Anda di halaman 1dari 37

Keperawatan Anak II

ASUHAN KEPERAWATAN AUTISME


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Keperawatan Anak yang diampuh
Nirdiana Djamaludin S.Kep,Ns. M.Kep,

Disusun Oleh:

Kelas AKelompok 4

1. Ibrahim Yasin (841418022)


2. Imelda Saskia Putri (841418006)
3. Hartin S. Apia (841418033)
4.Rayhan Binti Hasan (841418025)
5.Widya Puspa Molou (841418027)
6.Rezgina Mahmud (841418930)
7.Khoirunnisa Gobel (841418014)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, t
aufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini. laporan ini terwujud b
erkat partisispasi berbagai pihak. Oleh Karena itu, kami menyampaikan terima kasih yang seb
esar-besarnya.
Kami menyadari laporan ini masih jauh dari harapan, yang mana di dalamnya masih
terdapat berbagai kesalahan baik dari segi penyusunan bahasanya, sistem penulisan maupun
isinya. Oleh karena itu Kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
sehingga dalam Laporan berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya. Adapun
harapan kami semoga laporan ini dapat diterima dengan semestinya dan bermanfaat bagi kita
semua dan semoga Allah SWT meridhai kami. Aamiin.

Gorontalo , September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Contents
ASUHAN KEPERAWATAN AUTISME........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................................4
Pendahuluan.........................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................5
1.3 Tujuan........................................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................................6
Konsep Medis........................................................................................................................................6
2.1 KONSEP MEDIS AUTIS..........................................................................................................6
BAB III..................................................................................................................................................15
3.1 Pengkajian.................................................................................................................................15
3.2 Diagnosa...................................................................................................................................19
3.3 Intervensi..................................................................................................................................20
BAB IV..................................................................................................................................................32
Penutup...............................................................................................................................................32
4.1 Kesimpulan..............................................................................................................................32
4.2 Saran.........................................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................34

iii
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Autisme merupakan salah satu jenis gangguan tumbuh kembang, yang serupa dengan
kumpulan gejala yang mengakibatkan adanya kelainan saraf tertentu yang menyebabkan
fungsi otak tidak bekerja secara normal sehingga mempengaruhi tumbuh kembang,
kemampuan komunikasi, dan kemampuan interaksi sosial seseorang. Gejalagejala autisme
dapat diketahui dari adanya penyimpangan dari ciri-ciri tumbuh kembang anak secara normal
(Sunu,2012).

Penelitian lain yang pernah dilakukan dengan metode Modified K-Nearest Neighbor
(MKNN) oleh Andhina (2016) membahas bagaimana menerapkan metode Modified
KNearest Neighbor dalam mendiagnosis penyakit pada tanaman jagung. Penelitian ini
menggunakan 5 jenis penyakit dengan 16 gejala penyakit tanaman jagung. Pengujian dengan
nilai yang berbeda maka diperoleh nilai ratarata akurasi yang berbeda juga pada
masingmasing data latih. Data latih yang digunakan dalam pengujian adalah data latih 346
data data uji 90 data. Nilai akurasi terbesar terdapat pada nilai k=1 dengan rata rata akurasi
sebesar 98,89%. Sedangkan dengan jumlah data latih berbeda dan jumlah data uji tetap
menghasilkan nilai akurasi 97,5% pada jumlah data latih sebanyak 125 data dengan data uji
80 data (Andhina, 2016). Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut maka pada penelitian ini
digunakan metode Modified K-Nearest Neighbor (MKNN) untuk diterapkan ke dalam sistem
yang akan dibangun. Kemudian, dibangunlah sebuah sistem identifikasi untuk mendiagnosis
gangguan autisme pada anak Sistem ini menggunakan data gejala Childhood Autism Rating
Scale (CARS) yang menjadi acuan psikolog dalam mendiagnosis autisme pada anak.
Demikian dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam menyelesaikan
permasalahan diagnosis gangguan autisme pada anak.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medis Autisme?
2. Bagaimana konsep keperawatan Autisme?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis Autisme.
2. Untuk mengetahuikonsep keperawatan Autisme.

5
BAB II
Konsep Medis
2.1 KONSEP MEDIS AUTIS

A. Definisi Autis

Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan anak. Gangguan autis


setidaknya ditunjukkan dengan kurangnya kemampuan anak pada kemampuan interaksi
sosial, komunikasi verbal dan non-verbal, dan adanya perilaku berulang. Penanganan
semakin dini akan menghasilkan prognosis yang semakin baik juga. Anak autis pada
umumnya akan mengalami hambatan dalam belajar, berkaitan dengan kurangnya
kemampuan sosial dan pola perilaku yang tidak sama dengan anak pada umumnya
(National Institute of Mental Health, 2008 dalam Balerrina 2016).

Autis yaitu gangguan perkembangan saraf atau neurodevelopmental pada anak yang
dipengaruhi banyak faktor (Sari,dkk 2017)

Autis merupakan gangguan yang disebabkan bukan karena faktor tunggal melainkan
banyak faktor yang terlibat sehingga disebut sebagai gangguan yang kompleks. Anak
yang mengalami gangguan autis kesulitan berkomunikasi dengan orang lain (Tsilioni et
al., 2015 dalam Sari,dkk 2017).

B. Etiologi

Menurut Rinarki (2018) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang


menyebabkan autisme pada anak, hal ini tidak dapat dipastikan dikarenakan dalam taham
penelitian oleh para ilmuan. Beberapa faktor penyebab autisme diantaranya sebagai
berikut:

1. Faktor Genetik.

6
Genetik autis menjadikan desain abnormal yang terjadi pada cabang
genetik di atas yang akan mempengaruhi faktor genetik dibawahnya,
menyebabkan abnormaltas pada pertumbungan sel dan saraf.
2. Faktor Prenatal, Natal, dan Postnatal.
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya autisme yaitu, pendarahan
pada kehamilan awal, penggunaan obat-obatan, tangis bayi dalam kelahiran
awal terhambat, gangguan pernapasan dan anemia. Selain beberapa faktor
diatas kegagalan pertumbuhan otak disebabkan kurangnya nutrisi tidak dapat
diserap dengan baik.
3. Faktor Neuro Anatomi.
Faktor Neuro anatomi merupakan gangguan pada sel-sel otak selama
masih dalam kandungan yang disebabkan oleh hambatan oksigenasi pendaraha
n, atau infeksi.
4. Faktor Keracunan Logam Berat.

Kondisi keluarga yang dekat dengan pertambangan dapat


menyebabkan autisme. Keracunan yang dikonsumsi ibu hamil seperti halnya
beberapa ikan yang mengandung mineral berat dengan kadar tinggi.

C. Prognosis
Karakteristik yang dianggap menentukan prognosis jangka panjang individu
dengan autism spectrum disorder antara lain kemandirian hidup, status pekerjaan,
hubungan pertemanan, dan kemampuan untuk menikah. Gangguan perilaku dan
mental yang dapat menyertai ASD antara lain attention deficit hyperactivity
disorder, gangguan cemas, gangguan menentang oposisional, sindrom Tourette,
dan depresi. Prevalensi gangguan perilaku dan mental tersebut bervariasi antara 9-
45% dengan depresi sebagai gangguan terjarang dan attention deficit hyperactivity
disorder sebagai gangguan tersering. Sementara itu, hampir 65% pasien dengan ASD
turut mengalami manifestasi keterbatasan intelektual. Komplikasi neurologis dan
medis lainnya seperti gangguan tidur, gangguan motorik, epilepsi, palsi serebral,
gangguan pencernaan, gangguan penglihatan serta pendengaran turut berperan dalam
mempersulit tata laksana pasien dengan ASD (Sanchack KE, 2016).
D. Manifestasi Klinis

7
Menurut Rinarki (2018) Individu dapat dikatakan menderita autisme apabila
mengalami satu atau lebih karakteristik sebagai berikut :
1. Permasalahan Komunikasi meliputi, kata yang digunakan terkadang tidak
sesuai artinya, mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, berbicara tidak
menggunakan alat bantu, senang meniru kata-kata atau lagu tanpa mengerti
artinya, senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang
dia inginkan, tidak berbicara atau sedikit berbicara, dan perkembangan
berbiacar sangat lambat.
2. Permasalahan interaksi sosial meliputi, menyukai tempat yang sepi dan
menyendiri, menghindari kontak secara langsung, kurang suka untuk bermain
bersama teman sebaya, dan menolak untuk bermain bersama teman
sebayanya.
3. Permasalahan sensori mororik meliputi, kurang merasakan sentuhan, kurang
merasakan sakit, kurang senang dengan suara yang keras sehingga
menimbulkan reflek menutup telinga, serta senang mengoral benda disekitar.
4. Permasalahan pola bermain meliputi, tidak bermain seperti teman sebaya,
tidak memainkan mainan dengan baik, lekat dengan benda tertentu, senang
dengan benda yang berputar, memiliki kreativitas dan imajinasi, dan tidak
suka bermain dengan teman sebaya.
5. Permasalahan perilaku meliputi, melakukan perilaku yang berulang, terkadang
berperilaku berlebihan dan sebaliknya, kurang menyukai perubahan di
lingkungan sekitar, merangsang diri, dan dapat terdiam dengan pandangan
yang kosong.
6. Permasalahan emosi meliputi, terkadang sering marah, menangis, dan tertawa
tanpa alasan, terkadang mampu agresif dan mampu merusak benda disekitar,
dapat menyakiti diri sendiri, dan kurang memiliki rasa empati
E. Klasifikasi

Beberapa anak autis tumbuh dengan menjalani kehiduypan normal atau mendekati
normal. Anak anak dengan kemunduran kemampuan bahasa di awal kehidupan, biasanya
sebelum usia 3 tahun, mempunyai resiko epilepsi atau aktivitas kejang otak. Selama masa
remaja, beberapa anak dengan autisme dapat menjadi depresi atau mengalami masalah
perilaku.

8
Beberapa komplikasi y ang dapat muncul pada penderita autis antara lain (Kim, 2015):

1. Masalah sensorik
Pasien dengan autis dapat sangat sensitif terhadap input sensorik. Sensasi biasa dapat
menimbulkan ketidaknyamanan emosi. Kadang-kadang, pasien autis tidak berespon
terhadap beberapa sensai yang ekstrim, antara lain panas, dingin, atau nyeri.
2. Kejang
Kejang merupakan komponen yang sangat umum dari autisme. Kejang sering dimulai
pada anak-anak autis muda atau remaja.
3. Masalah kesehatan Mental
Menurut National Autistic Society, orang dengan ASD rentan terhadap depresi,
kecemasan, perilaku impulsif, dan perubahan suasana hati.
4. Tuberous sclerosis
Gangguan langka ini menyebabkan tumor jinak tumbuh di organ, termasuk otak.
Hubungan antara sclerosis tuberous dan autisme tidak jelas. Namun, tingkat autisme
jauh lebih tinggi di antara anak-anak dengan tuberous sclerosis dibandingkan mereka
yang tanpa kondisi tersebut.

F. Patofisiologi

Patofisiologi autism spectrum disorder (ASD), di Indonesia dikenal sebagai


gangguan spektrum autistik, sangat dipengaruhi oleh faktor genetik yang terlibat
dalam berbagai proses mulai dari neurogenesis hingga maturasi sinaps dan
perkembangan dendritik.
Pengaruh Faktor Genetik

Mekanisme pengaruh faktor genetik terhadap kejadian autism spectrum


disorder masih belum diketahui dengan pasti walaupun kedua hal tersebut telah lama
dipelajari dan diketahui saling berkaitan. Anak-anak dengan saudara kandung yang
mengalami autisme memiliki risiko autisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan
populasi umum. Kendati ASD memiliki spektrum fenotip penyakit yang luas, pasien
ASD dengan karakteristik genetik yang homogen biasanya memiliki fenotip yang
lebih mirip. Selain itu, terdapat sejumlah mutasi genetik baru yang menyebabkan
kelainan alel pada individu dengan ASD atau orang tuanya yang mempengaruhi
neuroanatomi dan karakteristik perilaku
Mutasi gen tersebut diduga mempengaruhi fungsi sinaps melalui berbagai
cara. Hal ini mencakup gangguan pada penggabungan asam amino menjadi protein

9
dan perubahan struktur protein transmembran yang penting bagi sinaptogenesis serta
kelainan genetik pada transduksi sinyal yang terlibat dalam pembentukan sinaps.
Faktor genetik turut diduga berperan pada kecenderungan ASD untuk lebih
sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini mungkin berkaitan
dengan sejumlah mekanisme epigenetik seperti pengaruh gen Y, inaktivasi gen X,
serta keberadaan gen alel dari orang tua asal. Interaksi antara perbedaan jenis kelamin
terhadap faktor hormonal dan faktor lingkungan seperti pola makan, stres, dan infeksi
berpotensi menginisiasi perjalanan penyakit ASD sejak usia dini.

Gangguan Neurogenesis dan Migrasi Neuron pada Gangguan Spektrum


Autisme
Telah banyak bukti yang mendukung adanya peran gangguan neurogenesis
dan migrasi neuron pada autism spectrum disorder. Pada pasien ASD, ukuran
serebrum mungkin saja normal saat lahir namun seiring perjalanan waktu terjadi
pertumbuhan abnormal neuron yang dilanjutkan dengan periode penurunan
pertumbuhan dibandingkan individu normal. Peningkatan jumlah neuron terutama di
korteks prefrontal mengisyaratkan bahwa neurogenesis berlebihan mungkin berperan
terhadap peningkatan ukuran serebrum dan makrosefali pada ASD. Hipertensi dalam
kehamilan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya ASD pada anak. Kurangnya
suplai oksigen ke fetus semasa kehamilan dapat mengakibatkan gangguan pada
perkembangan neuron.
Korteks prefrontal bukan satu-satunya regio di otak yang terpengaruh akibat
gangguan neurogenesis pada ASD. Displasia serebrum dapat menjangkiti berbagai
area di otak yang mengisyaratkan adanya disregulasi neurogenesis dan maturasi atau
migrasi neuronal. Secara khusus, disregulasi neurogenesis ini biasanya melibatkan
peningkatan populasi neuron proyeksi kortikal tanpa disertai gangguan bermakna
pada sel glia. Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian lain yang menemukan bahwa
pada substansia alba di serebrum individu dengan ASD tidak terdapat peningkatan
bermakna walaupun telah terjadi makrosefali.
Kaitan klinis antara makrosefali pada ASD dengan fenotip penyakit ASD
masih belum diketahui dengan pasti. Beberapa penelitian menemukan bahwa
makrosefali dapat berkaitan dengan peningkatan fungsi kognitif pada individu dengan
ASD dibandingkan kelompok kontrol. Namun, pengaruh peningkatan lingkar kepala
pada pasien dengan ASD terhadap kemampuan khusus pada populasi ini masih belum
dapat dipastikan dengan tegas.
Beragam penelitian juga menemukan bahwa defek migrasi neuron juga terjadi
pada pasien dengan ASD. Defek tersebut meliputi perubahan densitas neuron, ukuran
soma, kolom sel yang ireguler, serta gangguan lokalisasi neuron. Pada level
molekuler, gangguan migrasi neuron ini diketahui berkaitan dengan sejumlah gen

10
yang mengatur produksi reelin (glikoprotein regulator pada migrasi neuron), mutasi
pada gen Auts2, dan CNTNAP2.
Perubahan Pola Pertumbuhan Neurit dan Taju Dendritik pada Gangguan
Spektrum Autisme
Perubahan pola pertumbuhan neurit dan taju dendritik dalam perjalanan
penyakit autism spectrum disorder telah banyak dipelajari. Peran neuron sebagai
suatu sel yang menjalankan fungsi spesifik tak dapat dilepaskan dari integritas fungsi
soma yang mengandung nukleus, prosesus aksonal yang menyalurkan informasi, dan
kompleks punjung dendritik yang menerima informasi dari akson dari neuron di
sekitarnya. Gangguan konektivitas neuron merupakan salah satu defek utama yang
ditemukan pada pasien dengan ASD dan dapat dipengaruhi oleh perubahan pada
perkembangan dendritik, morfologi taju dendritik, dan fungsi sinaps.
Gangguan perkembangan dendritik, khususnya arborisasi dendrit yang
berlebihan dan berkurangnya pemendekan dendrit, diduga berperan pada kejadian
makrosefali. Pada perjalanan penyakit ASD tahap neurogenesis, peningkatan neuron
intrauterin mungkin berkaitan dengan peningkatan potensi makrosefali. Namun, pada
mayoritas pasien dengan ASD, volume otak saat usia bayi umumnya masih normal
yang menandakan bahwa terdapat mekanisme lain yang berperan terhadap kejadian
makrosefali. Pertumbuhan volume otak pasca kelahiran, sebagaimana terjadi pada
ASD, diduga lebih disebabkan oleh pertumbuhan dendritik aberans seiring dengan
peningkatan arborisasi dendritik dan penambahan hubungan sinaptik yang baru di
otak. Hal ini dapat berlangsung hingga seseorang berusia 5 tahun. Di sisi lain,
perubahan pada taju dendritik juga diketahui berpengaruh terhadap kejadian ASD.
Pada individu dengan ASD, analisis postmortem menunjukkan adanya peningkatan
densitas taju dendritik dibandingkan individu normal. Berbagai gen seperti MECP2,
FMR1, PTEN, dan CYFIP1 sangat penting perannya dalam pertumbuhan dendritik
dan formasi taju dendritik serta maturasi sinaps sehingga dianggap sebagai gen-gen
yang berisiko tinggi terhadap autisme apabila mengalami mutasi.

G. Komplikasi

Penderita autisme mungkin mengalami masalah pada pencernaan, pola makan


atau pola tidur yang tidak biasa, perilaku agresif, dan sejumlah komplikasi lain,
seperti:

1. Gangguan mental. Autisme dapat menyebabkan penderita mengalami depresi,


cemas, gangguan suasana hati, dan perilaku impulsif.
2. Gangguan sensorik. Penderita autisme dapat merasa sensitif dan marah pada lampu
yang terang atau suara yang berisik. Pada beberapa kasus, penderita tidak merespon
sensasi sensorik seperti panas, dingin atau nyeri.

11
3. Kejang. Kejang bisa terjadi pada penderita autisme, dan dapat muncul pada usia
kanak-kanak atau remaja.
4. Tuberous sclerosis. Tuberous sclerosis adalah penyakit langka yang memicu
tumbuhnya tumor jinak di banyak organ tubuh, termasuk otak.

H. Penatalaksanaan

Autisme termasuk kelainan yang tidak bisa disembuhkan. Meskipun demikian,


terdapat berbagai pilihan terapi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
kemampuan penderita. Melalui terapi, diharapkan penderita bisa mandiri dalam
menjalani aktivitas sehari-hari.
1. Non Medikamentosa
Terapi perilaku dan komunikasi.
Terapi ini memberikan sejumlah pengajaran pada penderita, mencakup
kemampuan dasar sehari-hari, baik verbal maupun nonverbal, meliputi:

 Applied behaviour analysis (ABA). Terapi Analisis Perilaku Terapan membantu


penderita berperilaku positif pada segala situasi. Terapi ini juga membantu penderita
mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi dan meninggalkan perilaku
negatif.
 Developmental, individual differences, relationship-based approach (DIR). DIR
atau biasa disebut Floortime, berfokus pada pengembangan hubungan emosional
antara anak autis dan keluarga.
 Occupational therapy. Terapi okupasi mendorong penderita untuk hidup mandiri,
dengan mengajarkan beberapa kemampuan dasar, seperti berpakaian, makan, mandi,
dan berinteraksi dengan orang lain.
 Speech therapy. Terapi wicara membantu penderita autis untuk belajar
mengembangkan kemampuan berkomunikasi.
 Treatment and education of autistic and related communication-handicapped
children (TEACCH). Terapi ini menggunakan petunjuk visual seperti gambar yang
menunjukkan tahapan melakukan sesuatu. TEACCH akan membantu penderita
memahami bagaimana melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya untuk berganti
pakaian.
 The picture exchange communication system (PECS). Terapi ini juga menggunakan
petunjuk visual seperti TEACCH. Namun PECS menggunakan simbol, untuk
membantu penderita berkomunikasi dan belajar mengajukan pertanyaan.

Terapi keluarga
Terapi keluarga berfokus membantu orang tua dan keluarga penderita
autisme. Melalui terapi ini, keluarga akan belajar cara berinteraksi dengan penderita, dan
mengajarkan penderita berbicara dan berperilaku normal.

2. Medikamentosa

12
Walau tidak bisa menyembuhkan autisme, obat-obatan dapat diberikan guna
mengendalikan gejala. Contohnya, obat antipsikotik untuk mengatasi masalah
perilaku, obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang, antidepresan untuk meredakan
depresi, dan melatonin untuk mengatasi gangguan tidur.

13
Trauma janin saat lahir Genetika Keracunan Logam

Ga Gangguan nutrisi & Neutropin & Neuropeptida


oksigenasi

Gangguan pada otak Kerusakan pada sel


furkinje & hippocampus

Abnormalitas pertumbuhan sel Gangguan keseimbangan


Saraf serotonin & dopamin

Pe Peningkatan neurokimia Gangguan otak kecil


secara abnormal

Reaksi atensi lebih lambat

14
AUTISME

Keterlambatan dalam Mengabikan& menghindari orang lain Hiperaktif Penglihatan & pendengaran abnormal
berbahasa/komunikasi

Bicara monoton & tidak Apatis terhadap lingkungan & orang sangat agresif terhadap Sensitif terhadap cahaya, menutup telinga
dimengerti orang lain lain orang lain dan dirinya bila mendengar suara
sendiri
Perilaku yang aneh
Gangguan komunikasi dx. Resiko mutilasi diri dx. Gangguan persepsi sensori

dx. Gangguan komunikasi dx. Gangguan interaksi sosial


verbal

15
16
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Jenis Kelamin : Tidak terkaji
Status Perkawinan : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Suku Bangsa : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Tanggal Masuk : Tidak terkaji
Tanggal Pengkajian : Tidak terkaji
No. Register : Tidak terkaji
Diagnosa Medis :
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji
Hub. Dengan Pasien : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Tidak terkaji
2) Riwayat kesehatan sekarang

P (Provokating) : Tidak terkaji


Q (Quality) : Tidak terkaji
R (Region) : Tidak terkaji

17
S (Severity/Skala) : Tidak terkaji
T (Time) : Tidak terkaji
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya : Tidak terkaji
b. Satus Kesehatan Masa Lalu
1)      Penyakit yang pernah dialami : Tidak terkaji
2)      Pernah dirawat : Tidak terkaji
3)      Alergi : Tidak terkaji
4)      Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll): Tidak terkaji
c. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak terkaji
d. Diagnosa Medis dan therapy : Geographic Tangue
3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan : Tidak terkaji
b. Pola Nutrisi-Metabolik
1) Sebelum sakit : Tidak terkaji
2) Saat sakit : Tidak terkaji
c.   Pola Eliminasi
1) BAB
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
2) BAK
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas : Tidak terkaji
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan
minum
Mandi

Toileting

Berpakaian

Berpindah

18
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total
2) Latihan
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
e. Pola kognitif dan Persepsi : Tidak terkaji
f. Pola Persepsi-Konsep diri : Tidak terkaji
g. Pola Tidur dan Istirahat
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
h. Pola Peran-Hubungan : Tidak terkaji
i. Pola Seksual-Reproduksi
1. Sebelum sakit : Tidak terkaji
2. Sebelum sakit : Tidak terkaji
j. Pola Toleransi Stress-Koping : Tidak terkaji
k. Pola Nilai-Kepercayaan : Tidak terkaji
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital :
TB/BB : tidak terkaji
HR : tidak terkaji
RR : Tidak terkaji
JSuhu : Tidak terkaji
N : Tidak terkaji
TD : Tidak terkaji
b. Keadaan fisik
1) Kepala
a) Lingkar kepala : Tidak terkaji
b) Rambut : Tidak terkaji
c) Warna : Tidak terkaji
d) Tekstur : Tidak terkaji
e) Distribusi Rambut : Tidak terkaji
f) Kuat/mudah rontok : Tidak terkaji
2) Mata
a) Sklera : Tidak terkaji

19
b) Konjungtiva : Tidak terkaji
c) Pupil : Tidak terkaji
3) Telinga : Tidak terkaji
4) Hidung : Tidak terkaji
5) Mulut : Tidak terkaji
a) Kebersihan : Tidak terkaji
b) Warna : Tidak terkaji
c) Kelembapan : Tidak terkaji
d) Lidah : Tidak terkaji
e) Gigi : Tidak terkaji
6) Leher :
7) Dada/pernapasan
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
8) Jantung
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
9) Paru-paru
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
10) Abdomen : Tidak terkaji
11) Punggung : Tidak terkaji

12) Ekstermitas : Tidak terkaji


13) Genitalia : Tidak terkaji
14) Integumen : Tidak terkaji
a) Warna : Tidak terkaji
b) Turgor : Tidak terkaji

20
c) Integrasi : Tidak terkaji
d) Elastisitas : Tidak terkaji
5. Pemeriksaan penunjang
Tidak terkaji
6. Penatalaksanaan
Tidak terkaji

3.2 Diagnosa
1. Gangguan komunikasi verbal
2. Gangguan interaksi sosial
3. Risiko mutilasi diri
4. Gangguan persepsi sensori

21
3.3 Intervensi
No. Diagnosa SLKI SIKI Intervensi
1. Gangguan Komunikasi Verval Komunikasi Verbal Promosi Promosi Komunikasi
Kategori : Relasional Komunikasi : Observasi
Kriteria Hasil :
Definisi Defisit Bicara 1. Memberikan
Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan Setelah di lakukan Definisi komunikasi tentang
kemampuan untuk menerima, memproses, Menggunakan teknik kebutuhan
Tindakan keperawatan
mengirim, dan/ atau menggunakan sistem komunikasi berdasarkan keadaan
simbol. selama 3x24 jam tambahan pada defisit yang
Penyebab : individu dengan mendasarnya
masalah komunikasi
1. Penurunan sirukulasi serebral gangguan bicara. 2. Mengetahui setiap
2. Gangguan neuro muskuler verbal dapat teratasi Tindakan perubahan yang
3. Gangguan pendengaran Observasi terjadi pada klien
dengan indikator :
4. Gangguan muskuloskeletal 1. Monitor secara bertahap
5. Kelainan palatum 1. Kemampuan kecepatan, 3. Menganalisa hal-hal
6. Hambatan fisik (mis. Terpasang biacara tekanan, yang dapat
trakkeostomi, intubasi, meningkat kuantitas, menyebabkan
trikotiroidektomi) 2. Kemampuan volume, dan terganggunya klien
7. Hambatan individu (mis. Ketakutan, mendengar diksi bicara dalam berbicara
kecemasan, merasa malu, emosional, meningkat 2. Monitor sehingga dapat
kurang privasi) 3. Kesesuaian proses dikontrol
8. Hambatan psikologis (mis. Gangguan ekspresi kognitif, 4. Mengidentifikasi
psikotik, gangguan konsep diri, harga wajah/tubuh anatomis, dan adanya disatria sesuai
diri rendah, gangguan emosi). meningkat fisiologis komponen motorik
9. Hambatan lingkungan (mis. 4. Kontak mata yang dari bicara (seperti
Ketidakcukupan informasi, ketiadaan meningkat berkaitan lidah,gerakan
orang terdekat, ketidaksesuaan 5. Afasia menurun dengan bicara bibir,kontrol napas)
budaya, bahasa asing) 6. Disfasia (mis. memori, yang dapat
Gejala dan Tanda Mayor menurun pendengaran, mempengaruhi
Subjektif 7. Apraksia dan bahasa) artikulasi dan
(tidak tersedia) menurun 3. Monitor mungkin juga disertai
Objektif 8. Disleksia frustasi, afasia motorik

22
1. Tidak mampu berbicara atau menurun marah, Terapeutik
mendegar 9. Diartria menurun depresi, atau 1. Membantu klien
2. Menunjukkan respon tidak sesuai 10. Afonia menurun hal lain yang dalam mempermudah
Gejala dan Tanda Minor 11. Dislalia menurun menganggu kemampuan
Subjektif 12. Pelo menurun bicara berbicara dengan
(tidak tersedia) 13. Gagap menurun 4. Identifikasi menggunakan
Objektif 14. Respon perilaku perilaku berbagai alternatip
1. Afasia membaik emosional yang telah disediakan
2. Disfasia 15. Pemahaman dan fisik 2. mengidentifikasi
3. Apraksia komunikasi sebagai adanya disatria sesuai
4. Disleksia membaik bentuk kemamupan motorik
5. Disartria komunikasi. dari bicara yang
6. Afonia Terapeutik dapat mempengaruhi
7. Dislalia 1. Gunakan artikulasi dan
8. Pelo metode mungkin juga
9. Gagap komunikasi disertaiafasia
10. Tidak ada kontak mata alternative motorik.
11. Sulit memahami komunikasi (mis. menulis, 3. Memberikan
12. Sulit mempertahankan komunikasi mata lingkungan yang
13. Sulit menggunakan ekspresi wajah berkedip, aman dalam melatih
atau tubuh papan kemampuan
14. Tidak mampu menggunakan ekspresi komunikasi berbicara klien
wajah atau tubuh dengan 4. Mengamati artikulasi
15. Sulit menyusun kalimat gambar dan serta kemampuan
16. Verbalisasi tidak tepat huruf, isyarat berbicara klien
17. Sulit mengungkapkan kata-kata tangan, dan sehingga dapat
18. Disorientasi orang, ruang, waktu. computer) memperlancar
19. Defisit penglihatan 2. Sesuaikan kempuan berbicara
20. Delusi gaya klien
Kondisi Klinis Terkait komunikasi 5. Yaitu dengan
1. Stroke dengan Melibatkan anggota
2. Cedera kepala kebutuhan keluarga dalam

23
3. Trauma wajah (mis. berdiri proses penyembuhan
4. Peningkatan tekanan intra kranial di depan klien
5. Hipoksia kronis pasien, 6. Membantu proses
6. Tumor dengarkan penyembuhan klien
7. Miastenia gravis dengan Edukasi
8. Sklerosis multipel seksama, 1. Melatih dan
9. Distropi muskuler tunjukkan mengatur artikulasi
10. Penyakit alzheimer satu gagasan klien dalam berbicara
11. Kuadriplegia atau 2. melibatkan anggota
12. Labiopalatoskizis pemikiran keluarga dalam
13. Infeksi laring sekaliguis, proses penyembuhan
14. Fraktur rahang bicaralah klien dengan cara
15. Skizofrenia dengan mengingat
16. Delusi perlahan menilai,orientasi,pers
17. Paranoid sambil epsi dan
18. Autisme menghindari memperlihatkan
teriakan, segala hal yang dapat
gunakan membantu proses
komunikasi penyembuhan.
tertulis, atau Kolaborasi
meminta 1. memberikan
bantuan pengobatan/menanga
keluarga ni klien dengan
untuk berbagai terapi(mis.
memahami Terapi musik,terapi
ucapan pijat,terapi
pasien) wicara,terapi
3. Modifikasi kejiwaan)
lingkungan
untuk
meminimalka
n bantuan

24
4. Ulangi apa
yang
disampaikan
pasien
5. Berikan
dukungan
psikologis
6. Gunakan juru
bicara, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan
berbicara
perlahan
2. Ajarkan
pasien dan
keluarga
proses
kognitif,
anatomis, dan
fisiologis
yang
berhubungan
dengan
kemampuan
berbicara
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli
patologi
biacara atau
terapis.
2. Gangguan Interaksi Sosial Interaksi Sosial Modifikasi Perilaku Modifikasi Perilaku

25
Kategori : Relasional Kriteria Hasil : Keterampilan Sosial Keterampilan Sosial
Definisi Definisi Obsevasi
Setelah di lakukan
Kuantitas dan/ atau kualitas hubungan sosial Mengubah 1. Menganalisa hal-hal
yang kurang atau berlebih. tindakan keperawatan pengembangan atau yang menyebabkan
Penyebab peningkatan kurangnya
selama 3x24 jam
1. Defisiensi bicara keterampilan social keterapilan sosial
2. Hambatan perkembangan/ maturasi masalah interaksi social interpersonal. pada klien dalam
3. Ketiadaan orang terdekat Tindakan mempermudah proses
dapat teratasi dengan
4. Perubahan neurologis (mis. Observasi penyembuhan
Kelahiran prematur, distres fetal, indikator : 1. Identifikasi 2. Mengkaji berbagai
persalinan cepat atau lama) penyebab pelatihan yang dapat
1. Perasaan nyaman
5. Disfungsi sistem keluarga kurangnya meningkatkan proses
dengan situasi
6. Ketidakteraturan atau kekacauan keterampilan keterampian sosial
social meningkat
lingkungan social Terapeutik
2. Perasaan mudah
7. Penganiayaan atau pengabaian anak 2. Identifikasi 1. Memberikan
menerima atau
8. Hubungan orang tua anaktidak focus dukungan/semangat
mengkomunikasi
memuaskan pelatihan kepada klien daam
kan perasaan
9. Model peran negatif keterampilan melakukan pelatihan
meningkat
10. Impulsif social yang dilakukan
3. Responsive pada
11. Perilaku menentang Terapeutik 2. Memuji serta atau
orang lain
12. Perilaku agresif 1. Motivasi memberikan
meningkat
13. Keengannan berpisah dengan orang untuk penilaian kepada
4. Minat melakukan
terdekat berlatih klien terkait pelatihan
kontak emosi
Gejala dan tanda mayor keterampilan yang telah dilakukan
meningkat
Subjektif social klien dalam
5. Minat melakukan
1. Merasa nyaman dengan situasi sosial 2. Beri umpan merangsang proses
kontak fisik
2. Merasa sulit menerima atau balik positif penyembuhan
meningkat
mengkomunikasikan perasaan (mis. pujian 3. Melibatkan anggota
6. Verbalisasi kasih
Objektif atau keluarga dalam
saying
1. Kurang reponsif atau tertarik pada penghargaan) segala pelatihan yang
meningkat
orang lain terhadap dilakukan klien
7. Kontak mata
2. tidak berniat melakukan kontak kemampuan dalam proses
meningkat

26
emosi dan fisik 8. Ekspresi wajah sosialisasi penyembuhan.
Gejala dan tanda minor responsive 3. Libatkan Edukasi
Subjektif meningkat keluarga 1. Memberikan
1. sulit mengungkapkan kasih sayang 9. Kooperatif selama penjelaan terkait
objektif bermain dengan latihan pelatihan yang akan
1. gejala cemas berat sebaya keterampilan dilakukan yang
2. kontak mata kurang meningkat social, jika bertujuan untuk
3. ekspresi wajah tidak responsif 10. Perilaku sesuai perlu membantu proses
4. tidak kooperatif dalam bermain dan usia meningkat Edukasi penyembuhan
berteman 11. Gejala cemas 1. Jelaskan komunikasi sosial
5. perilaku tidak sesuai usia menurun. tujuan yang dialami oleh
kondisi klinis terkait melatih klien
1. retardasi mental keterampilan 2. Menjelaskan akibat-
2. gangguan austistik social akibat yang terjadi
3. attention deficit/hiperactivity 2. Jelaskan jikatidak memiliki
disorder (ADHD) respons dan keterampilan sosial
4. gangguan perilaku konsekuensi 3. Dengan cara Melatih
5. oppositional defiant disorder keterampilan klien dengan
6. gangguan tourette social berbicara secara
7. gangguan kecemasan perpisahan 3. Anjurkan perlahan-lahan dalam
8. sindrom down mengungkapk membantu
an perasaan keterampilan
akibat sosialnya.
masalah yang 4. Untuk membuat
dialami perbaikan agar
4. Anjurkan pelatihan yang telah
mengevaluasi dilakukan dapat
pencapaian dijalankan tepat dan
setiap benar,memperbaiki
interaksi kekurangan dan
5. Edukasi kendala pada saat
keluarga pelatihan.

27
untuk 5. Bertujuan untuk
dukungan meningkatkan
keterampilan keterampilan sosial
social klien dalam proses
6. Latih penyembuhan
keterampilan
social secara
bertahap.
3. Rrisiko mutilasi diri Kontrol Diri Edukasi Edukasi Manajemen Stres
Kategori : lingkungan Kriteria Hasil : Manajemen Stres Observasi
Definisi 1. Untuk menganalisis
Setelah di lakukan
Definisi : beresiko sengaja mencederai diri Mengajarkan pasien dan mengetaui
yang menyebabkan kerusakan fisik untuk tindakan keperawatan untuk kemampuan klien
memperoleh pemulihan ketegangan mengidentifikasi dan dalam menerima
selama 3x24 jam
mengelola stress informasi .
Penyebab : masalah Kontrol diri akibat perubahan Terapeutik
1. perkembangan remaja hidup sehari-hari. 1. Memberikan
dapat teratasi dengan
2. individu autistik Tindakan kemudahan kepada
3. gangguan kepribadian indikator : Observasi klien berupa buku-
4. penyakit keturunan 1. Identifikasi buku ataupun
1. Verbalisasi
5. penganiayaan (mis. kesiapan dan alternatif lainya
ancaman pada
Fisik,psikologis,seksual) kemampuan dalam membantu
orang lain
6. gangguan hubungan interpersonal menerima proses penyembuhan
menurun
7. perceraian keluarga informasi 2. Bertujuan untuk
2. Verbalisasi
8. keterlamabatan perkembangan Terapeutik memberikan
umpatan
9. riwayat perilaku mencederai diri 1. Sediakan pelatihan secara
menurun
10. ancaman kehilangan hubungan materi dan bertahap sehingganya
3. Perilaku
11. ketidakmampuan mengungkapakan media pelatihan yang
menyerang
ketegangan secara verbal pendidikan dilakukan dapat
menurun
12. ketidakmampuan mengatasi masalah kesehatan berjalan secara lancar
4. Perilaku melukai
13. harga diri rendah 2. Jadwalkan sehingga terjadi
diri sendiri/
14. peningkatan ketegangan yang tidak pendidikan perubhan sikap dan
orang lain

28
dapat ditoleransi menurun kesehatan tingkah laku dari
Kondisi klinis terkait 5. Perilaku sesuai klien.
1. gangguan kepribadian merusak kesepakatan 3. Salah satu
2. gangguan mental organik lingkungan 3. Berikan cara/pelatihan kepada
3. autisme sekitar menurun kesempatan klien dalam
4. skizofrenia 6. Perilaku untuk memulihakan
5. depresi mayor agresif/ngamuk bertanya kempuan berbicara.
6. dissociative identify disorder (DID) menurun Edukasi Edukasi
7. masokisme seksual 7. Suara keras 1. Ajarkan 1. Teknik relaksasi
8. gangguan afektif atau mania menurun teknik bertujuan untuk
9. riwayat penganiayaan 8. Bicara keras relaksasi memberikan rasa
menurun 2. Ajarkan nyaman dan rileks
9. Verbalisasi latihan asertif pada klien,dapat
keinginan bunuh 3. Ajarkan mengurangi
diri menurun membuat intensitas nyeri,serta
10. Verbalisasi jadwal dapat meningkatkan
isyarat bunuh olahraga ventilasi paru dan
diri menurun teratur meningkatkan
11. Verbalisasi 4. Anjurkan oksigen darah.
ancaman bunuh tetap menulis 2. Membantu klien
diri menurun jurnal untuk dalam meningkatkan
12. Verbalisasi meningkatkan kemampuan
rencana bunuh optimism dan komunikasi yang
diri menurun melepaskan diinginkan,dirasakan
13. Verbalisasi beban ,dan difikirkan pada
kehilangan 5. Anjurkan orang lain.
hubungan yang aktivitas 3. Membantu prses
penting menurun untuk peningkatan mood
14. Perilaku menyenangka sehingga jumlah
merencanakan n diri sendiri oksigen dan nutrisi
bunuh diri (mis. hobi, dalam jaringan tubuh
menurun bermain menjadi maksimal.

29
15. Euphoria music, 4. Melatih klien dalam
menurun mengecat mengatur emosi
16. Alam perasaan kuku) 5. Membantu klien
depresi 6. Anjurkan dalam
menurun. bersosialisasi menghilangkan
7. Anjurkan beban/perasaan yang
tidur dengan dialaminya
baik setiap 6. Membantu klien
malam (7-9 dalam proses
jam) pemulihan hubungan
8. Anjurkan sosialnya dengan
tertawa untuk cara mengajak
melepas stres berbicara,mengenalk
dengan an klien dengan
membaca keadaan
atau klip disekutarnya dan lain
video lucu sebagainya.
9. Anjurkan 7. Membantu klien
menjalin dalam proses
komunikasi memperbaiki sel-sel
dengan dan jaringan dalam
keluarga dan meningkatkan massa
profesi otot dalam proses
pemberi penyembuhan.
asuhan. 8. Salah satu proses
distraksi kepada
klien yang dapat
membantu proses
berhubungan dengan
orang lain secara
cepat dalam
memperbaiki

30
hubungan sosial.
9. Membina hubungan
antara klien dan
keluarga dalam
membantu proses
asuhan keperawatan
kepada klien.
4 Gangguan persepsi sensori Persepsi Sensori Manajemen Manajemen Halusinasi
. Kategori : psikologis Kriteria Hasil : Halusinasi Observasi
Definisi 1. Mengidentifikasi
Setelah di lakukan
Definisi : perubahan persepsi terhadap Mengidentifikasi dan perilaku klien yang
stimulus baik internal maupun ekstrenal tindakan keperawatan mengelola mengakibatkan klien
yang disertai dengan respon yang peningkatan mendengar suara-
selama 3x24 jam
berkurang,berlebihan,atau terdistorsi. keamanan, suara
Penyebab : masalah Persepsi sensori kenyamanan dan bisiskan,bayangan
1. gangguan pengelihatan orientasi realita. dan lain sebagainya.
dapat teratasi dengan
2. gangguan pendengaran Tindakan 2. Mengamati perilaku
3. gangguan penghiduan ndicator : Observasi klien yang dapat
4. gangguan perabaan 1. Monitor meningkatkan
1. Verbalisasi
5. hipoksia serebral perilaku yang aktivitas Misalnya
mendengar
6. penyalahgunaan zat mengindikasi kekerasan dan
bisikan menurun
7. usia lanjut kan halusinasi membahyakan diri
2. Verbalisasi
8. pemajanan toksin lingkungan 2. Monitor dan sendiri.
melihat
Gejala dan tanda mayor sesuaikan 3. Mencegah klien
bayangan
Subjektif : tingkat melukan hal-hal yang
menurun
1. mendengar suara bisikan atau melihat aktivitas dan tidak diinginkan yang
3. Verbalisasi
bayangan stimulasi dapat membahayakan
merasakan
2. merasakan sesuatu melalui indra lingkungan diri sendiri.
sesuatu melalui
perabaan,penciuman,perabaan,atau 3. Monitor isi Teraputik
indra perabaan
pengecapan. halusianasi 1. Lingkungan yang
menurun
Objektif : (mis. aman memberikan
4. Verbalisasi
1. distorsi sensori kekerasan klien dapat dengan
merasakan

31
2. respon tidak sesuai sesuatu melalui atau tenang melakukan
3. bersikap seolah indra penciuman membahayak pelatihan-pelattihan
melihat,mendengar,mengecap,merab menurun an diri) yang sedang
a,atau mencium sesuatu. 5. Verbalisasi Terapeutik dijalankan.
Gejala dan tanda minor merasakan 1. Pertahankan 2. Mengarahkan kepada
Subjektif: sesuatu melalui lingkungan klien terkait perilaku
1. menyatakan kesal indra pengecapan yang aman yang tidak dapat
objektif : menurun 2. Lakukan dikontrol oleh
1. menyendiri 6. Distorsi sensori tindakan dirinya.
2. melamun menurun keselamatan 3. Yang bertujuan
3. konsentrasi buruk 7. Perilaku ketika tidak dalam melatih
4. disorientasi waktu,tempat,orang atau halusinasi dapat kemamuan klien
situasi menurun mengontrol dalam komunikasi
5. curiga 8. Menarik diri perilaku (mis. sosialnya salah
6. melihat ke satu arah menurun limit setting, satunya seperti
7. mondar-mandir 9. Melamun pembatasan menghindari
8. bicara sendiri menurun wilayah, perdebatan tentang
Kondisi Klinis Terkait 10. Curiga menurun pengekangan validasi halusinasi.
1. glaukoma 11. Mondar-mandir fisik, seklusi) 4. Bertujuan untuk
2. katarak menurun 3. Diskusikan menghindari
3. gangguan refraksi 12. Respon sesuai perasaan dan pengekangan ketika
(miopia,hiperopia,astigmatisma,presb stimulus respons sedang melakukan
iopia) membaik terhadap diskusi.
4. trauma okuler 13. Konsentrasi halusinasi Edukasi
5. trauma pada sarafnkranialis I,II,III,IV membaik 4. Hindari 1. Memberikan
dan VI akibat stroke,aneurisma 14. Orientasi perdebatan kesempatan kepada
intrakranial,trauma/tumor otak) membaik. tentang klien untuk berbicara
6. infeksi okuler validitas dalam melatih
7. presbikusis halusinasi kemampuan
8. malfungsi alat bantu dengar Edukasi komunikasi sosialnya
9. delirium 1. Anjurkan yang kemudian
10. demensia bicara pada memberikan umpan

32
11. ganggaun amnestik orang yang balik berupa memuji
12. penyakit terminal dipercaya kemampauan
13. gangguan psikotik untuk berbicara klien.
member 2. Memberikan
dukungan dan kesempatan kepada
umpan balik klien dalam
korektif mendengarkan
terhadap music,melakukan
halusinasi aktivitas yang disukai
2. Anjurkan klien dalam proses
melakukan membantu
distraksi (mis. penyembuhan klien.
mendengarka 3. Memberikan
n music, penjelasan kepada
melakukan klien maupun
aktivitas dan keluarga terkait hal-
teknik hal yang dapat
relaksasi) mengontrol
3. Ajarkan halusinasi seperti
pasien dan tidur yang
keluarga cara cukup,menhindari
mengontrol stres dan lain
halusinasi. sebagainya.
Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi 1. Membantu proses
pemberian penyembuhan klien
obat dengan memberikan
antipsikotik obat antipsikotik dan
dan antiansietas yang
antiansietas, dapat digunakan
jika perlu. sebagai penanganan
psikosis dengan

33
menghambat neuro
transmiter dopami.

34
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Sikap orangtua pada anak autis dapat diketahui bahwa sebagian besar orangtua
memiliki sikap yang negatif (50%), yang positif 44%, dan netral (6%).
2. Tingkat kemandirian anak autis dapat diketahui sebagian besar memiliki tingkat
kemandirian yang mandiri (56%).
3. Ada hubungan antara sikap orangtua dengan tingkat kemandirian anak autis. Hasil
analisis uji statistik dengan menggunakan Rank Spearman yang diperoleh hasil
koefisien korelasi r = 0,759 dengan tingkat signifikan 0,000 (p < α 0,05).
Hasil ini menunjukan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan yang kuat antara
sikap orangtua dengan tingkat kemandirian anak autis. Ini berarti bahwa orangtua yang
mengasuh anak dengan sikap yang baik akan menstimulasi pembentukan perilaku mandiri
anak dengan baik.

4.2 Saran
1) Bagi Pelayanan Keperawatan Dalam perannya sebagai health educator
diharapkan dapat memberikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan berupa
informasi tentang pentingnya pemberian sikap yang positif agar anak dapat
mencapai kemandirian yang optimal.
2) Orangtua Anak Autis Dapat membantu orangtua untuk selalu memberikan sikap
yang positif pada anak dalam melatih kemandirian anak autis seperti
membimbing dan mendampingi anak selama melakukan aktivitasnya dirumah.
3) 7.2.3 Bagi SDK Autis Dapat mengembangkan dan meningkatkan metode belajar
yang dapat meningkatkan kemandirian anak autis seperti kegiatan melatih cara
berkomunikasi misalnya menggunakan kartu-kartu bergambar, keterampilan
buang air besar (BAK) dan buang air kecil (BAK) secara mandiri maupun
kegiatan lainnya. Selain itu juga, perlu adanya kerja sama bagi orangtua misalnya
memberikan informasi untuk melatih anak agar bisa mandiri, sehingga anak tidak
tergantung terhadap orangtua terus-menerus.
4) 7.2.4 Bagi Peneliti selanjutnya Dapat meneruskan penelitian ini tentang
kemandirian anak autis dengan menggunakan metode observasi sehingga data
36
yang didapatkan lebih akurat dan sesuai dengan kondisi anak autis yang
sebenarny

37
DAFTAR PUSTAKA

Ballerina, Titisa.2016. Meningkatkan Rentang Perhatian Anak Autis Dalam


Pembelajaran Pengenalan Huruf. Inklusi: Journal Of Disability Studies Vol. 3, No.
2, H.245-266 Doi: 10.14421/Ijds.030205
Rinarki. J.A.2018. Pendidikan Dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Sanchack Ke, 2016. Primary Care For Children With Autism Spectrum
Disorder.;94(12). Available From: Www.Aafp.Org/Afp.
Sari, A.P.P. Dkk.2017. Penyebab Gangguan Autis Melalui Jalur Neuroinflamasi.
Bioeksperimen Volume 3 No.2, Issn 2460-1365.
Kim, S. K. (2015). Recent update of autism spectrum disorders. Korean Journal of
Pediatrics, 58(1), 8–14. doi:10.3345/kjp.2015.58.1.8
Sunita. 2019. Patofisiologi Autism Spectrum Disorder.
https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-anak/autism-spectrum-
disorder/patofisiologi (diakses pada tanggal 17 November 2020)
Willy,Tjin.2018. Autisme.
https://www.alodokter.com/autisme/diagnosis#:~:text=Penderita%20autisme
%20mungkin%20mengalami%20masalah,Gangguan%20sensorik. (diakses pada
tanggal 17 November 2020)

38

Anda mungkin juga menyukai