PENDAHULUAN
1
Apabila mekanisme koping ini berhasil, maka individu dapat beradaptasi dan tidak
menimbulkan gangguan kesehatan, tetapi bila mekanisme koping gagal maka individu
tersebut gagal beradaptasi dan akan timbul gangguan kesehatan baik berupa fisik,
psikologis maupun perilaku (Keliath, 2010). Apabila respon gagal ini terjadi pada
mahasiswa yang sedang dalam pembelajaran klinik baik di dalam pelayanan kesehatan
seperti rumah sakit maupun komunitas, maka hal ini dapat memngaruhi prestasi dan
kualitas kinerja yang dilakukan (Killam & Heerschap, 2012).
Adaptasi adalah proses penyesuaian diri terhadap beban lingkungan agar organisme
dapat bertahan hidup (Sarafino, 2005). Sedangkan menurut Gerungan (2006)
menyebutkan bahwa adapatasi atau penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai dengan
keadaan. Adaptasi merupakan pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh karena
belajar dari pengalaman dan mengatasi stres. Cara mengatasi stres dapat berupa
membatasi tempat terjadinya stres, mengurangi, atau menetralisasi pengaruhnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Stress
1. Definisi stress
Stres adalah satu kondisi ketika individu berespons terhadap perubahan dalam
status keseimbangan normal (Kozier, 2011). Stressor adalah setiap kejadian atau
stimulus yang menyebabkan individu mengalami stres. Ketika seseorang menghadapi
stressor, responnya disebut sebagai strategi koping, respon koping, atau mekanisme
koping. Menurut Hans Selye dalam bukunya Hawari (2001) stress adalah respon tubuh
yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang telah
mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang
bersangkutan tidak lagi dapat menjelaskan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia
disebut distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh
keluhan- keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak
semua bentuk stres mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal
tersebut dikatakan eustres (Potter, 2005).
Sedangkan menurut WHO (2003) dalam Purnama (2017) Stres adalah
reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan).
Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus
dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan
subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan
stimulus yang membuat stres semua sebagai suatu sistem.
Dari beberapa teori diatas dapat menyimpulkan tentang definisi stres di atas yaitu:
stres adalah suatu keadaan yang membebani atau membahayakan kesejahteraan
penderita, yang dapat meliputi fisik, psikologis, sosial atau kombinasinya.
2. Sumber Stress
Sumber stress menurut Kozier (2011), yaitu :
a. Stressor internal, berasal dari dalam diri seseorang, sebagai contoh, demam, kondisi
seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah,
kanker atau perasaan depresi.
b. Stressor eksternal, berasal dari luar individu, sebagai contoh perpindahan ke kota
lain, kematian anggota keluarga, atau tekanan dari teman sebaya, perubahan
bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, atau
tekanan dari pasangan.
3
c. Stressor perkembangan, terjadi pada waktu yang dapat diperkirakan sepanjang
hidup individu. Pada setiap tahap perkembangan, tugas tertentu harus dicapai
untuk mencegah atau mengurangi stres.
d. Stressor situasional, tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi kapan pun sepanjang
hidup. Stres situasional dapat positif dan negatif. Sebagai Contoh yaitu :
- Kematian anggota keluarga
- Pernikahan atau perceraian
- Kelahiran anak
- Pekerjaan baru
- Penyakit
Sejauh mana pengaruh positif dan negatif peristiwa ini bergantung pada tahap
perkembangan individu. Sebagai contoh, kematian orang tua dapat lebih menimbulkan
stres bagi anak usia 12 tahun dibandingkan pada orang yang berusia 40 tahun.
e. Stres tahap kelima, tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan
mental (physical dan psychological exhaustion), ketidakmampuan
menyelesaikan pekerjaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas ,
bingung dan panik.
f. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda,
seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan
banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collaps.
5
2.2 Koping
1. Definisi Koping
Koping adalah semua aktivitas kognitif dan motorik yang dilakukan oleh orang sakit
untuk mempertahankan integritas tubuh dan psikisnya, memulihkan fungsi tubuh yang rusak
dan membatasi kerusakan yang tidak bisa dipulihkan (Sholihah, 2018).
Menurut Lazarus dan Folkman (Persitarini, 1988) dalam Purnama (2017) , koping
dipandang sebagai faktor yang menentukan kemampuan manusia untuk melakukan
penyesuaian terhadap situasi yang menekan (stressful life events). Pada dasarnya koping
menggambarkan proses aktivitas kognitif, yang disertai dengan aktivitas perilaku (Folkman,
1984). Coping juga diartikan sebagai strategi atau pilihan cara berupa respon perilaku dan
respon pikiran serta sikap yang digunakan dalam rangka memecahkan permasalahan yang
ada agar dapat beradaptasi dalam situasi menekan (Purnama, 2017).
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang
mengancam (Keliat, 2005).
2. Jenis-jenis Koping
Lazarus dan Folkman (Inawati, 1998) dalam Purnama (2017)
mengklasifikasikan coping menjadi dua bagian, yaitu Approach-coping dan Avoidance-
coping.
1) Approach-coping yang disebut juga dengan problem-focused-coping itu memiliki
sifat analitis logis, mencari informasi serta berusaha untuk memecahkan masalah
dengan penyesuaian yang positif. Aldwin dan Revenson (Bukit, 1999) membagi
Approach- coping menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Cautiousness (kehati-hatian) yaitu individu berpikir dan mempertimbangkan beberapa
alternatif pemecahan masalah yang tersedia, meminta pendapat orang lain, berhati-
hati dalam memutuskan masalah serta mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan
sebelumnya.
b. Instrumental Action (tindakan instrumental) adalah tindakan individu yang diarahkan
pada penyelesaian masalah secara langsung, serta menyusun langkah yang akan
dilakukannya.
c. Negotiation (Negosiasi) merupakan beberapa usaha oleh seseorang yang ditujukan
kepada orang lain yang terlibat atau merupakan penyebab masalahnya untuk ikut
menyelesaikan masalah.
2) Avoidance- coping, yang disebut juga emotional focused coping. Itu bercirikan
represi, proyeksi, mengingkari dan berbagai cara untuk meminimalkan ancaman
(Hollahan dan Moss, 1987 dalam Purnama, 2017). Untuk Avoidance Coping atau
6
Emotion-Focused-Coping menurut Aldwin dan Revenson (Bukit, 1999) terbagi
menjadi:
a. Escapism (melarikan diri dari masalah) ialah perilaku menghindari masalah dengan
cara membayangkan seandainya berada dalam suatu situasi lain yang lebih
menyenangkan; menghindari masalah dengan makan atau pun tidur; bisajuga dengan
merokok ataupun meneguk minuman keras.
b. Minimization (menganggap masalah seringan mungkin) ialah tindakan menghindari
masalah dengan menganggap seakan-akan masalah yang tengah dihadapi itu jauh
lebih ringan dari pada yang sebenarnya.
c. Self Blame (menyalahkan diri sendiri) merupakan cara seseorang saat menghadapi
masalah dengan menyalahkan serta menghukum diri secara berlebihan sambil
menyesali tentang apa yang telah terjadi.
d. Seeking Meaning (mencari hikmah yang tersirat) adalah suatu proses di mana individu
mencari arti kegagalan yang dialami bagi dirinya sendiri dan mencoba mencari segi-
segi yang menurutnya penting dalam hidupnya. Dalam hal ini individu coba mencari
hikmah atau pelajaran yang bisa dipetik dari masalah yang telah dan sedang
dihadapinya.
3. Strategi Koping
Penggunaan strategi koping sangat mempengaruhi kemampuan seseorang mengatasi
sumber stres, jika seseorang mampu mengatasi sumber stres dengan menggunakan strategi
koping yang efektif, maka stres akan menurun/tidak akan terjadi, namun jika individu tidak
mampu melakukan koping yang efektif maka akan tetap berada dalam situasi stres atau
meningkat (Wenger, 2003 dalam Andriani, 2015).
Strategi koping merupakan suatu upaya mengatasi stres yang memerlukan proses
kognitif dan afektif untuk menyesuaikan diri terhadap stres dan bukan memberantas stres
(Oktarina, 2015).
Pareek (Pestonjee, 1992) mengemukakan dalam Purnama (2017) strategi coping yang
biasa digunakan, yaitu :
1) Impunitive (menganggap tidak ada lagi yang dapat dilakukan dalam menghadapi
tekanan dari luar),
2) Intropunitive (tindakan menyalahkan diri sendiri saat menghadapi masalah),
3) Extrapunitive (melakukan tindakan agresi saat bermasalah),
4) Defensiveness (melakukan pengingkaran atau rasionalisasi),
5) Impersistive (merasa optimis bahwa waktu akan menyelesaikan masalah dan
keadaan akan membaik kembali),
6) Intropersistive (mengharapkan orang lain akan membantu menyelesaikan
7
masalahnya), dan
7) Interpersistive (percaya bahwa kerjasama antara dirinya dengan orang lain akan
dapat mengatasi masalah).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping
Z.J.Lpowski. 2011). Ahyar (2010) dalam Andriani (2017) menyebutkan faktor-faktor
yang mempengaruhi strategi koping, yaitu;
1) Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres
individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar. Sementara itu
keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan
akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian
ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping
tipe : problem-solving focused coping.
2) Keterampilan memecahkan masalah meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan
alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan
dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan
melakukan suatu tindakan yang tepat.Sedangkan keterampilan sosial
meliputikemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara
yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.Dukungan sosial dan
materi juga merupakan faktor strategi koping.
3) Dukungan sosial meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional
pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara,
teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.Sedangkan materi merupakan
dukungan sumber daya berupa uang, barang barang dapat dibeli.
2.3 Adaptasi
1. Pengertian Adaptasi
Adaptasi merupakan pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh karena belajar
dari pengalaman dan mengatasi stres. Cara mengatasi stres dapat berupa membatasi tempat
terjadinya stres, mengurangi, atau menetralisasi pengaruhnya. W.A.Gerungan (1996) dalam
Kozier (2011) menyebutkan bahwa “Penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai dengan
keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan
diri)”. Mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan sifatnya pasif (autoplastis),
misalnya seorang bidan desa harus dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma dan nilai-
nilai yang dianut masyarakat desa tempat ia bertugas. Sebaliknya, apabila individu berusaha
untuk mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan diri, sifatnya adalah aktif (alloplastis),
8
misalnya seorang bidan desa ingin mengubah perilaku ibu-ibu di desa untuk meneteki bayi
sesuai manajemen laktasi. Menurut Soeharto Heerdjan (1987) dalam Kozier (2011)
“Penyesuaian diri adalah usaha atau perilaku yang tujuannya mengatasi kesulitan dan
hambatan”.
2. Macam-macam Adaptasi
1) Adaptasi fisiologis
Adaptasi fisiologis adalah proses dimana respon tubuh terhadap stresor untuk
mempertahankan fungsi kehidupan, dirangsang oleh faktor eksternal dan internal, respons
dapat dari sebagian tubuh atau seluruh tubuh serta setiap tahap perkembangan punya
stresor tertentu.
Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif, yaitu suatu
proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu keadaan abnormal seperti penurunan
suhu tubuh dan membuat suatu respons adaptif seperti mulai menggigil untuk
membangkitkan panas tubuh.
Riset klasik yang telah dilakukan oleh Hans Selye (1946,1976) telah
mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stres, yaitu:
a. LAS ( Lokal Adaptasion Syndrome)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stres, responnya berjangka
pendek
(1) Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua sistem.
(2) Respons bersifat adaptif, diperlukan stresor untuk
(3) Respons bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
(4) Respons bersifat restorative.
9
2) Fase resistensi (melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan
pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan
kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi
faktor-faktor penyebab stres. Bila teratasi, gejala stres menurun atau normal. Bila
gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapan terakhir dari GAS yaitu: Fase
kehabisan tenaga.
3) Fase exhaustion (kelelehan)
Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat tertanggulangi pada fase
sebelumnya. Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh
tidak mampu lagi menghadapi stres. Ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan
diri terhadap stresor inilah yang akan berdampak pada kematian individu tersebut.
2) Adaptasi psikologis
Perilaku adaptasi psikologi membantu kemampuan seseorang untuk menghadapi
stresor, diarahkan pada penatalaksanaan stres dan didapatkan melalui pembelajaran
dan pengalaman sejalan dengan pengidentifikasian perilaku yang dapat diterima dan
berhasil.
Perilaku adaptasi psikologis juga disebut sebagai mekanisme koping. Mekanisme
ini dapat berorientasi pada tugas, yang mencakup penggunaan teknik pemecahan
masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman atau dapat juga mekanisme
pertahanan ego, yang tujuannya adalah untuk mengatur distres emosional dan dengan
demikian memberikan perlindungan individu terhadap ansietas dan stres. Mekanisme
pertahanan ego adalah metode koping terhadap stres secara tidak langsung.
10
yang menegangkan (Sigmund Frued). Mekanisme ini sering kali diaktifkan oleh
stressor jangka pendek dan biasanya tidak mengakibatkan gangguan psikiatrik.
3) Adaptasi perkembangan
Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas
perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut.
Stres yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran
menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk ekstrem, stres yang terlalu
berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan.
Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stresor di rumah. Jika diasuh dalam
lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan harga diri
yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al,
2002)
Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka
mulai menyadari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan dapat
membantu mereka mencapai tujuan, dan harga diri berkembang melalui hubungan
berteman dan saling berbagi diantara teman. Pada tahap ini, stres ditunjukan oleh
ketidakmampuan atau ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman.
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu
yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem pendukung
sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan diri
terhadap stresor, tetapi remaja tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukan
peningkatan masalah psikososial (Dubos, 2002).
Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung
jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan
keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas.
Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan
karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat
mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan,
anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka.
Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga
dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan
atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan
penampilan fisik dan fungsi fisiologis.
11
4) Adaptasi sosial budaya
Mengkaji stresor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian
tentang besaranya, tipe dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada
keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga
secara keseluruhan (Reis & Heppner, 2003).
5) Adaptasi spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stres dalam banyak cara,
tetapi stres dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stres yang berat dapat
mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stresor
sebagai hukuman.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Stres adalah suatu keadaan yang membebani atau membahayakan kesejahteraan
penderita, yang dapat meliputi fisik, psikologis, sosial atau kombinasinya.
Koping adalah semua aktivitas kognitif dan motorik yang dilakukan oleh orang
sakit untuk mempertahankan integritas tubuh dan psikisnya, memulihkan fungsi tubuh
yang rusak dan membatasi kerusakan yang tidak bisa dipulihkan.
Adaptasi merupakan pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh karena
belajar dari pengalaman dan mengatasi stres. Cara mengatasi stres dapat berupa membatasi
tempat terjadinya stres, mengurangi, atau menetralisasi pengaruhnya.
3.2 Saran
Kesehatan merupakan harta yang paling berharga bagi manusia, oleh karena itu
jagalah kesehatan sebagaimana mestinya. Stres dapat dikatakan sebagai salah satu tes mental
bagi jiwa manusia walaupun tidak dapat dipungkiri stres juga berdampak pada fisik manusia.
Untuk menghindari stres dapat dilkukan dengan menjaga kondisi tubuh antara input dan
output agar tetap seimbang. Sebagai manusia terapi psikologis juga diperlukn untuk
membangun spirit hidup, terapi psikologis yang paling sederhana dapat dilakukan dengan
cara selalu berfikir positif. Berpikir positif akan selalu membawa manusia kepada hal – hal
yang menjuru kepada keberhasilan dan sikap optimisme, selain itu berpikir positif juga dapat
dapat mengurangi dampak stres pada diri seseorang.
13
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, Susi. 2015. Jurnal Ilmu Keperawatan : Studi Kasus Strategi Koping Lasia
dengan Tempat Tinggal/the Association Coping Strategy between Living Place.
Universitas Syiah Kuala
Keliat, B.A, dkk. 2005. Keperaatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC.
Kozier, Barbara. Erb, Glenora. Berman, Audrey. Snyder, Shirlee J. 2011. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.
Oktarina, Ria. 2015. Jur. Ilm. Kel. & Kons., September 2015, p : 133-141 Vol. 8, No. 3
Sumber Stres, Strategi Koping, dan Tingkat Stres pada Buruh Perempuan
Berstatus Menikah dan Lajang. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor
Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata. Komalasari, dkk. Jakarta:
EGC.
Purnama, Rahmad. 2017. Jurnal Vol. XII No. 1 : Penyelesaian stress melalui coping
spritual. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Sholihah, Andri. 2018. Jurnal Keperawatan Intan Husada, Vol.6 No.1 :Ragam Koping
pada Remaja Saat Mengalami Psikosomatis. Universitas aisyiyah yogyakarta
14