Disusun Oleh:
Hendra Saleh
N 111 17 027
Pembimbing Klinik:
1
2018
BAB I
PENDAHULUAN
2
menegakkan diagnosis ketuban pecah dini secara tepat dan memberikan terapi
secara akurat untuk memperbaiki luaran / outcome dan prognosis pasien ketuban
pecah dini dan bayinya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Selaput ketuban (amniotic sac) yang membatasi rongga amnion terdiri atas
amnion dan khorion yang sangat erat ikatannya. Selaput amnion merupakan
jaringan avaskular yang lentur tapi kuat. Struktur avaskular ini memiliki peran
penting dalam kehamilan pada manusia. Pada banyak kasus obstetri, pecahnya
selaput ketuban secara dini pada kehamilan yang masih muda merupakan
penyebab tersering kelahiran preterm.1,3
4
Sel masenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi
lentur dan kuat. Di samping itu, jaringan tersebut menghasilkan sitokin IL-6, IL-8,
MCP-1 (monosit chemoattractant protein-1); zat ini bermanfaat untuk melawan
bakteri. Disamping itu, selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif: endotelin-1
(vasokonstriktor), dan PHRP (parathyroid hormone related protein), suatu
vasorelaksan. Dengan demikian, selaput amnion mengatur peredaran darah dan
tonus pembuluh lokal. (4,5) Selaput amnion juga meliputi tali pusat. Sebagian
cairan akan berasal pula dari difusi pada tali pusat. Pada kehamilan kembar
dikorionik-diamniotik terdapat selaput amnion dari masing-masing yang bersatu.
Namun, ada jaringan korion leave ditengahnya (pada USG tampak sebagai huruf
Y, pada awal kehamilan); sedangkan pada kehamilan kembar dikorion
monoamniotik (kembar satu telur) tidak akan ada jaringan korion diantara kedua
amnion (pada USG tampak gambaran huruf T). (4,5) Masalah pada klinik ialah
pecahnya ketuban berkaitan dengan kekuatan selaput. Pada perokok dan infeksi
terjadi pelemahan padaketahanan selaput sehingga mudah pecah. Pada kehamilan
normal hanya ada sedikit makrofag. Pada saat kelahiran leukosit akan masuk ke
dalam cairan ketuban sebagai reaksi terhadap peradangan. Pada kehamilan normal
tidak ada IL-1B, tetapi pada persalinan preterm IL-1B akan ditemukan. Hal ini
berkaitan dengan terjadinya infeksi. 5 Sejak awal kehamilan cairan ketuban telah
dibentuk. Cairan ketuban merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi
sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum, kreatinin
tidak berbeda dengan kadar serum ibu, artinya kadar di cairan ketuban merupakan
5
hasil difusi dari ibunya. Cairan ketuban mengandung banyak seljanin
(lanugo,verniks kaseosa). Fungsi cairan ketuban yang juga penting ialah
menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan seng. 1,3
Ginjal janin mulai mengeluarkan urin sejak usia 12 minggu dan setelah
mencapai usia 18 minggu sudah dapat mengeluarkan urin sebanyak 7-14 cc/hari.
Janin aterm mengeluarkan urin 27 cc/jam atau 650 cc dalam sehari. Dengan
demikian, komposisi yang membentuk air ketuban adalah mengikuti suatu
postulat bahwa bertambahnya air ketuban bukan merupakan kenaikan linier, tetapi
bervariasi sebagai berikut:3
6
berikut, yaitu; produksi yang dihasilkan oleh sel amnion, jumlah produksi
air kencing, serta jumlah air ketuban yang ditelan janin. Lebih
jauh regulasi air ketuban pada kehamilan aterm meliputi jumlah yang
diminum oleh janin ± 500-1000 ml, masuk ke dalam paru ± 170 ml, serta
dari tali pusat dan amnion ± 200-500 ml. Sedangkan jumlah cairan yang
dikeluarkan oleh janin ke rongga amnion adalah dari sekresi oral ± 25 ml,
sekresi dari traktus respiratorius± 170 ml, urin ± 800-1200 ml, serta
transmembran dari amnion ± 10 ml. Dengan demikian tampak bahwa urin
janin menjadi dominan dalam produksi cairan ketuban, dan rata-rata
regulasi mendekati aterm mencapai 500 cc/hari.
7
Fungsi Cairan Ketuban
8
Selama proses persalinan dan kelahiran cairan ketuban terus bertindak
sebagai medium protektif pada janin untuk membantu dilatasi servik. Selain itu
cairan ketuban juga berperan sebagai sarana komunikasi antara janin dan ibu.
Kematangan dan kesiapan janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin
yang diekskresikan ke dalam cairan ketuban. Cairan ketuban juga dapat digunakan
sebagai alat diagnostik untuk melihat adanya kelainan-kelainan pada proses
pertumbuhan dan perkembangan janin dengan melakukan kultur sel atau
melakukan spectrometer. 1,3
Fungsi lain cairan ketuban juga dapat melindungi janin dari trauma,
sebagai media perkembangan musculoskeletal janin, menjaga suhu tubuh janin,
meratakan tekanan uterus pada partus, membersihkan jalan lahir sehingga bayi
kurang mengalami infeksi, serta menjaga perkembangan dan pertumbuhan normal
dari paru-paru dan traktus gastro intestinalis.3
III. EPIDEMIOLOGI
Perempuan hamil aterm dalam keadaan normal akan mengalami ketuban pecah
dini 8- 10% . Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm (KPD preterm)
terjadi 3-10% kehamilan, dan berhubungan dengan sekitar sepertiga persalinan
preterm. Dari sumber lainnya ketuban pecah dini preterm terjadi 1% dari seluruh
kehamilan.
Ketuban pecah dini terjadi 10,7% dari seluruh kehamilan. Sekitar 94%
kasus, terjadi pada jangka waktu ≥ 37 minggu (sekitar 20% dari kasus mengalami
ruptur berkepanjangan). Janin preterm (<37 minggu) terhitung sekitar 5% dari
total jumlah kasus yang ada. 3
9
IV. ETIOLOGI
10
10. Merokok selama kehamilan.
V. PATOFISIOLOGI
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, serta gerakan janin.
Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban sehingga
pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah
dini pada kehamilan preterm disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal
misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Disamping itu ketuban pecah dini
preterm juga sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten servik, serta solusio
plasenta.4
Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi.
Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%).
Termasuk diantaranya; high virulensi yaitu Bacteroides, dan low virulensi yaitu
Lactobacillus.4
11
Kolagen terdapat pada lapisan kompaktaketuban, fibroblast, jaringan retikuler
korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan.
1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin
yang semakin besar. Serviks smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang
bisa disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu
kelainan congenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua
atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput
janin serta keluarnya hasil konsepsi.2
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput
12
ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan
membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.6
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 mL.
uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion
kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.
Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami
distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.2
5. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.2
6. Penyakit infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.
Membrana khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini
dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan
untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik. Infeksi merupakan
faktor yang cukup berperan pada persalinan preterm denganketuban pecah dini.
Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.3
13
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium.
14
1. Anamnesis
Dari anamnesis bisa menegakkan 90% dari diagnosis. Kadangkala cairan
seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita
merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak secara
tiba-tiba dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,
bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3. Pemeriksaan inspekulo
Merupakan langkah pertama dalam mendiagnosis KPD karena
pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan risiko
infeksi. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna,
konsentrasi, bau dan pH-nya. Yang dinilai adalah :
a) Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan pendataran dari
serviks. Dilihat juga dari prolaps dari tali pusat atau ekstremitas bayi.
Bau dari amnion yang khas juga diperhatikan.
b) Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung
diagnosis KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien
batuk untuk mempermudah melihat pooling.
c) Cairan amnion dikonfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test.
Kertas nitrazin akan berubah menjadi biru jika pH cairan diatas 6.0 –
6.5. Sekret vagina ibu hamil memiliki pH 4 – 5, dengan kertas nitrazin
tidak memberikan perubahan warna. Tes nitrazin ini bisa memberikan
hasil positif palsu bila tersamarkan dengan cairan seperti darah, semen
atau vaginitis seperti trichomoniasis.
d) Mikroskopis (tes pakis). Jika dengan pooling dan tes nitrazin masih
samar dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang
diambil dari forniks posterior. Cairan di swab kemudian dikeringkan
di atas gelas objek dan dilihat dibawah mikroskop. Gambaran
‘ferning’ menandakan cairan amnion.
e) Dilakukan juga kultur dari swab untuk Chlamydia, gonnorhea dan
group B Streptococcus.
15
4. Pemeriksaan lab
a) Pemeriksaan alpha-fetoprotein (AFP). Konsentrasinya tinggi di dalam
cairan amnion tetapi tidak di semen dan urin.
b) Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisis.
c) Tes pakis.
d) Tes lakmus (Nitrazine test).
VII. PENATALAKSANAAN
16
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Prinsipnya
penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa
pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan
diagnosis pasti, dokter kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia
gestasi. Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana
morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis. Terdapat
dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan
ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa
intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif
mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan pada
KPD berdasarkan masing-masing kelompok usia kehamilan.
17
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan akan
meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis. Tidak ada perbedaan signifikan
terhadap kejadian respiratory distress syndrome. Pada saat ini, penelitian
menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk dibanding
melakukan persalinan.
Konservatif
Rawat di rumah sakit , berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar
atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu,
belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason, observasi
tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37
minggu. Jika usia kehamilan 32 -37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika
usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi,
nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin). Pada usia
kehamilan 32 -37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin,
dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg
setiap 6 jam selama 4 kali.
Kehamilan > 37 minggu,, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea.
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi
persalinan.
18
19
Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut yaitu :
1. Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan
tanda infeksi intrauterin.
2. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke
rumah sakit dan melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam
dari pecahnya ketuban untuk memperkecil risiko infeksi intrauterin.
3. Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya pemberian
antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan dalam),
tokolisis, pematangan paru amnioinfusiepitelisasi (vit C dan trace element,
masih kontroversi), fetal and maternal monitoring. Tindakan aktif
(terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea atau pun
partus per vaginam.
4. Dalam penetapan langkah pelaksanaan tindakan yang dilakukan apakah
langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia
kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu
dan tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status
imunologik ibu dan kemampuan finansial keluarga.
5. Untuk usia kehamilan < 37 minggu dilakukan penanganan konservatif
dengan mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur.
6. Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih, lakukan terminasi dan
pemberian profilaksis Streptococcus grup B. untuk kehamilan 34-36 minggu
lakukan penatalaksanaan sama halnya dengan aterm.
7. Untuk kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan konservatif /
expectant management kecuali jika paru-paru sudah matur (maka perlu
dilakukan tes pematangan paru), profilaksis Streptococcus grup B,
pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus namun direkomendasikan
oleh para ahli), pemberian antibiotik selama fase laten.
8. Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap) lakukan
tindakan konservatif, pemberian profilaksis Streptococcus grup B, single-
course kortikosteroid, tokolisis (belum ada konsensus), dan pemberian
antibiotik selama fase laten (jika tidak ada kontraindikasi).
9. Untuk non viable preterm (usia kehamilan < 24 minggu) lakukan konseling
pasien dan keluarga, lakukan tindakan konservatif atau induksi persalinan.
Tidak direkomendasikan profilaksis Streptococcus grup B dan
20
kortikosteroid. Pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada data
untuk pemberian yang lama.
10. Rekomendasi klinik untuk KPD yaitu pemberian antibiotik karena pada
periode fase laten yang panjang, kortikosteroid harus diberikan antara 24-32
minggu (untuk mencegah terjadinya risiko perdarahan intraventrikuler,
respiratory distress syndrome, dan necrotizing examinations). Tidak boleh
dilakukan digital cervical examinations jadi pilihannya adalah dengan
spekulum, tokolisis untuk jangka waktu yang lama tidak diindikasikan
sedangkan untuk jangka pendek dapat dipertimbangkan untuk
memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan transportasi
maternal, pemberian kortikosteroid setelah 34 minggu dan pemberian
multiple course tidak direkomendasikan.
11. Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu
deksametason 2 x 6 mg selama 2 hari atau betametason 1 x 12 mg selama 2
hari.
12. Agentokolisis yaitu β2 agonis (terbutalin, ritodrine), kalsium antagonis
(nifedipine), prostaglandin sintase inhibitor (indometasin), magnesium
sulfat, oksitosin antagonis (atosiban).
13. Tindakan epitelisasi masih kontroversial, walaupun vitamin C dan trace
element terbukti berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah terutama
dalam metabolisme kolagen untuk maintenance integritas membran korio-
amniotik, namun tidak terbukti menimbulkan epitelisasi lagi setelah terjadi
KPD.
14. Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda korioamnionitis,
terdapat tanda-tanda tali pusat/janin (fetal distress) dan pertimbangan antara
usia kehamilan, lamanya ketuban pecah dan lamanya menunda persalinan.
15. KPD dengan usia kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik
eritromisin 3 x 250 mg, amoksisilin3 x 500 mg dan kortikosteroid.
16. KPD dengan usia kehamilan > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah > 6
jam) berikan ampisilin 2 x 1 gr IV dan penisilin G 4 x 2 juta IU, jika serviks
matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak
matang lakukan sectio caesarea.
17. KPD dengan infeksi (kehamilan < 37 minggu ataupun > 37 minggu) berikan
antibiotik ampisilin 4 x 2 gr IV, gentamisin 5 mg/ kgBB, jika serviks matang
21
lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang
lakukan sectio caesarea.
SKOR 0 1 2 3
Station -3 -2 -1 +1,+2
CARA PEMAKAIAN :
10 – 13 100% 0%
Skor Bishop adalah suatu cara untuk menilai kematangan serviks dan
responsnya terhadap suatu induksi persalinan, karena telah diketahui bahwa
serviks dengan skor bishop rendah memberikan angka kegagalan yang lebih tinggi
dibandingkan serviks yang matang (ripened).
22
BAB III
STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama : Ny. R Nama suami : Tn. J
Umur : 34 tahun Umur : 38 tahun
Alamat : Jl. Keramik Alamat : Jl. Keramik
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
23
ANAMNESIS
G2 P1 A0 Usia Kehamilan : 32-33 Minggu
HPHT : 10-10-2017 Menarche : 15 tahun
TP : 17-07-2018 Perkawinan : Pertama (6 tahun)
Keluhan Utama :
Keluar air dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk RS dengan keluhan keluar air dari jalan lahir 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. air keluar sebanyak kira-kira 300-400 ml bercampur sedikit darah,
lendir. Hal ini awalnya dialami pasien ketika sedang mencuci piring, lalu pasien
tidak menyadari keluar air karna terjadi tiba-tiba. setelah itu air keluar hanya
sedikit-sedikit sampai pasien datang ke rumah sakit. Keluhan juga di sertai nyeri
pinggang, pusing, lemas, dan terdapat riwayat demam kurang lebih 3 hari. Tidak
terdapat nyeri perut bagian bawah tembus belakang, mual, muntah. BAB lancar
seperti biasa, BAK biasa
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada
kehamilan sebelumnya. Sering keputihan, Tidak ada Riwayat asma, HT, dan DM
Riwayat Penyakit Keluarga : Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada
memiliki keluhan seperti pasien. Riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM, asma
disangkal.
Riwayat Alergi : Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap
obat-obatan dan makanan.
Riwayat Kontrasepsi : Pasien tidak memakai alat dan pil kontrasepsi.
Riwayat Obstetri :
a. Hamil Pertama : lahir tahun 2013, cukup bulan, lahir normal, jenis kelamin L,
BB 3000 gram.
b. Hamil kedua : Kehamilan sekarang
24
Riwayat ANC : Pasien sudah memeriksakan kehamilannya di
bidan 3 kali
Riwayat Imunisasi : tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/90 mmHg Suhu : 36,5ºC
Nadi : 88 kali/menit Respirasi : 22 kali/menit
Kepala – Leher :
Konjungtiva dalam batas normal, sclera dalam batas normal, tidak ada edema
palpebra, Kelenjar getah bening dalam batas normal, kelenjar tiroid dalam batas
normal
Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik tidak ada
P : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
dalam batas normal
A : Bunyi pernapasan vesikular, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada. Bunyi
jantung I/II murni reguler
Abdomen :
I : Abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, dan bekas operasi .
A : Peristaltik kesan normal, terdapat Aorta abdominalis, ada denyut jantung
janin
P : Redup abdomen kuadran bawah, lainnya timpani
25
P : Teraba tinggi fundus uteri 3 jari dibawah processus xyphoideus, terdapat
balotement, teraba bagian janin, nyeri tekan tidak ada
Pemeriksaan Obstetri :
TFU : 3 Jari dibawah Processus Xyphoideus
Leopold I : 26 cm
Leopold II : Punggung Kiri
Leopold III : Presentasi kepala
Leopold IV : 4/5
DJJ : 140 x/menit (reguler)
HIS : tidak ada
Pergerakan Janin : Ada
TBJ : 2170 gram
Pemeriksaan Genitalia :
Pemeriksaan Dalam (VT) :
Vulva : tidak ada kelainan
Vagina : tidak ada kelainan
Portio : tebal, lunak
Pembukaan : Ø 1 cm
Ketuban : ada, utuh
Bagian Terdepan : Kepala
Penurunan : tidak ada
UUK : tidak ada
Pelepasan : Air, darah tidak ada, cairan putih berbauh
Nitrazin test : Positif
Ekstremitas :
Atas : Akral dingin, edema tidak ada
Bawah : Akral dingin, edema tidak ada
26
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium:
HASIL NILAI SATUAN
RUJUKAN
Eritrosit 3.4 4-6 mm3
Hemoglobin 10.7 12-14 G%
Hematokrit 29.3 40-45 %
Leukosit 12.700 4000-11000 mm3
Trombosit 270.000 150 rb- 400 rb mm3
HbsAg Non- Reaktif Non-Reaktif
Anti-HIV Non- Reaktif Non-Reaktif
RESUME
Pasien masuk RS dengan keluhan keluar air dari jalan lahir 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. air keluar sebanyak kira-kira 300-400 ml bercampur sedikit
darah, lendir. Hal ini awalnya dialami pasien ketika sedang mencuci piring, lalu
pasien tidak menyadari keluar air karna terjadi tiba-tiba. setelah itu air keluar
hanya sedikit-sedikit sampai pasien datang ke rumah sakit. Keluhan juga di sertai
nyeri pinggang, pusing, lemas, dan terdapat riwayat demam kurang lebih 3 hari.
Tidak terdapat nyeri perut bagian bawah tembus belakang, mual, muntah. BAB
lancar seperti biasa, BAK biasa.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan TD :130/90 mmHg, Nadi: 88
x/menit, Suhu: 36,5 ºC, Respirasi: 22 x/menit. Pemeriksaan obstetri : LI : TFU 26
cm, 3 jari dibawah processus xyphoideus. LII : Punggung kiri, LIII : presentase
kepala, LIV : 4/5. DJJ :138x/menit (reguler). HIS : tidak ada. Pergerakan janin:
ada, janin tunggal dengan TBJ : 2170 gram. Pemeriksaan Genitalia Portio: tebal,
lunak. Pembukaan: 1 cm, Ketuban: utuh, Bagian terdepan: kepala, Penurunan: -,
27
Pelepasan: Air, Nitrazin test positif dan cairan putih berbauh. Riwayat sering
keputihan.
Hasil labolatorium didapatkan Wbc:12,7 x 109/l, Hb: 10,7 gr/dl, Hct: 29,3
%, Plt: 270 x 109/l, HbsAg Nonreaktif
DIAGNOSIS
G2P1A0 gravid 32-33 minggu + KPD
PENATALAKSANAAN
Bedrest total
IVFD RL 24 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
Inj. Dexamethasone amp/12 jam/IV
Ultragestan 3x200 mg rectal
Ranitidin 50 mg/ 8 jam/iv
Rencana USG Obstetri
FOLLOW UP
Hari pertama (23 Juni 2018)
S: Pelepasan air masih ada, dan merembes sedikit, tidak ada darah, lendir, dan
nyeri perut, mual, muntah, sakit kepala, Pusing. terdapat Nyeri pinggang, BAK
sedikit, BAB Biasa.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis, GCS E4M6V5
TD: 110/80 mmHg
N: 82 x/mnt
R: 20x/mnt
S: 36,5
BJF: 148 x/menit
Mata: Tidak anemis
28
Hasil USG Obstetri:
Gravid tunggal intrauterine, DJJ: 157 x/menit, letak Kepala
Plasenta pada corpus uteri anterior
Cairan amnion cukup, AFI : 13 cm
Estimasi kasar usia kehamilan 32-33 minggu
Estimasi berat janin 2088 gram.
29
Hari ke Tiga (25 Juni 2018)
S: pelepasan air berkurang, nyeri pinggang tidak ada, tidak ada darah, lendir, nyeri
perut, mual, muntah, sakit kepala, dan Pusing. BAK lancar, BAB Biasa.
O: Keadaan Umum: Baik
Kesadaran: Compos Mentis, GCS E4M6V5
TD: 120/80 mmHg
N: 80 x/mnt
R: 20 x/mnt
S: 36,7
BJF: 146 x/menit
Mata: Tidak Anemis
A: G2P1A0 gravid 32-33 minggu + KPD
P:
IVFD RL 24 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
Inj. Dexamethasone amp/12 jam/IV
Ultragestan 3x200 mg rectal
Ranitidin 50 mg/ 8 jam/iv
30
Anemis (-/-)
A: G2P1A0 gravid 32-33 minggu + KPD
P:
- IVFD RL 24 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
- Inj. Dexamethasone amp/12 jam/IV
- Ultragestan 3x200 mg rectal
- Ranitidin 50 mg/ 8 jam/iv
31
BAB IV
PEMBAHASAN
32
ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam
waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian
untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan
untuk melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi
pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm
(PPROM = preterm premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis).1
Pada pasien ini diketahui terdapat riwayat demam selama 3 hari yang tidak
diketahui penyebabnya, disertai riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan
sebelumnya yang mana telah diketahui secara umumnya ketuban pecah dini
disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya
tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks, faktor lain yang dapat menyebabkannya yaitu, serviks inkompeten,
kehamilan multipara, dan riwayat ketuban pecah dini sebelumnya. 2,3
Menurut Stuartet al (2005), pada anamnesis sebaiknya ditanyakan riwayat
demam,trauma, diurut-urut, minum jamuan, intercourse terakhir, dan riwayat
keputihan. Hal ini berguna untuk menentukan faktor predisposisi PPROM. Pada
pasien ini ditemukan riwayat keputihan sejak sebelum hamil hingga hamil
sekarang.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, vital sign dalam batas
normal dan status generalis dalam batas normal. Hal ini menandakan keadaan
umum pasien baik, tidak terjadi tanda-tanda infeksi yang ditakutkan pada pasien
karena pasien dengan KPD dapat memungkinkan terjadinya infeksi ascenden
dimana infeksi menjalar dari introitus vagina ke dalam uterus karena sudah tidak
terdapatnya selaput ketuban sebagai pelindung. 2,3
Dari pemeriksaan obstetrik, didapatkan posisi janin letak kepala. His tidak ada,
pelepasan lendir darah tidak ada. Hal ini mendukung untuk mengetahui faktor
etiologi terjadinya KPD dimana bila terjadi Kelainan letak misalnya lintang, maka
tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.2
33
Pada pemeriksaan Tambahan Nitrazine Test menggunakan kertas Lakmus
didapatkan hasil positif, kertas nitrazin akan berubah menjadi biru jika pH cairan
diatas 6.0 – 6.5. Sekret vagina ibu hamil memiliki pH 4 – 5, dengan kertas nitrazin
tidak memberikan perubahan warna. Tes nitrazin ini bisa memberikan hasil positif
palsu bila tersamarkan dengan cairan seperti darah, semen atau vaginitis seperti
trichomoniasis. 3,4
Pada pasien ini bisa dimasukan kategori ketuban pecah posisi atas,
dikarenakan air ketuban yang keluar sedikit tidak sampai menyebabkan
oligohidramnion atau anhidramnion. Sedangkan ketuban pecah total bisa
menyebebakan sampai fase tersebut.
34
Pada keadaan KPD karena dapat meningkatkan angka kejadian infeksi dapat
dicegah dengan memberikan antibiotik spektrum luas yaitu golongan sefalosporin
contohnya ceftriaxone 1 gram secara intravena. Untuk tindakan yang dapat
dilakukan, pada pasien ini usia kehamilan belum aterm (32 - 33 minggu) sehingga
tindakan yang dapat diambil yaitu dengan melakukan tirah baring, dilakukan
perawatan sampai air ketuban tidak keluar lagi juga diberikan dexamethasone 1
ampul/6 jam, diberikan sebagai pematangan paru, ultrogestan (progesterone)
diberikan untuk penguat kandungan agar tidak timbul tanda-tanda inpartu. 2,4
Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam, karena pada pasien ini ketuban yang
keluar berhenti pada saat 5 hari pasca perawatan disertai pemeriksaan USG
dengan cairan amnion masih dalam batas normal, selain itu tidak ditemukan
tanda-tanda infeksi, sehingga pasien dianjurkan untuk rawat jalan mengingat usia
kehamilan 32-33 minggu sambil tetap melakukan observasi kehamilannya. Pasien
di minta melakukan USG secara periodik sesuai Penatalaksanaan berdasarkan
pedoman nasional pelayanan ketuban pecah dini, mengingat usia kehamilan
hampir memasuki 34 minggu sekaligus memantau maturasi janin dan adanya
tanda-tanda inpartu. Pasien dianjurkan Terminasi kehamilan apabila diantara 32-
37 minggu sudah didapatkan tanda inpartu tanpa adanya tanda infeksi, dan
menilai tingkat maturitas atau kesehjahteraan janin.4
35
DAFTAR PUSTAKA
36
7. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Obstetrics and Gynaecology. London:
Churchill Livingstone; 2003. P. 18
8. Roman AS. Late Pregnancy Risk. In: Decherney AH, Nathan L, Laufer N,
Roman AS. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. Ed 11.
US: The McGraw-Hill Companies; 2013.
9. Callahan T, Caughey AB. Blueprints obstetrics and gynecology. Edisi 6.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business;
2013. p.80
10. Beckmann CRB, Ling FW, Barzansky BM, Herbert WNP, Laube DW, Smith
RP. Obstetrics and Gynecology. Ed 6. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2010. P. 213
11. DeFranco E, Atkins K, Heyl PS. Preterm Labor, Premature Rupture Of
Membranes, and Cervical Insufficiency. In: Evans AT, editor. Manual Of
Obstetrics. Ed 7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007
12. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL et
al. Obstetri Williams. 24th ed. USA: McGraw-Hill Education; 2014. P. 839-40
13. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. In: Saifuddiin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH, Editor. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2012. p. 677-82
37