Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ADHD

(Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Anak

yang diampuh oleh Ns.nurdiana Djamaluddin M.Kep

Di susun Oleh
Kelompok 3 Kelas A
1. Rahmatia kadir 841418036
2. Rosida fadri rasyid 841418005
3. Deal magfira huntonyungo 841418032
4. Fatia Ali 841418018
5. Nurlin Arsyad 841418031
6. Arawindah prameswari 841418011
7. Zatul hikmah katili 841418028

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah “ADHD” dengan baik dan tepat
waktu.Adapun pembuatan makalah ini dilakukan sebagai pemenuhan nilai tugas dari mata
kuliah Keperawatan Anak II .Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk
memberikan manfaat yang berguna bagi pengetahuan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan
membantu dalam pembuatan makalah sehingga semua dapat terselesaikan dengan baik dan
lancar.Selain itu, kami juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
terhadap kekurangan dalam makalah agar selanjutnya kami dapat memberikan karya yang
lebih baik dan sempurna.Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
pengetahuan para pembaca.

Gorontalo, November 2020

Kelompok III

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................2
Daftar Isi.............................................................................................................................3
BAB I : Pendahuluan.........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................4
1.3 Tujuan............................................................................................................................4
BAB II : Konsep Medis......................................................................................................5
2.1 Definisi...........................................................................................................................5
2.2 Etiologi...........................................................................................................................6
2.3 Manifestasi...................................................................................................................10
2.4 Klasifikasi....................................................................................................................11
2.5 Patofisiologi.................................................................................................................12
2.6 Komplikasi...................................................................................................................13
2.7 Penatalaksanaan...........................................................................................................13
2.8 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................18
BAB III : Konsep Keperawatan.....................................................................................23
3.1 Pengkajian....................................................................................................................23
3.2 Diagnosa Keperawatan................................................................................................29
3.3 Intervensi......................................................................................................................30
3.4 Implementasi.................................................................................................................41
BAB IV : Penutup............................................................................................................49
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................49
4.2 Saran............................................................................................................................49
Daftar Pustaka.................................................................................................................50

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut American Academy Pediactrics, Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD) adalah gangguan yang diketahui sebagai gangguan hiperaktifitas defisit-
perhatian adalah suatu kondisi kronologis kronis yang diakibatkan dari adanya
gangguan fungsi pada sistem sistem saraf pusat dan tidak berkaitan dengan jenis
kelamin, tingkat kecerdasan, atau lingkungan kultural. (Saputo, Dwidjo Dr. 2014).
ADHD adalah istilah popular, kependekan dari attention deficit hyperactivity
disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, hyperactivity = hiperaktif, dan
disorder = gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan pemusatan
perhatian disertai hiperaktif. Sebelumnya, pernah ada istilah ADD, kependekan dari
attention deficit disorder yang berarti ‘gangguan pemutusan perhatian’. Pada saat
ditambahkan ‘hiper-activity/hiper-aktif’ penulisan istilahnya menjadi beragam. Ada yang
ditulis ADHD, AD-HD, ada pula yang menulis ADD/H. Tetapi, sebenarnya dari tiga
jenis penulisan istilah itu, maksudnya adalah sama. (Saputo, Dwidjo Dr. 2014)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep medis dari ADHD?
2. Bagaimana konsep keperawatan dari ADHD?
1.3 Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui konsep medis dari ADHD.
2. Untuk dapat mengetahui konsep keperawatan dari ADHD

4
BAB II
KONSEP MEDIS

2.1 Definisi Adhd (Attention Deficit Hyperaktivity Disorder )

Menurut American Academy Pediactrics, Attention Deficit Hyperactivity Disorder


(ADHD) adalah gangguan yang diketahui sebagai gangguan hiperaktifitas defisit-
perhatian adalah suatu kondisi kronologis kronis yang diakibatkan dari adanya
gangguan fungsi pada sistem sistem saraf pusat dan tidak berkaitan dengan jenis
kelamin, tingkat kecerdasan, atau lingkungan kultural. (Saputo, Dwidjo Dr. 2014).
ADHD adalah istilah popular, kependekan dari attention deficit
hyperactivity disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, hyperactivity =
hiperaktif, dan disorder = gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD
berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Sebelumnya, pernah ada
istilah ADD, kependekan dari attention deficit disorder yang berarti ‘gangguan
pemutusan perhatian’. Pada saat ditambahkan ‘hiper-activity/hiper-aktif’ penulisan
istilahnya menjadi beragam. Ada yang ditulis ADHD, AD-HD, ada pula yang
menulis ADD/H. Tetapi, sebenarnya dari tiga jenis penulisan istilah itu,
maksudnya adalah sama. (Saputo, Dwidjo Dr. 2014)
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan
neurobiologis yang ciri-cirinya sudah tampak pada anak sejak kecil. Anak ADHD
mulai menunjukkan banyak masalah ketika SD karena dituntut untuk
memperhatikan pelajaran dengan tenang, belajar berbagai ketrampilan akademik,
dan bergaul dengan teman sebaya sesuai aturan. ADHD adalah gangguan
perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga
menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan.
Ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa
duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang
duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah,
suka meletup- letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan. (Saputo,
Dwidjo Dr. 2014)
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder,
suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (Sulit
memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di otak),

5
Minimal Brain Damage (Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak
bergerak / aktif), dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5% anak usia
sekolah menderita ADHD (Permadi, 2009). Attention deficit/hyperactivity disorder
(ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas adalah gangguan
perilaku yang timbul pada anak dengan pola gejala restless atau tidak bisa diam,
inattive atau tidak dapat memusatkan perhatian pada perilaku impulsive. (Saputo,
Dwidjo Dr. 2014)
Gangguan hiperaktifitas defisit perhatian adalah istilah terakhir dari
serangkaian istilah yang dgunakan oleh ahli psikiatri dan neuorologi untuk
menjelaskan anak dengan intelegensi normal atau hampir normal, tetapi
memperlihatkan pola perilaku abnormal yang terutama ditandai dengan kurangnya
perhatian, mudah teralih perhatiannya, inpulsif, dan hiperaktif serta sering disertai
gangguan belajar serta agresifitas. ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit
Hyperactivity Disorder, suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention
Deficit Disorder (Sulit memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak
beresan kecil di otak. (Saputo, Dwidjo Dr. 2014)
Brain Damage (Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak
bergerak / aktif), dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5% anak usia
sekolah menderita ADHD. Dapat disimpulkan bahwa ADHD adalah gangguan
neurobiologis yang menyebabkan kelainan hiperaktifitas, kecenderungan untuk
mengalami masalah pemusatan perhatian, kontrol diri, dan kebutuhan untuk selalu
mencari stimulasi yang mulai ditunjukkan oleh anak sebelum usia 4 tahun, dan hal
tersebut menyebabkan anak ADHD akan menunjukkan banyak masalah ketika SD
karena dituntut untuk memperhatikan pelajaran dengan tenang, belajar berbagai
ketrampilan akademik, dan bergaul dengan teman sebaya sesuai aturan. (Saputo,
Dwidjo Dr. 2014).
2.2 Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui. Namun ada bukti bahwa faktor biologis dan
genetis berperan dalam ADHD. Faktor biologis berpengaruh pada dua
neurotransmitter di otak, yaitu dopamine dan norepinefrin. Dopamin merupakan zat
yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan social, serta mengontrol
aktifitas fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi, memusatkan perhatian,
dan perasaan. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah lingkungan. Karakter dalam
keluarga juga dapat berperan menimbulkan gejala ADHD. Bahkan dari penelitian

6
di beberapa rumah tahanan, sebagian besar penghuninya ternyata pernah ADHD
pada masa kecilnya. Demikian juga terjadi pada pengguna narkoba. Belum
diketahui apa penyebab pasti anak-anak menjadi hiperaktif. (Sugiarmin & Baihaqi.
2013)
Namun menurut dunia kedokteran, itu terkait dengan faktor biologis dan genetik,
serta lingkungan. Gangguan perilaku pada anak adalah akibat dari interaksi antara
factor alami (nature), yaitu factor bawaan dan lingkungan (nurture). Factor alami
meliputi faktor genetik, gangguan biologik yang telah diperoleh sejak saat anak
dalam kandungan dan pada waktu lahir. Factor lingkungan adalah pengalaman
psikoedukatif dan psikososial yang diperoleh setalh anak lahir, yang meliputi pola
asuh, pendidikan, nutrisi,kondisi lingkungan, teman sebaya, nilai sosial dan
budaya. Sejak awal sampai saat ini, perkembangan konsep diagnosis yang dibuat
untuk gangguan ini menunjukkan perkembangan hipotesis penyebab ganguan ini.
Berbagai penelitian menunjukkan penyebab terjadinya gangguan ini meliputi
berbagai factor yang berpengaruh terhadap fungsi otak. (Sugiarmin & Baihaqi.
2013)
Berbagai penelitian menunjukkan penyebab terjadinya gangguan ini, meliputi
berbagai faktor yang berpengaruh terhadap fungsi otak.
1. Faktor Penyebab
a. Faktor Genetik
Hier (1980) telah menunjukkan adanya hubungan anatara faktor genetik dan
penyebab gangguan ini, yaitu pada anak laki-laki dengan kelebihan Y kromosom
(XYY) menunjukkan peningkatan kejadian hiperaktivitas yang menyertai
kemampuan verbal dan performance rendah. Masalah kesulitan memusatkan
perhatian dan kesulitan belajar juga diakibatkan adanya cacat genetik. Pada anak
perempuan dengan kromosom 45, XO juga menunjukkan kesulitan memusatkan
perhatian dan kesulitan menulis dan menggambar ulang. (Sugiarmin & Baihaqi.
2013)
Adanya hubungan antara faktor gentik dan penyebeb gangguan ini, yaitu
pada anak laki-laki dengan kelebihan Y kromosom (XYY) menujukkan
peningakatan kejadian hiperaktivitas yang menyertai kemampuan verbal dan
performance rendah. Pada fragile X syndrome, yaitu nama anak untuk kondisi di
mana terdapat X kromosom pada lokasi Q27 rapuh, juga dihubungkan dengan
kejadian gejala ADHD, meskipun sebagian besar penderita gangguan ini

7
mengalami retardasi mental. Masalah kesulitan memusatkan perhatian dan
kesulitan belajar juga diakibatkan adanya cacat genetic. (Sugiarmin & Baihaqi.
2013)
Pada anak perempuan dengan kromosom 45, XO juga menunjukkan
kesulitan memusatkan perhatian dan kesulitan menulis dan menggambar ulang.
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab gangguan ini adalah
adanya kromosom abnormal. Orang tua dan saudara dari anak yang menderita
ADHD lebih banyak yang menderita gangguan ini dari pada saudara dari anak
yang tidak mengalami gangguan ini. Resiko besar mengalami gangguan ini pada
saudara anak ADHD menunjukkan adanya pembagian gen yang sama di antara
mereka. Saudara pada tingkat pertama, seperti orangtua, saudara kandung, dan
anak membagikan 50% gen dengan penyandang gangguan ini. Mereka memiliki
resiko lebih besar mengalami gangguan ini dari pada saudara tingkat kedua yang
hanya membagikan gen 25% dengan penyandang gangguan ini. (Sugiarmin &
Baihaqi. 2013)
b. Faktor Neurologik dan Proses dalam Otak
Rutter berpendapat bahwa ADHD adalah gangguan fungsi otak, oleh karena
itu didapatkan defisit aktivasi yang disebabkan oleh adanya patologi di area
prefrontal dan atau sagital frontal pada otak dengan predominasi pada korteks otak.
Adanya kerusakan otak merupakan resiko tinggi terjadinya gangguan psikiatrik
termasuk ADHD. Kerusakan otak pada janin dan neonatal paling sering disebabkan
oleh kondisi hipoksia. (Sugiarmin & Baihaqi. 2013).
Keadaan hipoksia memiliki kecenderungan menyebabkan terjadinya
patologi yang merata pada korteks otak yang menimbulkan gangguan fungsi
integrasi koordinasi dan pengendalian kortikal. Korteks frontal dianggap memiliki
peran penting dalam aktivasi dan integrasi lebih lanjut dari bagian otak lain. Oleh
karena itu, patologi yang merata pada korteks otak dianggap sebagai penyebab
terjadinya gejala lobus frontalis. (Sugiarmin & Baihaqi. 2013).
c. Faktor Neurotransmitter
Berbagai penelitian menunjukkan hasil bahwa gejala aktivitas motorik yang
berlebihan pada ADHD secara patofisiologi disebabkan oleh fungsi norepinefrin
abnormal. Sedangkan gejala lain , yang tidak mampu memusatkan perhatian dan
penurunan vigilance disebabkan oleh fungsi dopaminerjik abnormal. Gangguan

8
pada sistem norepinefrin berpean pada terjadinya gejala ADHD, tetapi tidak
menjadi penyebab tunggal. (Sugiarmin & Baihaqi. 2013)
Terjadinya ADHD disebabkan oleh beberapa sistem yang berbeda tetapi
memiliki hubungan yang erat. Sistem tersebut memiliki peran yang berbeda
terhadap metabolisme dopamin atau norepinefrin. Meskipun berbagai obat anti
ADHD memiliki komposisi kimiawi berbeda, mekanisme kerja obat tersebut sama
baik dengan dopaminerjik ataupun norepinefrinerjik. Norepinefrin dan dopamin
adalah poten agonis pada reseptor D4 di celah pascasinaptik, gen reseptor dopamin
D4 (DRD 4) sampai saat ini telah dianggap sebagai penyebab gangguan ini.
(Sugiarmin & Baihaqi. 2013)
d. Faktor Psikososial
Willis dan Lovaas berpendapat bahwa perilaku hiperaktivitas disebabkan
oleh buruknya rangsang pengendalian oleh perintah dari ibu, dan pengaturan
perilaku yang buruk pada anak timbul dari manjemen pengasuhan orangtua yang
buruk. Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh faktor lingkungan
terhadap terjadinya gangguan ini seperti stimulasi berlebihan oleh orangtua pada
waktu mengasuh anak dan masalah psikologis yang terjadi pada orngtua.
(Sugiarmin & Baihaqi. 2013).
e. Faktor Lingkungan
Berbagai toksin endogen juga pernah dianggap sebagai penyebab ADHD.
Seperti keracunan timbal, aditif makanan, dan reaksi alergi. Akan tetapi berbagai
penelitian terhadap faktor tersebut belum ada yang menunjukkan bukti adanya
hubungan yang bermakna antara faktor tersebut dengan ADHD. (Sugiarmin &
Baihaqi. 2013)
2. Faktor Predisposisi
a. Teori psikodonamika.
Teori Mahler (1975) mengusulkan bahwa anak dengan ADHD adalah tetap
pada fase simbiotik dari perkembangan dan belum membedakan diri dengan
ibunya. Perkembangan ego mundur, dan dimanifestasikan perilaku impulsif dan
diperintahkan. (Sugiarmin & Baihaqi. 2013).
b. Teori biologia.
DSM-III-R menyatakan bahwa abnormalitas sistem saraf pusat (SSP),
seperti adnya neurotoksin-neurotoksin, serebral palsi, epilepsi, dan perilaku-
perilaku neurologis yang menyimpang lainnya, disebut sebagai faktor predisposisi.

9
Lingkungan-lingkungan yang tidak teratur atau semrawut serta penyiksaan dan
pengabaian terhadap anak dapat merupakan faktor-faktor predisposisi pada
beberapa kasus. (Sugiarmin & Baihaqi. 2013).
c. Teori dinamika keluarga.
Bowen (1978) mengusulkan bahwa bila ada hubungan pasangan
disfungsional, fokus dari gangguan dipindahkan pada anak, dimana perilakunya
lambat laun mulai mencerminkan pola-pola dari gangguan fungsi system.
(Sugiarmin & Baihaqi. 2013).

2.3 Manifestasi Klinik


Menurut Diagnostic and Satatistical Manual of Mental Disorder (DSM), terdapat 3
gejala utama ADHD, yaitu : (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)
1. Inatensi
Yaitu anak ADHD menujukkan kesulitan memusatkan perhatian
dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama.
Masalah tersebut antara lain: (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)
a. Sering tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu hal secara detail/rinci
b. Sering membuat kesalahan karena ceroboh
c. Sulit mempertahankan perhatiannya pada tugas-tugas atau aktivitas bermain
d. Segera tidak mendengar sewaktu diajak bicara
e. Sering tidak mengikuti perintah/cenderung menentang dan tidak memahami
perintah
f. Sering tidak dapa mengorganisir / mengatur tugas-tugas / aktivitasnya
g. Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas-tugas yang
menuntut ketahanan mental
h. Sering kehilangan barang
i. Perhatiannya mudah beralih
j. Pelupa
2. Hiperaktivitas
Yaitu anak ADHD juga menunjukkan aktivitas yang sangat berlebihan atau
tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas motorik maupun
verbal. Berikut merupakan perilaku anak yang menunjukkan hiperaktivitas:
(Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)

10
a. Kaki dan tangan tidak dapat tenang
b. Berteriak-teriak di tempat duduknya
c. Sering meninggalkan tempat duduknya sewaktu di kelas
d. Berlari kesana kemari
e. Sulit melakukan aktivitas/bermain dengan tenang
f. Ada saja hal yang dilakukan
g. Seringkali berbicara dengan suara yang keras
3. Impulsivitas atau Perilaku Impulsif
Anak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu menghambat
tingkah lakunya pada waktu memberikan respon terhadap tuntutan situasional
dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama.
Berikut merupakan perilaku impulsif yang mencirikan sebagai anak penderita
ADHD: (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)
a. Menjawab sebelum selesai pertanyaan
b. Sulit menunggu giliran
c. Sering menginterupsi atau mengintrusi orang lain (misal orang lain
sedang berbicara atau bermain
2.4 Klasifikasi
1) Tipe ADHD Gabungan
Untuk mengetahui ADHD tipe ini dapat didiagnosis atau dideteksi oleh
adanya paling sedikit 6 diantara 9 kriteria untuk perhatian, ditambah paling sedikit
6 diantara 9 kriteria untuk hiperaktivitas impulsifitas. Munculnya enam gejala
tersebut berkali-kali sampai dengan tingkat yang signifikan disertai adanya
beberapa bukti, antara lain sebagai berikut : (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)
a. Gejala-gejala tersebut tampak sebelum anak mencapai usia 7 tahun.
b. Gejala-gejala diwujudkan pada paling sedikit dua seting yang berbeda.
c. Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang signifikan dalam
kemampuan akademik.
d. Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh kondisi
psikologi atau psikiatri lainnya.
2) Tipe ADHD kurang memerhatikan dan Tipe ADHD hiperaktif impulsive
Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis oleh adanya paling
sedikit 6 diantara 9 gejala untuk perhatian dan mengakui bahwa individu- individu
tertentu mengalami sikap kurang memerhatikan yang mendalam tanpa

11
hiperaktivitas atau impulsifitas. Hal ini merupakan salah satu alas an mengapa
dalam beberapa buku teks, kita menemukan ADHD ditulis dengan garis –AD/HD.
Hal ini membedakan bahwa ADHD kurang memerhatikan dari jenis ketiga yang
dikenal dengan tipe hiperaktif impulsive. (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)
3) Tipe ADHD hiperaktif impulsive
Tipe ketiga ini menuntut paling sedikit 6 diantara 9 gejala yang terdaftar
pada bagian hiperaktif impulsifitas. Tipe ADHD kurang memerhatikan ini
mengacu pada anak-anak yang mengalami kesulitan lebih besar dengan memori
(ingatan) mereka dan kecepatan motor perceptual (persepsi gerak), cenderung
untuk melamun dan kerap kali menyendiri secara social. (Aditama. Taylor,
Cynthia. 2015).
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi ADHD atau di indonesia dikenal dengan GPPH (Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif) memang tak jelas. Ada sejumlah teori yang
membicarakan patofisiologi ADHD. Penelitian pada anak ADHD telah
menunjukkan ada penurunan volume korteks prefrontal sebelah kiri, Penemuan ini
menunjukkan bahwa gejala ADHD inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas
menggambarkan adanya disfungsi lobus frontalis, tetapi arealain di otak khususnya
cerebellum juga terkena. Penelitian “neuroimaging” pada anak ADHD tak selalu
memberikan hasil yang konsisten, pada tahun 2008 hasilnya neuroimaging hanya
digunakan untuk penelitian, bukan untuk membuat diagnosa. Hasil penelitian
“neuroimaging”, neuropsikologi genetik dan neurokimiawi mendapatkan ada 4 area
frontostriatal yang memainkan peran patofsiologi ADHD yakni : korteks prefrontal
lateral, korteks cingulate dorsoanterior, kaudatus dan putamen. Pada sebuah
penelitian anak ADHD ada kelambatan perkembangan struktur otak tertentu rata-
rata pada usia 3 tahun, di mana gejala ADHD terjadi pada usia sekolah dasar.
(Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)
Kelambatan perkembangan terutama pada lobus temporal dan korteks
frontalis yang dipercaya bertanggung jawab pada kemampuan mengontrol dan
memusat-kan proses berpikirnya. Sebaliknya, korteks motorik pada anak hiperaktif
terlihat berkembang lebih cepat matang daripada anak normal, yang
mengakibatkan adanya perkembangan yang lebih lambat dalam mengontrol
tingkah lakunya, namun ternyata lebih cepat dalam perkembangan motorik,
sehingga tercipta gejala tak bisa diam, yang khas pada anak ADHD. Hal ini

12
menjadi alasan bahwa pengobatan stimulansia akan mempengaruhi faktor
pertumbuhan dari susunan saraf pusat. (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)
Pada pemeriksaan laboratorium telah didapatkan bahwa adanya 7 repeat
allele DRD4 gene (Dopamine 04 receptor gene) di mana merupakan 30% risiko
genetik untuk anak ADHD di mana ada penipisan korteks sebelah kanan otak,
daerah otak ini penebalannya jadi normal sesudah usia 10 tahun bersamaan dengan
kesembuhan klinis gejala ADHD. Dari aspek patofisiologik, ADHD dianggap
adanya disregulasi dari neurotransmitter dopamine dan norepinephrine akibat
gangguan metabolisme catecholamine di cortex cerebral. Neuron yang
menghasilkan dopamine dan norepinephrine berasal dari mesenphalon. Nucleus
sistem dopaminergik adalah substansia nigra dan tigmentum anterior dan nucleus
sistem norepinephrine adalah locus ceroleus. (Aditama. Taylor, Cynthia. 2015)
2.6 Komplikasi
a. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi, dan penyakit ansietas .
b. Pencapaian akademik kurang, gagal disekolah, sulit membaca dan mengerjakan
aritmatika ( sering kali akibat abnormalitas konsentrasi ).
c. Hubungan dengan teman sebaya buruk ( sering kali perilaku agresif dan kata-
kata yang diungkapkan ).
d. IQ rendah / kesulitan belajar ( anak tidak duduk tenang dan belajar ).
e. Resiko kecelakaan ( karena impulsivitas ).
f. Percaya diri rendah dan penolakan teman-teman sebaya ( perilakunya membuat
anak-anak lainnya marah ). (Wilksinson, Judith. 2014)
2.7 Penatalaksanaan
A. Perawatan
Perawatan yang dapat dilakukan orang tua terhadap anak yang menderita ADHD
antara lain : (Wilksinson, Judith. 2014)
a) Terapi medis : Mengendalikan simptom-simptom ADHD di sekolah dan
rumah.
b) Pelatihan manajemen orang tua : Mengendalikan perilaku anak yang
merusak di rumah, mengurangi konflik antara orangtua dan anak serta
meningkatkan pro-sosial dan perilaku regulasi diri.
c) Intervensi pendidikan : Mengendalikan perilaku yang merusak di kelas,
meningkatkan kemampuan akademik serta mengajarkan perilaku pro
sosial dan regulasi diri.

13
d) Merencanakan program-program bulanan : Melakukan penyesuaian di
rumah dan keberhasilan ke depan di sekolah dengan mengombinasikan
perlakukan tambahan dan pokok dalam program terapi.
e) Melakukan konseling keluarga : Coping terhadap stres keluarga dan
individu yang berkaitan dengan ADHD, termasuk kekacauan hati dan
permasalahan suami istri.
f) Mencari kelompok pendukung : Menghubungkan anak dewasa dengan orang
tua anak ADHD lainnya, berbagi informasi dan pengalaman mengenai
permasalahan umum dan memberi dukungan moral.
g) Melakukan konseling individu : Memberi dukungan di mana anak dapat
membahas permasalahan dan curahan hati pribadinya.
Menurut Videbeck (2018) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
pada anak dengan  Attention Deficyt Hyperactivity Disorder (ADHD) antara
lain :
1. Memastikan keamanan anak dan keamanan orang lain dengan :
a. Hentikan perilaku yang tidak aman
b. Berikan petunjuk yang jelas tentang perilaku yang dapat diterima
dan yang tidakdapat diterima
c. Berikan pengawasan yang ketat
2. Meningka kan performa peran dengan cara :
a. Berikan umpan balik positif saat memenuhi harapan
b. Manajemen lingkungan (misalnya tempat yang tenang dan bebas
dari distraksi untuk menyelesaikan tugas)
3. Menyederhanakan instruksi/perintah untuk :
a. Dapatkan perhatian penuh anak
b. Bagi tugas yang kompleks menjadi tugas-tugaskecil
c. Izinkan beristirahat
4. Mengatur rutinitas sehari-hari
a. Tetapkan jadwal sehari-hari
b. Minimalkan perubahan
5. Penyuluhan dan dukungan kepada klien/keluarga dengan mendengarkan
perasaan dan frustasi orang tua
6. Berikan nutrisi yang adekuat pada anak yang mengalami ADHD

14
Menurut Verayanti (2008) pengaturan nutrisi ini bermanfaat sebagai salah satu
cara yang digunakan untuk mengendalikan gejala-gejala pada anak ADHD.
Selain tidak berbahaya, pengaturan nutrisi ini aman digunakan dalam jangka
panjang. Bagaimana nutrisi yang dianggap tepat untuk anakADHD :
a. Rendah karbohidrat dan tinggi protein. Untuk makan pagi 60% -
70% protein dan 30% - 40% karbohidrat, makan siang dan maka nmalam
50% protein dan 50% karbohidrat. Karbohidrat yang dikonsumsi juga
yang merupakan karbohidrat kompleks sehingga tidak mudah diubah
menjadi gula, seperti whole wheat, kacang-kacangan, dll.
b. Menghindari bahan-bahan yang membuat alergi pada anak ADHD
karena anak ADHD sangat sensitive sehingga mudah terjadi alergi yang
bermanifestasidalambentukbatuk, influenza karenaalergi, dll. Bahan-bahan
yang harus dihindari seperti MSG, pewarna, pengawet, jugasusu, tepung,
kedelai, jagung, telur, kacang, dll.
c. Rendah gula. Hindari makanan-makanan yang banyak mengandung
gula seperti donat, permen, soft drinks, eskrim, dan cokelat. Setiap sendok
gula yang berkurang sangat berguna. Gula menyebabkan usus halus
menjadi permeable terhadap alergen. Tingginya kadar gula dalam tubuh
juga akan mengakibat kan kadar insulin tinggi. Kadar insulin yang tinggi
akan mengakibat kan emosi yang labil sehingga dapat memperparah
keadaan anak ADHD.
d. Makan banyak sayuran dan buah
e. Minum banyak air. 80% otak terdiri dari air sehingga dengan
meningkatkan konsumsi air menjadi 7-8 gelas perhariakan baik untuk
otak. Teh, susu, juice tidak termasuk air, jadihanya air yang dianggap air.
f. Menghindari makanan yang mengandung salisilat seperti : kacang
almond, plum, prune, apel dan cukaapel, raspberrie, apricot, anggur dan
cuka dari anggur, strawberry, blackberry, teh, ceri, nectarine, tomat, jeruk,
timun dan acar, peach, wine dan cuka dari wine. Salisilat dapat
menghambat kerja enzim dalam otak yang berfungsi untuk mengurangi
kesensitifan otak terhadap reaksi alergi.
g. Mengkonsumsi suplemen seperti vitamin B, zinc, chromium,
tembaga, besi, magnesium, kalsium, amino acid chelates dan flavenoids.

15
Pada anak ADHD sering terdapat defisiensi zat-zat tersebut karena
pengeluaran zat tersebut dari urine secara berlebihan.
h. Menghindari paparan logam berat seperti tambalan gigi dari
amalgam, kawat gigi dari nikel, dll.
i. Kafein dapat digunakan sebagai stimulant susunan saraf pusat yang
mempunyai efek vasodilator yang dibutuhkan oleh otak karena pada anak
ADHD terjadikekurangan aliran darah kebagian-bagian otak.

B. Pengobatan
Pengobatan terhadap anak dengan ADHD umumnya dilakukan dengan
berbagai pendekatan termasuk program pendidikan khusus, modifikasi perilaku,
pengobatan melalui obat-obatan dan konseling. Disamping pendekatan yang
kontroversial antara lain melakukan diet khusus dan penggunaan obat-obatan serta
vitamin-vitamin tertentu). Obat stimulan yang sering digunakan untuk mengobati
ADHD antara lain : (Wilksinson, Judith. 2014)
1) Metilfenidat (Ritalin) Dosis 10-60 dalam 2 – 4 dosis yang terbagi.
Intervensi keperawatan pantau supresi nafsu makan yang turun, atau
kelambatan pertumbuhan, berikan setelah makan, efek obat lengkap
dalam 2 hari.
2) Dekstroamfetamin (Dexedrine) amfetamin (Adderall) Dosis 3-40 dalam
2 atau 3 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan, pantau adanya
insomnia, berikan setelah makan untuk mengurangi efek supresi nafsu
makan, efek obat lengkap dalam 2 hari.
3) Pemolin (Cylert) Dosis 37,5-112,5 dalam satu dosis harian. Intervensi
keperawatan pantay peningkatan tes fungsi hati dan supresi nafsu
makan, dapat berlangsung 2 minggu untuk mencapai efek obat yang
lengkap.
Selain 3 obat stimulan diatas ada juga obat stimulan yang biasa digunakan untuk
pengobatan anak dengan ADHD, yaitu:
1. Stimulan merupakan obat yang paling banyak dipergunakan untuk
ADHD. Dalam kelompok stimulant terdapat AdderallÆ (gabungan
garam dari amphtamine), DextroStatÆ (dextroamphetamine sulfate),
dan RitalinÆ (methylphenidate HCL). Stimulan bereaksi cepat dan
efek sampingnya ringan. Disebut stimulant karena bias memberikan

16
energy bagi mental untuk memusat kan perhatian pada apa yang sedang
dikerjakan. Pengobatan ada yang diberikan dalam dosis dobel dalam
sehari.
2. TCA (Tri-Cyclic Antidepressants) merupakanjenis anti depresi. TCA
sangat efektif untuk mengatasi suasana hati yang berubah-ubah dan
diminum hanya satu kali dalam sehari. Namun TCA bekerja lebih
lambat dan lebih berisiko dalam penggunaannya. Jika pengobatan
dengan stimulant tidak menolong TCA boleh dicoba.
3. Wellbutrin ( buproprion ) merupakan jenis antidepresan yang telah
dipergunakan dalam pengobatan ADHD meskipun belum mendapat
persetujuan dari FDA. Obat ini bukan TCA, tetapi mempunyai
kegunaan dan efek samping yang sama.
4. Catapres (clonidine) dulunya dipergunakan untukp engobatan penyakit
darah tinggi. Obat ini dipergunakan dalam pengobatan ADHD,
terutama bagi penderita gejala hiperaktif dan impulsif, meskipun juga
belum mendapat persetujuan FDA. Obat ini berbentuk kecil atau pil.
Anak-anak yang diberi Catapresakan menjadingantuk.
Peran Orang Tua Pada Anak ADHD
1. Sedini mungkin membiasakan anaknya untuk hidup dalam suatu aturan.
Dengan menerapkan peraturan secara konsisten, anak dapat belajar
untuk mengendalikan emosinya.
2. Sedini mungkin memberikan kepercayaan dan tanggung jawab terhadap
apa yang seharusnya dapat dilakukan anak.
3. Kenali kondisi diri dan psikis anak. Dengan mengenali, orang tua tak
akan memberikan tekanan yang berlebihan, yang dapat menyebabkan
penolakan anak untuk melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.
4. Upayakan untuk menyediakan ruang belajar yang jauh dari gangguan
televisi, mainan atau kebisingan.
5. Sedini mungkin melakukan monitoring dan evaluasi secara
berkelanjutan, dan konsisten terhadap terapi yang sedang dijalankan
oleh anak anda.
6. Biasakan anak untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk tulisan
atau gambar.

17
7. Aturlah pola makan anak, hindari makanan dan minuman dengan kadar
gula dan karbohidrat yang tinggi.
8. Ajaklah anak berekreasi ke tempat-tempat yang indah. Hal ini akan
membantu anak untuk berpikiran positif.
9. Ajaklah anak untuk berlatih menenangkan diri. Misalnya dengan menarik
nafas dalam-dalam dan keluarkan lewat mulut. Latihan ini bisa dilakukan
berulang-ulang. (Wilksinson, Judith. 2014)
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges, 2007 pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak
dengan ADHD antara lain : (Wilksinson, Judith. 2014)
a. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau
hipotiroid yang memperberat masalah.
b. Tes neurologist (misalnya EEG, CT scan) menentukan adanya gangguan
otak organic.
c. Tes psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya gangguan ansietas,
mengidentifikasi bawaan, retardasi borderline atau anak tidak mampu
belajar dan mengkaji responsivitas social dan perkembangan bahasa.
d. Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya gejala fisik
(misalnya ruam, penyakit saluran pernapasan atas, atau gejala alergi lain,
infeksi SSP). e. Pemeriksaan darah : Ditemukan toksin dalam darah
penderita ADHD.
Selain itu dilakukan skrining DDTK pada anak pra sekolah dengan ADHD :
Tujuannya adalah untuk mengetahui secara dini anak adnya Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada anak umur 36 bulan ke atas. Jadwal
deteksi dini GPPH pada anak prasekolah dilakukan atas indikasi atau bila ada
keluhan dari orang tua/pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader
kesehatan, BKB, petugas PADU, pengelola TPA, dan guru TK. Keluhan tersebut
dapat berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini : (Wilksinson, Judith.
2014)
a. Anak tidak bisa duduk tenang
b. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
c. Perubahan suasan hati yang yang mendadak/impulsive Alat yang digunakan
adalah formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian
danHiperaktivitas/GPPH (Abbreviated Conners Ratting Scale) yaitu

18
Formulir yang terdiri dari 10 pertanyaan yang ditanyakan kepada orangtua /
pengasuh anak / guru TK dan pertanyaan yang perlu pengamatan
pemeriksa.
Cara menggunakan formulir deteksi dini GPPH : (Wilksinson, Judith. 2014)
a. Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu perilakuyang
tertulis pada formulir deteksi dini GPPH. Jelaskan kepada orangtua / pengasuh
anak untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.
b. Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan pertanyaan pada formulir
deteksi dini GPPH.
c. Keadaan yang ditanyakan/diamati ada pada anak dimanapun anak berada,misal
ketika di rumah, sekolah, pasar, took, dll. Setiap saat dan ketika anak dengan
siapa saja.
d. Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama dilakukan
pemeriksaan. Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.

19
Pathway

Genetik Trauma kelahiran lingkugan

Kerusakan sistem saraf Penurunan Neurubiologis dan Zat adiktif/kimia, dan


(Hipofungsi dopamine dan Neurotransmiter makanan
. neropinefrin)

Hipofungsi lobus Frontal ADHD ( attention Deficit


hyperaktify discorder)

Inatentiveness, Hiperaktif, impulsif

Proses berfikir terganggu Tidak bisa diam dalam bergerak Perilaku terganggu

Ketidak mampuanatensi terhada Aktivitas tak terkendali Kemampuan performa dan


lingkungan sekitar verbal menurun

20
Sulit berkonsentrasi dan Tidak mampu mendeteksi Tidak mampu menghambat
berinteraksi bahaya tingkah lakunya terhadap respon

gangguan interaksi
Resiko cedera Resiko gangguan
sosial
perkembangan

Asik dengan dunianya sendiri

Merasa berbeda dan memiliki


kekurangan

Malu dan menarik diri

Koping tidak efektif

21
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
I. IDENTITAS
1. Nama :Tidak terkaji
2. Tgl. Lahir : Tidak terkaji
3. Usia : Tidak terkaji
4. Pendidikan : Tidak terkaji
5. Alamat : Tidak terkaji
6. Nama Ayah/Ibu : Tidak terkaji
7. Pekerjaan Ayah : Tidak terkaji
8. Pekerjaan Ibu : Tidak terkaji
9. Agama : Tidak terkaji
10. Alamat : Tidak terkaji
11. Suku / Bangsa : Tidak terkaji
II.KELUHAN UTAMA
Tidak terkaji
III.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Untuk mengetahui lebih detail hal yang berhubungan dengan keluhan utama
1. Munculnya keluhan
a) Tanggal munculnya keluhan : Tidak terkaji
b) Waktu munculnya keluhan (gradual / tiba-tiba) : Tidak terkaji
c) Presipitasi / predisposisi (perubahan emosional, kelelahan,
kehamilan,lingkungan, toksin/allergen, infeksi) : Tidak terkaji
2. Karakteristik
a) Karakter (kualitas, kuantitas, konsistensi) : Tidak terkaji
b) Lokasi dan radiasi : Tidak terkaji
c) Timing (terus menerus / intermiten, durasi setiap kalinya) : Tidak terkaji
d) Hal-hal yang meningkatkan / menghilangkan / mengurangi keluhan : Tidak
terkaji
e) Gejala-gejala lain yang berhubungan : Tidak terkaji
3. Masalah sejak muncul keluhan
Insiden

22
a. Serangan mendadak berulang : Tidak terkaji
1) Kejadian mendadak berulang
2) Kejadian sehari-hari
3) Kejadian periodic
b. Perkembangan (membaik, memburuk, tidak berubah) : Tidak terkaji
c. Efek dari pengobatan : Tidak terkaji
IV.RIWAYAT MASA LAMPAU
1. Prenatal
a. Keluhan saat hamil : Tidak terkaji
b. Tempat ANC : Tidak terkaji
c. Kebutuhan nutrisi saat hamil : Tidak terkaji
d. Usia kehamilan (preterm, aterm, post term) : Tidak terkaji
e. Kesehatan saat hamil dan obat yang diminum : Tidak terkaji
2. Natal (untuk bayi/anak yang masih kecil)
a. Tindakan persalinan : Tidak terkaji
b. Tempat bersalin : Tidak terkaji
c. Obat-obatan : Tidak terkaji
3. Post natal (untuk bayi/anak yang masih kecil)
a. Kondisi kesehatan : Tidak terkaji
b. Apgar score : Tidak terkaji
c. BB lahir, PB lahir, anomaly kongenital : Tidak terkaji
4. Penyakit waktu kecil (gejala, dan penanganannya) : Tidak terkaji
5. Pernah dirawat di RS
a. Penyakit yang diderita : Tidak terkaji
b. Respon emosional waktu dirawat : Tidak terkaji
6. Obat-obat yang digunakan (pernah / sedang digunakan)
a. Nama obat dan dosis : Tidak terkaji
b. Schedule, durasi : Tidak terkaji
c. Alasan penggunaan : Tidak terkaji
7. Allergi
a. Pernah menderita Astma, eczema : Tidak terkaji
b. Reaksi yang tidak biasa terhadap makanan, binatang,obat, tanaman/ produk
rumah tangga : Tidak terkaji
c. Kecelakaan (jenis kecelakaan, akibat dan penanganannya) : Tidak terkaji

23
d. Imunisasi ( imunisasi yang pernah didapat, usia dan reaksi waktu imunisasi) :
Tidak terkaji
V. RIWAYAT KELUARGA
1. Penyakit yang pernah / sedang diderita oleh keluarga ( baik berhubungan / tidak
berhubungan dengan penyakit yang diderita klien ) : Tidak terkaji
2. Gambar genogram dengan ketentuan yang berlaku (symbol dan 3 generasi) : Tidak
terkaji
VI. RIWAYAT SOSIAL
1. Yang mengasuh anak dan alasannya : Tidak terkaji
2. Pembawaan secara umum (periang, pemalu, pendiam dan kebiasaan menghisap
jari, membawa gombal, ngompol) : Tidak terkaji
3. Lingkungan rumah (kebersihan, keamanan, ancaman keselamatan anak, ventilasi,
letak barang-barang) : Tidak terkaji
VII. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI
1. Diagnosis medis : ADHD
2. Tindakan operasi : Tidak terkaji
3. Obat-obatan : Tidak terkaji
4. Tindakan keperawatan : Tidak terkaji
5. Hasil laboratorium : Tidak terkaji
6. Data tambahan : Tidak terkaji
VIII. PENGKAJIAN POLA FUNGSI GORDON
1. Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
a. Status kesehatan anak sejak lahir : Tidak terkaji
b. Pemeriksaan kesehatan secara rutin, imunisasi : Tidak terkaji
c. Penyakit yang menyebabkan anak absent dari sekolah : Tidak terkaji
d. Praktek pencegahan kecelakaan (pakaian, menukar popok, dll) : Tidak terkaji
e. Kebiasaan merokok orang tua : Tidak terkaji
f. Keamanan tempat bermain anak dari kendaraan : Tidak terkaji
g. Praktek keamanan orang tua (produk rumah tangga, menyimpan obat-obatan,
dll) : Tidak terkaji
2. Nutrisi metabolik
a. Pemberian ASI / PASI , jumlah minum, kekuatan menghisap : Tidak terkaji
b. Makanan yang disukai / tidak disukai : Tidak terkaji

24
c. Makanan dan minuman selama 24 jam, adakah makanan tambahan/vitamin :
Tidak terkaji
d. Kebiasaan makan : Tidak terkaji
e. Alat makan yang digunakan : Tidak terkaji
f. BB lahir dan BB saat ini : Tidak terkaji
g. Masalah di kulit : rash, lesi, dll : Tidak terkaji
Orang tua ;
Status nutrisi orang tua / keluarga ? masalah ? : Tidak terkaji
3. Pola eliminasi
a. Pola edefekasi (kesulitan, kebiasaan, ada darah/tidak) : Tidak terkaji
b. Mengganti pakaian dalam / diapers (bayi) : Tidak terkaji
c. Pola eliminasi urin (frekuensi ganti popok basah / hari, kekuatan keluarnya uin,
bau, warna ) : Tidak terkaji
Orang tua : pola eliminasi, masalah ? : Tidak terkaji
4. Aktivitas dan pola latihan
a. Rutinitas mandi (kapan, bagaimana, di mana, sabun yang digunakan ) : Tidak
terkaji
b. Kebersihan sehari-hari : Tidak terkaji
c. Aktivitas sehari-hari (jenis permaian, lama, teman bermain, penampilan anak
saat bermain, dll) : Tidak terkaji
d. Tingkat aktivitas anak/bayi secara umum, tolerans . : Tidak terkaji
e. Persepsi terhadap kekuatan ( kuat/lemah) : Tidak terkaji
f. Kemampuan kemandirian anak ( mandi, makan, toileting, berpakaian, dll) :
Tidak terkaji
Orang tua : Aktivitas / pola latihan, pemeliharaan anak/rumah : Tidak terkaji
5. Pola istirahat tidur
a. Pola istirahat / tidur anak (jumlahnya) : Tidak terkaji
b. Perubahan pola istirahat, mimpi buruk, nocturia : Tidak terkaji
c. Posisi tidur anak? Gerakan tubuh? : Tidak terkaji
Orang tua : pola tidur orang tua : Tidak terkaji
6. Pola kognitif – persepsi
a. Reponsive secara umum anak : Tidak terkaji
b. Respons anak untuk bicara, suara, objek sentuhan? : Tidak terkaji

25
c. Apakah anak mengikuti objek dengan matanya? Respon untuk meraih mainan :
Tidak terkaji
d. Vokal suara, pola bicara kata-kata, kalimat? : Tidak terkaji
e. Gunakan stimulasi, bicara mainan, dsb. : Tidak terkaji
f. Kemampuan untuk mengatakan nama, waktu, alamat, nomor telepon, dsb :
Tidak terkaji
g. Kemampuan anak untuk mengidentifikasi kebutuhan : lapar, haus, nyeri, tidak
nyaman. : Tidak terkaji
Orang tua :
h. Masalah dengan penglihatan, pendengaran, sentuhan, dsb. : Tidak terkaji
i. Kesulitan membuat keputusan, judgments. : Tidak terkaji
7. Persepsi diri – pola konsep diri
a. Status mood bayi / anak (irritabilitas) : Tidak terkaji
b. Pemahaman anak terhadap identitas diri, kompetensi,dll Anak / bayi : Tidak
terkaji
c. Status mood? : Tidak terkaji
d. Banyak teman / seperti yang lain? : Tidak terkaji
e. Persepsi diri (“baik” umumnya waktu? Sulit untuk menjadi “baik”) : Tidak
terkaji
f. Kesiapan / takut? : Tidak terkaji
Orang tua :
g. Perspsi diri sebagai orang tua : Tidak terkaji
h. Pendapat umum tentang identitas, kompetensi? : Tidak terkaji
8. Pola peran – hubungan
a. Struktur keluarga. : Tidak terkaji
b. Masalah / stressor keluarga : Tidak terkaji
c. Interaksi antara anggota keluarga dan anak. : Tidak terkaji
d. Respon anak / bayi terhadap perpisahan. : Tidak terkaji
e. Anak : ketergantungan? Pola bermain? : Tidak terkaji
f. Anak : temperantrum? Masalah disiplin? Penyesuaian sekolah? : Tidak terkaji
Orang tua :
g. Peran ikatan? Kepuasan? : Tidak terkaji
h. Pekerjaan / social / hubungan perkawinan : Tidak terkaji
9. Seksualitas

26
a. Perasaan sebagai laki-laki / perempuan? (gender) : Tidak terkaji
b. Pertanyaan sekitar sexuality? Bagaiamana respon orang tua? : Tidak terkaji
Orang tua :
a. Riwayat reproduksi : Tidak terkaji
b. Kepuasan seksual / masalah? : Tidak terkaji
10. Koping – pola toleransi stress
a. Apa yang menyebabkan stress pada anak? Tingkat stress? Toleransi? : Tidak
terkaji
b. Pola penanganan masalah, keyakinan agama : Tidak terkaji
Orang tua :
c. Sesuatu yang bernilai dalam hidupnya(spirituality) semangat untuk masa
depan? : Tidak terkaji
d. Keyakinan : Tidak terkaji
11. Nilai – pola keyakinan
a. Perkembangan moral anak, pemilihan perilaku, komitmen? : Tidak terkaji
b. Keyakinan akan kesehatan, keyakinan agama : Tidak terkaji
Orang tua :
c. Sesuatu yang bernilai dalam hidupnya(spirituality) semangat untuk masa
depan? : Tidak terkaji
d. Keyakinan akan kesembuhan, dampak penyakit dan tujuan : Tidak terkaji
IX.PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Komposmentis
2. Tanda-tanda vital
TD : Tidak terkaji
N : Tidak terkaji
RR : Tidak terkaji
S : Tidak terkaji
3. Ukuran anthropometric
TB : Tidak terkaji
BB : Tidak terkaji
LK : Tidak terkaji
4. Mata : Tidak terkaji
5. Hidung : Tidak terkaji
6. Mulut : Tidak terkaji

27
7. Telinga : Tidak terkaji
8. Tengkuk : Tidak terkaji
9. Dada : Tidak terkaji
10. Abdomen : Tidak terkaji
11. Punggung : Tidak terkaji
12. Genetalia : Tidak terkaji
13. Ekstrimitas : Tidak terkaji
14. Kulit : Tidak terkaji

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan Interaksi Sosial (D.0118)
2. Koping Tidak Efektif (D.0096)
3. Resiko Gangguan Perkembangan (D.0107)
4. Risiko Cedera (D. 0136)

28
3.3 Intervensi Keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI RASIONAL
1. Gangguan Interaksi Sosial Interaksi Sosial (L.13115) Promosi Sosialisasi (I.13498) Tindakan :
(D.0118) Setelah dilakukan tindakan Definisi
Kategori : Relasional keperawatan selama 3x24 jam masalah Meningkatkan kemampuan untuk Observasi :
Subkategori : Interaksi Sosial resiko cedera diharapkan berinteraksi dengan orang lain. - untuk mengetahui
Definisi meningkat dengan kriteria hasil : Tindakan sejauh mana
Kuantitas dan/atau kualitas hubungan 1. Perasaan nyaman dengan situasi Observasi kemampuan si klien
sosial yang kurang atay berlebih. sosial meningkat - Identifikasi kemampuan dalam berkomunikasi
Penyebab 2. Perasaan mudah menerima atau melakukan interaksi dengan seseorang.
1. Defisiensi bicara mengkomunikasikan perasaan dengan orang lain - untuk mengetahui masalah
2. Hambatan meningkat - Identifikasi hambatan atau ada gangguan apa yang
perkembangan/maturasi 3. Responsif pada orang lain melakukan interaksi menghambat klien dalam
3. Ketiadaan orang terdekat meningkat dengan orang lain berkomunikasi
4. Perubahan neurologis (mis. 4. Minat melakukan kontak emosi Terapeutik Terapeutik :
Kelairan prematur, distres meningkat - Motivasi meningkatkan - agar klien merasa percaya
fetal, persalinan cepat atau 5. Minat melakukan kontak fisik keterlibatan dalam suatu diri untuk berkomunikasi
persalinan lama) meningkat hubungan - agar klien mampu
5. Disfungsi sistem keluarga - Motivasi kesabaran dalam mengendalikan emosi dalam
6. Ketidakteraturan atau mengembangkan suatu berkomunikasi
kekacauan lingkungan hubungan - untuk mengarahkan klien ke
7. Penganiayaan atau - Motivasi berpartisipasi dalam forum interaksi yang
pengabaian anak dalam aktivitas baru dan lebih luas
8. Hubungan orang tua-anak kegiatan kelompok - agar kedepannya klien
tidak memuaskan - Diskusikan kekuatan dan sudah memahami batasan-
9. Model peran negatif keterbatasan dalam batasan interaksi yang harus
10. Impulsif berkomunikasi dengan dan tidak harus dia lakukan
11. Perilaku menentang orang lain - untuk memotivasi klien agar
12. Perilaku agresif - Berikan umpan positif bersemangat dan lebih
13. Keengganan berpisah dengan tertarik dalam berkomunikasi
pada setiap peningkatan
orang terdekat dengan orang lain

29
Gejala dan Tanda Mayor kemampuan Edukasi :
Subjektif Edukasi - untuk mengetahui tahapan
1. Merasa tidak nyaman dengan - Anjurkan berinteraksi perkembangan klien dalam
situasi sosial dengan orang lain secara brkomunikasi
2. Merasa sulit menerima atau bertahap - agar klien mampu
mengkomunikasikan - Anjurkan meningkatkan membentuk suatu interaksi
perasaan kejujuran diri dan yang baik dan sehat dengan
Objektif menghormati hak orang orang lain
1. Kurang responsif atau tertarik lain - untuk meningkatkan
pada orang lain - Latih bermain peran untuk keterampilan klien dalam
2. Tidak berminat melakukan meningkatkan berkomunikasi
kontak emosi dan fisik keterampilan komunikasi - agar klien mampu
Gejala dan Tanda Minor - Latih mengekspresikan memperlihatkan ekspresi
Subjektif marah dengan tepat yang tepat terhadap interaksi
1. Sulit mengungkapkan kasih nya dengan orang lain
sayang sehingga lawan main tidak
Objektif salah tangkap dalam
1. Gejala cemas berat memahami komunikasi klien
2. Kontak mata kurang
3. Ekspresi wajah tidak
responsif
4. Tidak kooperatif dalam
bermain dan berteman
dengan sebaya
5. Perilaku tidak sesuai usia
Kondisi Klinis Terkait
1. Retardasi mental
2. Gangguan autistik
3. Attention deficit/hiperactivity
disorder (ADHD)
4. Gangguan perilaku

30
5. Oppositional Defiant
Disorder
6. Gangguan Tourette
7. Gangguan kecemasan
perpisahan
8. Sindrom down
2. Koping Tidak Efektif (D.0096) Status Koping (L.09086) Promosi Koping (I.09312) Tindakan
Kategori : Psikologis Setelah dilakukan tindakan Definisi : Observasi :
Sub Kategori : Integritas Ego keperawatan selama 1x24 jam masalah Meningkatkan upaya kognitif dan - untuk mengetahui tindakan
Definisi : resiko cedera diharapkan perilaku untuk menilai dan apa yang harus di lakukan
Ketidakmampuan menilai dan Membaik dengan kriteria hasil : merspons stressor dan/atau serta memanage waktu
merespons stressor dan/atau 1. Kemampuan memenuhi peran kemampuan menggunakan - agar kedepannya mampu
ketidakmampuan menggunakan sesuai usiacukup meningkat sumber-sumber yang ada. mengasah kemampuan yang
sumber-sumber yang ada untuk 2. Perilaku koping adaptif cukup Observasi di miliki
mengatasi masalah. meningkat - Identifikasi kegiatan - agar kedepannya klien
Penyebab : 3. Verbalisasi kemampuan jangka pendek dan mampu mengolah dengan
1. Ketidakpercayaan terhadap mengatasi masalah cukup panjang sesuai tujuan baik sumber daya yang
kemampuan diri mengatasi meningkat - Identiffikasi kemampuan tersedia
masalah 4. Verbalisasi kemampuan masalah yang dimiliki - untuk meminimalisir
2. Ketidakadekuatan sistem cukup meningkat - Identifikasi sumber daya keadaan yang tidak
pendukung 5. Verbalisasi kelemahan diri cukup yang tersedia untuk diharapkan
3. Ketidakadekuatan strategi meningkat memenuhi tujuan Terapeutik :
koping 6. Perilaku asertif cupuk meningkat - Identifikasi dampak situasi - untuk mengetahui apakah
4. Ketidakteraturan atau 7. Verbalisasi menyalahkan orang terhadap peran dan terdapat gangguan peran yang
kekacauan lingkungan lain cukup menurun hubungan di alami klien
5. Ketidakcukupan persiapan 8. Verbalisasi rasionalisasi Terapeutik - agar klien merasa nyaman
untuk menghadapi stressor kegagalan cukup menurun - Diskusikan perubahan - agar klien mampu
6. Disfungsi sistem keluarga 9. Hipersensitif terhadap kritikan peran yang dialami menyelesaikan permasalahan
7. Krisis situasional cukup menurun - Gunakan pendekatan yang dengan tindakan yang baik
8. Krisis maturasional tenang dan meyakinkan dan benar
9. Kerentanan personalitas - Diskusikan untuk - untuk mempermudah klien

31
10. Ketidakpastian mengklarifikasi dalam mendapatkan
Gejala dan Tanda Mayor kesalahpahaman dan informasi
Subjektif mengevaluasi perilaku - agar klien merasa bahwa
1. Mengungkapkan tidak sendiri masih ada yang peduli
mampu mengatasi masalah - Fasilitasi dalam terhadap dirinya
Objektif memperoleh informasi - untuk menambah
1. Tidak mampu memenuhi yang dibutuhkan pengetahuan dengan melihat
peran yang diharapkan - Dampingi saat berduka dari pengalaman yang serupa
(sesuai usia) (mis. Penyakit kronik, - agar klien merasa nyaman
2. Menggunakan mekanisme kecacatan) dan tidak terganggu.
koping yang tidak sesuai - Perkenalkan dengan orang Edukasi :
Gejala dan Tanda Minor atau kelompok yang - agar lebih mempermudah
Subjektif berhasil mengalami klien dalam memecahkan
1. Tidak mampu memenuhi pengalaman sama permasalahan
kebutuhan dasar - Kurangi rangsangan - agar klien tidak lagi bingung
2. Kekhawatiran kronis lingkungan yang dengan apa yang seharusnya
Objektif mengancam ingin dia capai
1. Penyalahgunaan zat Edukasi - untuk mempermudah dalam
2. Memanipulasi orang lain - Anjurkan menjalin memecahkan suatu
untuk memenuhi hubungan yang memiliki permasalahan
keinginannya sendiri kepentingan dan tujuan - agar klien mampu
3. Perilaku tidak asertif sama mengendalikan emosi
4. Partisipasi sosial kurang - Anjurkan membuat tujuan - agar klien mampu
Kondisi Klinis Terkait yang lebih spesifik berinteraksi dengan baik
1. Kondisi perawatan kritis - Ajarkan cara memcahkan
2. Attention masalah secara konstruktif
Deficit/Hyperactivity
- Latih penggunaan teknik
Disororder (ADHD)
relaksasi
3. Gangguan perilaku
- Latih keterampilan sosial,
4. Oppositional Defiant
sesuai kebutuhan
Disorder

32
5. Gangguan kecemasan
perpisahan
6. Delirium
7. Demensia
8. Gangguan amnestik
9. Intoksikasi zat
10. Putus zat
3. Resiko Gangguan Perkembangan Status Perkembangan (L.10101) Promosi Perkembangan Anak Tindakan :
(D.0107) Setelah dilakukan tindakan (I.10340) Observasi :
Kategori : Psikologis keperawatan selama 1x24 jam masalah Definisi - untuk mengetahui tindakan
Subkategori : Pertumbuhan dan resiko cedera diharapkan Meningkatkan dan memfasilitasi perkembangan berupa apa
Perkembangan Membaik dengan kriteria hasil : kemampuan orang tua/pengasuh selanjutnya yang harus di
Faktor Risiko 1. Keterampilan/perilaku sesuai usia untuk mengoptimalkan Persiapkan
1. Ketidakadekuatan nutrisi cukup meningkat perkembangan motorik kasar, Terapeutik :
2. Ketidakadekuatan perawatan 2. Kemampuan melakukan motorik halus, bahasa, kognitif, - agar anak mampu
prenatal perawatan diri cukup meningkat sosial dan emosiaonal pada anak beradaptasi
3. Keterlambatan perawatan usia prasekolah dan usia sekolah. - agar anak memiliki motivasi
prenatal Tindakan diri
4. Usia hamil di bawah 15 tahun Observasi - agar anak mampu
5. Usia hamil diatas 35 tahun - Identifikasi kebutuhan mengendalikan ekspresi
6. Kehamilan tidak terencana khusus anak dan kepada temanya
7. Kehamilan tidak diinginkan kemampuan adaptasi anak - untuk membentuk karakter
8. Gangguan endokrin Terapeutik si anak
9. Prematuritas - Fasilitasi hubungan anak - untuk melatih kecerdasan si
10. Kelainan genetik/kongenital dengan teman sebaya anak
11. Kerusakan otak (mis. - Dukung anak berinteraksi Edukasi :
Perdarahan selama periode dengan anak lain - untuk melatih intelektual si
pascanatal, penganiayaan, - Dukung anak anak
kecelakaan) mengekspresikan - agar anak memiliki sikap
12. Penyakit kronis perasaannya sewajarnya yang jujur dan baik sesuai
13. Infeksi - Berikan mainan sesuai yang di harapkan

33
14. Efek samping terapi (mis. usia anak - agar anak memiliki sikap
Kemoterapi, terapi radiasi, - Sediakan kesemapatan dan rasa saling percaya terhadap
agen farmakologis) alat-alat untuk orang lain
15. Penganiayaan (mis. Fisik, menggambar, melukis dan - untuk melatih daya ingat
psikologis. seksual) mewarnai dan kecerdasan si anak
16. Gangguan pendengaran Edukasi Kolaborasi :
17. Gangguan penglihatan - Jelaksan nama-nama - untuk mengetahui
18. Penyalahgunaan zat benda objek yang ada karakteristik dari si anak
19. Ketidakmampuan belajar dilingkungan sekitar tindakan perkembangan
20. Anak adopsi - Ajarkan sikap kooperatif, seperti apa yang harus di
21. Kejadian bencana bukan kompetisi diantara terapkan kepada si anak
22. Ekonomi lemah anak
Kondisi Klinis Terkait - Ajarkan anak cara
1. Hipotiroidisme meminta bantuan dari anak
2. Sindrom gagal tumbuh lain, jika perlu
(Failure ti Thrive Syndrome) - Demonstrasikan kegiatan
3. Leukimia yang meningkatkan
4. Defisiensi hormon perkembangan pada
pertumbuhan pengasuh
5. Demensia Kolaborasi
6. Delirium - Rujuk untuk konseling,
7. Kelainan jantung bawaan Jika perlu
8. Penyakit kronis
9. Gangguan kepribadian
(personality disorder)
4. Risiko Cedera (D. 0136) Tingkat Cedera (L.14136) Pencegahan Cedera (I.14537) Tindakan
Kategori :Lingkungan Setelah dilakukan tindakan Definisi Observasi
Subkategori : Keamanan dan keperawatan selama 1x24 jam masalah Mengidentifikasi dan menurunkan 1. Untuk mengetahui area
Proteksi resiko cedera diharapkan risiko mengalami bahaya atau lingkungan sekitar yang
Definisi menurun dengan kriteria hasil : kerusakan fisik. bisa menyebabkan
Beresiko mengalami bahaya atau 1. Kejadian cedera Tindakan terjadinya cedera

34
kerusakan fisik yang menyebabkan Menurun Observasi 2. Untuk mengetahui obat
seseorang tidak lagi sepenuhnya 2. Luka/lecet 1. Identifikasi area lingkungan yang bisa menyebabkan
sehat atau dalam kondisi baik. 3. Ketegangan otot menurun yang berpotensi cedera
Faktor Resiko menyebabkan cedera Terapeutik
Eksternal 2. Identifikasi obat yang 1. Untuk mencegah
1. Terpapar patogen berpotensi menyebabkan terjadinya cedera
2. Terpapar zat kimia toksis cedera terutama pada anak
3. Terpapar agen nosokomial Terapeutik 2. Pada pasien anak tentu di
4. Ketidakamanan transportasi 1. Pertahankan posisi tempat dampingan keluarga,
Internal tidur di posisi terendah saat maka dari itu perawat
1. Ketidaknormalan profil darah digunakan dapat mendiskusikan
2. Perubahan orientasi afektif 2. Diskusikan bersama anggota kondis kesehatan anak
3. Perubahan sensasi keluarga yang dapat kepada keluarga
4. Disfungsi autoimun mendampingi pasien 3. Untuk memantau adanya
5. Disfungsi biokimia 3. Tingkatkan frekuensi perubahan mengenai
6. Hipoksia jaringan observasi dan pengawasan kondisi dari pasien
7. Kegagalan mekanisme pasien, sesuai kebutuhan tersebut
pertahanan tubuh Edukasi
8. Malnutrisi Edukasi 1. Untuk mencegah
9. Perubahan fungsi psikomotor 1. Jelaskan alasan intervensi terjadinya resiko jatuh
10. Perubahan fungsi kongnitif pencegahan jatuh ke pasien
Kondisi Klinis Terkait dan keluarga
1. Kejang
2. Sinkop
3. Vartigo
4. Gangguan penglihatan
5. Gangguan pendengaran
6. Penyakit parkinson
7. Hipotensi
8. Kelainan nervus vestibularis
9. Retardasi mental

35
36
3.4 Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Hari/Tanggal Implementasi
1. Gangguan Interaksi Sosial (D.0118) Promosi Sosialisasi (I.13498)
Definisi
Meningkatkan kemampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain.
Tindakan
Observasi
- Mengidentifikasi kemampuan
melakukan interaksi dengan orang
lain
- Mengidentifikasi hambatan
melakukan Berinteraksi dengan
orang lain
Terapeutik
- Memotivasi meningkatkan
keterlibatan dalam suatu hubungan
- Memotivasi kesabaran dalam
mengembangkan suatu hubungan
- Memotivasi berpartisipasi dalam
aktivitas baru dan kegiatan
kelompok
- Mediskusikan kekuatan dan
keterbatasan dalam berkomunikasi
dengan orang lain
- Meberikan umpan positif pada setiap
peningkatan kemampuan
Edukasi
- Menganjurkan berinteraksi dengan
orang lain secara bertahap

37
- Menganjurkan meningkatkan
kejujuran diri dan menghormati hak
orang lain
- Melatih bermain peran untuk
meningkatkan keterampilan
komunikasi
- Melatih mengekspresikan marah
dengan tepat
2. Koping Tidak Efektif (D.0096) Promosi Koping (I.09312)
Definisi :
Meningkatkan upaya kognitif dan perilaku
untuk menilai dan merspons stressor
dan/atau kemampuan menggunakan
sumber-sumber yang ada.
Observasi
- Mengidentifikasi kegiatan jangka
pendek dan panjang sesuai tujuan
- Mengidentiffikasi kemampuan yang
dimiliki
- Mengidentifikasi sumber daya yang
tersedia untuk memenuhi tujuan
- Mengidentifikasi dampak situasi
terhadap peran dan hubungan
Terapeutik
- Mendiskusikan perubahan peran
yang dialami
- Menggunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
- Mendiskusikan untuk
mengklarifikasi kesalahpahaman dan
mengevaluasi perilaku sendiri

38
- Mendiskusikan konsekuensi tidak
menggunakan rasa bersalah dan rasa
malu
- Memfasilitasi dalam memperoleh
informasi yang dibutuhkan
- Memotivasi untuk menentukan
harapan yang realistis
- Mendampingi saat berduka (mis.
Penyakit kronik, kecacatan)
- Memperkenalkan dengan orang atau
kelompok yang berhasil mengalami
pengalaman sama
- Mengurangi rangsangan lingkungan
yang mengancam
Edukasi
- Menganjurkan menjalin hubungan
yang memiliki kepentingan dan
tujuan sama
- Menganjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Menganjurkan membuat tujuan yang
lebih spesifik
- Mengajarkan cara memcahkan
masalah secara konstruktif
- Melatih penggunaan teknik relaksasi
- Melatih keterampilan sosial, sesuai
kebutuhan
3. Resiko Gangguan Perkembangan (D.0107) Promosi Perkembangan Anak (I.10340)
Definisi
Meningkatkan dan memfasilitasi

39
kemampuan orang tua/pengasuh untuk
mengoptimalkan perkembangan motorik
kasar, motorik halus, bahasa, kognitif, sosial
dan emosiaonal pada anak usia prasekolah
dan usia sekolah.
Tindakan
Observasi
- Mengidentifikasi kebutuhan khusus
anak dan kemampuan adaptasi anak
Terapeutik
- Memfasilitasi hubungan anak
dengan teman sebaya
- Mendukung anak berinteraksi
dengan anak lain
- Mendukung anak mengekspresikan
perasaannya sewajarnya
- Memberikan mainan sesuai usia
anak
- Menyediakan kesemapatan dan alat-
alat untuk menggambar, melukis dan
mewarnai
Edukasi
- Menjelaksan nama-nama benda
objek yang ada dilingkungan sekitar
- Mengajarkan sikap kooperatif,
bukan kompetisi diantara anak
- Mengajarkan anak cara meminta
bantuan dari anak lain, jika perlu
- Mengajrkan teknk asertif [ada anak
dan remaja
- Medemonstrasikan kegiatan yang

40
meningkatkan perkembangan pada
pengasuh
Kolaborasi
- Merujuk untuk konseling, Jika perlu
4. Risiko Cedera (D. 0136) Pencegahan Cedera (I.14537)
Definisi
Mengidentifikasi dan menurunkan risiko
mengalami bahaya atau kerusakan fisik.
Tindakan
Observasi
- Mengdentifikasi area lingkungan
yang berpotensi menyebabkan
cedera
- Mengidentifikasi obat yang
berpotensi menyebabkan cedera
Terapeutik
- Mempertahankan posisi tempat tidur
di posisi terendah saat digunakan
- Mendiskusikan bersama anggota
keluarga yang dapat mendampingi
pasien
- Meningkatkan frekuensi observasi
dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
Edukasi
Menjelaskan alasan intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan keluarga

41
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan
neurobiologis yang ciri-cirinya sudah tampak pada anak sejak kecil. Anak ADHD
mulai menunjukkan banyak masalah ketika SD karena dituntut untuk
memperhatikan pelajaran dengan tenang, belajar berbagai ketrampilan akademik,
dan bergaul dengan teman sebaya sesuai aturan. ADHD adalah gangguan
perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga
menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan.
Ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa
duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang
duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah,
suka meletup- letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan. (Saputo,
Dwidjo Dr. 2014)

4.2 SARAN
Bagi pembaca agar dapat memprioritaskan masalah sesuai kebutuhan dasar
tersebut, dan rencana tindakan dapat dilakukan dengan baik, kritik dan saran
dari teman-teman ataupundosen pengampuh sangat bermanfaat bagi kami untuk
memperbaiki makalah asuhan keperawatan pada anak kedepannya.

42
DAFTAR PUSTAKA
Aditama. Taylor, Cynthia. 2015. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Martin, G.I. (2015). Terapi Untuk Anak ADHD (Terjemahan). Cetakan II. Jakarta: BIP
Kelompok Gramedia.
Saputo, Dwidjo Dr. 2014. ADHD ( Attention Deficit Hyperactive Disorder ). Jakarta : CV
Sagung Seto.
Sugiarmin & Baihaqi. 2013. Memahami dan Membantu Anak ADHD. Jakarta : PT Refika.
Videbeck, S.L. 2018. Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Cetakan III. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Wilksinson, Judith. 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC.

43

Anda mungkin juga menyukai