Anda di halaman 1dari 49

Keperawatan Anak II

ASUHAN KEPERAWATAN
RETARDASI MENTAL
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II yang diampuh
Ns. Nurdiana Djamaluddin S.Kep, M.Kep

Disusun Oleh:

Kelas A

Kelompok 5

1. Ramdan Hunowu (841418015)


2. Deliyanti Hasan (841418012)
3. Irma Septianinggsih Abdullah (841418007)
4. Filsa Husain (841418013)
5. Sutri Dj. Eksan (841418017)
6. Fitriyaningsi Laiya (841418023)
7. Roziyanti H. Biya (841418034)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas sega
la rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini.
laporan ini terwujud berkat partisispasi berbagai pihak. Oleh Karena itu, kami me
nyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kami menyadari laporan ini masih jauh dari harapan, yang mana di
dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari segi penyusunan
bahasanya, sistem penulisan maupun isinya. Oleh karena itu Kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dalam Laporan berikutnya
dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya. Adapun harapan kami semoga lap
oran ini dapat diterima dengan semestinya dan bermanfaat bagi kita semua dan
semoga Allah SWT meridhai kami. Aamiin.

Gorontalo, November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
KONSEP MEDIS...................................................................................................................3
2.1 Definisi................................................................................................................3
2.2 Etiologi...............................................................................................................3
2.3 Patofisiologi........................................................................................................7
2.4 Manifestasi Klinis................................................................................................8
2.5 Komplikasi..........................................................................................................9
2.6 Klasifikasi............................................................................................................9
2.7 Karakteristik.....................................................................................................11
2.8 Penatalaksanaan..............................................................................................12
2.9 Pathway..................................................................................................................15
KONSEP KEPERAWATAN..................................................................................................17
3.1 Pengkajian..............................................................................................................17
3.1 Diagnosa Keperawatan.....................................................................................19
3.2 Intervensi.........................................................................................................20
BAB IV..............................................................................................................................48
PENUTUP..........................................................................................................................48
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................48
4.2 Saran................................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................49

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumbuh kembang anak terjadi secara kompleks dan sistematis.
Anak akan mengalami dua proses, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya jumlah dan ukuran sel di
seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. Sedangkan
perkembangan merupakan proses peningkatan kemampuan adaptasi dan
kompetensi seseorang dari yang sederhana ke yang lebih kompleks.
Seluruh tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak harus dilalui
dengan sempurna, baik selama di kandungan maupun yang telah lahir.
Tidak semua anak mampu melalui semua tahapan secara optimal.
Beberapa anak mengalami kegagalan atau gangguan tumbuh kembang.
Kemenkes dalam Rivaldi (2017) mengemukakan bahwa gangguan tumbuh
kembang yang sering ditemui yaitu gangguan bicara dan bahasa, cerebral
palsy, sindrom down, perawakan pendek, autis, retardasi mental, gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktif.

Berdasarkan pandangan klinis, retardasi mental dibagi menjadi 4


yaitu, retardasi mental ringan (IQ 50-69), Retardasi mental sedang (IQ
3549), sedangkan retardasi mental berat (IQ 20-34), dan retardasi mental
sangat berat (IQ <20). Setiap tingkatan retardasi mental memiliki
karakteristik masing – masing. Anak dengan retardasi mental ringan dapat
1 dididik dan dilatih untuk melakukan pekerjaan rumah dan perawatan
diri. Anak dengan retardasi mental sedang hanya mampu dilatih untuk
merawat dirinya sendiri. Anak dengan retardasi mental berat dan sangat
berat hanya mampu untuk dilatih belajar berbicara (Kemenkes, 2011).
Hasil laporan badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO),
gangguan mental di Indonesia menempati urutan kesepuluh di dunia.
Sedangkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari 222 juta penduduk
Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah penyandang cacat,
untuk populasi anak retardasi mental menempati angka paling besar
dibanding dengan jumlah anak dengan keterbatasan lainnya. Prevalensi
anak retardasi mental di Indonesia saat ini 1-3% dari penduduk Indonesia,
sekitar 6,6 juta jiwa. Diperkirakan 85% dari jumlah tersebut merupakan
anak retardasi mental ringan, 10% anak retardasi mental sedang, 3-4%
anak retardasi mental berat dan 1-2% anak retardasi mental sangat berat
(Situmeang, 2016).

1
Karakteristik khusus anak retardasi mental yang membedakan
dengan anak lain seusianya dapat terlihat secara fisik, yang meliputi wajah
lebar, bibir tebal atau sumbing, mulut menganga terbuka, dan lidah
biasanya menjulur keluar. Anak dengan retardasi mental juga mengalami
kesulitan dalam merawat diri, kesulitan dalam bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar, serta keterbatasan dalam sensori dan gerak (Yustinus
dalam Zakarya, 2013).

Perkembangan kemampuan mental yang kurang sempurna


mengakibatkan beberapa keterlambatan perkembangan salah satunya
gerakan (motorik). Kerterlambatan koordinasi otot jari, tangan lengan dan
mulut merupakan masalah pada retardasi mental ringan yang sering
dijumpai. Konsep tersebut diperkuat oleh pendapat Berg, jika anak dengan
retardasi mental ringan seringkali menunjukkan disfungsi pergerakan
(Zakarya, 2013).

Keterlambatan perkembangan motorik tentu akan mempengaruhi


segala kegiatan yang menyangkut kebutuhan dasar anak dengan retardasi
mental. Selain itu, gangguan fungsi motorik dan kognitif juga
mempengaruhi terhadap kemampuan dalam melakukan beberapa aktivitas
perawatan diri. Keterampilan perawatan diri meliputi makan,
menggunakan toilet, memakai dan melepas baju, personal hygiene, dan
keterampilan berhias (Ramawati dalam Ariani, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep medis retardasi mental?
2. Bagaimana konsep keperawatan retardasi mental?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis retardasi mental.
2. Untuk mengetahuikonsep keperawatan retardasi mental.

2
BAB II

KONSEP MEDIS

2.1 Definisi
Retardasi mental (RM) adalah tingkat fungsi intelektual yang
secara signifikan berada di bawah rata-rata sebagaimana diukur oleh tes
intelegensi yang dilaksanakan secara individua. Istilah lain dari retardasi
mental yang sering digunakan di Indonesia yaitu tunagrahita. Menurut
Apriyanto dalam Utami (2016) tunagrahita merupakan kata lain dari
retardasi mental (mental retardation). Tuna berarti merugi, grahita berarti
pikiran. Retardasi mental (mental retardation atau mentally retarded)
berarti keterbelakangan mental.
Menurut Schwart dalam Arfandi (2012) retardasi mental
merupakan suatu kondisi dimana anak mengalami hambatan pada
perkembangan mental, tingkat intelegensi, bahasa, sosial, dan motorik.
Retardasi mental memiliki keterbatasan pada fungsi intelektual dan
kemampuan adaptasi. Keterbatasan kemampuan adaptasi meliputi
komunikasi, keterampilan sosial, akademik, kesehatan, keamanan, dan
merawat diri.

2.2 Etiologi
Subastian CS (2001) dan Harun KH (2002) dalam Soetjiningsih
dan Ranuh (2014), penyebab retardasi mental adalah sebagai berikut :
1.Pranatal

a.Chromosomal Aberration

1) Sindrom Down

95% kasus Sindrom Down disebabkan trisomi 21, sisanya


disebabkan oleh transolakasi dari mosaik.

2) Delesi

3
Contoh, sindrom cri-du-chat disebabkan delasi pada kromosom
5p3

3) Sindrom malformasi akibat mikrodelalasi

Contoh, sindrom Prader-Wili (paternal origin) dan Angelman


(maternal origin) terjadi mikrodelesi pada kromosom 15q11-
12, terdapat perbedaan fenotif kerena mekanisme imprinting.

b. Disorder with autosomal-dominan inheritance

Contoh adalah tuberus-sclerosis yang disebabkan mutasi gen pada


pembentukan lapisan ektodermal dari fetus. Bila diagnosis
tuberussclerosis ditegakkan, kedua orang tuanya harus diperiksa,
karena risiko kejadian dapat berulang 50% pada setiap kehamilan.

c. Disorder with autosomal-recessive inheritance

Sebagian besar penyakit metabolik mengikuti kategori ini.


Contohnya adalah phenylketonuria (PKU), penyaki metabolik yang
banyak diketahui. Gangguan ini pertama kali diketahui pada tahun
1934 oleh Folling pada anak dengan retardasi mental.

d. X-linked mental retardation

Fragile X syndrome merupakan penyebab kedua retardasi mental,


setelah Sindrom Down. Kelainan kromosom terjadi pada lokasi
Xq27.3.

e. Infeksi Maternal

1) Infeksi rubela pada bulan pertama kehamilan, dapat


mempengaruhi organogensis fetus (50%). Infeksi pada bulan
ketiga kehamilan mengakibatkan gangguan perkembangan
fetus (15%). Kelainan akibat infeksi rubela berupa retardasi

4
mental, mikrosefali, gangguan pendengaran, katarak, dan
kelainan jantung bawaan.

2) Infeksi sitomegalovirus konginetal dapat menyebabkan


mikrosefali, gangguan pendengaran sensorineural, dan retardasi
psikomotor.
3) Toksoplasmosis konginetal mengakibatkan 20% bayi yang
terinfeksi mengalami kelainan hidrosefalus, mikrosefali,
gangguan perkembangan psikomotor, mata, dan pendengaran.

4) Human Immunodeficiency Virus (HIV) konginetal dapat


menyebabkan ensefalopati, yang ditandai oleh mikrosefali,
kelainan neurologi progresif, retardasi mental, dan gangguan
perilaku.

f. Zat-zat Racun

Zat teratogen yang terpenting pada ibu hamil adalah etanol, yang
dapat, menyebabkan Fetal Alcohol Syndrome (FAS). Alkohol
menyebabkan tiga kelainan utama yaitu : (1) Gambaran dismorfik
(bila terpajan pada tahap organogenesis), (2) Retardasi
pertumbuhan prenatal dan pascanatal, (3) Disfungsi susunan saraf
pusat (SSP), termasuk retardasi mental ringan atau sedang,
perkembangan motorik lambat, hiperaktivitas. Beratnya kelainan
tergantung pada jumlah alkohol yang dikonsumsi.

g. Toksemia kehamilan dan insufesiensi plasenta

Intrauterine Growth Retardation (IUGR) banyak penyebabnya.


Penyebab yang penting adalah toksemia kehamilan yang dapat
mengakibatkan kelainan pada SSP. Prematuritas dan terutama
IUGR merupakan predisposisi komplikasi perinatal, yang bisa
mempengaruhi SSP dan menimbulkan masalah perkembangan
lainnya.

5
2. Perinatal

a. Infeksi

Infeksi pada periode neonatal dapat menyebabkan sekuele


perkembangan, misalnya herpes simplek tipe 2 yang dapat
menyebabkan ensefalitis dan sekuelenya. Infeksi bakteri yang
menyebabkan sepsis dan meningitis dapat mengakibatkan
hidrosefalus.

b. Masalah kelahiran

Asfiksia berat, prematuria, trauma lahir, dan gejala-gejala


neurologis pada masa bayi harus diwaspadai sebagai faktor risiko
retardasi mental.

c. Masalah perinatal lainnya

Misalnya, pada retinopathy of prematurity (fibroplasias retrolental)


karena pemakaian oksigen 100% pada bayi premature, selain
mengakibatkan kebutaan juga dapat mengakibatkan retardasi
mental. Demikian pula, hiperbilirubinemia dapat menyebabkan
ikterus dan retardasi mental.

3. Pascanatal

a. Infeksi, isalnya ensefalitis dan meningitis.

b. Penyebab pascanatal lainnya

Misalnya tumor ganas pada otak, trauma kepala pada kecelakaan,


dan hampir tenggelam.

c. Zat-zat racun, misalnya keracunan logam-logam berat

6
d. Masalah psikososial. Misalnya, depresi, deprivasi maternal, kurang
stimulasi, kemiskinan, dan lainnya.

e. Penyebab tidak diketahui

Sekitar 30% retardasi mental berat dari 50% retardasi mental


ringan tidak diketahui. Kebanyakan anak yang menderita anak
retardasi mental ini berasal dari golongan sosial ekonomi rendah
kurangnya stimulasi dari lingkungannya, yang secara bertahap
menurunkan IQ bersamaan dengan terjadinya maturasi.

2.3 Patofisiologi
Penyebab retardasi mental dapat digolongkan menjadi penyebab
prenatal, perinatal, dan pascanatal.Penyabab prenatal termasuk penyakit
kelainan kromosom (trisomi 21 [Sindrom Down], Findrom fragile-X)
gangguan sindrom (distrbabofi otot Duchenne, neurofibromatosis [tipe
1]), dan gangguan metabolism sejak lahir (fenilketonuria). Penyebab
perinatal dapat digolongkan menjadi yang berhubungan dengan masalah
intrauterine seperti abrupsio plasenta, diabetes maternal, dan kelahiran
premature serta kondisi neonatal termasuk meningitis dan perdarahan
intracranial. Penyebab pascanatal mencakup kondisi-kondisi yang terjadi
karena cedera kepala, infeksi, dan gangguan degeneratif dan
demielinisdasi (AAMR, 1992). Sindrom Fragile-X, Sindrom Down, dan
sindrom alcohol fetal merupakan sepertiga individu-individu yang
menderita retardasi mental. Kelainan kromosom penyebab retardasi
mental yang terbanyak adalah sindrom Down, kelainan kromosom lain
yang bermanifestasi sebagai retardasi mental adalah trisomi-18 atau
sindrom Edward, dan trisomi-13 atau sindrom Patau, sindrom Cri-du-
chat, sindrom Klinefelter, dan sindrom Turner. Berdasarkan pengamatan
ternyata kromatin seks, yang merupakan kelebihan kromosom -X pada
laki-laki lebih banyak ditemukan di antara penderita retardasi mental
dibandingkan laki-laki normal. Diperkirakan kelebihan kromosom-X
pada laki-laki memberi pengaruh tidak baik pada kesehatan jiwa,

7
termasuk timbulnya psikosis, gangguan tingkah laku dan
kriminalitas.3,11,12 Kelainan kromosom-X yang cukup sering
menimbulkan retardasi mental adalah Fragile-X syndrome, yang
merupakan kelainan kromosom-X pada band q27. Kelainan ini
merupakan X-linked, dibawa oleh ibu. Penampilan klinis yang khas pada
kelainan ini adalah dahi yang tinggi, rahang bawah yang besar, telinga
panjang, dan pembesaran testis. Diperkirakan prevalens retardasi mental
yang disebabkan fragile-X syndrome pada populasi anak usia sekolah
adalah 1:2610 pada laki-laki, dan 1:4221 pada perempuan. Kelainan
metabolik yang sering menimbulkan retardasi mental adalah
Phenylketonuria (PKU), yaitu suatu gangguan metabolik dimana tubuh
tidak mampu mengubah asam amino fenilalanin menjadi tirosin karena
defisiensi enzim hidroksilase. Penderita laki-laki tenyata lebih besar
dibandingkan perempuan dengan perbandingan 2:1. Kelainan ini
diturunkan secara autosom resesif. Diperkirakan insidens PKU adalah
1:12 000-15 000 kelahiran hidup. Penderita retardasi mental pada PKU
66,7% tergolong retardasi mental berat dan 33,3% retardasi mental
sedang. Selanjutnya Fetal alcohol syndrome (FAS) merupakan suatu
sindrom yang diakibatkan intoksikasi alkohol pada (Sari Pediatri, 2015)

2.4 Manifestasi Klinis


Menurut Yusuf (2015) gejala anak retardasi mental, antara lain
sebagai berikut.

a. Lamban dalam mempelajari hal baru, mempunyai kesulitan


dalam mempelajari pengetahuan abstrak atau yang
berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa
latihan yang terus-menerus.

b. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal


yang baru.

c. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak RM berat.


d. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak
dengan retardasi mental berat mempunyai keterbatasan
dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak
dapat berdiri, atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat

8
dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana,
sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.

e. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian


dari anak retardasi mental berat sangat sulit untuk
mengurus diri sendiri, seperti berpakaian, makan, dan
mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan
latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.

f. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak retardasi


mental ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler,
tetapi anak yang mempunyai retardasi mental berat tidak
melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan
kesulitan bagi anak retardasi mental dalam memberikan
perhatian terhadap lawan main.

g. Tingkah laku kurang wajar yang terus-menerus. Banyak


anak retardasi mental berat bertingkah laku tanpa tujuan
yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya
memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan
halhal yang membahayakan diri sendiri, misalnya
menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dan
lain-lain

2.5 Komplikasi
Menurut Soetjiningsih & Ranuh, I. G. (2014) komplikasi retardasi mental
adalah:
1. Serebral palsi
2. Gangguan kenjang
3. Gangguan kejiwaan
4. Gangguan konsentrasi/hiperaktif
5. Paralisis serebral
6. Deficit sensoris

2.6 Klasifikasi
Klasifikasi anak retardasi mental menurut Somantri dalam Ferial
(2011) adalah sebagai berikut :

a. Retardasi mental ringan

9
Retardasi mental ringan disebut juga moron atau debil.
Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet,
sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ 6955.
Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung
sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak
terbelakang mental ringan pada saatnya akan dapat
memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.

b. Retardasi mental sedang

Anak retardasi mental sedang disebut juga imbisil.


Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada skala binet dan 54-40
menurut skala wescher (WISC). Anak retardasi mental sedang
sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti
belajar menulis, membaca, dan berhitung walaupun mereka
masih dapat menulis secara sosial, misalnya menulis namanya
sendiri, alamat rumahnya, dan lain-lain.

c. Retardasi mental berat

Kelompok anak retardasi mental berat sering disebut


idiot. Retardasi mental berat (severe) memiliki IQ antara 32-20
menurut skala binet dan antara 39-25 menurut skala weschler

(WISC).

Para ahli medis mengkasifikasikan retardasi mental


berdasarkan pada nilai tes intelegensinya, yakni: ringan
(mampu didik), sedang (mampu latih), berat (mampu rawat),
dan sangat berat (mampu rawat) seperti dalam tabel berikut.

Tingkat Rentang Persentase


Retardasi IQ Usia Mental Retardasi Mental
Mental
Retardasi
Mental Ringan 50-70 9-12 tahun 85%

Retardasi
Mental Sedang 35-49 6-8 tahun 10%

Retardasi
20-34 3-5 tahun 3-4%
Mental Berat
Retardasi Di bawah
Mental Sangat 20 < 3 tahun 1-2%
Berat
Tabel 2.1 Klasifikasi Retardasi Mental

10
2.7 Karakteristik
Anak retardasi mental memiliki karakteristik yang berbeda dari
anak normal lainnya. Mengacu pada fungsi intelektual yang secara jelas
berada di bawah rata-rata atau normal, sehingga menyebabkan
perkembangan kecerdasan dimiliki banyak hambatan, untuk itu
diperlukan layanan khusus guna membantu mengoptimalkan kemampuan
dan potensinya, hal ini terutama yang berkaitan dengan perawatan diri.
Sehingga pada kehidupannya kelak dapat mandiri dan tidak selalu
tergantung pada orang lain.

Menurut Delphie dalam Yusuf (2015) karakteristik retardasi


mental adalah sebagai berikut:

a. Pada umumnya, anak dengan gangguan perkembangan


mempunyai pola perkembangan perilaku yang tidak sesuai
dengan kemampuan potensialnya.

b. Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelainan


perilaku maladaptif, yang berkaitan dengan sifat agresif secara
verbal atau fisik, perilaku yang suka menyakiti diri sendiri,
perilaku suka menghindarkan diri dari orang lain, suka
menyendiri, suka mengucapkan kata atau kalimat yang tidak
masuk akal atau sulit dimengerti maknanya, rasa takut yang tidak
menentu sebab akibatnya, selalu ketakutan, serta sikap suka
bermusuhan.

c. Pribadi anak dengan gangguan perkembangan mempunyai


kecenderungan yang sangat tinggi 3 untuk melakukan tindakan
yang salah.

d. Masalah yang berkaitan dengan kesehatan khusus seperti


terhambatnya perkembangan gerak, tingkat pertumbuhan yang
tidak normal, kecacatan sensori, khususnya pada persepsi
penglihatan dan pendengaran sering tampak pada anak dengan
gangguan perkembangan.

e. Sebagian dari anak dengan gangguan perkembangan mempunyai


kelainan penyerta serebral palsi, kelainan saraf otot yang
disebabkan oleh kerusakan bagian tertentu pada otak saat
dilahirkan ataupun saat awal kehidupan. Mereka yang tergolong
memiliki serebral palsi mempunyai hambatan pada intelektual,
masalah berkaitan dengan gerak dan postur tubuh, pernapasan
mudah kedinginan, buta warna, kesulitan berbicara disebabkan

11
adanya kekejangan otot-otot mulut (artikulasi), serta kesulitan
sewaktu mengunyah dan menelan makanan yang keras seperti
permen karet, popcorn, sering kejang otot (seizure).

f. Secara keseluruhan, anak dengan gangguan perkembangan


(retardasi mental) mempunyai kelemahan pada segi berikut.

1) Keterampilan gerak.

2) Fisik yang kurang sehat.

3) Kurangnya perasaan percaya terhadap situasi dan


keadaan sekelilingnya.

4) Keterampilan kasar dan halus motor yang kurang.

g. Dalam aspek keterampilan sosial, anak dengan gangguan


perkembangan umumnya tidak mempunyai kemampuan sosial,
antara lain suka menghindar dari keramaian, ketergantungan
hidup pada keluarga, kurangnya kemampuan mengatasi marah,
rasa takut yang berlebihan, kelainan peran seksual, kurang
mampu berkaitan dengan kegiatan yang melibatkan kemampuan
intelektual, dan mempunyai pola perilaku seksual secara khusus.

h. Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai keterlambatan


pada berbagai tingkat dalam pemahaman dan penggunaan bahasa,
serta masalah bahasa dapat memengaruhi perkembangan
kemandirian dan dapat menetap hingga pada usia dewasa.

i. beberapa anak dengan gangguan perkembangan mempunyai


keadaan lain yang menyertai, seperti autisme, serebral palsi,
gangguan perkembangan lain (nutrisi, sakit dan penyakit,
kecelakaan dan luka), epilepsi, dan disabilitas fisik dalam
berbagai porsi.

2.8 Penatalaksanaan
Tata laksana retardasi mental mencakup tatalaksana medis,
penempatan di panti khusus, psikoterapi, konseling, dan pendidikan
khusus. Pencegahan retardasi mental dapat primer (mencegah timbulnya
retardasi mental), atau sekunder (mengurangi manifestasi klinis retardasi
mental).
1. Tatalaksanan Medis

12
Obat-obat yang sering digunakan dalam pengobatan retardasi
mental adalah terutama untuk menekan gejala-gejala hiperkinetik.
Metilfenidat (ritalin) dapat memperbaiki keseimbangan emosi dan
fungsi kognitif. Imipramin, dekstroamfetamin, klorpromazin,
flufenazin, fluoksetin kadang-kadang dipergunakan oleh psikiatri
anak. Untuk menaikkan kemampuan belajar pada umumnya
diberikan tioridazin (melleril), metilfenidat, amfetamin, asam
glutamat, gamma aminobutyric acid (GABA). (Sari Pediatri, 2015)
2. Rumah Sakit/Panti Khusus
Penempatan di panti-panti khusus perlu dipertimbangkan atas
dasar: kedudukan sosial keluarga, sikap dan perasaan orangtua
terhadap anak, derajat retardasi mental, pandangan orangtua
mengenai prognosis anak, fasilitas perawatan dalam masyarakat,
dan fasilitas untuk membimbing orangtua dan sosialisasi anak.
Kerugian penempatan di panti khusus bagi anak retardasi mental
adalah kurangnya stimulasi mental karena kurangnya kontak
dengan orang lain dan kurangnya variasi lingkungan yang
memberikan kebutuhan dasar bagi anak. (Sari Pediatri, 2015)
3. Psikoterapi
Psikoterapi dapat diberikan kepada anak retardasi mental
maupun kepada orangtua anak tersebut. Walaupun tidak dapat
menyembuhkan retardasi mental tetapi dengan psikoterapi dan
obat-obatan dapat diusahakan perubahan sikap, tingkah laku dan
adaptasi sosialnya. (Sari Pediatri, 2015)
4. Konseling
Tujuan konseling dalam bidang retardasi mental ini adalah
menentukan ada atau tidaknya retardasi mental dan derajat retardasi
mentalnya, evaluasi mengenai sistem kekeluargaan dan pengaruh
retardasi mental pada keluarga, kemungkinan penempatan di panti
khusus, konseling pranikah dan pranatal. (Sari Pediatri, 2015)
5. Pendidikan

13
Pendidikan yang penting disini bukan hanya asal sekolah,
namun bagaimana mendapatkan pendidikan yang cocok bagi anak
yang terbelakang ini. Terdapat empat macam tipe pendidikan untuk
retardasi mental.1,3,4
a. Kelas khusus sebagai tambahan dari sekolah biasa
b. Sekolah luar biasa C
c. Panti khusus
d. Pusat latihan kerja (sheltered workshop)
6. Pencegahan
Pencegahan retardasi mental dapat primer (mencegah
timbulnya retardasi mental), atau sekunder (mengurangi
manifestasi klinis retardasi mental). Sebabsebab retardasi mental
yang dapat dicegah antara lain infeksi, trauma, intoksikasi,
komplikasi kehamilan, gangguan metabolisme, kelainan genetik.
(Sari Pediatri, 2015)

14
2.9 Pathway

Organik Factor non-organik Factor lain: keturunan dan


lingkungan
(Faktor prekonsepsi,
prenatal, perinatal,

Kerusakan jaringan
otak

RETARDASI MENTAL

Ketidakmampuan
kognitif

Penurunan fungsi
kognitif dalam berbicara
dan berbahasa

Mobiltas fisik tidak Tidak terbentuk Gangguan Keterlambatan Rasa khawatir oleh
seimbang komunikasi dengan Komunikasi Verbal pertumbuhan dan keluarga
masyarakat sekitar perkembanagn

Perilaku hiperaktif Cemas berlebih


Interaksi tidak 15 Gangguan Tumbuh
terjalin dengan baik Kembang
Resiko Cedera Gangguan Interaksi Ansietas
Sosial

Tidak dapat makan


dengan benar

Penurunan berat
badan

Resiko Defisit Nutrisi

16
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian fokus yang memungkinkan muncul pada anak dengan
Retardasi mental :
1) Biodata klien 
Nama                                       : belum terkaji
Tempat tanggal lahir               : belum terkaji
Usia                                         : belum terkaji
Jenis kelamin                           : belum terkaji
Pendidikan                       : belum terkaji
Pekerjaan               : belum terkaji
Agama                                     : belum terkaji
Alamat                                     : belum terkaji
Diagnosa Medis : Retardasi mental
2) Biodata Penanggung jawab
Nama : belum terkaji
Umur : belum terkaji
Agama : belum terkaji
Pendidikan : belum terkaji
Pekerjaan : belum terkaji
Tatus pernikahan : belum terkaji
Alamat : belum terkaji
Hub. Dengan klien : belum terkaji
3) Keluhan utama : belum terkaji
4) Riwayat Kesehatan :
- Riwayat penyakit sekarang : belum terkaji
- Riwayat penyakit dahulu : belum terkaji
- Riwayat penyakit keluarga : belum terkaji
5) Pengkajian kebuttuhan dasar manusia
- Aktivitas latihan : belum terkaji

17
- Tidurdan istirahat : belum terkaji
- Kenyamanan dan nyeri : belum terkaji
- Nutrisi : belum terkaji
- Cairan dan elektrolit dan asam basa : belum terkaji
- Oksegenasi : belum terkaji
- Eliminasi bowel : belum terkaji
- Eliminasi urin : belum terkaji
- Sensori presepsi dan kognitif : belum terkaji
4) Pemeriksaan fisik
a. keadaan umum
- TTV : belum terkaji
- Kepala : belum terkaji
- Leher : belum terkaji
- Dada : belum terkaji
- Abdomen : belum terkaji
- Genital : belum terkaji
- Rectum : belum terkaji
- Ekstremitas : belum terkaji
6) PSIKO-SOSIAL-BUDAYA-SPIRITUAL
- Psikologis : belum terkaji
- Sosial : belum terkaji
- Budaya : belum terkaji
- Spiritual : belum terkaji
7) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berdasarkan pemeriksaan penunjanf perlu dilakukan pada anak yang
menderita rerardasi mental, taitu
- Kromosomal kariotipe
- EEG (Elektro Ensefalogram)
- CT (cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic
Resonance Imaging)
- Titer virus untuk infeksi congenital
- Serum asam urat (Uric acid serum)

18
- Pemeriksaan kromosom
- Pemeriksaan urin, serun atay titer virus.

3.1 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan tumbuh kembang
2. Gangguan Interaksi Sosial
3. Gangguan komunikasi verbal
4. Resiko cedera
5. Resiko defisit nutrisi
6. Ansietas

19
3.2 Intervensi
No DIAGNOSA SLKI SIKI RASIONAL
1 Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)

Resiko Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Definisi Observasi


(D.0032) keperawatan selama 3x24 Mengidentifikasi dan mengelola asupan 1. Status gizi adalah ukuran
Kategori : Fisiologis
jam masalah resiko defisit nutrisi keberhasilan dalam
Subkategori : Nutrisi dan
nutrisi tertasi dengan kriteria Tindakan pemenuhan nutrisi untuk
Cairan
hasil : Observasi klien yang diindikasikan
Definisi
1. Porsi makan yang 1. Identifikasi status nutrisi dengan berat badan dan
Beresiko mengalami aupan
dihabiskan dari skala 2. Identifikasi alergi dan tinggi badan anak.
nutrisi tidak cukup untuk
1 menurun menjadi intoleransi makanan 2. Alergi adalah ketika
memenuhi kebutuhan
skala 3 sedang 3. Identifikasi kebutuhan kalori system kekebalan tubuh
metabolisme
2. Berat badan dari dan nutrien bereaksi secara tidak
Faktor Risiko
skala 2 cukup 4. Monitor asupan makanan normal terhadap zat
1. Ketidakmamp
memburuk menjadi 5. Monitor berat badan asing. Dan Intoleran
uan menelan makanan
skala 4 cukup Terapeutik makanan adalah
2. Ketidakmamp
membaik 1. Lakukan oral hygiene sebelum disebabkan oleh
uan mencerna
makan, jika perlu kurangnya laktase,
makanan
2. Berikan makanan tinggi serat protein yang di butuhkan.

20
3. Ketidakmamp untuk mencegah konstipasi 3. Kalori adalah suatu unti
uan mengbsorbsi 3. Berikan makanan tinggi kalori pengukuran untuk
nutrien dan tinggi protein menyatakan jumlah
4. Peningkatan Edukasi energy dalam makanan.
kebutuhan metbolisme 1. Anjurkan posisi duduk, jika 4. Asupan makanan adalah
5. Faktor mampu susunan, jenis, dan
ekonomi (mis. 2. Ajarkan diet yang diprogram jumlah pangan yang di
finansial tiak Kolaborasi konsumsi seseorang pada
mencukupi) 1. Kolaborasi dengan ahli gizi, waktu tertentu.
6. Faktor untuk menentukan jumlah kalori 5. Berat badan adalah cara
psikologis (mis. stress, dan jeni nutrien yang untuk mempertahankan
keengganan untuk dibutuhkan, jika perlu dan menjaga berat badan
makan) agar sesuai atau ideal
Kondisi Klinis Terkait Terapeutik
1. Stroke 1. Oral hygiene adalah
2. Parkin tindakan untuk
son membersihkan dan
3. Mobiu menyegarkan mulut, gigi,
s syndrome dan gusi

21
4. Cerebr 2. Serat berguna untuk
al palsy melancarkan pencernaan
5. Cleft karena dapat mengikat air
lip sehingga feses lebih
6. Cleft muda untuk di keluarkan.
palate 3. Makanan tinggi protein
7. Amyot yaitu untuk memelihara
ropic lateral sclerosis jaringantubuh dan
8. Kerusa meningkatkan kekebalan
kan neuromuskular tubuh
9. Luka Edukasi
bakar 1. Posisi duduk memiliki
10. Kanker manfaat yaitu
11. Infeksi mengurangi beban pada
12. AIDS lutut sehingga
13. Penyak mengurangi
it Crohn’s kemungkinan cedera.
14. Entero 2. Diet adalah aturan
kolitis makanan khusus untuk

22
15. Fibrosi kesehatan dan biasanya di
s kistik lakukan. Atau sebuah
usaha untuk menurunkan
berat badan dengan
mengatur pola makan dan
mengatur asupan nutrisi
tertentu.
2 Tingkat Ansietas (L.09093) . Reduksi ansietas (I.09314) Reduksi Ansietas Tindakan

Ansietas (D.0080) Observasi :


Definisi : kondisi emosional Definisi :
Definisi : 1. Untuk mencegah ansietas
dan pengalaman subjektif Meminimalkan kondisi individu dan
Kondisi emosi dan memburuk
terhadap objek yang tidak pengalaman subyektif terhadap objek
pengalaman subjektif 2. Untuk mengetahui
jelas dan spesifik akibat yang tidak jelas dan spesifik akibat
individu terhadap objek yang terjadinya ansietas
antisispasi bahaya yang antisipasi bahaya yang memungkingkan
tidak jelas dan spesifikakibat Terapeutik :
memungkinkan individu individu melakukan tindakan untuk
antisipasi bahaya yang 1. Untuk menumbuhkan
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
memungkinkan individu rasa percaya pasien
menghadai ancaman.
lakukan tindakan untuk Tindakan : kepada perawat
Kriteria hasil :
mengahadapi ancaman. Observasi : 2. Untuk mengetahui situasi
1. Verbalisasi kebingungan
1. Identifikasi sangat singkat yang menyebabkan
Penyebab : menunurun

23
1. Krisis situasional 2. Verbalisasi khawatir ansietas berubah (mis. Kondisi, ansietas
2. Kebutuhan tidak akibat kondisi yang waktu, stresor) Edukasi :
terpenuhi dihadapi menurun. 2. Monitor tanda-tanda ansietas 1. Untuk menghindari
3. Krisis maturasional (verbal dan nonverbal) kecemasan pada pasien
4. Ancaman terhadap Terapeutik : 2. Untuk mengurangi beban
konsep diri 1. Ciptakan suasana terapeutik utuk yang dirasakan pasien
5. Ancaman terhadap menumbuhkan kepercayaan 3. Untuk dapat tetap tenang
kematian 2. Pahami situasi yang membuat saat terjadi ansietas
6. Kekhawatiran ansietas Kolaborasi :
mengalami kegagalan Edukasi : Untuk mengurangi ansietas
7. Disfungsi sistem 1. Jelaskan prosedur, termasuk
keluarga sensasi yang mungkin dialami
8. Hubungan orang tua- 2. Anjurkan mengungkapkan
anak tidak perasaan dan persepsi
memuaskan 3. Latih teknik relaksasi
9. Faktor keturunan Kolaborasi :
(temperamen mudah - Kolaborasi pemberian obat
teragitasi sejal lahir) antiansietas, jika perlu
10. Penyalahgunaan zat

24
11. Terpapar bahaya
lingkungan (mis.
toksin,volutan, dan
lain-lain)
12. Kurang terpapar
informasi

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif :
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir
dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi
3. Sulit berkonsentrasi
Objektif
1. Tampak gelisah
Objektif :
1. Tampak gelisah
2. Tampak tegang

25
3. Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif :
1. Mengeluh pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya
Objektif :
1. Frekuensi napas
meningkat
2. Frekuensi nadi
meningkat
3. Tekanan darah
meningkat
4. Diaphoresis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar

26
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada
masa lalu
3 Gangguan Tumbuh Status Perkembangan Perawatan perkembangan (I.10339) Tindakan:
Observasi :
Kembang (D.0106) (L.10101) Definisi :
1. Untuk menjaga pola dan
Kategori : Psikolpgis Setelah dilakukan tindakan Mengidentifikasi dan merawat untuk jam tidur
2. Untuk mengethaui lokasi
Subkategori : Pertumbuhan keperawatan selama 3x24 memfasilitasi perkembangan yang
dan ketidaknyamanan
dan Perkembangan jam masalah gangguan pola optimal pada aspek motorik halus, dalam melakukan
aktivitas
Definisi : Kondisi individu napas tidak efektif dapat motorik kasar, bahasa, kognitif, sosial,
Terpeutik :
mengalami gangguan teratasi dengan kriteria emosional di tahapan usia anak 1. Untuk menjaga
kenyamanan pasien
kemampuan bertumbuh dan hasil : Tindak
2. Untuk dapat menangkan
berkembang sesuai dengan 1.Keterampilan/perilaku Observasi pasien
Edukasi :
kelomopk usia sesuai usia cukup meningkat 1. Identifikasi pencapain tugas
1. Untuk menghindari pasien
2.Kemampuan melakukan perkembangan anak agar tidak kelelahan
2. Agar pasien dapat
Penyebab : perawatan diri cukup 2. Identifikasi isyarat perilaku dan
melakukan aktivitas secara
1. Efek meningkat fisiologis yang di tujuakan bayi bertahap
3. Untuk mengurangi kelelahan
ketidakmampuan fisik 3.Respon sosial cukup (Mis, lapar, tidak nyaman )
Kolaborasi :
2. Keterbatasan meningkat Terapeutik Untuk memenuhi kebutuhan
energi bagi tubuh

27
lingkungan 4.Kontak mata cukup 1 .Pertahankan sentuhan seminimal
3. Intolerasi respon meningkat mungkin pada baayi prematur
4. Pengabaian 5.Kemerahan regresi cukup 2.Berikan sentuhan yang bersifat
5. Terpisah dari orang menurun gentie dan tidak ragu-raguu
tua dan / atau orang 6.Afek pola tidur Cukup 3.Minimalkan Nyeri
terdekat membaik 4.Minimalakan kebisingan ruang
6. Defisiesnsi stimulus 5.Pertahankan lingkungan yang
Gejala dan Tanda Mayor mendukung perkembangan optimal
Subjektif 6. Motivasi anak berinteraksi dengan
(Tidak tersedia) anak lain
Edukasi
Objektif 1.Jelaskan orang tua dan /atau
1. Tidak mampu melakukan pengasuh tentang milestone
keterampilan atau perilaku perkembangan anak dan perilaku
khas sesuai usia (bahasa, anak
fisik, motorik, psikososial) 2.Anjurakan orang tua menyentuh
2.Pertumbuhan fisik dan menggendong bayinya
terganggu 3. Anjurkan orang tua berinteraksi
dengan anaknya

28
Gejala dan Tanda Minor Kolaborasi
Subjektif Rujuk untuk konseling, jika perlu
(tidak tersedia)

Objektif
1.Tidak mampu melakukan
perawatan diri sesuai usia
2.Afek datar
3. Respon sosial terhambat
4.Kontak mata terbatas
5.Nafsu makan menurun
6.Lesu
7.Mudah marah
8.Regresi
9.Pola tidur terganggu (Pada
bayi)

Kondisi Klinis Terkait


1.Hipotirodisme

29
2.Sindrom gagal tumbuh
(failure to thrive sydromr)
3.Leukimia
4.Defisiensi hormon
pertumbuhan
5.Demensia
6.Delirium
7.Kelainan jantung bawaan
8.Penyakit kronis
9.Gangguan kepribadian
(personality disorder)
4 Gangguan Interaksi Sosial Interaksi Sosial (L.13115) Modifikasi Perilaku Keteramilan Tindakan :
(D.0118) Definisi : Kualitas dan atau Sosial (I.13484) Observasi
Kategori : Relasional kualitas hubungan sosial Definisi : Mengubah penegembangan 1. Untuk menegetahui
Subkategori : Interaksi yang cukup atau peningkatan keterampilan sosial apa yang
sosial interpersonal menyebabkan klien
Definisi : Kuantitas dan/atau Setelah di lakuakan tindakan susah untuk
kualitas hubungan sosial keperawatan selama 3 x 24 Tindakan berinteraksi
yang kurang atau berlebihan jam masalah gangguan Observasi 2. Untuk mengetahui

30
interaksi sosial dengan 1.Identifikasi penyebab kurangnya apakaih klien mau
Penyebab kriteria hasil keterampilan sosial untuk melakukan
1. Defisiensi bicara 1. Perasaan nyaman 2.Identifikasi fokus pelatihan latihan
2.Hambatan dengan situasi sosial keterampilan sosial Terapeutik
perkembangan /maturasi meningkat 1. Agar pasien semangat
3.Ketiadaan orang terdekat 2. Perasaan mudah Terapeutik untuk berinteraksi sosial
4.Perubahan neurologis (Mis, menerima atau 1.Motivasi untuk berlatih keterampilan 2. Untuk mengetahui klien
kelahiran prematur, distres mengkomonikadiksn sosial apakah bisa melakukan
fatal, persalinan cepat atau perasaan meningkat 2.Beri umpan balik positif (Mis, pujian kemampuan sosial
persalina lama ) 3. Responsif pada orang atau penghargaan) terhadap kemampuan 3. Agar keluarga bisa
5.Disfungsi sistem keluarga lain meningkat sosialisasi memantau perkembangan
6.ketidakteraturan atau 4. Minat melakukan 3.Libatkan keluarga selama latihan klien
kecanduan lingkungan kontak emosi cukup keterampilan sosial, jika perlu
7.Penganiayan atau meningkat Edukasi
pengabaian anak 5. Minat melakukan Edukasi 1. Agar klien tau apa tujuan
8.Hubungan orang tua-anak kontak fisik cukup 1.Jelaskan tujuam melatih keterampilan di lakukan keterampilan
tidak memuaskan meningkat sosial sosial
9.Model peran negatif 6. Verbalisasi kasih 2.Jelaksan respon dan konsekwensi 2. Agar klien tau manfaat
10.Implisuf sayang cukup keterampilan sosial dari keterampilan sosial

31
11.Perilaku menentang meningkat 3.Anjurkan mengungkapkan perasaan 3. Agar klien bisa
12.Perolaku agresif 7. Kontak mata akibat masalah yang di alami mengekspresikan apa
13.Keenganan berpisah meningkat 4.Anjurkan mengevaluasi pencapaian yang sedang di alami
dengan orang tedelat 8. Ekpresi wajah setiap interaksi 4. Agar klien bisa
responsif cukup 5.Edeukasi keluarga untuk dukungan melakukan latihan secara
Gejala dan Tanda Mayor meningkat keterampilan sosial mandiri
Subjektif 9. Kooperatif bermain 6.Latih keterampilan sosial secara
1. Merasa tidak nyaman dengan sebaya cukup bertahap
dengan situasi sosial meningkat
2. Merasa sulit menerima 10. Perilaku sesuai usia
atau mengkomonikasikan cukup meningkat
perasaan 11. Gejala cemas
munurun
Objektif
1.Kurang responsif atau
tertarik pada orang lain
2.Tidak berminat melakukan
kontak emosi dan fisik

32
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1.Sulit mengungkapkaan
kasih sayang

Objektif
1.Gejala cemas berat
2.Kontak mata kurang
3.Ekpresi wajah kurang
responsif
4.Tidak koperatif dalam
bermain dan berteman
5.Perilaku tidak sesuai usia

Kondisi klinis Terkait


1.Retardasi mental
2.gangguan austik
3.Atenttion
deficit/hiperactivity dosieder

33
(ADHD)
4.Gangguan perilaku
5.Oppositional defiant
disorder
6.Gangguan kecemasan
perpisahan
7.Sindrom down
1.

2.
5 Komunikasi Verbal Perawatan Telinga (I.06206) Tindakan

Gangguan komunikasi ( L.13118) Observasi :

verbal (D.0119) Setelah melakukan Observasi 1. Tes pendengaran adalah


Kategori: Relasional pengkajian selama 3 × 24 1. Pemeriksaan fungsi pendengaran prosedur pemeriksaan
Subkategori : Interaksi jam tingkat komunikasi 2. Monitor tanda dan gejala infeksi untuk mengetahui
Sosial verbal membaik, dengan telinga (mis. Inflamasi dan kemampuan mendengar
Definisi : Penurunan, Kriteria hasil : pengeluaran cairan) seseorang. Pemeriksaan
pelambatan, atau ketiadaan 1. Kemampuan berbicara 3. Monitor tanda dan gejala dilakukan dengan
kemampuan untuk menerima, meningkat disfungsi telinga (mis. Nyeri, mengukur seberapa baik
memproses, mengirim, suara terhantar ke otak.

34
dan/atau menggunakan 2. Kemampuan nyeri tekan, gatal, perubahan
2. Suara yang didengar berasal
sistem simbol. mendengar meningkat pendegaran, tinitus, vertigo) dari getaran pada udara di
Penyebab : 3. Kesesuaian ekspresi Terapeutik
sekeliling kita, yang
wajah/tubuh meningkat
1. Penurunn sirkulasi 1. Bersihkan telinga luar kemudian membentuk
4. Kontak mata
serebral 2. Bersihkan seruman telinga gelombang suara yang
meningkat
2. Gangguan dengan kapas yang lembut merambat dalam frekuensi
5. Respon perilaku
neuromuskuler 3. Lakukan irigasi telinga,jika tertentu. Proses mendengar
membaik
terjadi saat gelombang suara
3. Gangguan 6. Pemahaman
perlu
masuk melalui telinga dan
pendengaran komunikasi membaik 4. Hindari paparan suara keras
dihantarkan oleh saraf ke
4. Gangguan Edukasi
otak. Proses mendengar ini
muskuloskeletal 1. Jelaskan tanda dan gejala
akan terganggu jika ada
5. Kelainan palatum disfungsi pendengaran
bagian telinga yang rusak,
6. Hambatan fisik (mis. 2. Anjurkan menggunakan sumbat sehingga terjadi gangguan
Terpasang telinga saat berenang atau dalam pendengaran.
trakheostomi, pesawat, jika perlu
3. Paparan suara kencang bisa
intubasi, 3. Ajarkan membersihkan telinga
merusak sel-sel di telinga
krikotiroidektomi) luar bagian dalam Anda.
7. Hambatan individu Kerusakan bisa terjadi
(mis. Ketakutan, dengan paparan jangka

35
kecemasan, merasa
panjang dari suara kencang,
malu, emosional, atau dari suara ledakan
kurang privasi) singkat, seperti suara
8. Hambatan psikologis tembakan. 
(mis. Gangguan
psikotik, gangguan Terapeutik :
konsep diri, harga diri 1. Kotoran telinga berlebih
rendah, gangguan dapat menghambat saluran
emosi) telinga dan pergerakan
9. Hambatan gelombang suara.

limngkungan (mis. Membersihkan kotoran

Ketidakcukupan telinga dapat memperbaiki

informasi, ketiadaan pendengaran


2. Kotoran telinga atau
orang terdekat,
serumen umumnya berupa
ketidaksesuaian
gumpalan lunak, yang
budaya, bahasa asing)
merupakan produksi alami
Gejala dan tanda mayor
dari kelenjar minyak di
DS: ( tidak tersedia )
liang telinga. Gumpalan ini
DO : justru berfungsi untuk

36
1. Tidak mampu melindungi telinga,
berbicara atau berperan memerangkap

mendengar debu, menghambat


pertumbuhan kuman, dan
2. Menunjukan respon
menjaga agar air tidak
tidak sesuai
masuk ke dalam telinga.
Gejala dan tanda minor
Kotoran telinga sebenarnya
DS:( tidak tersedia )
tidak akan menyebabkan
DO: gangguan, jika jumlahnya
1. Afasia tidak berlebihan.
2. Disfasia 3. Gelombang suara lewat
3. Apraksia melalui telinga bagian luar
4. Disleksia dan menyebabkan getaran
5. Disartria pada gendang telinga.

6. Afonia Gendang telinga dan tiga


tulang kecil dari telinga
7. Dislalia
bagian tengah memperkuat
8. Pelo
getaran saat gelombang
9. Gagap
tersebut berjalan ke telinga
10. Tidak ada kontak
bagian dalam. Getaran
mata melewati cairan di rumah

37
11. Sulit memahami siput di bagian dalam
komunikasi telinga (koklea). 
12. Sulit Edukasi :
mempertahankan
1. Ada 3 tipe gangguan
komunikasi pendengaran yang dapat
13. Sulit menggunakan terjadi, yaitu gangguan
ekspresi wajah atau pendengaran konduktif,
tubuh gangguan pendengaran
14. Tidak mampu sensorineural, dan

menggunakan gangguan pendengaran


campuran.
ekspresi wajah atau
2. Menggunakan sumbat
tubuh
telinga saat berenang dapat
15. Sulit menyusun
mencegah terjadinya infeksi
kalimat
pada telinga, karena
16. Verbalisasi tidak tepat
masuknya air seperti otitis
17. Sulit
externa. Otitis externa
menggungkapkan adalah infeksi yang terjadi
kata kata pada saluran yang
18. Disorientasi orang, menyalurkan suara dari luar

38
ruang, waktu
menuju gendang telinga
19. Defisit penglihatan (saluran telinga). Infeksi ini
20. Delusi bisa disebabkan banyak hal,
telinga yang lembap seusai
bermain air sehingga kulit
saluran telinga rentan
mengalami iritasi serta
membentuk media yang
sesuai untuk bakteri dan
jamur hidup, bisa jadi
penyebabnya
3. Kotoran atau serumen yang
dihasilkan oleh kelenjar
dalam saluran telinga
umumnya dapat keluar
dengan sendirinya. Akan
tetapi, untuk jenis kotoran
yang sudah membandel atau
membeku, perlu proses
pengeluaran yang harus

39
dilakukan secara manual.
Namun, yang perlu
diperhatikan,
membersihkan telinga dari
kotoran harus dilakukan
dengan aman agar tidak
menimbulkan gangguan
lain. Kesalahan dalam
membersihkan telinga bisa
menimbulkan dampak
serius terhadap kesehatan
telinga
6 Resiko Cedera (D.0136) Tingkat Cedera (L.14136) Manajemen kesehatan lingkungan Tindakan
Kategori : Lingkungan Definisi : Keparaha dari (I.14513) Observasi
Subkategori : Keamanan cedera yang di amati atau di Definisi : Mengidentifikaso dan 1.Untuk mengetahui
dan proteksi laprtkan mengelola lingkungan fisik untuk keselamat klien
Setelah melakukan meningkatkan keselamatan 2.Untuk mengetahui
Definisi : Beresiko pengkajian selama 3 × 24 keselamatan klien
mengalami bahaya atau jam tingkat cedera membaik, Tindakan
kerusakan fisik yang dengan Kriteria hasil : Observasi Terapeutik

40
menyebabkan seseorang 1. Toleransi aktivitas 1. Identifikasi kebutuhan 1. Agar terjaga keselamatan
tidak lagi sepenuhnya sehat meningkat kselamatan (Mis, kondisi fisik, klien
atau dalam kondisi baik 2. Toleransi makanan fungsi kognitif, dan riwayat 2.Untuk meminimalisir
meningkat perilaku) bahaya yang akan terjadi
Faktor resiko 3. Kejadian cedera 2. Monitor status keselamatan pada klien
Eksternal munurun lingkungan 3.Untuk keamanan dan
1. Terpapar patogen 4. Luka lecet kukup Terapeutik keselamatan klien
2. Terpapar zat kimia menurun 1. Hilangkan bahaya kseselamat Edukasi
toksik 5. Ketegangan otot lingkungan 1.Agar keluarga tau
3. Terpapar agen cukup menurun 2. Modifikasi lingkungan untuk bagaimana resiko bahaya
nosokomial 6. Fraktur menurun meminimalkan bahaya dan yang akan terjadi di
4. Ketidakmampuan 7. Pendarahan menurun resiko lingkungan
transpirtasi 8. Ekspresi wajah 3. Sediakan alat bantu keamanan
Internal kesakitan cukup lingkungan (Mis, commode
1. Ketidakmampuan menurun chair dan pegangan tangan)
profil darah 9. Agitasi menurun 4. Gunakan perangkat pelindung
2. Perubahan orientasi 10. Iritabilitas cukup (Mis, pengekang fiskik, rel
afektif menurun samping, pintu terkunci, pagar)
3. Perubahan sensasi 11. Ganggauan mobilitas 5. Hubungi pihak berwenang

41
4. Disfungsi autoimun menurun sesuai masalah komonitas (Mis,
5. Disfungsi biokimia 12. Ganggauan kognitf puskesmas, polisi, damkar)
6. Hipoksia jaringan menurun 6. Fasilitasi relokasi ke lingkungan
7. Kegagalan 13. Tekanan darah yang aman
mekanisme membaik 7. Lanjutkan program skrining
pertahanan tubuh 14. Frekuensi nadi bahaya lingkungan (Mis, timbal)
8. Malnutrsi menabaik
9. Perubahan fungsi 15. Frekuensi panas Edukasi
psikomotor cukup membaik 1. Ajarkan individu, keluarga dan
10. Perubahan fungsi 16. Pola tidur membaik kelompok resiko tinggi bahaya
kognitif 17. Nafsu makan lingkungan
membaik
Kondisi klinis Terkait
1. Kejang
2. Sinkop
3. Vertigo
4. Gangguan
penglihatan
5. Gangguan

42
pendengaran
6. Penyakit parkinson
7. Hipotensi
8. Kelainan nervus
vestibularis
9. Retardasi mental

43
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Retardasi mental (RM) adalah tingkat fungsi intelektual yang
secara signifikan berada di bawah rata-rata sebagaimana diukur oleh tes
intelegensi yang dilaksanakan secara individua. Istilah lain dari retardasi
mental yang sering digunakan di Indonesia yaitu tunagrahita. Menurut
Apriyanto dalam Utami (2016) tunagrahita merupakan kata lain dari
retardasi mental (mental retardation). Tuna berarti merugi, grahita berarti
pikiran. Retardasi mental (mental retardation atau mentally retarded)
berarti keterbelakangan mental.

4.2 Saran

Semoga Askep Retardasi Mental ini dapat bermanfaat dan menjadi


referensi bagi pembaca, terutama dapat memberikan pemahaman tentang
penyakit Retaldasi Mental.

48
DAFTAR PUSTAKA

Arfandi, Z., & Susilo, E., & Widodo, G., G. (2013). Hubungan Antara Dukungan
Sosial Keluarga Dengan Kempuan Perawatan Diri Pada Anak Retardasi
Mental di SLB Negeri Ungaran. Jurnal Keperawatan. Diakses dari
www.perpusnwu.web.id pada tanggal 12 Januari 2018.
Ariani, P., N. (2016). Gambaran Kemampuan Perawatan Diri Pada Anak
Disabilitas (Tuna Grahita dan Tuna Netra) di Sekolah Luar Biasa Negeri 1
Bantul. Naskah Publikasi.
Ferial, F. (2011). Pengaruh Teknik Bercerita Terhadap Kemampuan Mengelola
Emosi Pada Anak Retardasi Mental Di SLB C Yakut Tanjung Purwokerto.
Skripsi. Diakses dari www.digilib ump.ac.id pada tanggal 14 Januari 2018.
Kemenkes. (2011). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di SLB. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Rivaldi, A., & Adikara, P. P., & Adinugroho, S. (2017). Klasifikasi
Penyimpangan Tumbuh Kembang pada Anak Menggunakan metode
Neighbor Weighted K-Nearest Neighbor (NWKNN). Jurnal Pengembangan
Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer.
Sari Pediatri. 2015. Retardasi Mental Vol. 2, No. 3, Desember 2015: 170-177
Situmeang, J. P., & Bidjuni, H., & Lolong J. (2016). Hubungan Status Sosio
Demografi Dan Status Akademik Anak Dengan Kemandirian Anak
Retardasi Mental di SLB Yayasan Pembinaan Anak Cacat Manado. Jurnal
Keperawatan. Diakses dari www.ejournal.unsrat.ac.id pada tanggal 16
Januari 2018.
Soetjiningsih & Ranuh, I. G., 2014. Tumbuh Kembang Anak. 2nd penyunt.
Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan indicator diagnostic . Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus
pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Utami, D., W. (2016). Layanan Bimbingan Belajar Bagi Anak Retardasi Mental
Di Kelas IV SD Negeri Kalinegoro 6 Magelang. Skripsi.
Yusuf,Ahmad Dkk. 2015.Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta:Salemba Medika.

49
Zakarya, N., Y. (2013). Pengaruh Pelatihan Cuci Tangan Bersih Dengan Metode
Bermain Puzzle Terhadap Kemampuan Melakukan Cuci Tangan Anak
Retardasi mental Di SDLB-C TPA Kabupaten Jember. Skripsi. Diakases
dari www.repository.unej.ac.id pada tanggal 11 Janiuari 2018.

50

Anda mungkin juga menyukai