Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIKUM FARMASI RUMAH SAKIT

Lower Respiratory Tractus Infection

PNEUMONIA

Dosen :
Sunarti., M.Sc., Apt.

OLEH :
KELOMPOK B4-2
1. Wahyu mukti wijaya 1820364080
2. Windy tri kurnianti 1820364081

APOTEKER KELAS B
PROGRAM PROFESI APOTEKER XXXVI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Pneumonia adalah suatu peradangan pada paru yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. ini merupakan penyakit yang
serius yang dapat mengenai semua umur terutama pada bayi/ anak, usia lebih dari 65 tahun,
dan orang dengan penyakit pemberat lain seperti penyakit jantung kongestif, diabetes, dan
penyakit paru kronis. Penyakit ini lebih sering muncul pada musim dingin, perokok dan pria
dibanding wanita (Lilik K. & Yayan A.S., 2009)

Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus respiratorius dan
alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat mengganggu pertukaran
oksigen dan karbon dioksida di paru-paru. Perkembangannya, berdasarkan tempat terjadinya
infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia.
Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia/CAP) merupakan
pneumonia yang didapat di luar rumah sakit atau panti jompo. Patogen umum yang biasa
menginfeksi adalah Streptococcus pneumonia, H. influenzae, bakteri atypical, virus influenza,
respiratory syncytial virus (RSV). Pada anak-anak patogen yang biasa dijumpai sedikit
berbeda yaitu adanya keterlibatan Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, di
samping bakteri pada pasien dewasa.
Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia/HAP) merupakan pneumonia
yang didapat selama pasien di rawat di rumah sakit. Patogen yang umum terlibat adalah
bakteri nosokomialyang resisten terhadap antibiotika yang beredar di rumah sakit. Biasanya
adalah bakteri enterik golongan gram negatif batang seperti E.coli, Klebsiella sp, Proteus sp.
Pada pasien yang sudah lebih dulu mendapat terapi cefalosporin generasi ke-tiga, biasanya
dijumpai bakteri enterik yang lebih bandel seperti Citrobacter sp., Serratia sp., Enterobacter
sp., Pseudomonas aeruginosa merupakan pathogen yang kurang umum dijumpai, namun
sering dijumpai pada pneumonia yang fulminan. Staphylococcus aureus khususnya yang
resisten terhadap methicilin seringkali dijumpai pada pasien yang dirawat di ICU.

B. ETIOLOGI
Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukan bahwa di Negara
berkembang Streptoccocus pneumonia dan Hemofilus influenza merupakan bakteri yang
selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9 % aspirat paru dan 69,1% hasil
isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, pneumonia pada umumnya
disebabkan oleh virus. Etiologi pneumonia antara lain (Lilik K. & Yayan A.S., 2009)

Bakteri, Penumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi setelah flu, demam, atau ISPA
yang menurunkan system imunitas tubuh. Sistem imunitas yang lemah menjadi keadaan yang
baik untuk bakteri berkembang biak di paru, dan menimbulkan penyakit. Bermacam-macam
bakteri dapat menyebabkan pneumonia, yang tersering adalah Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus). Dapat disebarkan apabila orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau
menyentuh objek dengan tangan yang terkontaminasi. Pneumonia akibat bakteri ini dapat
menjadi lebih serius bila dibandingkan dengan pneumonia akibat virus.
Virus, Bermacam-macam virus dapat menyebabkan pneumonia. Contohnya termasuk
influenza, chickenpox, herpes simplex, and respiratory syncytial virus (RSV). Virus dapat
ditularkan antar manusia ke manusia lain melalui batuk, bersin atau menyentuh objek dengan
tangan yang terkontaminasi yang berkontak dengan cairan dari orang yang terinfeksi.
Jamur, Bermacam-macam jamur dapat menyebabkan pneumonia. Yang paling sering
adalah jamur yang terhirup dari udara luar/ lingkungan.
Aspirasi, Pneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan dalam lambung atau
benda asing terhirup masuk ke saluran pernafasan, menyebabkan cedera, infeksi atau
penyumbatan (Lilik K. & Yayan A.S., 2009)

C. Faktor Risiko
Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia muda, kelengkapan
imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zn, paparan asap rokok secara
pasif dan faktor lingkungan (polusi udara) merupakan faktor resiko untuk terjadinya
pneumonia. Faktor predisposisi yang lain untuk terjadinya pneumonia adalah adanya kelainan
anatomi kongenital (contoh fistula trakeaesofagus, penyakit jantung bawaan), gangguan
fungsi imun (penggunaan sitostatika dan steroid jangka panjang, gangguan sistem imun
berkaitan penyakit tertentu seperti HIV), campak, pertusis, gangguan neuromuskular,
kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik,
aspirasi benda asing atau disfungsi silier (Lilik K. & Yayan A.S., 2009)

D. GEJALA DAN TANDA PNEUMONIA


Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut
selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat
mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental,
terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala
lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala.
Tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain : Batuk nonproduktif ; Ingus
(nasal discharge) ; Suara napas lemah ; Penggunaan otot bantu napas ; Demam ; Cyanosis
(kebiru-biruan) ; Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar ; Sakit kepala; Kekakuan dan
nyeri otot; Sesak napas; Menggigil; Berkeringat ; Lelah ;Terkadang kulit menjadi lembab ;
Mual dan muntah (Misnadiarly, 2008)

E. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya
tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko
infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan
merusak permukaan epitel saluran nafas.
Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran langsung
kuman dari saluran respiratorik atas. Dalam keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai
dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa
mekanisme termasuk barier anatomi dan barier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal
maupun sistemik. Barier anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel di hidung,
pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk,
pembersihan ke arah kranial oleh lapisan mukosilier. Sistem pertahanan tubuh yang terlibat
baik sekresi local imunoglobulin A maupun respon inflamasi oleh sel-sel leukosit,
komplemen, sitokin, imunoglobulin, alveolar makrofag dan cell mediated immunity.
Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami gangguan
sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Inokulasi pathogen
penyebab pada saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut.
Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya bersifat patchy dan
mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel
dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel
mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskular. Proses infeksi yang berat akan
mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan terbentuk eksudat
hemoragik. Pneumonia viral pada anak merupakan predisposisi terjadinya pneumonia
bakterial oleh karena rusaknya barier mukosa.
Pneumonia bakterial terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi patogen, kadang-kadang
terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses pneumonia tergantung dari
interaksi antara bakteri dan ketahanan sistem imunitas tubuh. Ketika bakteri dapat mencapai
alveoli maka beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan dikerahkan. Saat terjadi kontak
antara bakteri dengan dinding alveoli maka akan ditangkap oleh lapisan cairan epitelial yang
mengandung opsonin dan tergantung pada respon imunologis tubuh akan terbentuk antibodi
imunoglobulin G spesifik.
Pada pneumonia terjadi gangguan pada komponen volume dari ventilasi akibat
kelainan langsung di parenkim paru. Terhadap gangguan ventilasi akibat gangguan volume
ini tubuh akan berusaha mengkompensasinya dengan cara meningkatkan volume tidal dan
frekuensi nafas sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dispnea dengan tanda-tanda
inspiratory effort. Akibat penurunan ventilasi maka rasio optimal antara ventilasi perfusi
tidak tercapai (V/Q < 4/5) yang disebut ventilation perfusion mismatch, tubuh berusaha
meningkatkannya sehingga terjadi usaha nafas ekstra dan pasien terlihat sesak. Selain itu
dengan berkurangnya volume paru secara fungsional karena proses inflamasi maka akan
mengganggu proses difusi dan menyebabkan gangguan pertukaran gas yang berakibat
terjadinya hipoksia. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal nafas (Retno Asih S, dkk.,
2006)

F. TERAPI

1. Pencegahan Pneumonia
Pencegahan pneumonia pada anak-anak
 Menghindarkan bayi/balita dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat
keramaian yang berpotensi penularan
 Menghindarkan bayi/balita dari kontak dengan penderita ISPA
 Membiasakan pemberian ASI
 Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek.
 Terlebih jika disertai suara serak, sesak napas, dan adanya tarikan pada otot di antara
rusuk (retraksi)
 Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan dan segera ke
Rumah Sakit jika kondisi anak memburuk
 Imunisasi Hib untuk memberikan kekebalan terhadap Haemphilus influenza, vaksin
Pneumokokal Heptavalen (mencegah IPD=Invasive pneumococcal disease) dan
vaksinanasi influenza pada anak resiko tinggi, terutama usia 6-23 bulan (Misnadiarly,
2008)

Rekomendasi terapi antibiotik secara empirik pada CAP & patogen spesifik (Clin
Infect Dis 2007)
BAB II
STUDI KASUS

KASUS 2. LOWER RESPIRATORY TRACTUS INFECTION = PNEUMONIA


Data Pasien

Pasien Tn AD umur 56 tahun datang ke RS dengan keluhan 2 minggu mengeluh sesak saat
beraktivitas ringan, berkurang dengan istirahat. Mual (+), muntah (-), Sering kambuh, BAB /
BAK (+/+). Pasien bercerita bahwa dia juga merokok.
Tanggal MRS : 31 Oktober 2011
Diagnosis : PNEUMONIA
Riwayat pengobatan : -
Riwayat keluarga : Hipertensi
Riwayat alergi : (-)
Riwayat lain : merokok (+)
Pekerjaan : Kontraktor
1. Subyektif
Pasien Tn AD
Umur : 56 tahun
Keluhan : 2 minggu mengeluh sesak saat beraktivitas ringan, berkurang dengan
istirahat. Mual (+), muntah (-), Sering kambuh, BAB / BAK (+/+). Riwayat
keluarga : Hipertensi
 Riwayat alergi : (-)
 Riwayat lain : merokok (+)
 Pekerjaan : Kontraktor
2. Obyektif

 Diagnosis : PNEUMONIA
3. Assesment

Medical Terapi DRP’s Care Plan Monitoring


Problem
Hipertensi Captropil Pemilihan target tercapai 140 Tekanan darah,
obat kurang /90 ganti dengan frekuensi batuk.
tepat lisinopril 1 x 10mg
karena captopril
dapat memperparah
sesak napas

Furosemid Tetap digunakan


untuk GGA dan
hipertensi juga
Dyispnea Oksigen Karena untuk Jika pernapasan
membantu sudah stabil maka
pernapasan pasien boleh di lepas
akibat sesak napas
Sesak napas Mengnti digoxsin
 Salbutam dengan salbutamol
ol nebu nebu 3x1
3x1

Trombosit Metil Indikasi Tetap digunakan -


rendah predisolon meningkatk
an trombosit
pnumonia Ciprofloxacin Infeksi Diganti cefixime
di ganti bakteri karena
dengan pnumonia ciprofloxacin dapat
cefixime memperparah
kerusakan ginja
DM Insulin Naiknya Jika kadar gula
10-12 unit kadar gula smkin tinggi
darah maka di
suntikan di
daerah perut.

Monitoring

1) Pada pasien pneumonia terjadi penurununan suhu tubuh (hipotermia) penurunan suhu
tubuh merupakan tanda-tanda terjadinya syok sehingga perlu dilakukan monitoring
Suhu, RR dan TD
2) Monitoring leukosit dan trombosit.

KIE

Memberikan edukasi dan pemahaman kepada tentang terapi obat apa saja yang

diberikan dan tujuan terapinya.


DAFTAR PUSTAKA

Bradley John S. et al. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants


and Children Older Than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric
Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. IDSA
Guideline. Clin Infect Dis.

Dipiro, J.T., Talbert, R.L. et al. 2015. Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach. Ninth
Edition. Copyright The McGraw-Hill Companies

Lilik Kurniawan dan Yayan Akhyar Israr, 2009. Pneumonia pada Dewasa. Faculty of
Medicine–University of Riau Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed–FK UNRI
(http://www.Files-of-DrsMed.tk)

Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC, et al.
Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society Consensus
Guidelines on the Management of Community-Acquired Pneumonia in Adults. Clin
Infect Dis. 2007 Mar 1;44(Supplement 2):S27–72.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia
Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium. Jakarta : Pustaka Obor
Populer.

Retno Asih S, dkk., 2006. Continuing Education. Ilmu Kesehatan Anak XXXVI. Kapita
Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI. Pneumonia. Naskah. Divisi Respirologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak. FK Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai