit, pernapasan 40 x/menit dan suhu badan 37,70C.
Dalam pemeriksaan fisik didapatkan pada pemeriksaan kepala yaitu
normocephal, edema pada palpebra (-/-), ikterus (-/-), anemis (+/+), oto spastik (+/+),
turgor kulit kembali cepat, otorhea (-/-), rhinorhea (+/+), napas cuping hidung (-),
mulut perdarahan aktif (-), tonsil : T1/T1, hiperemis (-). Pemeriksaan thoraks
didapatkan pada paru-paru gerakan dada simetris, retraksi dada (-/-), vesikuler (+/+),
ronchi (+/+), wheezing (-/-), BJ I/II murni reguler, murmur (-). Pemeriksaan
abdomen didapatkan peristaltik usus (+) kesan normal, tympani (+), nyeri tekan (-).
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC 20.1 x 103/mm3, RBC 1.30 x
106/mm3, HGB 2,5 g/dL, HCT 8.9 %, PLT 20 x 103/mm3, MCV 68 fl, MCH 19.3 pg,
MCHC 28.2 %.
1. DEFINISI
A. Definisi Anemia Defisiensi Besi
Anemia yang berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu anaimia yang artinya
kurang darah didefinisikan sebagai berkurangnya jumlah total dari hemoglobin
atau berkurangnya jumlah sel darah merah. Anemia defisiensi besi (ADB)
adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk
sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling sering
ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan
sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya
merupakan anemia defisiensi besi.1

B. Definisi Cerebral Palsy


Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dalam perkembangan anak mengenai sel-sel motorik di
dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan
atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya Walaupun
lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkem- bangan tanda-
tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral.2
Cerebral palsy merupakan suatu gangguan sikap, gerak dan tonus
disebabkan perkembangan struktur otak yang abnormal atau lesi yang non
progresif dari pada otak yang immature.2

2. ETIOLOGI
A. Anemia Defisiensi Besi
Penyebab anemia defisiensi besi jika dilahat dari umur, yaitu:3
1. Bayi dibawah umur 1 tahun
- Persediaan besi yang kurang karena berat badan lahir rendah dan bayi
kembar.
2. Anak umur 1-2 tahun
- Masukan (intake) besi yang kurang karena tidak mendapat makanan
tambahan (hanya minum susu)
- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang
- Malabsorbsi
- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infeksi
parasite dan divertikulum Meckeli
3. Anak berumur 2-5 tahun
- Masukan besi berkurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe
heme
- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun
- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi
parasit dan divertikulum Meckeli
4. Anak berumur 5 tahun – masa remaja
- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi
parasit dan poliposis
5. Usia remaja – dewasa
- Pada wanita antara lain karena menstruasi berlebihan.

Pengetahuan mengenai klasifikasi penyebab menurut umur ini penting


untuk diketahui, untuk mencari penyebab berdasarkan skala prioritas dengan
tujuan menghemat biaya dan waktu.3

B. Cerebral Palsy
Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:
1) Pranatal :
a. Malformasi kongenital.
b. Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin
(misalnya; rubela, toksoplamosis, sifilis, sitomegalovirus, atau
infeksi virus lainnya).
c. Radiasi.
d. Tok gravidarum.
e. Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta
previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal).
2) Natal :
a. Anoksialhipoksia.
b. Perdarahan intra kranial.
c. Trauma lahir.
d. Prematuritas.
e. gangguan plasenta
f. shock, infeksi
3) Postnatal :
a. Trauma kapitis.
b. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis,
ensefalomielitis.
c. Kern icterus
d. Epilepsy
e. Malnutrisi
f. Inflamasi imunologis

3. EPIDEMIOLOGI
Defisiensi besi merupakan penyakit yang penyebarannya paling luas dan
merupaka penyakit nutrisi yang paling sering. Diperkirakan sekitar 30% populasi
dunia mengalami anemia defisiensi besi, dan kebanyakan dari mereka hidup di
negara berkembang. Di Amerika, 9% dari anak-anak berumur 12-36 tahun
mengalami defisit besi dan 30% dari kelompok ini berkembang menjadi anemia
defisiensi besi.3
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia
sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8
tahun) di kota sekitar 5,5%, anak praremaja 2,6% dan gadis remaja yang hamil
26%. Apabila dipandang dari warna kulit, prevalens ADB lebih tinggi pada anak
kulit hitam dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status
sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah. Berdasarkan penelitian yang
pernah dilakukan di Indonesia prevalens ADB pada anak balita sekitar 25-35%.
Dari hasil SKRT tahun 2010 prevalens ADB pada anak balita di Indonesia adalah
55.5%.3

4. GAMBARAN KLINIK
A. Anemia Defisiensi Besi
Kebanyakan anak-anak dengan defisiensi besi tidak menunjukkan gejala
dan baru terdeteksi dengan skrining laboratorium pada usia 12 bulan. Gejala
khas dari anemia defisiensi besi adalah:4
1. Koilonychias /spoon nail/ kuku sendok: kuku berubah menjadi rapuh
dan bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip dengan
sendok.
2. Akan terjadi atropi lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak
licin dan mengkilap yang disebabkan oleh menghilangnya papil lidah
3. Angular cheilitis yaitu adanya peradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
4. Disfagia yang disebabkan oleh kerusakan epitel hipofaring.4
Defisiensi besi memiliki efek sistemik non-hematologis. Efek yang paling
mengkhawatirkan adalah efek terhadap bayi dan remaja yaitu menurunnya
fungsi intelektual, terganggunya fungsi motorik dapat muncul lebih dahulu
sebelum anemia terbentuk. Telah banyak penelitian dilakukan mengenai
hubungan antara keadaan kurang besi dan uji kognitif. di Guatemala terhadap
bayi berumur 6-24 bulan, ditemukan bahwa terdapat perbedaan skor mental dan
skor motoric antara kelompok anak dengan anemia defisiensi besi dan dengan
anak normal. Penelitian juga dilakukan terhadap anak usia 3-6 tahun di Inggris
yang menunjukkan bahwa anak dengan anemia defisiensi besi menunjukkan
skor yang lebih rendah terhadap uji oddity learning jika dibandingkan
kelompok kontrol. Terdapat bukti bahwa perubahan-perubahan tersebut dapat
menetap walaupun dengan penanganan, sehingga pencegahan menjadi sangat
penting. Pica, keinginan untuk mengkonsumsi bahan-bahan yang tidak dapat
dicerna, atau pagofagia, keinginan untuk mengkonsumsi es batu merupakan
gejala.4

B. Cerebral Palsy
Gambaran klinik cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya
jaringan otak yang mengalami kerusakan2
1. Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia,
triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau
campuran.
2. Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat
bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
3. Ataksia
Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita
biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan
menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan
sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung.
4. Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
5. Gangguan perkembangan mental
Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral
palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia.2
5. PATOFISIOLOGI
A. Anemia Defisiensi Besi
Keadaan anemia defisiensi besi ditandai dengan saturasi transferin
menurun, dan kadar feritin atau hemosiderin sumsum tulang berkurang.
Menurut Walmsley et al. Secara berurutan perubahan laboratoris pada
defisiensi besi sebagai berikut: (1) penurunan simpanan besi, (2)
penurunan feritin serum, (3) penurunan besi serum disertai meningkatnya
transferin serum, (4) peningkatan Red cell Distribution Width (RDW), (5)
penurunan Mean Corpuscular Volume (MCV), dan terakhir (6) penurunan
hemoglobin. Didasari keadaan cadangan besi, akan timbul defisiensi besi yang
terdiri atas tiga tahap, dimulai dari tahap yang paling ringan yaitu tahap
pralaten (iron depletion), kemudian tahap laten (iron deficient erythropoesis)
dan tahap anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).1

a. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditandai
dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi.
Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini
terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun
sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi
masih normal.4
b. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient
erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang
tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin
menurun, sedangkan TIBC meningkat dan free erythrocyte porphrin (FEP)
meningkat.4
c. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini
terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran tepi darah didapatkan
mikrositosis dan hipokromik yang progesif. Pada tahap ini telah terjadi
perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.4

B. Cerebral Palsy
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube
yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3- 4 masa gestasi dan induksi
ventral, berlangsung pada minggu ke 5-6 masa gestasi. Setiap gangguan pada
masa ini bisa meng- akibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti
kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya. Fase
selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke
2-4. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali.
Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan
3-5. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd berdiferensiasi dan
daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks
serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone
germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa
mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus
kalosum. Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai
beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan
translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada
saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi
sd neuron, dan pembentukan selubung mialin. Kelainan neuropatologik yang
terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan Jadi kelainan
neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai
korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventnkuler ganglia basalis,
batang otak dan serebelum. Anoksia serebri sering merupakan komplikasi
perdarahan intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering
berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.2

Bagan 1. Patofisiologi Cerbral Palsy


6. DIAGNOSIS
A. Anemia Defisiensi Besi
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan
gejala klinis yang sering tidak khas.4
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB.
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:4
1. Kadar Hb kurang dari normal seusai usia
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N : 32-35%)
3. Kadar Fe serum <50 ug/dl (N : 80-180 ug/dl)
4. Saturasi transferrin <15% (N : 200-150%)

Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen:4


1. Anemia hipokrom mikrositik
2. Saturasi transferrin <16%
3. Nilai FEP > 100 ug/dl
4. Kadar ferritin serum <12 ug/dl

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 atau 3 kriteria (ST, feritin serum,


dan FEP harus dipenuhi) Lanzkowsky menyimpulakn ADB dapat diketahui
melalui:4

1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi


dengan MCV, MCH, dan MCHC yang menurun.
2. Red cell distribution width (RDW) > 17%
3. FEP meningkat
4. Feritin serum menurun
5. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < 10%
6. Respon terhadap pemberian preparat besi
a. Retikulositosis mencapai pundak pada hari ke 5 – 10 setelah
pemberian besi
b. Kadar hemolobin meningkat rata-rata 0,25 – 0,4 g/dl/ hari atau PCV
mengkat 1% / hari.
7. Sumsum tulang
a. Tertundanya maturasi sitoplasma
b. Pada perwarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi
berkurang.4

Cara lain untuk menentukaan adanya ADB adalah dengan trial pemberian
preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis
dengan melihat respons hemoglobin terhadap pemberian peparat besi. Prosedur
ini sangat mudah, praktis, sensitif dan ekonomis terutama pada anak yang
berisiko tinggi menderita ADB. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6
mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 mg/dl
maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita ADB.4

B. Cerebral Palsy
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat
kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya
cerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan memperhatikan
perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih
menetap.2
Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang
kali, karena gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni,
yang menandakan perkembangan motorik yang terlambat; hampir semua
cerebral palsy melalui fase hipotoni.2
Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala,
pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada pendenita yang
memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena
sering disertai kejang. Pemeriksaan ultrasonografi kepala atau CT Scan kepala
dilakukan untuk mencoba mencari etiologi. Pemeriksaan psikologi untuk
menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan menentukan cara
pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.2

7. PENATALAKSANAAN
B. Anemia Defisiensi Besi
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi.
Sekitar 80 – 85% penyebab ADB dapat diketahui dengan penanganannya dapat
dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat dilakukan secara oral atau
parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah, dan sama efektifnya dengan
pemberian secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan pada
penderita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak
dapat dipenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.
a. Pemberian preparat besi
Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam
feri. Preparat tersedia berupa ferous glukonat, fumarat, dan suksinat. Yang
sering dipakai adalah ferous sulfat karena harganya yang lebih murah.
Ferous glukonat, ferous fumarat, dan ferous suksinat diabsropsi sama
baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop).
Untuk mendapat respon pengobatan dosis yang dipakai 4 – 6 mg besi
elemental/kgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi
elemental yang ada dalam garam ferous. Garam ferous sulfat mengandung
besi elemental sebanyak 20%. Dosis obat yang terlalu besar akan
meninmbulkan efek samping pada saluran pencernaan dan tidak
memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Absropsi besi yang
terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua waktu makan, akan
tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Untuk
mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan
atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absropsi obat sekitar
40 – 50%. Obat diberikan dalam 2 – 3 dosis sehari. Tindakan tersebut lebih
penting karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan
penderita. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah
anemia pada penderita teratasi.
b. Pemberian preparat besi Parenteral
Pemberian besi parenteral intramuskular menimbulkan rasa sakit dan
harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi
alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik
dibandingkan peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi.
Larutan ini mengandung 50 mg besi/ ml. Dosis dihitung berdasarkan :
Dosis besi 9mg = BB (9kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5
c. Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan
pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang
dpaat mempengaruhi respon terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi
tidak perlu secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat
menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan
secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb
sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum,
untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4 g/dl hanya diberi PRC
dengan dosis 2 – 3 mg/kgBB persatu kali pemberian disertai pemberian
diuretik seperti furosemide. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat
dipertimbangkan pemberian transfusi tukar menggunakan PRC yang segar.
C. Cerebral Palsy
Perawatan pada anak CP memerlukan pengertian dan kerja sama yang baik dari
pihak orang tua/keluarga penderita. Hal ini akan tercapai dengan baik jika
diorganisasi terpadu pada satu pusat klinik khusus. Cerebral palsy yang dikelola
tenaga tenaga dari berbagai multidisipliner ( missal: dokter anka, neurologis,
ahli bedah ortopedi, bedah saraf, THT, guru luar biasa).5
a. Obat obatan
1. Obat anti spastisitas Biasanya indikasi pembarian obat obatan anti
spastisitas pada penderita C.P. karena :
- Spastisitas penderita sangat hebat yang disertai rasa nyeri sehingga
mengganggu program rehabilitasi.
- Keadaan hiperefleksi yang sangant mengganggu fungsi motorik
(misalnya: ada klonus kaki yang hebat)
- Kontraksi pleksi pada tungkai yang progresif.
- Spasitisitas penderita yang mempersulit perawatan.
2. Obat psikotropik
3. Antikonvulsan
b. Tindakan ortopedi
Salah satu indikasi dilakukan tindakan ortopedi jika sudah terjadi deformitas
akibat proses spasme otot atau telah terjadi kontraktur pada otot dan tendon.
Dalam hal ini harus dipertimbangkan secara matang beberapa factor sebelum
melakukan tindakan bedah.
c. Fisioterapi
Fisioterapi merupakan salah satu terapi dasar bagi penderita C.P fisioterapi
yang cepat dilaksanakan pada penderita yang masih muda pada tahap dini
manfaatnya jauh lebih nyata jika dibandingkan dengan penderita yang lebih
lambat. Satu hal yang perlu ditekan kan pada orang tua didalam membantu
pelaksanaan fisioterpi sang anak berada dirumah.
Adapun jenis jenis nya adalah :
- Alat bantu: pada fisioterapi banyak sekali dijumpai jenis alat bantu
yang bertujuan untuk melatih dan membangkitkan aktifitas reflektoris
dan membantu melakukan aktifitas sehari hari.
- Occupational therapy
- Speech therapy
- Pendidikan luar biasa
d. Factor social
- Rekreasi, sport dan kesenian
- Gizi yang baik
- Kesempatan memperoleh kerja
e. Pendidikan
Penderita cerebral palsy dididik sesuai dengan tingkat intelegensinya,
disekolah luar biasa dan bila mungkin disekolah biasa bersama sama dengan
anak yang normal. Mereka sebaiknya diperlakukan sama seperti anak yang
normal yaitu pulang kerumah dengan kendaraan bersama sama sehingga
mereka tidak mersa diasingkan hidup dalam suasana normal. Orang tua
janganlah melindungi anak secara berlebihan.5

8. HUBUNGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI DENGAN CEREBRAL PALSY


Fungsi zat besi yang paling penting adalah dalam perkembangan sistem saraf
yaitu diperlukan dalam proses mielinisasi, neurotransmitter, dendritogenesis dan
metabolisme saraf. Kekurangan zat besi sangat mempengaruhi fungsi kognitif,
tingkah laku dan pertumbuhan seorang bayi. Besi juga merupakan sumber energi
bagi otot sehingga mempengaruhi ketahanan fisik dan kemampuan bekerja
terutama pada remaja. Bila kekurangan zat besi terjadi pada masa kehamilan maka
akan meningkatkan risiko perinatal serta mortalitas bayi.4
Zat besi bersama dengan protein (globin dan protoporfirin) mempunyai
peranan yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu besi juga
terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif,
sintesis DNA, neurotransmiter, dan proses katabolisme. Kekurangan besi akan
memberikan dampak yang merugikan terhadap sistem saluran pencernaan,
susunan saraf pusat, kardiovaskular, imunitas dan perubahan tingkat selular.1
Bayi premature beresiko kekurangan zat besi karena mereka tidak merasakan
manfaat dari trimester ketiga dari kehamilan penuh, dimana bayi yang lahir normal
mendapatkan cukup zat besi dari ibu (kecuali ibu sangat kekurangan zat besi)
sebagai cadangan hingga berat bayi dua kali lipat dari berat saat lahir. Berbeda
dengan bayi premature, bayi normal (kecuali yang mengalami pendarahan) tidak
beresiko tinggi terkena anemia defisiensi besi pada bulan-buan pertamanya.4
Ketika tubuh kehabisan cadangan zat besi, konsekuensinya akan lebih berat
daripada anemia. Zat besi merupakan zat yang sangat penting dalam fungsi
fisiologis, melampau peran hemoglobin sebagai pembawa oksigen. Transporrtasi
mitokondria electron, fungsi neurotransmitter, dan detoksifikasi, serta
katekolamin, asam nukleta, dan metabolism lipid semua tergantung pada zat besi.
Kekurangan zat besi menyebabkan gangguan sistemik yang memiliki konsekuensi
jangka panjang, terutama selama masa pertumbuhan otak anak.4
DAFTAR PUSTAKA

1. Permono HB et al. BUKU AJAR HEMATOLOGI-ONKOLOGI ANAK. Badan


penerbit IDAI; 2017.
2. Valentine, Tience Debora. Penyesuaian psikologis orangtua dengan anak cerebral
palsy. Psikologia. 2014;9(2). 57-64
3. Abdulsalam, M., & Daniel, A. Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia
Defisiensi Besi. Sari Pediatri, 2002;4(2). 2-5.
4. Fitriani, Julia & Amelia Intan S. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Averrous.
2018;4(2). 5-13.
5. Mumpuniarti. Keterlibatan orangtua dalam needs assessment pengembangan
komunikasi anak cerebral palsy. JPPM. 2017;4(1)
6. Aru W, Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi kelima. Jakarta :
Interna Publishing; 2009.

Anda mungkin juga menyukai