Anda di halaman 1dari 38

LONG TERM FOLLOW UP

PADA BAYI-BAYI RESIKO TINGGI

YANG DIRAWAT DI RSUD UNDATA PALU

PERIODE 2018

“TOL INA ANTE NGANA KODI”

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PROVINSI SULAWESI TENGAH

INDONESIA HEALTH CARE FORUM

INDONESIA

2019

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan Perinatal di Indonesia semakin maju. Makin banyak rumah


sakit mempunyai pelayanan neonatal intensive care unit (NICU), artinya semakin
banyak bayi resiko tinggi (risti) dapat bertahan, angka mortalitas menurun tetapi
timbul program baru yaitu meningkatnya morbiditas pada bayi-bayi risti.
Morbiditas berupa gejala sisa yang timbul bermacam-macam, mulai dari palsy
cerebral (PS), disabilitas intelektual (DI), gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, gagal tumbuh, problem perilaku, maupun problem belajar. Hal ini
menimbulkan masalah kesehatan baru karena problem bukan hanya menyangkut
anak, tetpi juga berdampak pada keluarga dan masyarakat, karena anak dengan
diabilitas tentu dapat menjadi beban keluarga dan masyarakat. Sebagai dokter
anak tugas kita bukan hanya menekan angka mortalitas bayi risti, tetapi juga
meningkatkan kualitas hidup bayi yang selamat, dengan melajukan deteksi dini
gangguan pertumbuhan, perkembangan pada tahun-tahun pertama kehidupan,
sehingga jika terjadi penyimpangan, dapat dilakukan intervensi sedini mungkin.
Perlu diingat bahwa pada bayi risti tertentu seperti bayi premature, kita
menghadapi sesuatu keadaan yang kronik, artinya problem tidak hanya terbatas
pada perkembangan motorik, sensorik dan bicara saja sampai umur 5 tahun, tetapi
juga perkembangan kecerdasan, interaksi sosisal, problem perilaku dan problem
belajar yang sering sulit dideteksi pada tahun-tahun pertama dan baru bisa
dideteksi pada saat anak memasuki usia sekolah.
William Little, yang pertama kali mempublikasikan Cerebral palsy pada
tahun 1843, menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat dari
prematuritas atau asfiksia neonaturum. Pada waktu itu, kelainan ini dikenal
sebagai penyakit dari Little. Sigmund Freud menyebut kelainan ini dengan istilah
Infantil Cerebral Paralysis, sedangkan Sir William Osler pertama kali
3

memperkenalkan istilah cerebral palsy. Nama lainnya adalah Static


encephalopathies of childhood.
Angka kejadiannnya sekitar 1-5 per 1000 anak. Lebih banyak terjadi pada
laki-laki daripada perempuan. Palsi serebral sering terjadi ada anak pertama,
mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu
dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR, dan anak kembar,
umur ibu lebih dari 40 tahun, pada multipara.
Palsi serebral merupakan kelainan motoric yang banyak ditemukan pada
anak-anak. Di Klinik Tumbuh Kembang RSUP Sanglah pada periode Januari-Juni
2011, tercatat 58,3 % anak dari penderita palsi serebral yang diteliti adalah laki-
laki 62,5% adalah anak pertama, umur ibu dibawah 30 tahun, 70,8% kasus disertai
retardasi mental dan 50% disertai gangguan bicara.
Palsi serebral adalah suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak
progresif, karena suatu kerusakan / gangguan pada sel-sel motorik di susunan
saraf pusat yang sedang tumbuh / belum selesai pertumbuhannya. Palsi serebral
dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan kerusakan gerakan yang
terjadi. Palsi serebral spastik merupakan bentukan palsi serebral terbanyak (70-
80%) ditandai dengan otot mengalami kekakuan dan secara permanen menjadi
kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, pada saat berjalan anak
akan tampak bergerak kaku dan lurus. Palsi serebral atetoid atau diskinetik
merupakan bentuk palsi serebral dengan karakteristik gerakan yang tidak
terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini dapat mengenai kaki, tangan,
lengan, atau tungkai dan beberapa kasus dapat mengenai otot wajah dan lidah
menyebabkan anak menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Palsi serebral
ataksid merupakan tipe yang jarang dijumpai dimana mengenai keseimbangan dan
persepsi dalam. Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang
buruk, berjalan tidak stabil, meletakkan kedua kaki dengan posisi saling
berjauhan, serta adanya kesulitan dalam melakukan gerakan cepat.
Pada saat yang sama, penelitian biomedis juga telah memulai penelitian
untuk lebih memahami perubahan pemahaman secara bermakna dalam diagnosis
dan penanganan penderita. Faktor resiko yang sebelumnya tidak diketahui mulai
4

dapat diidentifikasi khususnya paparan intrauterine terhadap infeksi dan penyakit


koagulasi, dll. Identifikasi dini pada bayi akan memberikan kesempatan pada
penderita untuk mendapat penanganan optimal dalam upaya memperbaiki
kecatatan sensoris dan mencegah timbulnya kontraktur. Riset biomedis berhasil
dalam memperbaiki teknik diagnose timbulnya kontraktur. Riset biomedis
berhasil dalam memperbaiki teknik diagnose misalnya imaging cerebral canggih
dan analisis gait modern. Kondisi tertentu yang sudah diketahui menyebabkan CP,
misalnya rubella dan icterus, pada saat ini sudah diterapi dan dicegah. Terapi fisik,
psikologis dan perilaku yang optimal dengan metode khusus misalnya gerakan,
bicara membantu kematangan sosial dan emosional sangat penting untuk
mencapai kesuksesan. Terapi medikasi, pembedahan dan pemasangan braces
banyak membantu dalam hal perbaikan koordinasi saraf dan oto, sebagai terapi
penyakit yang berhubungan dengan CP, disamping mencegah atau mengoreksi
deformitas.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana deteksi awal penyimpangan tumbuh kembang pada bayi-bayi


resiko tinggi yang dirawat di RSUD Undata palu Periode 2018?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deteksi awal penyimpangan
tumbuh kembang pada bayi-bayi resiko tinggi yang dirawat di RSUD Undata
palu Periode 2018
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan status gizi terhadap perkembangan
b. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab penyimpangan tumbuh
kembang
5

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menjadi pengetahuan mengenai deteksi awal


penyimpangan tumbuh kembang pada bayi-bayi resiko tinggi yang dirawat di
RSUD Undata palu Periode 2018
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Definisi Tumbuh Kembang


Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur
dan fungsi tubuh yang lebih komkleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan menyangkut
adanya proses diferensiasi dari sel sel tubuh, jaringan tubuh, organ dan sistem
organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing masing dapat
memenuhi fungsinya, termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan
tinggkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Peristiwa
perkembangan dengan pertumbuhan terjadi secara sinkron sebab
perkembangan itu berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu
sedangkan pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik.
Masa bayi adalah masa yang paling baik untuk memantau pertumbuhan
dan perkembangan bayi karena berpengaruh pada periode selanjutnya.
Sehingga perlu dilakukan pemantauaan pertumbuhan rutin pada pertumbuhan
bayi sehingga dapat terdeteksi apabila ada penyimpangan pertumbuhan dan
dapat dilakukan penanggulangan sedini mungkin. Deteksi dini tumbuh
kembang merupakan kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan secara
dini adanya penyimpangan tumbuh kembang agar lebih mudah dilakukan
penanganan selanjutnya atau diintervensi. Keterampilan ibu tentang deteksi
dini pertumbuhan dan perkembangan berperan penting, karena dengan
ketrampilan ibu yang baik maka diharapkan pemantauan bayi dapat dilakukan
dengan baik pula. Masa bayi termasuk masa yang rawan terhadap penyakit,
sehingga peran keluarga, terutama ibu sangat dominan. Semakin
meningkatnya taraf pendidikan dan ketrampilan wanita serta berkembangnya
perekonomian menjadikan lapangan kerja untuk wanita diberbagai bidang,
dan semakin banyak wanita yang bekerja di luar rumah termasuk para ibu.
7

Hal tersebut mengakibatkan semakin banyak ibu yang kurang memperhatikan


tumbuh kembang. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan orang tua tentang
deteksi dini tumbuh kembang khususnya pada ibu dapat mengakibatkan
gangguan tumbuh kembang yang berupa penyimpangan pertumbuhan,
penyimpangan perkembangan serta penyimpangan mental emosional,
misalnya sindrom down, perawakan pendek, dan gangguan autism.

2. Ikterus Neonatorum
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh
pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi
baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL. Ikterus selama usia minggu
pertama terdapat pada sekitar 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi preterm.
Ikterus neonatorum tidak selamanya merupakan ikterus fisiologis, akan
tetapi bila tidak segera ditangani dengan baik akan menimbulkan cacat
seumur hidup atau bahkan kematian. Demikian juga ikterus patologis yaitu
ikterus yang timbul apabila kadar bilirubin total melebihi 12 mg/dl, apabila
tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi yang
membahayakan karena bilirubin dapat menumpuk di otak yang disebut
dengan kern ikterus.
Seringkali prematuritas berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi pada neonatus. Aktifitas uridine difosfat glukoronil transferase
hepatik jelas menurun pada bayi prematur, sehingga konjugasi bilirubin tak
terkonjugasi menurun. Selain itu juga terjadi peningkatan hemolisis karena
umur sel darah merah yang pendek pada bayi prematur. Pada BBLR,
pembentukan hepar belum sempurna (imaturitas hepar) sehingga
menyebabkan konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk di hepar
tidak sempurna. Seringkali prematuritas berhubungan dengan hiper-
bilirubinemia tak terkonjugasi pada neonatus. Aktifitas Uridine Difosfat
Glukoronil Transferase Hepatik jelas menurun pada bayi prematur, sehingga
kadar bilirubin yang terkonjugasi menurun. Namun pada bayi cukup bulan
8

dan bayi prematur terjadi peningkatan hemolisis karena umur sel darah merah
yang pendek pada neonatus dan pada bayi BBLR, pembentukan hepar belum
sempurna (imaturitas hepar) sehingga menyebabkan konjugasi bilirubin
indirek menjadi bilirubin direk di hepar tidak sempurna
Terdapat dua proses yang melibatkan antara komplikasi (asfiksia,
sepsis, sefalhematom) dengan risiko terjadinya ikterus neonatorum, yaitu; (a)
Produksi yang berlebihan, hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada perdarahan tertutup dan sepsis. (b)
Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar, gangguan ini dapat
disebabkan oleh hipoksia dan infeksi. Asfiksia dapat menyebabkan
hipoperfusi hati, yang kemudian akan mengganggu uptake dan metabolisme
bilirubin hepatosit.

3. Prematur
Prematuritas adalah kelahiran yang berlangsung pada umur kehamilan
20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Terdapat 3 subkategori usia kelahiran prematur berdasarkan kategori World
Health Organization (WHO) yaitu:
1) Extremely preterm (<28 minggu)
2) Very preterm (28 hingga <32 minggu)
3) Moderate to late preterm (32 hingga<37 minggu).

Berbagai masalah dapat ditimbulkan oleh kelahiran prematur. Bayi


prematur mempunyai risiko kematian lebih tinggi dibandingkan dengan bayi
yang lahir cukup bulan. Hal ini disebabkan mereka mempunyai kesulitan
untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim akibat ketidakmatangan
sistem organ tubuhnya. Masalah lain yang dapat timbul akibat kelahiran
prematur adalah masalah perkembangan neurologi yang bervariasi dari
gangguan neurologis berat, seperti kebutaan, gangguan penglihatan, dan tuli.
Kelahiran prematur juga dapat mengakibatkan gangguan yang lebih ringan
9

seperti kelainan perilaku, kesulitan belajar dan berbahasa, gangguan


konsentrasi/atensi dan hiperaktif.

4. Asfiksia
Asfiksia Perinatal adalah suatu stres pada janin atau bayi baru lahir
karena kurang tersedianya oksigen dan atau kurangnya aliran darah (perfusi)
ke berbagai organ. Secara klinis tampak bahwa bayi tidak dapat bernapas
spontan dan teratur segera setelah lahir. Dampak dari keadaan asfiksia
tersebut adalah hipoksia, hiperkarbia dan asidemia yang selanjutnya akan
meningkatkan pemakaian sumber energi dan menggangu sirkulasi bayi.

Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya
O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:

1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis.


2. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetap 0-3
3. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia
ensefalopati)
4. Gangguan multiorgan sistem.

Faktor risiko terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir terdiri dari faktor
ibu, faktor janin dan faktor persalinan/kelahiran.
1) Faktor ibu yaitu: infeksi (korioamnionitis), toksemia/eklampsia,
penyakit kronik ibu (hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal,
penyakit paru dan diabetes melitus).
2) Faktor janin yaitu: prematuritas, bayi KMK, gawat janin, bayi kembar,
kelainan bawaan, inkompatibilitas golongan darah, dan depresi susunan
saraf pusat oleh obat-obatan.
3) Faktor persalinan kelahiran: polihidramnion, oligohidramnion,
perdarahan pranatal (plasenta previa, solutio plasenta), kelainan his, dan
kelainan tali pusat (tali pusat menumbung, lilitan tali pusat).
10

5. Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai
bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan.
Angka kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup, dan
mencapai 13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat
<1500gram. Angka kematian 13-50%, terutama pada bayi prematur(5-10 kali
kejadian pada neonatus cukup bulan) dan neonatus dengan penyakit berat
dini.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara
lain :
a. Faktor ibu
1) Preeklampsia dan eklampsia
2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus lama
4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
5) Kehamilan Lewat Waktu (Sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
1) Lilitan Tali Pusat
2) Tali Pusat Pendek
3) Simpul Tali Pusat
4) Prolapsus Tali Pusat
c. Faktor Bayi
1) Bayi Prematur ( Sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (Sungsang, Bayi kembar, distosia bahu,
ekstrasi vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan Bawaan (kongetinal)
4) Air Ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Faktor Risiko untuk Terjadinya Sepsis Neonatal ialah:


1) Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkan fungsi dan anatomi
kulit yang masih imatur, dan lemahnya sistem imun,
11

2) Ketuban pecah dini (>18 jam),


3) Ibu demam pada masa peripartum atau ibu dengan infeksi, misalnya
khorioamnionitis, infeksi saluran kencing, kolonisasi vagina oleh
GBS, kolonisasi perineal dengan E. Coli
4) Cairan ketuban hijau keruh dan berbau,
5) Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir,
6) Kehamilan kembar,
7) Prosedur invasif,
8) Tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus, pipa
endotrakheal,
9) Bayi dengan galaktosemi,
10) Terapi zat besi,
11) Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) yang terlalu lama,
12) Pemberian nutrisi parenteral,
13) Pemakaian antibiotik sebelumnya, dan
14) Lain-lain misalnya bayi laki-laki terpapar 4x lebih sering dari
perempuan
12

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
1. Jenis rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasional dengan jenis
rancangan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui deteksi awal
penyimpangan tumbuh kembang pada bayi-bayi resiko tinggi yang dirawat di
RSUD Undata palu Periode 2018.

2. Tempat dan waktu penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Poliklinik dan data diruang
Perinatologi resiko tinggi (PERISTI) RSUD Undata Palu, Jalan Trans
Sulawesi, Kota Palu. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari-
Desember 2018.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah bayi-bayi yang dirawat di perinatology
resiko tinggi RSUD Undata Palu.

2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah bayi-bayi berusia 3 bulan yang dirawat di
perinatologi resiko tinggi RSUD Undata Palu.

3. Cara pengambilan sampel


Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik
pengambilan sampel ini berdasarkan pada kriteria-kriteria yang telah
ditetapkan oleh peneliti.
Kriteria-kriteria yang ditetapkan mencakup kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi.
13

a. Kriteria inklusi :
1) Bayi-bayi yang memiliki resiko tinggi seperti hiperbilirubinemia,
asfixia, premature dan infeksi neonatorum.
2) Bayi risiko tinggi yang melakukan kontrol di Poliklinik Tumbuh
Kembang setelah menjalani perawatan di Perinatologi RSUD Undata
Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2018.

b. Kriteria ekslusi
1) Bayi yang tak lahir di RSUD Undata Palu atau Pasien Rujukan.
2) Bayi risiko tinggi yang datang kontrol di Poliklinik Tumbuh
Kembang RSUD UNDATA Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2018,
tetap itidak menjalani perawatan di ruang Perinatologi RSUD
UNDATA.

C. Variabel dan Definisi Operasional Variabel


1. Variabel
a. Variabel bebas (independent).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah bayi-bayi resiko tinggi
b. Variabel terikat (dependent).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tumbuh kembang

2. Definisi operasional variable


a. Status Gizi dalam penelitian ini, diukur dengan emnggunakan Z score
dengan interpretasi sebagai berikut;
 Obesitas : >(+3)
 Gizi Lebih : (+2) - (+3)
 Normal : (-2) – (+2)
 Gizi Kurang : (-2) - (-3)
 Gizi Buruk : <(-3)
14

b. Perkembangan dalam penelitian ini diukur menggunakan Denver test dan


dikatakan Normal apabilai sesuai usia dan GDD apabila kurang dari rerata
pada usai pasein tersebut.
D. Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara bertahap berupa editing, coding,


tabulating, dan entry data. Data yang diperoleh merupakan data sekunder hasil
pengamatan pada Rekan Medis dan Kartu Merah pasien kontrol pada Poliklinik
UNDATA Palu. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SPSS
dengan teknik analisis bivariat pengujian Pearson jika data berdistribusi normal
dan pengujian Spearmen jika data tidak berdistribusi normal. Data kemudian
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik kemudian dijelaskan secara deskriptif.
15

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Daftar 10 Penyakit Bayi pada Ruang PERISTI

1. Januari
No Kasus Pasien
1 Ikterus neonatorum 6
2 Kelainan kongenital -
3 Asfiksia 14
4 Prematur 13
5 Bronchopneumonia 1
6 Hipoglikemia -
7 Trauma lahir -
8 Infeksi tali pusat -
9 Gangguan nafas -
10 Sepsis neonatal 4
Jumlah 38

2. Februari
No Kasus Pasien
1 Ikterus Neonatorum 1
2 Kelainan Kongenital -
3 Asfiksia 13
4 Prematur 14
5 bronchopneumonia -
6 hipoglikemia 2
7 trauma lahir -
8 infeksi tali pusat -
9 gangguan nafas -
10 sepsis neonatal 1
Jumlah 31
16

3. Maret
No Kasus Pasien
1 Ikterus Neonatorum 1
2 Kelainan Kongenital -
3 Asfiksia 36
4 Prematur 17
5 bronchopneumonia 1
6 hipoglikemia 1
7 trauma lahir -
8 infeksi tali pusat -
9 gangguan nafas 12
10 sepsis neonatal 5
Jumlah 73

4. April
No Kasus Pasien
1 Ikterus Neonatorum -
2 Kelainan Kongenital -
3 Asfiksia 25
4 Prematur 16
5 bronchopneumonia -
6 hipoglikemia 1
7 trauma lahir -
8 infeksi tali pusat -
9 gangguan nafas 9
10 sepsis neonatal 2
Jumlah 53

5. Mei
No Kasus Pasien
1 Ikterus Neonatorum -
2 Kelainan Kongenital -
3 Asfiksia 9
4 Prematur 1
5 bronchopneumonia -
6 hipoglikemia -
7 trauma lahir -
8 infeksi tali pusat -
17

9 gangguan nafas 4
10 sepsis neonatal 2
Jumlah 16
6. Juni
No Kasus Pasien
1 Ikterus Neonatorum -
2 Kelainan Kongenital 4
3 Asfiksia 13
4 Prematur 10
5 bronchopneumonia -
6 hipoglikemia 2
7 trauma lahir 2
8 infeksi tali pusat -
9 gangguan nafas -
10 sepsis neonatal 2
Jumlah 33

7. Juli
No Kasus Pasien
1 Ikterus Neonatorum -
2 Kelainan Kongenital -
3 Asfiksia 24
4 Prematur 7
5 bronchopneumonia -
6 hipoglikemia 5
7 trauma lahir -
8 infeksi tali pusat -
9 gangguan nafas -
10 sepsis neonatal 1
Jumlah 37

8. Agustus
No Kasus Pasien
1 Ikterus Neonatorum -
2 Kelainan Kongenital -
3 Asfiksia 24
4 Prematur 3
5 Bronchopneumonia -
6 Hipoglikemia 3
18

7 trauma lahir -
8 infeksi tali pusat -
9 gangguan nafas -
10 sepsis neonatal 6
Jumlah 36

9. September
No Kasus Pasien
1 Ikterus Neonatorum -
2 Kelainan Kongenital -
3 Asfiksia 17
4 Prematur 14
5 bronchopneumonia -
6 hipoglikemia 4
7 trauma lahir -
8 infeksi tali pusat -
9 gangguan nafas -
10 sepsis neonatal 10
Jumlah 45

10. Oktober
N No Kasus Pasien
1 Ikterus Neonatorum -
2 Kelainan Kongenital -
3 Asfiksia 5
4 Prematur 4
5 bronchopneumonia -
6 hipoglikemia -
7 trauma lahir -
8 infeksi tali pusat 2
9 gangguan nafas -
10 sepsis neonatal 1
Jumlah 12

11. November
No Kasus Pasien
1 Ikterus Neonatorum 4
2 Kelainan Kongenital -
3 Asfiksia 5
19

4 Prematur 7
5 Bronchopneumonia 2
6 Hipoglikemia 1
7 trauma lahir -
8 infeksi tali pusat -
9 gangguan nafas -
10 sepsis neonatal 5
Jumlah 24

12. Desember
No Kasus Pasien
1 Ikterus Neonatorum -
2 Kelainan Kongenital -
3 Asfiksia 14
4 Prematur 7
5 bronchopneumonia 1
6 hipoglikemia -
7 trauma lahir -
8 infeksi tali pusat -
9 gangguan nafas -
10 sepsis neonatal 11
Jumlah 33

BULAN JUMLAH Asfixia 199


POPULASI T.K 2018

1 80 Premature 113
2 72 Infeksi Neonatorum 50
3 85 Ikterus Neonatorum 12
4 82 Total 374
5 54
6 64
7 59
8 52
9 57
10 52
11 59
12 54
770
20

Kunjungan Pasien Pada Poliklinik Anak 3 Bulan Post Rawat PERISTI

Tanggal BB PB LK Status
Nama JK Diagnosis Kunjungan Denver
Lahir (gr) (cm) (cm) Gizi
BBLR+CTEV
By Ny Purwati L 11/05/2017 4200 56 38 (-2) Jan-18 GDD
Bilateral
Asfiksia berat +
By. ny.nurfat P 23/08/2017 2700 51 35 (-3) Feb-18 GDD
RDN
By. rumaisa P 30/08/2017 Gizi buruk 2700 47 35 (-2)(-3) Mar-18 GDD
Asfiksia berat+
By. Adriani P 01/07/2017 3800 54 38 (-1)(-2) Apr-18 Normal
RDN
By. Ny.
P 28/02/2017 Premature 4000 58 37 (-2)(-3) Mei-18 Normal
Irkayana
By. Ny.
L 15/01/2018 Gizi buruk 4200 56 38 (-1)(-2) Jun-18 Normal
Deviana
By. Ny. Diana L 20/09/2017 Premature+RDS 3000 51 36 (-2)(-3) Jul-18 Normal
By. Ny. Lin Premature + ikterik
P 16/01/2018 4000 56 42 (-2) Agust-18 GDD
Desriana neonatorum
Hipoglikami
By. Wati P 24/08/2017 Sistomatitis + 3200 53 37 (-2)(-3) Sep-18 GDD
Infeksi Neonatus
By. Ny.
P 16/09/2017 Gizi kurang 2800 52 35 (-3) Okt-18 GDD
Raiqah
By.amat L 19/10/2017 Infeksi neonatus 3800 53 35 (-2)(-3) Nov-18 GDD
By.Febri L 11/11/2017 Hiperbilirubinemia 3500 56 38 (-3) Des-18 GDD
Premature +
By. Elizer P 14/09/2018 4100 58 40 (-1)(-2) Des-18 Normal
hiperbilirubinemia
By. Satria L 18/08/2017 Asfiksia Berat 2650 50 35 (-3) Apr-18 GDD
An. Glory P 30/06/2018 Down syndrome 5600 60 40 (0)(+2) Sep-18 Normal
By. Dwi chili P 21/07/2018 Infeksi neonatal 4000 56 38,5 (-2)(-3) Okt-18 GDD
An. Gabriel P 16/08/2018 Hydrocephal 6000 59 40 (0)(-1) Nov-18 Normal
By. Ny. Siti
P 19/05/2018 Infeksi neonatal 4300 57 39 (-2) Agust-18 Normal
hajar
By. Ny. Sri
P 14/06/2018 RDN + Serotinus 5200 60 40 (+1)(0) Sep-18 Normal
aryanti
Gawat janin +
By. Febrina P 12/07/2018 4100 57 38,5 (-2)(-3) Okt-18 Normal
asfiksia
By. Ny.
P 25/09/2018 Hipoglikemia 3900 55 38 (-1)(-2) Des-18 GDD
Rosella
An.
L 28/06/2018 Hiperbilirubinemia 4500 59 36 (-2)(-3) Sep-18 GDD
Raldiansyah
By. Muh
L 18/08/2018 Infeksi neonatal 4300 57 42 (-1) Nov-2018 Normal
ibrahim
By. Henli L 28/04/2018 Bronkopneumonia 3900 55 37 (-2)(-3) Jul-18 GDD
By.Ny. Fimosis+non iliasis
P 26/05/2018 3200 49 33 (-3) Agust-18 GDD
Nimade + ISK
By. Ny.
P 14/03/2018 Hiperbilirubinemia 5000 59 39 (0)(+1) Jun-18 Normal
chintya
An. Raya P 23/04/2018 Pneumonia 4800 57 38.5 (0)(-1) Jul-18 Normal
By.Ny. Ivan L 27/02/2018 Post RDS 5000 59 44 (-1)(-2) Mei-18 Normal
By. Ny. Dedi L 30/03/2018 Infeksi neonatal 5200 61 38 (-1)(-2) Agust-18 GDD
21

BBLR + RDN
An. Yunita P 16/08/2018 6000 59 40 (0)(-1) Nov-18 Normal
sedang
By. Ny. Sri
P 19/05/2018 Post RDN 4300 57 39 (-2) Agust-18 Normal
juniati
By.Ny.
P 15/01/2018 VSD 4200 56 38 (-1)(-2) Jun-18 Normal
Nurdiana
By.Ny gusti BBLR + Infeksi
P 20/09/2017 2700 51 35 (-3) Feb-18 GDD
ayu neonatus
By. Bila L 20/04/2018 Asfiksia Berat 3800 54 36 (-2)-(-3) Mei-18 GDD
By. Nyonya BBLR+Asfiksia
P 14/06/2018 2300 49 30 (-3) Maret-18 GDD
yuni fatah sedang
Ikterus+
An. Alfa L 21/02/2018 2400 62 42 (-3) Febr-2018 GDD
konjungtivitis

ASFIKSIA
Status
Nama JK TL Diagnosis BB PB LK Kunjungan Denver
Gizi
By. ny.nurfat P 23/08/2017 2700 51 35 (-3) Feb-18 GDD
By. Adriani P 01/08/2017 3800 54 38 (-1)(-2) Apr-18 Normal
By. Satria L 18/08/2017 2650 50 35 (-3) Apr-18 GDD
By. Bila L 20/04/2018 3800 54 36 (-2)-(-3) Mei-18 GDD
By. Ny. Desi P 10/02/2018 4500 57 37 (-1)(-2) Mei-18 GDD
By. Ny.
L 13/03/2018 4300 57 39 (-1)(-2) Jun-18 Normal
Nursifa

SEPSIS
Status
Nama JK TL Diagnosis BB PB LK Kunjungan Denver
Gizi
By. Amat L 13/10/2017 3900 55,5 37 (-2)(-3) Jan-18 GDD
By.Dwi Chili L 16/11/2017 4300 57 39,5 (-1)(-2) Feb-18 Normal
By. Siti hajar L 26/12/2017 4000 56 38,5 (-2)(-3) Mar-18 Normal
By. Ny.
P 17/01/2018 4100 56 40 (-2)(-3) Apr-18 Normal
Raldiansyah
By. Dedi
L 20/02/2018 3900 55 38 (-2)(-3) Mei-18 GDD
Puspita

IKTERUS
Status
Nama JK TL Diagnosis BB PB LK Kunjungan Denver
Gizi
An. Alfa P 11/11/2017 4000 57 38,3 (-2)(-3) Feb-18 GDD
By. Leli P 30/12/2017 3900 56 38 (-2)(-3) Mar-18 GDD
By. Ny. Sari L 16/01/2018 4500 57 39 (-1)(-2) Apr-18 GDD
22

B. Pembahasan
Bayi yang sakit diruang perinatology Rumah Sakit Undata tahun 2018
berjumlah 374 bayi. Dengan rincian sebagai berikut:
1. Asfiksia 199 bayi.
2. Premature 113 bayi.
3. Infeksi neonatorum 50 bayi.
4. icterus 12 bayi.
Pada pemantauan long term follow up di poliklinik kembang bayi yang
berisiko 374 bayi menunjukkan bahwa hanya ada 280 bayi yang diperiksa di
poliklinik tumbuh kembang.
1. Hubungan antara Bayi Berisiko dengan Bayi Tumbuh Kembang
1. Asfixia
Jumlah bayi lahir Asfixia yang dirawat di Ruang perinatologi
risiko tinggi (peristi) RS Undata Palu berjumlah 199 orang.
Tabel 4.1 Tumbuh kembang bayi asfixia ruang perinatologi tahun 2018
Asfiksia Pertumbuhan Perkembangan

Gizi Baik (93)


Global Delay
199 bayi
Gizi Kurang (32) Development (102)

Gizi Buruk (74)


Normal (97)
23

Grafik 4.3 Tumbuh pada bayi asfixia ruang perinatologi tahun 2018

Tumbuh pada Bayi Asfixia usia 3 bulan


di Ruang Perinatologi Tahun 2018
50%
45%
40%
35%
30%
25%
20%
47%
37%
15%
10%
5%
16%
0%
Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk

Dari grafik diatas jumlah bayi lahir asfixia yang memiliki gizi
baik berjumlah 93 bayi, gizi kurang 32 bayi dan gizi buruk 74 bayi. Dari
hal ini menunjukkan bayi usia 3 bulan yang lahir asfixia cenderung
memiliki gizi baik dibandingankan dengan bayi yang lahir premature.

Grafik 4.2 Kembang pada bayi premature ruang perinatology tahun 2018

Kembang pada Bayi Asfixia 3 bulan di


Ruang Perinatologi Tahun 2018
52%
51%
51%
50%
50% 51%
49%
49% 49%
48%
Global Delay Development Normal
24

Dari data, juga didapatkan perkembangan anak 51%


mengalami GDD (Global Developmental Problem) dan 49% anak
normal.
4.2 Tumbuh kembang bayi asfixia kontrol di poliklinik tahun 2008

Asfiksia Pertumbuhan Perkembangan

Gizi Baik (74)


Global Delay
143 bayi
Gizi Kurang (46) Development (40)

Gizi Buruk (23)


Normal (103)

Hasil penelitian ini sesuai teori menurut Tanuwidjaya dalam


Moersintowarti 2010 yang menyatakan bahwa asfiksia pada bayi baru
lahir dapat menyebabkan kerusakan otak. Otak bayi yang mengalami
asfiksia, membengkak dan aliran darahnya terbendung, sel-sel otak
terutama di daerah hipotalamus, ganglia basalis, cerebellum, dan lapisan
III, IV, V, dan korteks serebri banyak yang rusak. Kerusakan otak
tersebut akan mempengaruhi perkembangan bayi pada tahap selanjutnya
(Markam, 2011)
25

Grafik 4.3 Tumbuh pada bayi asfixia di poliklinik tahun 2018

Tumbuh Pada Bayi Asfixia usia 3 bulan di


poliklinik tahun 2018
60%

50%
52%
40%

30%
32%
20%

10% 16%

0%
Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk

Grafik 4.4 Kembang pada bayi asfixia di poliklinik tahun 2018

Kembang Pada Bayi Asfixia usia 3 bulan di


poliklinik tahun 2018
80%
70%
72%
60%
50%
40%
30%
20% 28%
10%
0%
Global Delay Development Normal
26

2. Premature
Jumlah bayi lahir premature yang dirawat di Ruang
perinatologi risiko tinggi (peristi) RS Undata Palu berjumlah 113
orang.
Tabel 4.1 Tumbuh kembang Bayi premature ruang perinatologi tahun 2018
Premature Pertumbuhan Perkembangan

Gizi Baik (51)


Global Delay
113 bayi
Gizi Kurang (26) Development (49)

Gizi Buruk (36)


Normal (64)

Grafik 4.1 Tumbuh pada Bayi Premature Usia 3 Bulan Ruang Perinatologi
tahun 2018

Tumbuh pada Bayi Premature Usia 3 Bulan


Ruang perinatologi Tahun 2018
50%
45%
40%
35%
30%
25%
20% 45%
15% 32%
10% 23%
5%
0%
Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk

Dari grafik diatas jumlah bayi lahir premature di ruang


perinatology yang memiliki gizi baik berjumlah 51 bayi, gizi kurang 26
bayi dan gizi buruk 36 bayi. Dari hal ini menunjukkan bayi usia 3 bulan
yang lahir prematur rerata memiliki gizi kurang dan gizi buruk, hal ini
dapat disebabkan karena pada bayi premature sering terjadi kesulitan
27

minum dan organ pencernaan yang masih imatur menyebabkan


kebutuhan nutrisi pada pada bayi premature kurang dari kebutuhan
tubuhnya sehingga menyebabkan kekurangan gizi (Ananditha, 2017).

Grafik 4.2 Kembang pada bayi premature ruang perinatology tahun 2018

Kembang pada Bayi Premature USia 3 Bulan


Ruang Perinatologi Tahun 2018
60%

50%

40%

30%
57%
20% 43%
10%

0%
Global Delay Development Normal

Dari data, juga didapatkan perkembangan anak 43% mengalami


GDD (Global Developmental Problem) dan 57% anak normal. Kelahiran
premature merupakan salah satu penyebab terjadinya keterlambatan
motorik kasar, pada penelitian ini di temukan sebanyak 43% pasien yang
mengalami keterlambatan motorik kasar di sebabkan oleh kelahiran
premature. Menurut data statistik WHO tahun 2013, kurang lebih 1,5 juta
bayi terlahir premature setiap tahunnya di dunia. Jumlah ini terus
bertambah setiap tahunnya, Indonesia berada dalam urutan ke 5 dari 10
negara jumlah bayi premature terbanyak di dunia. Pada bayi premature
sering terjadi kesulitan minum dan organ pencernaan yang masih imatur
menyebabkan kebutuhan nutrisi pada pada bayi premature kurang dari
kebutuhan tubuhnya sehingga menyebabkan kekurangan gizi yang
kemudian bisa menimbulkan kekurangan energi, energi sangat di
perlukan untuk bergerak dan melakukan aktivitas fisik juga untuk
menggerakkan proses fisiologis yang lainnya, di mana sebagian besar
energi lebih banyak di gunakan untuk melakukan oksidasi jaringan dan
28

untuk mempertahankan tonus otot. Tonus otot sangat di perlukan untuk


aktivitas motorik kasar, sehingga bayi yang lahir premature memiliki
resiko yang lebih besar untuk terjadi keterlambatan motorik kasar
(Ananditha, 2017)

Mayoritas bayi prematur mengalami pengurangan volume otak.


Kerusakan otak pada bayi premature yang bersifat akut akan
menyebabkan kerusakan kronik yang progresif yang berakibat
berkurangnya volume white matterotak dan mielenisasi yang terlambat
(Hardyastuti dalam IDAI 2010). Studi tentang konsekuensi
keterlambatan perkembangan pada bayi premature dilaporkan sebagai
faktor risiko utama untuk keterlambatan perkembangan (Bang, 2008).

Menurut Lissaver dan Avroy.A. Fanarof (2008) bayi prematur


juga meningkatkan terjadinya cerebral Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah 2(1)2017 114 palsy yaitu gangguan motorik yang
berhubungan dengan kemampuan motorik kasar. Pada penelitian ini
menunjukan bahwa kelahiran premature merupakan penyebab dengan
prosentase terbesar, yang menunjukkan bahwa kelahiran prematur
menyebabkan banyak komplikasi yang terjadi yang menyebabkan
terjadinya keterlambatan perkembangan, penatalaksanaan pada bayi
premature hendaknya perlu di pahami oleh semua petugas kesehatan dan
orang tua anak yang mempunyai bayi premature, baik penatalaksanaan
nutrisi dan perawatan bayi premature yang sangat rentan terhadap pada
semua penyakit karena kondisi organ tubuh yang masih imatur, stimulasi
dari orang tua juga sangat di perlukan untuk mendukung agar tumbuh
kembangnya bisa optimal (Ananditha, 2017).
29

Tabel 4.2 Tumbuh kembang bayi premature kontrol di poliklinik tahun 2018

Premature Pertumbuhan Perkembangan

Gizi Baik (47)


Global Delay
97 bayi
Gizi Kurang (21) Development (35)

Gizi Buruk (29)


Normal (62)

Grafik 4.1 Tumbuh pada bayi premature di poliklinik tahun 2018

Tumbuh pada Bayi Premature usia 3 bulan di


poliklinik tahun 2018
60%
48%
50%

40%
30%
30%
22%
20%

10%

0%
Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk

Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk


30

Grafik 4.2 kembang pada bayi premature di poliklinik Tahun 2018

Kembang pada Bayi Premature usia 3 bulan di


Poliklinik Tahun 2018
70% 64%
60%

50%

40% 36%

30%

20%

10%

0%
Global Delay Development Normal

Global Delay Development Normal

3. Infeksi Neonatorum
Jumlah bayi lahir dengan infeksi neonatorum yang dirawat di Ruang
perinatologi risiko tinggi (peristi) RS Undata Palu berjumlah 50 orang.

Tabel 4.2 Tumbuh kembang bayi infeksi neonatorum ruang


perinatologi tahun 2018
Infeksi Neonatorum Pertumbuhan Perkembangan

Gizi Baik (21)


Global Delay
Gizi Kurang (20) Development (24)
50 bayi

Gizi Buruk (9)


Normal (29)
31

Grafik 4.1 Tumbuh pada Bayi Infeksi Neonatorum Ruang Perinatologi tahun
2018

Tumbuh pada Bayi Infeksi Neonatorum Usia 3 Bulan


di Ruang Perinatologi Tahun 2018
45%
40%
35%
30%
25%
20% 42% 40%
15%
10%
18%
5%
0%
Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk

Dari grafik diatas jumlah bayi lahir dengan infeksi neonatorum


yang memiliki gizi baik 42%, gizi kurang 40% dan gizi buruk 18%.

Grafik 4.1 Kembang pada Bayi Infeksi neonatorum Ruang Perinatologi Tahun 2018

Kembang pada Bayi Infeksi Neonatorum usia 3


bulan di Ruang Perinatologi Tahun 2018
53%

52%

51%

50%

49% 52%
48%

47% 48%
46%
Global Delay development Normal
32

Dari data, juga didapatkan perkembangan anak 48% mengalami


GDD (Global Developmental Problem) dan 52% anak normal. Hal ini
sesuai dengan teori Aminingrum (2015) yang menjelaskan pengujian
terhadap luaran neurodevelopmental, dibandingkan dengan subjek sepsis
dan kontrol, Pengujian total effect sepsis neonatal berbeda secara
signifikan terhadap tiga aspek yang diteliti, baik perkembangan kognitif,
bahasa, dan motorik, menunjukkan bahwa luaran neurodevelopmental
bayi sepsis lebih lambat daripada bayi normal, meskipun tidak ada yang
mengalami keterlambatan sedang-berat.

Bayi dengan sepsis mempunyai peningkatan insiden palsi


Karakteristik subjek yang ditunjukkan dalam laboratorum serebral dan
abnormalitas white matter. Dari Hb dan leukosit juga tidak menunjukkan
perbedaan penelitian pada hewan coba yang dilakukan oleh Vilela et
bermakna antara sampel dan kontrol, yang diambil al yang menilai efek
sepsis pada perubahan mikrovaskuler bersamaan dengan pengambilan
sampel darah. Leukosit otak, disebutkan bahwa selama sepsis, produksi
sitokin pada kontrol tampak lebih tinggi secara angka dibanding dan
kemokin otak pada fase awal berperan dalam disfungsi dari SSP dan
perubahan permiabilitas sawar darah otak. nitrit oksida, asam amino
eksitatori, siklooksigenase dan Dan sepsis tidak hanya berhubungan
dengan disfungsi ROS, dimana dapat merugikan otak imatur karena otak
akut, tetapi dapat juga menyebabkan defisit kognitif meningkatkan
kerentanan sel yang sedang maturasi (Aminingrum, 2015).
33

Tabel 4.2 Tumbuh kembang bayi infeksi neonatorum kontrol di poli


Klinik tahun 2018
Infeksi Neonatorum Pertumbuhan Perkembangan

Gizi Baik (18)


Global Delay
Gizi Kurang (10) Development (11)
35 bayi

Gizi Buruk (7)


Normal (24)

Grafik 4.3 Tumbuh pada Bayi Infeksi neonatorum di Poli Klinik Tahun 2018

Tumbuh Pada Bayi Infeksi


Neonatorum usia 3 bulan di
60% poliklinik tahun 2018
50%
51%
40%

30%
29%
20%
20%
10%

0%
Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk

Dari grafik diatas didapatkan bayi dengan infeksi neonatorum di poli


klinik RSUD UNDATA tahun 2018 yaitu gizi baik 51%, gizi kurang 29% dan
gizi buruk 20%.
34

Grafik 4.4 Kembang pada Bayi infeksi neonatorum yang kontrol di poli
klinik tahun 2018

Kembang pada Bayi Infeksi Neonatorum Usia 3


Bulan di Poli Klinik tahun 2018
80%
70%
60% 69%

50%
40%
30%
31%
20%
10%
0%
Global Delay Development Normal

4. Ikterus Neonatorum
Tabel. 4.1 Tumbuh dan kembang bayi icterus neonatorum tahun 2018
Ikterus Neonatorum Pertumbuhan Perkembangan

Gizi Baik (4)


Global Delay
12 bayi
Gizi Kurang (6) Development (8)

Gizi Buruk (2)


Normal (4)

Jumlah bayi lahir dengan Ikterus neonatorum yang dirawat di


Ruang perinatologi risiko tinggi (peristi) RS Undata Palu berjumlah
12 orang.
35

Grafik 4.1 tumbuh pada bayi icterus neonatorum ruang perinatology tahun 2018

Tumbuh pada Bayi Ikterus Neonatorum usia 3


bulan di Ruang Perinatologi Tahun 2018
60%

50%

40%

30%
50%
20%
34%
10%
16%
0%
Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk

Dari grafik diatas jumlah bayi lahir dengan infeksi neonatorum


di runag perinatology yang memiliki gizi baik 34%, gizi kurang 50% dan
gizi buruk 16%.

Grafik 4.2 Kembang pada bayi icterus neonatorum ruang perinatology tahun
2018

Kembang pada Bayi Ikterus Neonatorum usia 3


bulan di Ruang Perinatologi Tahun 2018
80%
70%
60%
50%
40%
30% 67%
20%
33%
10%
0%
Global Delay Development Normal

Global Delay Development Normal


36

Dari grafik diatas jumlah bayi lahir dengan infeksi neonatorum


di runag poli klinik yang memiliki gizi baik 80%, gizi kurang 20% dan
gizi buruk 0%,
Dari data, juga didapatkan perkembangan bayi di ruang
perinatology tahun 2018 yaitu 67% anak mengalami GDD (Global
Developmental Problem) dan 33% anak normal. Hal ini terjadi karena
pada bayi ikterus terjadi karena pengingkatan bilirubin indirek yang
bersifat toksik pada otak. Toksisitas bilirubin menyebabkan terjadinya
lesi terutama pada ganglia basalis yang berfungsi mengatur tonus motorik
tubuh dan gerakan-gerakan motorik tubuh terutama gerakan kasar.
Groenendaal (2014) memeriksa proses metabolisme ganglia basalis pada
5 neonatus dengan hiperbilirubinemia berat dengan menggunakan
Magnetic Resonance Spectroscopy proton, dan didapatkan adanya
penurunan N-acetylaspartat yang menandakan terjadinya kerusakan
neuron. Secara patologi anatomi ditemukan pada daerah ganglia basalis
pewarnaan kuning yang khas akibat penempelan bilirubin indirek. Pada
daerah tersebut terjadi proses hilangnya neuron, gliosis reaktif dan atrofi
sistem serabut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini dimana GPN
yang terjadi terutama pada sektor neurologis dan ekspresif, yang
mengindikasikan terjadinya gangguan pada ganglia basalis.

Tabel. 4.2 Tumbuh dan kembang bayi icterus neonatorum control di


poli klinik tahun 2018
Ikterus Neonatorum Pertumbuhan Perkembangan

Gizi Baik (4)


Global Delay
5 bayi
Gizi Kurang (1) Development (0)

Gizi Buruk (0)


Normal (5)
37

Grafik 4.3 Tumbuh pada bayi icterus neonatorum ruang poli klinik tahun
2018

Tumbuh Pada Bayi Ikterus Neonatorum


usia 3 bulan di poliklinik tahun 2018
90%
80%
70% 80%

60%
50%
40%
30%
20%
10% 20%

0%
Gizi Baik Gizi Kurang Gizi0%
Buruk

Grafik 4.4 Kembang pada bayi icterus neonatorum control di poli klinik tahun
2018

Kembang pada Bayi Ikterus Neonatorum Usia 3


Bulan di Poli Klinik tahun 2018
120%

100%
100%
80%

60%

40%

20%

0%
Global Delay0%
Development Normal
38

BAB V
PENUTUP

Masing-masing faktorpada bayi risiko tinggi memperlihatkan predileksi

kerusakan yang berbeda-beda. Pada bayi premature kerusakan yang terjadi bisa

melalui berbagai macam mekaisme, mengingat penyimpangan tumbuh kembang

terjadi karena berbagai faktor. Pengamatan jangka panjang pada bayi risiko tinggi

tidak cukup sampai masa balita saja, tetapi minimal sampai usia sekolah, dimana

defisit neurologi minor baru terdeteksi atau kemampuan otak yang lebih tinggi

dibutuhkan dalam keadaan sehari-hari.

Sebagai dokter dengan memahami patogenesis penyakit, mekanisme

kerusakan otak serta mengetahui apa yang dapat terjadi pada bayi risti , maka kita

dapat memberikan informasi pada orangtua, dapat memantau dengan baik

sehingga deteksi dan intervensi dapat dilakukan sedini mungkin.

Anda mungkin juga menyukai